Standardisasi Anggaran dan Kerja Sama Pe

TUGAS
STANDARDISASI
“Anggaran dan Kerja Sama Perpustakaan
(Perguruan Tinggi)”
Disusun oleh:
Kelompok 6
Ni’matus Sa’adah (A2D009056)
Riyanna Dia P. (13040110120040)
Fajar Firdaus P. (13040110130050)
Lelita Primadani (13040110130074)
S-1 Ilmu Perpustakaan 2010 (Kelas B)
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Diponegoro

STANDARDISASI ANGGARAN DAN KERJA SAMA PERPUSTAKAAN

Kelompok kami mendapat tugas untuk membahas standardisasi anggaran dan kerja sama
perpustakaan. Kami mengkhususkan pembahasan hanya pada standardisasi kedua hal tersebut
di perpustakaan perguruan tinggi.

1. Tentang Anggaran

Nafarin (2000 : 9) menyatakan bahwa anggaran merupakan rencana tertulis mengenai
kegiatan suatu organisasi yang dinyatakan secara kuantitatif dan umumnya dinyatakan
dalam satuan uang untuk jangka waktu tertentu. Sementara John Downes dan Jordan
Elliot Goodman (dalam Suwarno, 2010) mendefinisikan anggaran sebagai suatu
perkiraan pemasukan dan pengeluaran untuk suatu periode yang telah ditentukan.
Menurut Hansen dan Mowen (dalam Prawatiningsih, 2007) anggaran (budget) adalah
perencanaan keuangan untuk masa depan; anggaran memuat tujuan dan tindakan
dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa anggaran adalah rencana tertulis suatu
perkiraan pemasukan dan pengeluaran dalam sebuah organisasi pada suatu periode
tertentu.
Fungsi utama anggaran adalah sebagai alat perencanaan dan pengendalian.

2. Standardisasi Anggaran di Perpustakaan Perguruan Tinggi
Anggaran perpustakaan perguruan tinggi diatur dalam dokumen Standar Nasional
Indonesia (SNI) nomor 7330 tahun 2009 poin 12. Pengaturan tersebut hanya terdiri
dari satu kalimat, yaitu:

“Anggaran perpustakaan sekurang-kurangnya 5% dari total anggaran
perguruan tinggi di luar belanja pegawai.”

2

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa anggaran untuk perpustakaan perguruan
tinggi (khususnya perpustakaan pusat) sangat tergantung kepada anggaran dari
perguruan tinggi penaungnya. Hal ini dikuatkan oleh UU no. 43 tahun 2007 tentang
Perpustakaan Pasal 24 ayat 4 yang menyatakan:

“Setiap perguruan tinggi mengalokasikan dana untuk pengembangan
perpustakaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan guna
memenuhi standar nasional pendidikan dan standar nasional perpustakaan.”

Dengan demikian, sudah jelas bahwa pendanaan perpustakaan perguruan tinggi
merupakan tanggung jawab perguruan tingginya.
Akan tetapi, pengaturan anggaran untuk perpustakaan perguruan tinggi itu sendiri
tidaklah distandarkan. Yang distandarkan adalah besaran alokasi dana dari
perguruan tinggi untuk perpustakaan, bukan ketetapan pos-pos apa saja yang harus
ada dalam anggaran sebuah perpustakaan perguruan tinggi. Seperti yang disebutkan
Aisyah (2012), anggaran dan keuangan unit informasi tergantung pada status hukum
serta jenis unit informasi yang bersangkutan.
Dalam Standar Nasional Pendidikan Tinggi, biaya operasional pendidikan tinggi

dibagi menjadi tiga: 1) Biaya dosen dan biaya tenaga kependidikan; 2) Biaya bahan
atau peralatan habis pakai; dan 3) Biaya operasional tidak langsung. Standar tersebut
mengelompokkan biaya operasional untuk perpustakaan ke dalam biaya bahan atau
peralatan habis pakai (Pasal 51, ayat 6, poin f) dengan bunyi:

“Biaya bahan atau peralatan habis pakai adalah biaya bahan dan peralatan
habis untuk melaksanakan Tridharma perguruan tinggi, meliputi biaya:
...
f. Pelayanan dan pemeliharaan koleksi perpustakaan”

