Kebijakan Nasional dan Daerah dalam Peng

Kebijakan Nasional dan Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sesuai dengan Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 25
Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah
Otonom, dalam bidang lingkungan hidup memberikan pengakuan politis melalui transfer
otoritas dari pemerintah pusat kepada daerah:


Meletakkan daerah pada posisi penting dalam pengelolaan lingkungan hidup.



Memerlukan prakarsa lokal dalam mendesain kebijakan.



Membangun hubungan interdependensi antar daerah.



Menetapkan pendekatan kewilayahan.


Dapat dikatakan bahwa konsekuensi pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004 dengan PP No. 25
Tahun 2000, Pengelolaan Lingkungan Hidup titik tekannya ada di Daerah, maka kebijakan
nasional dalam bidang lingkungan hidup secara eksplisit PROPENAS merumuskan program
yang disebut sebagai pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Program itu
mencakup :
1. Program Pengembangaan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup.
Program ini bertujuan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang
lengkap mengenai potensi dan produktivitas sumberdaya alam dan lingkungan hidup
melalui inventarisasi dan evaluasi, serta penguatan sistem informasi. Sasaran yang
ingin dicapai melalui program ini adalah tersedia dan teraksesnya informasi
sumberdaya alam dan lingkungan hidup, baik berupa infrastruktur data spasial, nilai
dan neraca sumberdaya alam dan lingkungan hidup oleh masyarakat luas di setiap
daerah.
2. Program Peningkatan Efektifitas Pengelolaan, Konservasi dan Rehabilitasi Sumber
Daya Alam.
Tujuan dari program ini adalah menjaga keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian
sumberdaya alam dan lingkungan hidup hutan, laut, air udara dan mineral. Sasaran
yang akan dicapai dalam program ini adalah termanfaatkannya, sumber daya alam
untuk mendukung kebutuhan bahan baku industri secara efisien dan berkelanjutan.

Sasaran lain di program adalah terlindunginya kawasan-kawasan konservasi dari
kerusakan akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak terkendali dan eksploitatif
3. Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan
Hidup.
Tujuan program ini adalah meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya
mencegah kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan pemulihan kualitas
lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan, serta

kegiatan industri dan transportasi. Sasaran program ini adalah tercapainya kualitas
lingkungan hidup yang bersih dan sehat adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup
yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan.
4. Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum, Pengelolaan Sumber Daya
Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup.
Program ini bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan, menata sistem hukum,
perangkat hukum dan kebijakan, serta menegakkan hukum untuk mewujudkan
pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan hidup yang efektif dan
berkeadilan. Sasaran program ini adalah tersedianya kelembagaan bidang sumber
daya alam dan lingkungan hidup yang kuat dengan didukung oleh perangkat hukum
dan perundangan serta terlaksannya upaya penegakan hukum secara adil dan
konsisten.

5. Progam Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya alam dan
Pelestarian fungsi Lingkungan Hidup.
Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan kepedulian pihakpihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian
fungsi lingkungan hidup. Sasaran program ini adalah tersediaanya sarana bagi
masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan
hidup sejak proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan, perencanaan,
pelaksanaan sampai pengawasan.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya alam,
berupa tanah, air, udara, dan sumberdaya alam lain yang termasuk ke dalam sumberdaya
alam yang diperbaharui maupun tidak diperbaharui. Namun demikian harus disadari bahwa
sumberdaya alam yang diperlukan mempunyai keterbatasan dalam banyak hal, yaitu
keterbatasan tentang ketersediaan menurut kuantitas, kualitas, ruang dan waktu. Oleh sebab
itu diperlukan pengelolaan sumberdaya alam yang baik dan bijaksana.
Lingkungan dan manusia mempunyai keterkaitan yang erat. Hal ini dapat terlihat dari
aktivitas yang dilakukan manusia ditentukan oleh keadaan lingkungan di sekitarnya.

