KELUARGA KEKINIAN SEBAGAI LANGKAH JITU U (1)

KELUARGA “KEKINIAN” SEBAGAI LANGKAH JITU UNTUK MENCEGAH
NOMOPHOBIA PADA GENERASI Z
Ditujukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Sosial Budaya dengan
Dosen M. Januar Ibnu Adham, S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh:
Etik Amirul Hidayah 1510631050046
Fitriana

1510631050055

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2017

KELUARGA “KEKINIAN” SEBAGAI LANGKAH JITU UNTUK MENCEGAH
NOMOPHOBIA PADA GENERASI Z
Etik Amirul Hidayah¹, Fitriana², M Januar Ibnu Adham³
¹²Mahasiswa Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
³Dosen Mata Kuliah Pendidikan Sosial Budaya Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Singaperbangsa Karawang , Jl. HS Ronggowaluyo, Telukjambe – Karawang
Email: etikamirul10@gmail.com, fiyanlaki@gmail.com
Abstrak - Keberadaan smartphone sebagai teknologi canggih tidak dapat dipisahkan dari
generasi sebagai generasi gadget. Generasi Z merupakan generasi digital yang mahir dan
menyukai akan teknologi informasi dan komunikasi, sehingga keberadaannya menjadi bagian
dari kehidupannya. Penggunaan smartphone yang berlebihan serta tidak adanya kontrol
dalam penggunaannya dapat mengakibatkan ketergantungan dalam
menggunakan
smartphone, sehingga muncul rasa tidak nyaman dan kecemasan yang berlebih apabila tidak
membawa atau mengakses smartphone. Dari fenomena tersebut kemudian munculah istilah
Nomophobia (No-Mobile-Phone-Phobia ). Hasil penelitian YouGov (2010) menemukan
bahwa 58% pria dan 47% wanita pengguna telepon genggam yang disurvei cenderung merasa
tidak nyaman ketika mereka "kehilangan telepon genggam, kehabisan baterai atau pulsa, atau
berada di luar jaringan". Dalam hal ini, generasi Z menjadi generasi yang sangat rawan untuk
mengalami gangguan tersebut, sehingga perlu adanya upaya yang dapat dilakukan untuk
dapat mencegah terjadinya nomophobia pada generasi Z. Salah satunya yaitu dengan
menciptakan keluarga KEKINIAN (kreatif, komunkatif dan menyenangkan) melalui
optimalisasi peran orang tua sebagai pemimpin keluarga serta melalui berbagai langkah,
strategi atau aktivitas yang dapat dilakukan bersama sehingga dengan upaya yang dilakukan
mampu menimalisir penggunaan smartphone pada generasi Z, sehingga keluarga menjadi

kontrol anak untuk mampu bersikap bijak dalam menggunakan smartphone.

Kata kunci : Nomophobia, Generasi Z, Smartphone
Abstract - The existence of smartphones as advanced technology can not be separated from
the generation as the generation of gadgets. Generation Z is a digital generation that is adept
and fond of information and communication technology, so its existence becomes a part of
life. Excessive smartphone use and lack of control in smartphone usage, resulting in
uncomfortable and excessive anxiety when not carrying or accessing a smartphone. From the
phenomenon then emerged the term Nomophobia (No-Mobile-Phone-Phobia). The results of
YouGov (2010) found that 58% of men and 47% of mobile phone users surveyed tend to feel
uncomfortable when they "lose their cell phone, run out of battery or pulse, or are outside the
network". In this case, the generation of Z to be a vulnerable generation to experience the
disorder, so that there is an effort that can be done to prevent the occurrence of nomophobia
in the Z generation. One of them is by creating family KEKINIAN (creative, communicative
and fun) through the optimization of the role of people. smartphones in the Z generation, so
that families to control children to be wise in using smartphones.