Poin tersebut hanya menitikberatkan pada koleksi, sebab untuk gedung dan fasilitas
kampus (termasuk perpustakaan) dianggap tidak berkaitan secara langsung dengan

3

proses Tridharma sehingga dikategorikan ke dalam biaya operasional tidak langsung
(Pasal 51, ayat 7).
Jadi, meskipun standar nasional tidak menyebutkan secara gamblang pos-pos apa saja
yang harus ada dalam anggaran suatu perpustakaan perguruan tinggi, dapat
disimpulkan bahwa pelayanan dan pemeliharaan koleksi serta gedung dan sarana

merupakan pos yang seharusnya ada. Namun, yang perlu diperhatikan, pendanaan
perpustakaan harus didasarkan pada prinsip kecukupan dan berkelanjutan, sesuai pasal
40 ayat 1 dalam UU no. 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan. Selain itu, pengelolaan
dana perpustakaan harus dilakukan secara efisien, berkeadilan, terbuka, terukur, dan
bertanggung jawab (pasal 41).

Salah satu contoh anggaran perguruan tinggi yang dapat kami peroleh adalah
anggaran Universitas Andalas pada tahun 2007.

4

Dari tabel di atas, terlihat bahwa Universitas Andalas (selanjutnya disingkat Unand)
mengalokasikan 5,92% anggarannya untuk pembangunan gedung pendidikan, yang
salah satunya adalah perpustakaan. Namun, angka tersebut bukan angka murni untuk
perpustakaan saja, karena seperti yang bisa dilihat, jumlah tersebut berbagi dengan
gedung-gedung lain.
Pada halaman-halaman berikutnya dalam dokumen anggaran Unand, terdapat
perincian lebih jauh yang menunjukkan beberapa alokasi untuk perpustakaan, sebagai
berikut:



Untuk penambahan jumlah koleksi buku perpustakaan pusat: Rp100.000.000,-



Untuk pengadaan jurnal elektronik: Rp207.500.000,-



Untuk penguatan UPT perpustakaan: Rp90.000.000,-



Untuk

penyelesaian

85%

pembangunan


gedung

perpustakaan:

Rp1.500.000.000,

Total

Untuk pengadaan mebel (perabot) perpustakaan pusat: Rp100.000.000,-

pengeluaran

Unand

untuk

keperluan

perpustakaan


pusat

adalah

Rp1.997.500.000,- (satu miliar sembilan ratus sembilan puluh sembilan tujuh juta
lima ratus ribu rupiah).
Sementara total pemasukan Unand, seperti yang tercantum dalam dokumen tersebut,
adalah Rp177.282.357.000,- (seratus tujuh puluh tujuh miliar dua ratus delapan puluh
dua juta tiga ratus lima puluh tujuh ribu rupiah). Setelah dikurangi keperluan pegawai
(gaji, honorarium, tunjangan), yang tersisa adalah Rp159.196.633.091,-.
Jika dihitung dari jumlah tersebut, ternyata total pengeluaran untuk perpustakaan
hanya 1,25% dari total semua penerimaan Unand untuk tahun itu. Dengan demikian,
pada tahun itu (2007) Unand belum memenuhi standar sebagaimana seharusnya.
Penjabaran tersebut hanya contoh saja, sebab pada kenyataannya, SNI Perpustakaan
Perguruan Tinggi baru dicetuskan tahun 2009.
5

3. Tentang Kerja Sama
Menurut KBBI, kerja sama mempunyai arti kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh

beberapa orang (lembaga, pemerintah, dsb) untuk mencapai tujuan bersama.
Sementara menurut Rejeki (2012), kerja sama mempunyai arti suatu perbuatan bantu
membantu atau yang dilakukan bersama-sama.
Keberhasilan suatu perpustakaan pastinya juga mengandung kerja sama di dalamnya.
Prinsip kerja sama antarperpustakaan dilakukan karena tidak ada satu perpustakaan
pun yang memiliki koleksi lengkap dan dapat memenuhi seratus persen kebutuhan
pemustakanya sehingga diperlukan kerja sama dengan perpustakaan lain.
Yang dimaksud dengan kerja sama perpustakaan adalah kegiatan atau usaha yang
dilakukan oleh beberapa perpustakaan untuk mencapai tujuan perpustakaan dalam
menyediakan dan mendayagunakan koleksinya untuk kepentingan pemustaka dalam
berbagai kepentingan. Suprihati (dalam Ahmad, 2007) berpendapat bahwa kerja sama
perpustakaan memiliki dua hal pokok, yaitu mewujudkan visi dan misi perpustakaan,
dan keduanya sama-sama memperoleh nilai tambah atau manfaat atas terjalinnya
kerja sama perpustakaan tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa kerja sama perpustakaan adalah kegiatan beberapa
perpustakaan secara bersama melaksanakan suatu usaha mencapai tujuan yang sama
dan/atau saling membantu dalam melaksanakan tugasnya.