Keberadaan sumberdaya alam, air, tanah dan sumberdaya yang lain menentukan aktivitas
manusia sehari-hari. Manusia tidak dapat hidup tanpa udara dan air. Sebaliknya ada pula
aktivitas manusia yang sangat mempengaruhi keberadaan sumberdaya dan lingkungan di
sekitarnya. Kerusakan sumberdaya alam banyak ditentukan oleh aktivitas manusia. Banyak
contoh kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia
seperti pencemaran udara, air, tanah serta kerusakan hutan yang tidak terlepas dari aktivitas
manusia sehingga pada akhirnya akan merugikan manusia itu sendiri.
Pembangunan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
tidak dapat terhindarkan dari penggunaan sumberdaya alam, namun eksploitasi sumberdaya
alam yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan mengakibatkan
merosotnya kualitas lingkungan. Banyak faktor yang menyebabkan kemerosotan kualitas
lingkungan serta kerusakan lingkungan yang dapat diidentifikasi dari pengamatan di
lapangan.
Hingga saat ini upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi permasalahan
pencemaran dan pengelolaan lingkungan hidup belum sepenuhnya terealisasikan dengan
baik. Dari uraian tersebut penulis ingin mengetahui kebijakan seperti apa yang sesuai untuk
mengatasi permasalahan lingkungan hidup.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah yang akan dikaji adalah sebagai berikut :


1. Bagaimana kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah dalam mengatasi
permasalahan pencemaran dan pengelolaan lingkungan hidup?
2. Bagaimana peranan pemerintah seharusnya dalam menerapkan kebijakan yang telah
dibuat?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari kajian ini adalah :
1. Mengetahui kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dalam mengatasi
permasalahan pencemaran dan pengelolaan lingkungan hidup.
2. Mengetahui peranan pemerintah dalam menerapkan kebijakan yang dibuat.
1.4

Manfaat Penulisan

Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang berminat
maupun terkait dengan kajian Pengelolaan SDA yang Berkelanjutan ini, khususnya kepada:
1. Bagi civitas akademika, makalah ini dapat memberikan wawasan serta masukan
dalam hal menyikapi kebijakan Pemerintah perihal pengelolaan SDA yang
berkelanjutan.
2. Bagi masyarakat, memberikan gambaran umum tentang kebijakan pemerintah perihal
pengelolaan SDA yang berkelanjutan serta dapat menumbuhkan kesadaran

masyarakat untuk menghemat SDA yang ada.
3. Bagi pemerintah, memberikan masukan dalam membuat kebijakan pengelolaan SDA
yang berkelajutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Doglas North seorang sejarawan ekonomi terkemuka mendefinisikan kelembagaan
sebagai batasan-batasan yang dibuat untuk membentuk pola interaksi yang harmonis antara
individu dalam melakukan interaksi politik, sosial dan ekonomi (North, 1990). Senada
dengan North, Schmid (1972) mengartikan kelembagaan sebagai sejumlah peraturan yang
berlaku dalam sebuah masyarakat, kelompok atau komunitas, yang mengatur hak, kewajiban,
tanggung jawab, baik sebagai individu mauapun sebagai kelompok. Sedangkan menurut
Schotter (1981), kelembagaan merupakan regulasi atas tingkah laku manusia yang disepakati

oleh semua anggota masyarakat dan merupakan penata interaksi dalam situa tertentu yang
berulang.
Mirip dengan definisi ini diuangkapkan oleh Hamilton (1932) yang menganggap
kelembagaan merupakan cara berfikir dan bertindak yang umum dan berlaku, serta telah
menyatu dengan kebiasaan dan budaya masyarakat tertentu. Menurut Jack Knight (1992),
kelembagaan adalah serangkaian peraturan yang membangun struktur interkasi dalam sebuah
komunitas. Sedangkan Ostrom (1990) mengartikan kelembagaan sebagai aturan yang berlaku

