Efek Samping dan Toksisitas Sulfonamida
Efek Samping dan Toksisitas Sulfonamida
Sulfonamid mempunyai potensi untuk menyebabkan berbagai reaksi yang
tidak
diinginkan, termasuk gangguan saluran kemih, gangguan haemopoietik, porfiria
dan
reaksi hipersensitivitas. Ketika digunakan dalam dosis besar, sulfonamida dapat
menyebabkan reaksi alergi yang cukup kuat. Dua reaksi alergi yang paling
serius adalah
sindrom Stevens-Johnson dan Lyell Sindrom (juga dikenal sebagai epidermal
toksik
nekrolisis).
Reaksi Hipersensitivitas Sulfonamida
Alergi
Alergi dapat terjadi bila seseorang mengalami suatu reaksi
hipersensitivitas yang
sangat spesifik terhadap suatu zat atau senyawa tertentu. Alergi atau reaksi
hipersentivitas
dapat berupa reaksi lokal pada organ tertentu atau menyeluruh (efek sistemik).
Berdasarkan waktu timbulnya reaksi alergi dapat dibedakan menjadi akut, sub
akut dan
kronis atau terjadi langsung dan reaksi yang tertunda.
Alergi obat merupakan alergi yang disebabkan oleh suatu obat selama proses
pengobatan. Reaksi tersebut terjadi dengan diperantarai oleh IgE setelah
seseorang
terpapar oleh suatu obat secara berulang kali. Seseorang yang memiliki riwayat
alergi,
maka reaksi tersebut dapat timbul kembali apabila terpapar dengan obat yang
sama
sekalipun pemberian dengan dosis yang lebih rendah. Berbagai gejala klinik
sering
menyertai reaksi alergi, baik dari yang ringan sampai dengan yang berat.
Secara umum terjadinya reaksi alergi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
sebagai berikut:
a. Faktor obat
Kapasitas proses induksi untuk terjadinya respon imum tergantung pada
kapasitas
kereaktifan dari obat atau metabolitnya untuk membentuk ikatan dengan
jaringan
protein kemudian memilki fungsi sebagai imunogen.
b. Faktor pasien
1. Umur : berdasarkan umur, maka reaksi alergi lebih banyak ditemukan pada
pasien yang berusia lanjut, hal ini kemungkinan disebabkan berkembangnya
defisiensi imunologi.
2. Genetik: terjadinya reaksi hipersentivitas umumnya hanya ditemukan pada
beberapa pasien saja, hal ini kemungkinan disebabkan adanya hubungan antara
reaksi hipersensitivitas obat dengan regulasi genetik.
Mekanisme Alergi Sulfonamida
Mekanisme terjadinya alergi sulfonamid belum sepenuhnya diketahui,
tetapi
beberapa prinsip sudah dapat dijelaskan. Istilah Sulfonamide diberlakukan untuk
suatu
kelompok sulfon yang terhubung dengan kelompok amina. Semua antibiotik
sulfonamida
adalah arilamin.
Seperti kebanyakan alergen kimia, sulfonamid mungkin memerlukan
metabolisme atau haptenasi untuk imunogenisitas. Oksidasi hepatik kelompok
arilamin
oleh sistem sitokrom P450 menghasilkan pembentukan sebuah metabolit
hidroksilamin
intermediat, yang dapat dikurangi dengan glutation dan dikeluarkan. Namun,
kemampuan
untuk konjugasi glutation dapat terlampaui. Hidroksilamin reaktif mampu menghaptenasi protein endogen dan telah terbukti berhubungan dengan
hipersensitivitas.
Metabolit reaktif lain juga telah diidentifikasi. Ini dapat aktif dengan membentuk
struktur
imunogenik (epitopes) untuk antibodi atau sel T dan juga oleh sitotoksisitas
langsung
terhadap limfosit dan sel imun lainnya.
Reaksi idiosinkratik sulfonamid dapat disebabkan oleh metabolit reaktif yang
dihasilkan oleh oksidasi struktur arilamin. Jika tidak didetoksifikasi, metabolit ini
bertindak sebagai hapten (antigen parsial) dan mengikat protein endogen untuk
membentuk senyawa yang memicu suatu reaksi imun. Senyawa terhaptenasi
juga
mungkin langsung meracuni sel. Struktur arilamin tidak ditemukan pada
sulfonamida
non-antibiotik.