4. Standardisasi Kerja Sama di Perpustakaan Perguruan Tinggi
Dalam SNI Perpustakaan Perguruan Tinggi 7330:2009, kerja sama perpustakaan

dibahas pada poin 14:

“Perpustakaan bekerja sama dengan unit lain di perguruan tinggi dan
perpustakaan lain di luar lingkungan perguruan tinggi.”

Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa perpustakaan pusat perguruan tinggi
memiliki kewajiban untuk bekerja sama dengan unit lain di lingkungan civitas
academica perguruan tinggi (secara internal) dan juga dengan perpustakaan lain,
6

misalnya perpustakaan umum daerah, perpustakaan perguruan tinggi lain, dan
sebagainya (secara eksternal). Kerja sama dengan unit-unit tersebut dapat menunjang
pengembangan berbagai aspek untuk mengembangkan perpustakaan perguruan tinggi.
Lebih jauh, UU no. 43 tahun 2007 mengatur tentang kerja sama perpustakaan pada
pasal 42 sebagai berikut:

“(1) Perpustakaan melakukan kerja sama dengan berbagai pihak untuk
meningkatkan layanan kepada pemustaka.
(2) Peningkatan layanan kepada pemustaka sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan jumlah pemustaka yang dapat dilayani

dan meningkatkan mutu layanan perpustakaan.
(3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan peningkatan
layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan
memanfaatkan sistem jejaring perpustakaan yang berbasis teknologi
informasi dan komunikasi.”

Kendati pasal tersebut, juga poin dalam SNI Perpustakaan Perguruan Tinggi, tidak
mengatur secara rinci bentuk kerja sama seperti apa yang harus dilakukan, ayat 3 di
atas jelas menunjukkan betapa pentingnya teknologi informasi dan komunikasi dalam
melakukan kerja sama perpustakaan, bahkan dianjurkan untuk sampai ke tahap
membuat jejaring perpustakaan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
perpustakaan perguruan tinggi bebas melakukan bentuk kerja sama apa pun
dengan siapa pun selama hal itu membawa dampak positif untuk bisa meningkatkan
layanan kepada pemustaka, akan tetapi penting sekali untuk melibatkan TIK dalam
kerja sama tersebut.
UPT Perpustakaan Universitas Diponegoro sendiri telah melakukan kerja sama
perpustakaan selama masa berdirinya. Untuk kerja sama internal, UPT Perpustakaan
Undip memiliki koordinasi yang baik dengan perpustakaan-perpustakaan lain di
lingkup fakultas dan jurusan se-Undip. Sementara untuk kerja sama eksternal, salah
satu yang dilakukan adalah dengan menjadi anggota FKP2TN (Forum Kerja Sama

Perpustakaan Perguruan Tinggi Negeri) yang beranggotakan 1200 perpustakaan
perguruan tinggi negeri se-Indonesia.
Fasilitas paling menonjol yang didapatkan dengan menjadi FKP2TN adalah dengan
adanya Kartu Sakti. Kartu Sakti diterbitkan oleh FKP2TN sebagai sarana untuk
mendukung program resource sharing. Kartu Sakti diberikan kepada civitas
academica (mahasiswa dan dosen) yang memerlukan dengan beberapa ketentuan
dalam pembuatannya. Dengan memiliki Kartu Sakti, mahasiswa dan dosen dapat
7

dengan mudah mengunjungi dan mengakses koleksi semua perpustakaan perguruan
tinggi anggota FKP2TN. Dapat dikatakan, Kartu Sakti adalah semacam global
passport bagi anggota perpustakaan perguruan tinggi yang tergabung dalam FKP2TN
agar bisa saling menggunakan sumber informasi di perpustakaan perguruan tinggi
lain.