dalam masyarakat (arena) yang menentukan siapa yang berhak membuat keputusan, tindakan
apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, aturan apa yang berlaku umum di masyarakat,
prosedur apa yang harus diikuti, informasi apa yang mesti atau tidak boleh disediakan dan
keuntungan apa yang individu akan terima sebagai buah dari tindakan yang dilakukannya.
Berdasarkan atas bentuknya (tertulis/tidak tertulis) North (1990) membagi
kelembagaan menjadi dua: informal dan formal. Kelembagaan informal adalah kelembagaan
yang keberadaannya di masyarakat umumnya tidak tertulis. Adat istiadat, tradisi, pamali,
kesepakatan, konvensi dan sejenisnya dengan beragam nama dan sebutan dikelompokan
sebagai kelembagaan informal. Sedangkan kelembagaan formal adalah peraturan tertulis
seperti perundang-undangan, kesepakatan (agreements), perjanjian kontrak, peraturan bidang
ekonomi, bisniss, politik dan lain-lain. Kesepakatan-kesepakatn yang berlaku baik pada level
international, nasional, regional maupun lokal termasuk ke dalam kelembagaan formal.
Menurut Wiliamson (2000), yang dimaksud kelembagaan formal adalah kelembagaan
yang kelahirannya umumnya dirancang secara sengaja seperti perundang-undangan
(konstitusi) yang dibuat oleh lembaga legislatif/pemerintah. Namun demikian, hal ini bukan
merupakan kriteria mutlak, karena banyak kasus kelembagaan formal yang merupakan hasil
evoluasi dari kelembagaan informal sebagaimana undang-undang perikanan di Jepang yang
berasal dari hukum adat atau tradisi yang hidup dan menyatu dalam masyarakat selama
ratusan tahun (Ruddle, 1993). Perubahan kelembagaan pada level ini dapat berlangsung
dalam kurun waktu 10 sampai 100 tahun (Williamson, 2000).

Menurut Marfai (2005) Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya terpadu untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan, pemanfaatan,
pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup.
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk
hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (Miler, 1995).

Operasional rule adalah aturan main yang berlaku dalam keseharian. Yaitu aturan
yang ditemukan dalam sebuah komunitas, organisasi atau kelompok masyarakat mengenai
bagaimana interaksi antar anggota komunitas tersebut seharusnya terjadi. Terkait dengan
pemanfaatan sumberdaya alam, operasional rule merupakan instrument pembatas mengenai
kapan, dimana, seberapa banyak dan bagaimana anggota sebuah komunitas memanfaatkan
sumberdaya alam. Pengawasan (monitoring) terhadap tindakan setiap aktor, penegakan sanksi
bagi para pelanggar dan pemberian reward kepada mereka yang taat aturan semuanya diatur
dalam operasional rule. Operasional rule berubah seiring dengan perubahan teknologi,
sumberdaya, budaya, keadaan ekonomi dll (Ostrom, 1990)
Kelembagaan pada constitutional choice level mengatur, utamanya, mengenai siapa
yang berwenang bekerja pada level collective choice dan bagaimana mereka bekerja.
Constitutional rule merupakan rule tertinggi yang tidak semua kelompok, organisasi atau
komunitas memilikinya. Collective choice rule berbeda dengan constitutional rule walaupun

aktor yang terlibat dalam pembuatannya kemungkinan sama. Menurut kerangka analisis
Ostrom, undang-undang yang mengatur tentang anggota DPRD tersebut berada pada level
constitutional choice dan disebut constitutional rule.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dalam mengatasi permasalahan
pencemaran dan pengelolaan lingkungan hidup
Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan dan
pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan telah menuntut dikembangkannya berbagai
perangkat kebijakan dan program serta kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung
pengelolaan lingkungan lainnya. Sistem tersebut mencakup kemantapan kelembagaan,
sumberdaya manusia dan kemitraan lingkungan, disamping perangkat hukum dan
perundangan, informasi serta pendanaan. Keterkaitan dan keseluruhan aspek lingkungan telah
memberi konsekuensi bahwa pengelolaan lingkungan, termasuk sistem pendukungnya tidak
dapat berdiri sendiri, akan tetapi berintegrasi dengan seluruh pelaksanaan pembangunan.
Pembangunan nasional yang dilaksanakan memiliki tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Tujuan tersebut membuat pembangunan memiliki beberapa
kelemahan, yang sangat menonjol antara lain adalah tidak diimbangi ketaatan aturan oleh
pelaku pembangunan atau sering mengabaikan landasan aturan yang semestinya dalam