Tipe Reaksi Alergi Sulfonamida
A. Reaksi Alergi Tipe I (Antibody-Mediated Anaphylactic/Immediate
Hypersensitivity)
Reaksi alergi tipe I merupakan tipe alergi yang paling ditakuti terjadi dari
sulfonamida. Namun reaksi anafilaksis tipe 1 (langsung) jarang ditemukan.
Reaksi- reaksi
ini berkaitan dengan substituen N-1 dalam struktur antibiotik dan dimediasi oleh
IgE. IgE
tidak berikatan dengan struktur N4 arilamin dari antibiotik sulfonamida
Tabel 1: Reaksi Hipersensitivitas Antibiotik Sulfonamida
sehingga disimpulkan bahwa struktur N4 tidak berpartisipasi pada terjadinya
reaksi alergi tipe I.
Seperti disebutkan di atas, sulfonamida non-antibiotik tidak mengandung
substituen N-1.
Biasanya terjadi pada area kulit (urtikaria dan eksim), area mata (konjuktivitis),
area
nasofaring (rhinorrhea), bronkospasmus, angioderma dan gastroenteritits.
Reaksi tipe ini
terjadi dalam waktu yang singkat dengan gejala meliputi rasa tidak nyaman
sampai
dengan kematian dalam waktu 15 sampai 30 menit setelah pemaparan dengan
antigen,
namun dapat pula terjadi dalam rentang waktu 10 sampai 12 jam.
B. Reaksi Alergi Tipe II (Sitolitik atau Sitotoksik)
Reaksi Tipe II melibatkan reaksi hipersensitivitas yang diperantarai antibodi
penghancuran sel. Baik IgG dan IgM antibodi dapat berpartisipasi dalam reaksireaksi
ini. Reaksi ini berhubungan dengan reaksi sitotoksik antibodi terhadap hapten.
Apabila
suatu xenobiotika masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan menganggap
sebagai suatu
hapten, sehingga tubuh akan menghasilkan suatu antibodi dan akan mengikat
hapten
tersebut. Ikatan antara antibodi dengan hapten ini memiliki kecenderungan
dapat
mengakibatkan kerusakan pada sel atau jaringan. Reaksi alergi ini umumnya
terjadi
dalam waktu 7-14 hari setelah pemberian sautu sulfonamida.
Gambar 3. Mekanisme Hipersensitivitas Tipe I
C. Reaksi Alergi Tipe III
Reaksi tipe III juga sering disebut sebagai reaksi kompleks imum. Apabila
terdapat suatu antigen yang berada dalam sistem sistemik dalam waktu yang
lama dan terbentuk suatu antibodi, maka akan terbentuk pula kompleks imum
yang dapat
terdeposisi pada jaringan dan mengakibatkan timbulnya inflamasi.
Tipe III juga melibatkan reaksi IgG dan IgM antibodi, tetapi berbeda dari reaksi
tipe II, antibodi yang diarahkan terhadap antigen terdistribusikan secara luas
dalam
serum. Kerusakan yang disebabkan oleh reaksi tipe II cenderung terjadi di
jaringan lokal
atau tipe sel, sedangkan pada reaksi tipe III kerusakan terjadi di seluruh organ di
mana
terdapat deposit kompleks antigen-antibodi seperti pada kulit, sendi, dan ginjal.
Manifestasi klinis reaksi ini muncul sebagai hasil dari aktivasi komplemen oleh
kompleks
imun. Aktivasi komplemen menghasilkan anafilatoksin yang dapat
menyebabkan
degranulasi sel mast sehingga melepaskan histamin dan urtikaria. Selain itu,
deposit
kompleks imun dalam jumlah besar pada sendi, membran sel pembuluh darah
dan
glomeruli bertanggung jawab pada terjadinya vaskulitis, glomerulonefritis, dan
artritis.
Gambar 2. Mekanisme Hipersensitif
D. Reaksi Alergi Tipe IV (Hipersensitivitas Tertunda)
Reaksi alergi tipe IV memiliki mekanisme kerja dengan terbentuknya suatu
ikatan
antara suatu xenobiotika dengan protein jaringan tetapi tidak merangsang
pembentukan
antibody. melainkan akan memicu sel T untuk mengeluarkan mediator nyeri.