Keywords: Nomophobia, Z generation, Smartphone

PENDAHULUAN

Kemajuan zaman di bidang ilmu teknologi pada abad ke 21 ini semakin berkembang
pesat. Berbagai macam penemuan dengan tujuan mempermudah ruang gerak dan ruang
lingkup manusia, baik dalam dunia kerja maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Perkembangan teknologi tidak dapat dihindari oleh manusia, karena perkembangan teknologi
akan berjalan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Teknologi komunikasi merupakan
salah satu teknologi yang mengalami perkembangan sangat pesat. Seiring dengan berjalannya
waktu, teknologi komunikasi dijadikan sebagai kebutuhan pokok oleh berbagai kalangan,
khususnya pada kalangan remaja masa kini. Awal mulanya telepon genggam digunakan
untuk menelpon dan mengirim pesan singat (SMS) . Seiring dengan perkembangan zaman,
telepon genggam beralih menjadi teknologi canggih yang sering disebut smartphone.
Smartphone yang tidak hanya menyediakan aplikasi telpon dan SMS, tetapi menjadi suatu
teknologi yang memberikan kemudahan dalam aspek kehidupan manusia.

Penggunaan

smarthphone di Indonesia bertumbuh sangat pesat, dimana Indonesia menjadi salah satu

negara dengan pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan
Amerika (Wahyudi, 2015). Bila dilihat dari komposisi usia, persentase pengguna gadget yang
termasuk kategori usia anak-anak dan remaja di Indonesia cukup tinggi, yaitu 79,5 persen.

Survei yang dilakukan oleh Kementerian Informasi dan Unicef tahun 2014 itu
menggambarkan pula bahwa anak menggunakan gadget sebagian besar untuk mencari
informasi, hiburan, serta menjalin relasi sosial (liputan6 /17/3/2016). Tidak hanya itu menurut
Gifary dan kurnia (2015, hal. 147) menyatakan bahwa dari segi usia, pengguna smartphone
didominasi usia 20-22 tahun. Usia-usia tersebut merupakan usia produktif dan termasuk
kedalam generasi gadget atau generasi Z.
Generasi Z adalah generasi yang lahir dalam rentang tahun 1995 sampai dengan tahun
2010 masehi. Generasi Z adalah generasi setelah Generasi Y, generasi ini merupakan
generasi peralihan Generasi Y dengan teknologi yang semakin berkembang. Generasi Z dapat
pula disebut dengan generasi iGeneration, generasi net atau generasi internet. Sejak kecil
mereka sudah mengenal teknologi dan akrab dengan gadget canggih atau smartphone yang
secara tidak langsung berpengaruh terhadap kepribadian mereka. Generasi Z merupakan
generasi pertama dunia digital smartphone dan media sosial tidak dilihat sebagai perangkat
dan platform tetapi lebih pada cara hidup, selain itu generasi Z merupakan generasi digital
yang mahir dan menyukai akan teknologi informasi dan berbagai aplikasi komputer.
Intensitas serta sikap terhadap penggunaan smartphone yang berlebihan dapat mengakibatkan

ketergantungan dalam menggunakan smartphone, sehingga muncul rasa tidak nyaman dan
kecemasan yang berlebih apabila tidak dapat mengakses smartphone. Dari fenomena tersebut
kemudian munculah istilah Nomophobia yakni singkatan dari No-Mobile-Phone-Phobia .