mengelola usaha dan atau kegiatan yang mereka lakukan, khususnya menyangkut bidang
sosial dan lingkungan hidup, sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan. Oleh karena
itu, sesuai dengan rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan dalam Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup dilakukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan melalui
upaya pengembangan dan penegakan sistem hukum serta upaya rehabilitasi lingkungan.
Menurut Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (1997), kebijakan daerah dalam
mengatasi permasalahan lingkungan hidup khususnya permasalahan kebijakan dan
penegakan hukum yang merupakan salah satu permasalahan lingkungan hidup di daerah
dapat meliputi :


Regulasi Perda tentang Lingkungan.



Penguatan Kelembagaan Lingkungan Hidup.



Penerapan dokumen pengelolaan lingkungan hidup dalam proses perijinan




Sosialisasi/pendidikan tentang peraturan perundangan dan pengetahuan lingkungan
hidup.



Meningkatkan kualitas dan kuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan
stakeholders



Pengawasan terpadu tentang penegakan hukum lingkungan.



Memformulasikan bentuk dan macam sanksi pelanggaran lingkungan hidup.
Peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia.



Peningkatan pendanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Kondisi lingkungan hidup dari waktu ke waktu mengalami penurunan kualitas yang
disebabkan oleh tingkat pengambilan keputusan, kepentingan pelestarian sering diabaikan
sehingga menimbulkan adanya pencemaran dan kerusakan lingkungan. Pencemaran dan
kerusakan lingkungan yang terjadi juga menimbulkan konflik sosial maupun konflik
lingkungan. Permasalahan yang terjadi tersebut memerlukan perangkat hukum perlindungan
terhadap lingkungan hidup yang secara umum telah diatur dengan Undang-undang No.4
Tahun 1982.
Namun berdasarkan pengalaman dalam pelaksanaannya berbagai ketentuan tentang
penegakan hukum sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Lingkungan Hidup, maka
dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup diadakan berbagai perubahan untuk
memudahkan penerapan ketentuan yang berkaitan dengan penegakan hukum lingkungan
yaitu Undang-undang No 4 Tahun 1982 diganti dengan Undang-undang No.23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan kemudian diatur lebih lanjut dalam peraturan

pelaksanaanya. Undang-undang ini merupakan salah satu alat yang kuat dalam melindungi
lingkungan hidup dan ditunjang dengan peraturan perundang-undangan sektoral. Hal ini
mengingat Pengelolaan Lingkungan hidup memerlukan koordinasi secara sektoral dilakukan
oleh departemen dan lembaga pemerintah non-departemen sesuai dengan bidang tugas dan
tanggungjawab masing-masing, seperti Undang-undang No. 22 Th 2001 tentang Gas dan
Bumi, UU No. 41 Th 1999 tentang kehutanan, UU No. 24 Th 1992 tentang Penataan Ruang
dan diikuti pengaturan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden,
Keputusan Menteri, Peraturan Daerah maupun Keputusan Gubernur.
3.2 Peranan pemerintah dalam menerapkan kebijakan yang dibuat
Pemanfaatan SDA secara berlebihan tanpa memperhatikan aspek pelestariannya dapat
meningkatkan tekanan-tekanan terhadap kualitas lingkungan hidup yang pada akahirnya akan
mengancam swasembada atau kecukupan pangan semua penduduk di Indonesia. Oleh karena
peran pemerintah dalam memberikan kebjakan tentang peraturan pengelolaan SDA menjadi
hal yang penting sebagai langkah menjaga SDA yang berkelanjutan.
Kebijakan yang di buat oleh pemerintah tidak hanya ditetapkan untuk dilaksanakan
masyarakat tanpa pengawasan lebih lanjut dari pemerintah. Pemerintah memiliki peran agar
kebijakan tersebut diterapkan sebagaimana mestinya oleh masyarakat. Sesuai dengan
Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, dalam
bidang lingkungan hidup memberikan pengakuan politis melalui transfer otoritas dari
pemerintah pusat kepada daerah:


Meletakkan daerah pada posisi penting dalam pengelolaan lingkungan hidup.