Reaksi ini dimediasi oleh sitokin yang dilepaskan oleh sel T. Kemudian sitokin
akan menarik dan mengaktifkan makrofag. Kerusakan jaringan yang disebabkan
oleh
reaksi tipe IV biasanya terjadi dalam waktu 48-72 jam dan mungkin
bertanggung jawab
atas reaksi pada kulit seperti ruam maculopapular, sindrom Stevens-Johnson,
dan
nekrolisis epidermal.
6.4 Reaksi Hipersensitivitas Silang Sulfonamida
Reaksi silang adalah kemungkinan bahwa orang yang telah memiliki
reaksi
hipersensitivitas terhadap satu macam obat yang sama akan memiliki reaksi
terhadap obat
yang sama secara struktur. Secara teori, reaksi silang diharapkan terjadi pada
anggota
antibiotik sulfonamide yang berbeda tetapi tidak terjadi pada berbagai kelas
sulfonamid.
Pada kenyataannya, laporan literatur yang mendokumentasikan keamanan
penggunaan
sulfonamid pada pasien dengan sejarah alergi sebelumnya terhadap sebuah
laporan
melebihi sulfonamide reaksi yang merugikan dua atau lebih sulfonamid.
Sebuah penjelasan yang mungkin untuk laporan sulfonamid sensitivitas
silang
mungkin kecenderungan pasien tertentu lebih rentan terhadap reaksi
hipersensitivitas.
Pasien yang alergi terhadap salah satu obat antimikroba dilaporkan 10 kali lebih
mungkin
untuk bereaksi terhadap non-struktural yang terkait narkoba dibandingkan
pasien tanpa
riwayat alergi. Dengan demikian, reaksi terhadap lebih dari satu sulfonamida
dapat
benar-benar mewakili berbagai alergi daripada alergi tertentu untuk
sulfonamida.
Usaha menghilangkan reaksi alergi sulfonilamid ini telah banyak
dilakukan, yaitu
dengan merubah rantai samping dari sulfonilamid. Hasil dari merubah struktur
ini
mengakibatkan hilangnya sifat antibakteri dari sulfonamid. Disamping itu,
perubahan
struktur ini justru menghasilkan senyawa baru dengan efek farmakologi yang
lain seperti
senyawa sulfonilurea yang memiliki aktifitas hipoglikemik dan furosemid yang
memiliki
aktifitas sebagai diuretik. Senyawa obat baru hasil dari modifikasi sulfonilamid
ini
disebut juga sebagai sulfonilamid non antibiotik. Pemberian sulfonilamid non
antibiotik ini kepada pasien yang dulunya telah diketahui alergi terhadap
sulfonilamid, ternyata
tidak menimbulkan reaksi alergi. Berdasarkan fenomena ini, dapat disimpulkan
bahwa
dalam usaha merubah struktur sulfonamid akan menghasilkan struktur
sulfonamid non
antibiotik yang tidak berpotensi menimbulkan reaksi alergi seperti yang
ditunjukkan oleh
senyawa sulfonilamid.
Available at : http://www.yanceanascommunity.blogspot.com
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2004, Cross-Allergenicity of Sulfonamide Antibiotiks & Other Drugs
Stereochemistry and Adverse Reactions to Sulfonamide Antibiotiks. (online
database) Available at: www.med.sc.edu. Acessed on December 30, 2009.
Anonim, 2008, Drug Reactions Types and Treatment Options, (online database)
Available at: www.aapf.org. Acessed on October 30, 2009.
Anonim, 2008, Hypersentivity Reactions, (online database) Available at:
www.med.sc.edu. Acessed on Acessed on October 30, 2009.
Block JH, Beale JM (Eds), 2004, Wilson and Gisvold’s Textbook of Organic
Medicinal
and Pharmaceutical Chemistry, 4
th
, Lippincort Williams & Wilkins, USA.
Phant, NH, B A Baldo, and R M Puy. 2001. Studies on The Mechanism of Multiple
Drug
Allergies, Stuctural Basis of Drug Recognition. Immunoassay dan
Immunochemistry,Vol. 22(1):47-73
Saskatchewan Drug Information Services, 2003, Sulfonamide Cross-Reactions
Explained, Vol. 20 (2), www.usask.ca/druginfo
Siswandono, B. Sukardjo, 2000, Kimia Medisinal, Airlangga Univ. Press, hal. 97107
Thong Y H and A Ferrante, 1980, Effect of tetracycline treatment on
immunological
responses in mice, The Jornal of Translation Immunology. Vol. 39(3): 728–732
Sulfonamid mempunyai potensi untuk menyebabkan berbagai reaksi yang
tidak
diinginkan, termasuk gangguan saluran kemih, gangguan haemopoietik, porfiria
dan
reaksi hipersensitivitas. Ketika digunakan dalam dosis besar, sulfonamida dapat
menyebabkan reaksi alergi yang cukup kuat. Dua reaksi alergi yang paling
serius adalah
sindrom Stevens-Johnson dan Lyell Sindrom (juga dikenal sebagai epidermal
toksik
nekrolisis).