Nomophobhia, merupakan gangguan yang merujuk pada kecemasan atau perasaan

tidak nyaman yang disebabkan oleh kehilangan kontak dengan perangkat smartphone, tidak
terkecuali smartphone maupun komputer, atau ketakutan yang disebabkan kehilangan kontak
dengan teknologi (Cheever, Rosen, Carrier & Chavez, 2014, hal. 291). Kondisi kecemasan
tersebut juga telah dipelajari dalam berbagai kasus, seperti smartphone tertinggal atau tidak
ada dalam genggaman, ketika tidak ada sinyal, kehabisan baterai, tidak ada internet,
kehilangan smartphone, dan lain-lain (Kalaskar, 2015, hal. 321). Kecemasan atau gangguan
dapat muncul sewaktu-waktu tanpa diperkirakan, serta dapat terjadi dalam kondisi apapun.
Kecemasan yang berlebihan atas hilangnya kontak dengan teknologi khususnya smartphone
sangat mudah terjadi dikalangan generasi Z, karena keberadaan gadget (smartphone)
merupakan bagian serta identitas yang tidak dapat terpisahkan dari diri mereka. Dalam hal
ini, generasi Z merupakan generasi yang rawan atau mudah mengalami gangguan
nomophobia tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Kalaskar (2015, hal. 324) yang
mengungkap mengenai hubungan perilaku penggunaan smartphone dengan nomophobia .
Sebanyak 61% responden menyatakan cukup sering mengalami kecemasan, terutama
responden yang menggunakan smartphone lebih dari 5-6 jam per hari. Para responden juga
mengungkapkan bahwa mereka merasa cemas ketika tidak menggunakan smartphone selama
beberapa jam. Hal tersebut juga selaras dengan apa yang dikemukakan oleh Yang dan Lay
(2011, hal. 3) menyatakan bahwa faktor yang memengaruhi ketergantungan dan kecemasan

pada smartphone adalah kebiasaan (habit) serta tingkat penggunaan (usage rate) smartphone
itu sendiri. Maka Tingkat kecemasan yang terjadi pada individu pengguna smartphone akan
terus meningkat ketika tidak adanya kontrol terhadap penggunaan smartphone tersebut.
Dalam hal ini, maka dibutuhkan langkah serius untuk mencegah terjadinya nomophobia .
Pecegahan terhadap nomophobia dapat dilakukan dengan berbagi cara, salah satunya
adalah peran keluarga sebagai kontrol awal mencegah nomophobia . Keluarga merupakan
lingkungan sosial pertama yang memberikan pengaruh sangat besar bagi tumbuh kembang
anak. Untuk mencapai perkembangannya, mereka membutuhkan kasih sayang, perhatian, dan
rasa aman untuk berlindung pada orangtuanya. Bagi seorang anak, keluarga memiliki arti dan
fungsi yang penting bagi kelangsungan hidup maupun dalam menemukan makna dan tujuan
hidup. Selain itu di dalam keluarga anak didorong untuk menggali, mempelajari, dan
menghayati nilai-nilai kemanusiaan, religius, norma-norma (etika), dan pengetahuan

(Mulyono, 1995). Namun dalam kenyataannya, keluarga sebagai pembentuk karakter anak
terus tergeserkan dengan kondisi keluarga yang kurang melakukan komunikasi dan interkasi
antar satuan anggota keluarga. Penanaman nilai-nilai kehidupan serta kurangnya kontrol
keluarga terhadap perilaku anak menimbulkan berbagai permasalahan dalah kehidupan anak,
seperti tidak taatnya anak terhadap norma-norma kehidupan, pergaulan bebas, dan lain-lain.
Dalam


kaitannya,

maka

keberadaan

keluarga

menjadi

bagian

terpenting

dalam

keberlangsungan hidup anak. Termasuk didalamnya kontrol penggunaan smartphone
terhadap generasi Z menjadi bagian yang tak terpisahkan bagi keberlangsungan hidup
generasi Z, agar terhindar dari nomophobia yang saat ini menjadi momok atau ancaman
terdekat dari karakternya sebagai generasi teknologi. Peran keluarga menjadi salah satu upaya

pencegahan nomophobia pada generasi Z.
Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis menggagas suatu alternatif atau
upaya pencegahahan terjadinya nomophobia pada generasi Z, yaitu melalui keluarga
KEKINIAN (Kreatif, Komunikatif dan Menyenangkan). Gagasan tersebut merupakan salah
satu alternatif untuk dapat mengoptimalkan peran orang tua dalam membentuk keluarga
berkualitas, keluarga sejahtera dan keluarga harmonis.