Memerlukan peranan lokal dalam mendesain kebijakan.



Membangun hubungan interdependensi antar daerah.



Menetapkan pendekatan kewilayahan.

Dapat dikatakan bahwa konsekuensi pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004 dengan PP No. 25
Tahun 2000, Pengelolaan Lingkungan Hidup lebih diprioritaskan di Daerah, maka kebijakan
nasional dalam bidang lingkungan hidup secara eksplisit PROPENAS merumuskan program
yang disebut sebagai pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Program itu
mencakup :
1. Program Pengembangaan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup.

Program ini bertujuan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap
mengenai potensi dan produktivitas sumberdaya alam dan lingkungan hidup melalui
inventarisasi dan evaluasi, serta penguatan sistem informasi. Sasaran yang ingin dicapai
melalui program ini adalah tersedia dan teraksesnya informasi sumberdaya alam dan
lingkungan hidup, baik berupa infrastruktur data spasial, nilai dan neraca sumberdaya alam
dan lingkungan hidup oleh masyarakat luas di setiap daerah.
1. Program Peningkatan Efektifitas Pengelolaan, Konservasi dan Rehabilitasi Sumber
Daya Alam.
Tujuan dari program ini adalah menjaga keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian
sumberdaya alam dan lingkungan hidup hutan, laut, air udara dan mineral. Sasaran yang akan
dicapai dalam program ini adalah termanfaatkannya, sumber daya alam untuk mendukung
kebutuhan bahan baku industri secara efisien dan berkelanjutan. Sasaran lain di program
adalah terlindunginya kawasan-kawasan konservasi dari kerusakan akibat pemanfaatan
sumberdaya alam yang tidak terkendali dan eksploitatif
1. Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan
Hidup.
Tujuan program ini adalah meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya mencegah
kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan yang rusak
akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan, serta kegiatan industri dan
transportasi. Sasaran program ini adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih
dan sehat adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sesuai dengan
baku mutu lingkungan yang ditetapkan.
1. Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum, Pengelolaan Sumber Daya
Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup.
Program ini bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan, menata sistem hukum, perangkat
hukum dan kebijakan, serta menegakkan hukum untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya
alam dan pelestarian lingkungan hidup yang efektif dan berkeadilan. Sasaran program ini
adalah tersedianya kelembagaan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup yang kuat
dengan didukung oleh perangkat hukum dan perundangan serta terlaksannya upaya
penegakan hukum secara adil dan konsisten.
1. Progam Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya alam dan
Pelestarian fungsi Lingkungan Hidup.
Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan kepedulian pihak-pihak
yang berkepentingan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan

hidup. Sasaran program ini adalah tersediaanya sarana bagi masyarakat dalam pengelolaan
sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup sejak proses perumusan kebijakan
dan pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan.
Dari penjelasan di atas sebaiknya peran pemerintah tidak hanya sebagai pembuat kebijakan
(legislatif) dan pengontrol saja, tetapi ada beberapa hal yang seharusnya dilakukan
pemerintah :
1. Melakukan pembaharuan teknologi yang ramah lingkungan, dengan mendukung serta
memberikan dana bagi institusi atai individu yang melakukan pembaharuan teknologi
tersebut. Misalnya teknologi Biogas, Biopori, dan minyak biji jarak.
2. Mengajak perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang lingkungan dan SDA
untuk ikut serta menjaga SDA yang ada, dengan mendorong mereka melakukan
corporate sosial responsibility (CSR) sebagai bentuk tanggung jawab terhadap
eksploitasi SDA yang dilakukan, dengan membuat UU perihal kewajiban perusahaan
melakukan CSR.
3. Mengkampayekan Cinta Indonesia Cinta Lingkungan, seperti buang sampah pada
tempatnya, tentunya dengan memberikan sanksi bagi para pelanggar (tanpa pandang
levelitas).
4. Mensosialisasikan

dengan

tepat

kebijakan-kebijakan

kepada

seluruh

aspek

masyarakat, agar dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk ikut berperan serta
memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan.
5. Meningkatan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia (SDM) seperti
pengetahuan serta keteranpilan SDM dalam pengelolaan dan pengembagan program
CSR.
BAB IV
PENUTUP

4.1

Kesimpulan
Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan dan

pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan telah menuntut dikembangkannya berbagai
perangkat kebijakan dan program serta kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung
pengelolaan lingkungan lainnya.