Reaksi Hipersensitivitas Sulfonamida
Alergi
Alergi dapat terjadi bila seseorang mengalami suatu reaksi
hipersensitivitas yang
sangat spesifik terhadap suatu zat atau senyawa tertentu. Alergi atau reaksi
hipersentivitas
dapat berupa reaksi lokal pada organ tertentu atau menyeluruh (efek sistemik).
Berdasarkan waktu timbulnya reaksi alergi dapat dibedakan menjadi akut, sub
akut dan
kronis atau terjadi langsung dan reaksi yang tertunda.
Alergi obat merupakan alergi yang disebabkan oleh suatu obat selama proses
pengobatan. Reaksi tersebut terjadi dengan diperantarai oleh IgE setelah
seseorang
terpapar oleh suatu obat secara berulang kali. Seseorang yang memiliki riwayat
alergi,
maka reaksi tersebut dapat timbul kembali apabila terpapar dengan obat yang
sama
sekalipun pemberian dengan dosis yang lebih rendah. Berbagai gejala klinik
sering
menyertai reaksi alergi, baik dari yang ringan sampai dengan yang berat.
Secara umum terjadinya reaksi alergi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
sebagai berikut:
a. Faktor obat
Kapasitas proses induksi untuk terjadinya respon imum tergantung pada
kapasitas
kereaktifan dari obat atau metabolitnya untuk membentuk ikatan dengan
jaringan
protein kemudian memilki fungsi sebagai imunogen.
b. Faktor pasien
1. Umur : berdasarkan umur, maka reaksi alergi lebih banyak ditemukan pada
pasien yang berusia lanjut, hal ini kemungkinan disebabkan berkembangnya
defisiensi imunologi.
2. Genetik: terjadinya reaksi hipersentivitas umumnya hanya ditemukan pada
beberapa pasien saja, hal ini kemungkinan disebabkan adanya hubungan antara
reaksi hipersensitivitas obat dengan regulasi genetik.
Mekanisme Alergi Sulfonamida
Mekanisme terjadinya alergi sulfonamid belum sepenuhnya diketahui,
tetapi
beberapa prinsip sudah dapat dijelaskan. Istilah Sulfonamide diberlakukan untuk
suatu
kelompok sulfon yang terhubung dengan kelompok amina. Semua antibiotik
sulfonamida
adalah arilamin.
Seperti kebanyakan alergen kimia, sulfonamid mungkin memerlukan
metabolisme atau haptenasi untuk imunogenisitas. Oksidasi hepatik kelompok
arilamin
oleh sistem sitokrom P450 menghasilkan pembentukan sebuah metabolit
hidroksilamin
intermediat, yang dapat dikurangi dengan glutation dan dikeluarkan. Namun,
kemampuan
untuk konjugasi glutation dapat terlampaui. Hidroksilamin reaktif mampu menghaptenasi protein endogen dan telah terbukti berhubungan dengan
hipersensitivitas.
Metabolit reaktif lain juga telah diidentifikasi. Ini dapat aktif dengan membentuk
struktur
imunogenik (epitopes) untuk antibodi atau sel T dan juga oleh sitotoksisitas
langsung
terhadap limfosit dan sel imun lainnya.
Reaksi idiosinkratik sulfonamid dapat disebabkan oleh metabolit reaktif yang
dihasilkan oleh oksidasi struktur arilamin. Jika tidak didetoksifikasi, metabolit ini
bertindak sebagai hapten (antigen parsial) dan mengikat protein endogen untuk
membentuk senyawa yang memicu suatu reaksi imun. Senyawa terhaptenasi
juga
mungkin langsung meracuni sel. Struktur arilamin tidak ditemukan pada
sulfonamida
non-antibiotik.