Tampak depan Kartu Sakti

UPT Perpustakaan Undip menyediakan layanan pembuatan Kartu Sakti di tempat,
untuk memudahkan pemustakanya yang ingin membuat Kartu Sakti sehingga tidak
perlu repot-repot mengisi formulir online dan memesan Kartu Sakti ke pengurus
pusat. Selain itu, dengan menjadi FKP2TN, anggota UPT Perpustakaan Undip dapat
mempunyai akses ke Jurnal FKP2T.
Selain FKP2TN, UPT Perpustakaan Undip juga bergabung dalam Forum
Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia (FPPTI) Jawa Tengah. Berbeda dengan
FKP2TN yang anggotanya hanya perguruan tinggi negeri, dalam FPPTI terdapat
anggota dari kalangan swasta. Undip bahkan “menyumbangkan” salah satu SDM-nya,
Ibu Endang Fatmawati (pustakawan Fakultas Ekonomi Undip), untuk menjadi salah
satu pengurus FPPTI Jawa Tengah pada periode 2010-2013.
Kerja sama lain yang dilakukan UPT Perpustakaan Undip adalah JASAPUSPERTI
(Kerja Sama Perpustakaan Perguruan Tinggi se-Semarang dan sekitarnya). Kerja sama
dimaksud, saat ini telah berkembang hingga Perpustakaan Perguruan Tinggi se-Jawa

8

Tengah. JASAPUSPERTI juga memiliki kartu sendiri yang dapat dipergunakan untuk
saling berkunjung di antara perpustakaan-perpustakaan anggotanya.
Dari uraian-uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa UPT Perpustakaan Undip telah
melakukan kerja sama yang bisa meningkatkan layanannya kepada pemustaka,
sebagaimana yang tercantum dalam dokumen standar dan undang-undang.

9

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad,

Lamang.

2007.

“Pengantar

Kerja

Sama

Perpustakaan”.

http://memans.wordpress.com/2008/06/02/pengantatar-kerjasama-perpustakaan/.
Diakses 7 Oktober 2013.
Aisyah. 2012. “Anggaran dan Pengadaan”. http://lissyah.blogspot.com/2012/03/anggarandan-pengadaan.html. Diakses 9 Oktober 2013.
Badan Standardisasi Nasional. 2009. Standar Nasional Indonesia Perpustakaan Perguruan
Tinggi 7330:2009. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional.
Forum Kerja Sama Perpustakaan Perguruan Tinggi Negeri. http://www.fkp2tn.org (situs
daring). Diakses 9 Oktober 2013.
FPPTI

Jawa

Tengah.

“Pengurus

dan

Keanggotaan”.

http://fpptijawatengah.wordpress.com/pengurus-dan-keanggotaan/. Diakses 9 Oktober
2013.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (daring). http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php.
Diakses 9 Oktober 2013.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Badan Standar Nasional
Pendidikan.
Nafarin, M. 2000. Penganggaran Perusahaan. Jakarta : Penerbit Salemba Empat.
Prawatiningsih, Desty. 2007. “Evaluasi Anggaran Belanja sebagai Alat Pengendalian
Keuangan (Studi Kasus: Badan Rumah Sakit Daerah Ciawi)”. Skripsi Sarjana Ekonomi
Institut Pertanian Bogor.
Rejeki, Diah Sri. 2012. “Modul Mata Kuliah Kerja Sama dan Jaringan Informasi”. Jurusan
Ilmu Perpustakaan Universitas Diponegoro.
Suwarno, Wiji. 2010. “Modul Mata Kuliah Pengantar Ilmu Perpustakaan”. Jurusan Ilmu
Perpustakaan Universitas Diponegoro.
10

Universitas Andalas. 2007. Anggaran Universitas Andalas Tahun 2007. Padang : Universitas
Andalas.
UPT

Perpustakaan

Undip.

“Kerja

Sama

UPT

Perpustakaan

Undip”.

http://digilib.undip.ac.id/index.php/profil/kerjasama. Diakses 9 Oktober 2013.
UU no. 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan.

11