Pemerintah sebagai lembaga formal yang mengatur tata kelola persediaan SDA yang
ada di Indonesia menjadi hal yang penting sebagai landasan menjaga keseimbangan dimasa
yang akan datang, dengan menetapkan kebijakan serta UU yang tepat agar tercapainya
pengelolaan SDA yang berkelajutan.
Menteri Negara Lingkungan Hidup (1997) sebagai pihak dari pemerintah, membuat
kebijakan daerah dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup khususnya permasalahan
kebijakan dan penegakan hukum yang merupakan salah satu permasalahan lingkungan hidup
di daerah dapat meliputi :


Regulasi Perda tentang Lingkungan.



Penguatan Kelembagaan Lingkungan Hidup.



Penerapan dokumen pengelolaan lingkungan hidup dalam proses perijinan



Sosialisasi/pendidikan tentang peraturan perundangan dan pengetahuan lingkungan
hidup.



Meningkatkan kualitas dan kuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan
stakeholders



Pengawasan terpadu tentang penegakan hukum lingkungan.



Memformulasikan bentuk dan macam sanksi pelanggaran lingkungan hidup.
Peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia.



Peningkatan pendanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Peran pemerintah dalam hal ini, disamping membuat serta menetapkan kebijakan dan

pengawasan yang berkaitan dengan pengelolaan SDA yang berkelanjutan untuk menjaga
keseimbangan kapasitas persediaan SDA di masa yang akan datang, sebaiknya juga menjadi
aktor yang mengkampanyekan serta mendukung, dalam hal ini memberikan dana bagi
institusi atau individu yang memperbaharui teknologi ramah lingkungan.
4.2

Saran
Kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah sudah cukup tepat dalam hal

menjaga keseimbangan SDA yang berkelanjutan, tetapi sebaiknya peran pemerintah tidak
hanya sebagai pembuat kebijakan (legislatif) dan pengontrol saja, tetapi ada beberapa hal
yang seharusnya dilakukan pemerintah :
1. Melakukan pembaharuan teknologi yang ramah lingkungan, dengan mendukung serta
memberikan dana bagi institusi atai individu yang melakukan pembaharuan teknologi
tersebut. Misalnya teknologi Biogas, Biopori, dan minyak biji jarak.

2. Mengajak perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang lingkungan dan SDA
untuk ikut serta menjaga SDA yang ada, dengan mendorong mereka melakukan
corporate sosial responsibility (CSR) sebagai bentuk tanggung jawab terhadap
eksploitasi SDA yang dilakukan, dengan membuat UU perihal kewajiban perusahaan
melakukan CSR.
3. Mengkampayekan Cinta Indonesia Cinta Lingkungan, seperti buang sampah pada
tempatnya, tentunya dengan memberikan sanksi bagi para pelanggar (tanpa pandang
levelitas).
4. Mensosialisasikan