Tipe Reaksi Alergi Sulfonamida
A. Reaksi Alergi Tipe I (Antibody-Mediated Anaphylactic/Immediate
Hypersensitivity)
Reaksi alergi tipe I merupakan tipe alergi yang paling ditakuti terjadi dari
sulfonamida. Namun reaksi anafilaksis tipe 1 (langsung) jarang ditemukan.
Reaksi- reaksi
ini berkaitan dengan substituen N-1 dalam struktur antibiotik dan dimediasi oleh
IgE. IgE
tidak berikatan dengan struktur N4 arilamin dari antibiotik sulfonamida
Tabel 1: Reaksi Hipersensitivitas Antibiotik Sulfonamida
sehingga disimpulkan bahwa struktur N4 tidak berpartisipasi pada terjadinya
reaksi alergi tipe I.
Seperti disebutkan di atas, sulfonamida non-antibiotik tidak mengandung
substituen N-1.
Biasanya terjadi pada area kulit (urtikaria dan eksim), area mata (konjuktivitis),
area
nasofaring (rhinorrhea), bronkospasmus, angioderma dan gastroenteritits.
Reaksi tipe ini
terjadi dalam waktu yang singkat dengan gejala meliputi rasa tidak nyaman
sampai
dengan kematian dalam waktu 15 sampai 30 menit setelah pemaparan dengan
antigen,
namun dapat pula terjadi dalam rentang waktu 10 sampai 12 jam.
B. Reaksi Alergi Tipe II (Sitolitik atau Sitotoksik)
Reaksi Tipe II melibatkan reaksi hipersensitivitas yang diperantarai antibodi
penghancuran sel. Baik IgG dan IgM antibodi dapat berpartisipasi dalam reaksireaksi
ini. Reaksi ini berhubungan dengan reaksi sitotoksik antibodi terhadap hapten.
Apabila
suatu xenobiotika masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan menganggap
sebagai suatu
hapten, sehingga tubuh akan menghasilkan suatu antibodi dan akan mengikat
hapten
tersebut. Ikatan antara antibodi dengan hapten ini memiliki kecenderungan
dapat
mengakibatkan kerusakan pada sel atau jaringan. Reaksi alergi ini umumnya
terjadi
dalam waktu 7-14 hari setelah pemberian sautu sulfonamida.
Gambar 3. Mekanisme Hipersensitivitas Tipe I
C. Reaksi Alergi Tipe III
Reaksi tipe III juga sering disebut sebagai reaksi kompleks imum. Apabila
terdapat suatu antigen yang berada dalam sistem sistemik dalam waktu yang
lama dan terbentuk suatu antibodi, maka akan terbentuk pula kompleks imum
yang dapat
terdeposisi pada jaringan dan mengakibatkan timbulnya inflamasi.
Tipe III juga melibatkan reaksi IgG dan IgM antibodi, tetapi berbeda dari reaksi
tipe II, antibodi yang diarahkan terhadap antigen terdistribusikan secara luas
dalam
serum. Kerusakan yang disebabkan oleh reaksi tipe II cenderung terjadi di
jaringan lokal
atau tipe sel, sedangkan pada reaksi tipe III kerusakan terjadi di seluruh organ di
mana
terdapat deposit kompleks antigen-antibodi seperti pada kulit, sendi, dan ginjal.
Manifestasi klinis reaksi ini muncul sebagai hasil dari aktivasi komplemen oleh
kompleks
imun. Aktivasi komplemen menghasilkan anafilatoksin yang dapat
menyebabkan
degranulasi sel mast sehingga melepaskan histamin dan urtikaria. Selain itu,
deposit
kompleks imun dalam jumlah besar pada sendi, membran sel pembuluh darah
dan
glomeruli bertanggung jawab pada terjadinya vaskulitis, glomerulonefritis, dan
artritis.
Gambar 2. Mekanisme Hipersensitif
D. Reaksi Alergi Tipe IV (Hipersensitivitas Tertunda)
Reaksi alergi tipe IV memiliki mekanisme kerja dengan terbentuknya suatu
ikatan
antara suatu xenobiotika dengan protein jaringan tetapi tidak merangsang
pembentukan
antibody. melainkan akan memicu sel T untuk mengeluarkan mediator nyeri.