KAJIAN TEORI
A. Generasi Z
Generasi adalah sebuah kelompok yang terdiri dari individu yang memiliki kesamaan
dalam rentang usia, dan berpengalaman mengikuti peristiwa sejarah penting dalam suatu
periode waktu yang sama (Karl Mannheim: 1923). Dalam teori generasi (Generation Theory)
yang dikemukakan (Graeme Codrington & Sue Grant-Marshall, Penguin : 2004) generasi Z
adalah generasi yang lahir dalam rentang tahun 1995 sampai dengan tahun 2010 masehi,
(disebut juga generasi iGeneration, generasi Net atau generasi Internet). Generasi Z adalah
generasi setelah Generasi Y, generasi ini merupakan generasi peralihan Generasi Y dengan
teknologi yang semakin berkembang. Beberapa diantaranya merupakan keturunan dari
Generasi X dan Y. Sejak kecil mereka sudah mengenal teknologi dan akrab
dengan gadget canggih atau smartphone yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap
kepribadian mereka. Generasi Z merupakan generasi pertama dunia digital smartphone dan

media sosial tidak dilihat sebagai perangkat dan platform tetapi lebih pada cara hidup, selain
itu generasi Z merupakan generasi digital yang mahir dan menyukai akan teknologi informasi
dan berbagai aplikasi komputer. Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh

(Wibiwanto: 2017) mengenai karakter generasi Z: “Fasih Teknologi, tech-savvy, web-savvy,
app-friendly generation dan Social, sangat intens berinteraksi melalui media sosial dengan
semua kalangan.
Generasi Z pertama di Indonesia adalah generasi kelahiran tahun 1995, dimana pada
saat itu internet sudah hadir di Indonesia. Generasi Z tersebut sudah beranjak dewasa,
mencari dan memiliki pekerjaan, melihat peralihan rezim orde baru ke rezim reformasi, dan
memiliki kemapuan untuk mempengaruhi bidang-bidang dalam kehidupan sehari-hari seperti
ekonomi, politk, sosial, budaya, agama dan lainnya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Nielsen Consumer & Media View pada Q2 2016 pada Generasi Z di 11 kota Indonesia
terhadap 3 media utama yang digunakan Generasi Z yaitu TV, Internet, dan Radio. Hasil
survey survey tersebut terhadap internet bahwa generasi Z Sebagai generasi yang terlahir di
era digital, akses internet telah menjadi kebutuhan bagi Generasi Z. Bila lima tahun lalu
Warung Internet (Warnet) merupakan tempat utama bagi anak-anak (81%) dan remaja (56%)
untuk mengakses internet, di tahun ini Warnet tergantikan oleh rumah, dimana 49% anakanak dan 62% remaja mengakses internet dari rumah mereka. Angka tersebut meningkat dari
7% pada anak-anak dan 9% pada remaja. 93% anak-anak dan 97% remaja menyatakan
mereka mengakses internet melalui perangkat mobile mereka seperti smartphone atau iPad.