dengan

tepat

kebijakan-kebijakan

kepada

seluruh

aspek

masyarakat, agar dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk ikut berperan serta
memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan.
5. Meningkatan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia (SDM) seperti
pengetahuan serta keteranpilan SDM dalam pengelolaan dan pengembagan program
serta kegiatan tanggung jawab perusahaan atau CSR.
DAFTAR PUSTAKA
Hamilton, W. H. 1932. Institution. In E. R. A. Seligman and A. Johnson. (Eds.).
Encyclopedia of the Social Sciences. Vol.8
Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1997. Agenda 21 Indonesia, Strategi Nasional
untuk Pembangunan Berkelanjutan, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Jakarta.
Knight, J. 1992. Institution and Social Conflict. Cambridge University Press.
Marfai, M.A. 2005. Moralitas Ligkungan, Wahana Hijau, Yogyakarta Pemerintah Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta, 2002. Rencana Strategis Pengelolaan Lingkungan Hidup
Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemda Propinsi DI Yogyakarta.
Miller, G.T. Jr. 1995. Environmental Science Sustaining the Earth. Wadsworth Publishing Co.
Belmont.
North, D. C. 1990. Institutions, Institutional Change and Economics Performance. Cambridge
University Press.
Ostrom, E. (1990). Governing of the common. The Evolution of Institutions for Collective
Action. Cambridge University Press.
Schmid, A. 1972. The Economic Theory of Social Institution. American Journal of
Agricultural Economics. 54:893-901

Schotter, A. (1981). The Economic Theory of Social Institutions. Cambridge, Cambridge
University Press.
Williamson, O.E. 1996. The Mechanisms of Governance. Oxford University Press. Oxford.

ARAH KEBIJAKAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP
Sumber daya alam dan lingkungan hidup (SDA dan LH) sangat penting dalam pembangunan
di Kabupaten Bangli, baik sebagai penyedia bahan baku bagi pembangunan ekonomi maupun
sebagai pendukung sistem kehidupan. SDA dan LH perlu dikelola dengan bijaksana agar
pembangunan serta keberlangsungan kehidupan manusia dapat terjaga dan lestari saat ini dan
di masa yang akan datang. Adanya kepentingan ekonomi yang berorientasi jangka pendek
serta lonjakan jumlah penduduk akan berimplikasi pada meningkatnya kebutuhan akan
sumber daya alam untuk bahan baku industri maupun konsumsi. Peningkatan kebutuhan
tersebut dapat berakibat pada peningkatan pemanfaatan sumber daya alam, yang pada
akhirnya akan menurunkan daya dukung dan fungsi dari lingkungan hidup serta kerusakan
sumber daya alamnya. Akibat terjadinya degradasi lingkungan hidup ini sudah mulai
dirasakan, terutama timbulnya permasalahan pemenuhan kebutuhan pangan, dan kebutuhan
akan sumber daya air.
Arah kebijakan pembangunan bidang lingkungan hidup secara nasional sesuai amanat
RPJMN 2010 -2014 adalah dilaksanakan untuk dapat mencegah dan mengantisipasi akibat
yang ditimbulkan oleh kegiatan- kegiatan pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam.
Bentuk-bentuk nyatanya adalah meningkatnya kasus pencemaran lingkungan dan penurunan
daya dukung lingkungan. Di antaranya diakibatkan oleh laju pertumbuhan penduduk,
pembangunan infrastruktur, industrialisasi, pola kehidupan yang konsumtif, lemahnya
penegakan hukum, serta belum optimalnya kapasitas sumber daya manusia.
Untuk mewujudkan lingkungan hidup yang berkelanjutan sesuai dengan Visi lingkungan
hidup Kabupaten Bangli yang Clean, Green, Moving and Lovely, maka arah kebijakan yang
ditempuh adalah pelestarian fungsi lingkungan hidup dan atau pelestarian lingkungan hidup,
melalui:


pengendalian dan pemantauan
keanekaragaman hayati (kehati);

pencemaran

pada

air,

lahan,

udara,

dan



perbaikan kerangka regulasi dan peningkatan upaya penegakan hukum lingkungan
secara konsisten;



perbaikan kualitas lingkungan melalui upaya rehabilitasi dan konservasi serta
pemanfaatan teknologi yang ramah lingkungan;



penataan dan pengelolaan lingkungan yang harmonis dari hulu ke hilir sebagai upaya
mempertahankan Bangli sebagai kawasan resapan air;



peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan penguatan institusi pengelola
lingkungan hidup;



peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat;



pengembangan penelitian pengelolaan lingkungan; dan



pengembangan sumber-sumber pendanaan lingkungan alternatif.