Reaksi ini dimediasi oleh sitokin yang dilepaskan oleh sel T. Kemudian sitokin
akan menarik dan mengaktifkan makrofag. Kerusakan jaringan yang disebabkan
oleh
reaksi tipe IV biasanya terjadi dalam waktu 48-72 jam dan mungkin
bertanggung jawab
atas reaksi pada kulit seperti ruam maculopapular, sindrom Stevens-Johnson,
dan
nekrolisis epidermal.
6.4 Reaksi Hipersensitivitas Silang Sulfonamida
Reaksi silang adalah kemungkinan bahwa orang yang telah memiliki
reaksi
hipersensitivitas terhadap satu macam obat yang sama akan memiliki reaksi
terhadap obat
yang sama secara struktur. Secara teori, reaksi silang diharapkan terjadi pada
anggota
antibiotik sulfonamide yang berbeda tetapi tidak terjadi pada berbagai kelas
sulfonamid.
Pada kenyataannya, laporan literatur yang mendokumentasikan keamanan
penggunaan
sulfonamid pada pasien dengan sejarah alergi sebelumnya terhadap sebuah
laporan
melebihi sulfonamide reaksi yang merugikan dua atau lebih sulfonamid.
Sebuah penjelasan yang mungkin untuk laporan sulfonamid sensitivitas
silang
mungkin kecenderungan pasien tertentu lebih rentan terhadap reaksi
hipersensitivitas.
Pasien yang alergi terhadap salah satu obat antimikroba dilaporkan 10 kali lebih
mungkin
untuk bereaksi terhadap non-struktural yang terkait narkoba dibandingkan
pasien tanpa
riwayat alergi. Dengan demikian, reaksi terhadap lebih dari satu sulfonamida
dapat
benar-benar mewakili berbagai alergi daripada alergi tertentu untuk
sulfonamida.
Usaha menghilangkan reaksi alergi sulfonilamid ini telah banyak
dilakukan, yaitu
dengan merubah rantai samping dari sulfonilamid. Hasil dari merubah struktur
ini
mengakibatkan hilangnya sifat antibakteri dari sulfonamid. Disamping itu,
perubahan
struktur ini justru menghasilkan senyawa baru dengan efek farmakologi yang
lain seperti
senyawa sulfonilurea yang memiliki aktifitas hipoglikemik dan furosemid yang
memiliki
aktifitas sebagai diuretik. Senyawa obat baru hasil dari modifikasi sulfonilamid
ini
disebut juga sebagai sulfonilamid non antibiotik. Pemberian sulfonilamid non
antibiotik ini kepada pasien yang dulunya telah diketahui alergi terhadap
sulfonilamid, ternyata
tidak menimbulkan reaksi alergi. Berdasarkan fenomena ini, dapat disimpulkan
bahwa
dalam usaha merubah struktur sulfonamid akan menghasilkan struktur
sulfonamid non
antibiotik yang tidak berpotensi menimbulkan reaksi alergi seperti yang
ditunjukkan oleh
senyawa sulfonilamid.
Available at : http://www.yanceanascommunity.blogspot.com
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2004, Cross-Allergenicity of Sulfonamide Antibiotiks & Other Drugs
Stereochemistry and Adverse Reactions to Sulfonamide Antibiotiks. (online
database) Available at: www.med.sc.edu. Acessed on December 30, 2009.
Anonim, 2008, Drug Reactions Types and Treatment Options, (online database)
Available at: www.aapf.org. Acessed on October 30, 2009.
Anonim, 2008, Hypersentivity Reactions, (online database) Available at:
www.med.sc.edu. Acessed on Acessed on October 30, 2009.
Block JH, Beale JM (Eds), 2004, Wilson and Gisvold’s Textbook of Organic
Medicinal
and Pharmaceutical Chemistry, 4
th
, Lippincort Williams & Wilkins, USA.
Phant, NH, B A Baldo, and R M Puy. 2001. Studies on The Mechanism of Multiple
Drug
Allergies, Stuctural Basis of Drug Recognition. Immunoassay dan
Immunochemistry,Vol. 22(1):47-73
Saskatchewan Drug Information Services, 2003, Sulfonamide Cross-Reactions
Explained, Vol. 20 (2), www.usask.ca/druginfo
Siswandono, B. Sukardjo, 2000, Kimia Medisinal, Airlangga Univ. Press, hal. 97107
Thong Y H and A Ferrante, 1980, Effect of tetracycline treatment on
immunological
responses in mice, The Jornal of Translation Immunology. Vol. 39(3): 728–732