Aktifitas yang paling banyak dilakukan oleh Generasi Z dengan internet ini adalah
berinteraksi melalui media sosial, menjelajah internet, bermain game dan mendengarkan
musik.
Selain itu, Generasi Z juga adalah pengunjung bioskop yang setia. Di 11 kota yang
disurvei Nielsen, rata-rata anak-anak pergi ke bioskop 9 kali dalam satu tahun, dan remaja 11
kali dalam satu tahun. Dengan kata lain, hampir setiap bulan mereka pergi menonton di
bioskop. Olahraga merupakan kegiatan yang paling disukai anak-anak (48%) dan remaja
(44%). Kegiatan berikutnya yang paling disukai adalah menonton TV, yaitu 38% pada anakanak dan 32% pada remaja, dan mendengarkan musik dengan 17% pada anak-anak dan 25%
pada remaja. 11% anak-anak menyatakan bahwa kegiatan yang mereka sukai setelah
mendengarkan musik adalah membaca buku. Sementara itu, setelah mendengarkan musik,
remaja lebih suka menjelajah internet (17%).
Temuan diatas menunjukkan bahwa Generasi Z masih dapat dijangkau oleh media,
termasuk media tradisional. Televisi, Internet dan Radio merupakan media utama yang
mereka konsumsi. Selain penetrasi TV terrestrial masih yang tertinggi (diatas 95% pada
anak-anak dan remaja), penetrasi TV berbayar juga mencapai 10%. Pola konsumsi internet
juga memperlihatkan peningkatan dalam lima tahun terakhir, dimana pada kuartal kedua

2016 penetrasi internet pada anak-anak adalah 45% - meningkat 13% dibandingkan dengan
periode yang sama tahun 2011 – dan pada remaja adalah 81% - meningkat 29% dibandingkan
dengan kuartal kedua 2011. Rata-rata remaja menghabiskan waktu lebih dari dua jam untuk

mengkonsumsi internet (2 jam 29 menit) dan radio (2 jam 20 menit), sementara anak-anak
menghabiskan lebih sedikit waktu dengan 1 jam 37 menit untuk internet dan 1 jam 45 menit
untuk radio.
Penelitian yang sama juga dilakukan oleh. (Wibiwanto: 2017), yang melakukan
penelitian di indonesia:
Statistika Generasi Z (1)
1. Menghabiskan waktu sekitar 7.5 jam perhari berinteraksi dengan gawai digital (hampir
11 jam untuk menikmati konten dan berinteraksi dengan gawai digital).
2. 22% remaja generasi Z masuk ke akun media sosial lebih dari 10 kali setiaphari (data
tahun 2009).
3. Sekitar 75% remaja generasi Z memiliki ponsel sendiri, 25% digunakan untuk media
sosial, 54% untuk texting, dan 24% untuk instant messaging.
Statistika Generasi Z (2)
1. Lebih suka texting atau instant messaging daripada bertelepon.
2. Lebih sering “multitasking” (fast-switching).
3. Jam-jam terakhir sebelum tidur, lebih dari setengah remaja generasi Z berkirim pesan
(texting) kepada teman-temannya.
4. Sepertiga generasi Z pemilik smartphone langsung online sesaat setelah bangun tidur
B. Nomophobia
Nomophobia , no-mobile-phone phobia adalah suatu sindrom ketakutan jika tidak

mempunyai telepon genggam (atau akses ke telepon genggam). Istilah ini pertama kali
muncul dalam suatu penelitian tahun 2010 di Britania Raya oleh YouGov yang meneliti
tentang kegelisahan yang dialami di antara 2.163 pengguna telepon genggam. Studi tersebut
menemukan bahwa 58% pria dan 47% wanita pengguna telepon genggam yang disurvei
cenderung merasa tidak nyaman ketika mereka "kehilangan telepon genggam, kehabisan
baterai atau pulsa, atau berada di luar jaringan", dan 9% selebihnya merasa stres ketika
telepon genggam mereka mati. Separuh di antara mereka mengatakan bahwa mereka gelisah
karena tidak dapat berhubungan dengan teman atau keluarga mereka jika mereka tidak
menggunakan telepon genggam mereka.

No mobile phone phobia , atau yang selanjutnya akan digunakan istilah nomophobhia ,

merupakan gangguan yang merujuk pada kecemasan atau perasan tidak nyaman yang
disebabkan oleh kehilangan kontak dengan perangkat smartphone, tidak

terkecuali

smartphone maupun komputer, atau ketakutan yang disebabkan kehilangan kontak dengan

teknologi (Cheever, Rosen, Carrier & Chavez, 2014, hal. 291). Kondisi kecemasan tersebut
juga telah dipelajari dalam berbagai kasus, seperti smartphone tertinggal atau tidak ada dalam
genggaman, ketika tidak ada sinyal, kehabisan baterai, tidak ada internet, kehilangan
smartphone, dan lain-lain (Kalaskar, 2015, hal. 321). Yildirim, Sumuer dan Adnan (2016,

hal. 1327) mengungkapkan bahwa 42,6% dewasa awal mengalami nomophobia dan
ketakutan terbesar mereka berkaitan dengan akses komunikasi dan informasi.
Penelitian mengenai nomophobia memang belum banyak dilakukan di Indonesia,
namun penelitian di luar negeri telah banyak dilakukan. Salah satunya adalah penelitian yang
dilakukan oleh Kalaskar (2015, hal. 324) yang mengungkap mengenai hubungan perilaku
penggunaan smartphone dengan nomophobia . Sebanyak 61% responden menyatakan cukup
sering mengalami kecemasan, terutama responden yang menggunakan smartphone lebih dari
5-6 jam per hari. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hanika (2015, hal. 46),
terungkap bahwa 36% responden menggunakan smartphone sepanjang hari dan hanya 22%
responden yang menggunakan smartphone kurang dari 10 kali dalam sehari. Para responden
juga mengungkapkan bahwa mereka merasa cemas ketika tidak menggunakan smartphone
selama beberapa jam. Ada beberapa faktor yang memicu munculnya nomopobhia , yaitu
lingkungan, adanya pengalaman dari masing-masing individu, pola asuh dan sosial ekonomi
(Mayangsari dan Ariana, 2015, hal. 161). Hal tersebut juga selaras dengan yang dikemukakan
oleh Yang dan Lay (2011, hal. 3) menyatakan bahwa faktor yang memengaruhi
ketergantungan dan kecemasan pada smartphone adalah kebiasaan (habit) serta tingkat
penggunaan (usage rate) smartphone itu sendiri. Maka Tingkat kecemasan yang terjadi pada
individu pengguna smartphone akan terus meningkat ketika tidak adanya kontrol terhadap
penggunaan smartphone tersebut.
C. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang memberikan pengaruh sangat
besar bagi tumbuh kembang anak. Secara ideal perkembangan anak akan optimal apabila
mereka bersama keluarga yang harmonis, sehingga berbagai kebutuhan secara lahir dan batin
dapat terpenuhi dengan baik. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 52 tahun 2009,
keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri,

dan anaknya, atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya. Senada dengan hal tersebut,
(Jamiah) mengungkapkan bahwa keluarga merupakan media awal anak mengenal
lingkungan, dari mana ia beranjak untuk mengadakan eksplorasi dan menemukan sifat, sikap
dan kemampuannya dalam membedakan berbagai objek di dalam lingkungannya.
Keluarga berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah
dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan
ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
(Undang-Undang No. 52 tahun 2009 Pasal 1).

Ketahanan dan kesejahteraan keluarga

adalahkondisi keluarga yang memiliki keuletan danketangguhan serta mengandung
kemampuan fisik materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya
untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan lahir dan batin
(Undang-Undang No. 52 tahun 2009 Pasal 1).
Keharmonisan keluarga adalah adanya komunikasi aktif di antara mereka-terdiri dari
suami istri, dan atau anak atau siapapun yang tinggal bersama (Subhan, 2004). Keharmonisan
rumah tangga adalah proses dinamis yang melibatkan kepiawaian seluruh anggota keluarga
dan dialog adalah keniscayaan dalam setiap prosesnya (Ronosulistyo, Rosalina dan Angelina,
2009). Menurut Mitrofan dan Ciuperca (1998 dalam Adriana et al, 2012), keharmonisan
keluarga adalah bagaimana suami dan istri dapat melakukan komunikasi, motivasi, serta
mengetahui lebih dalam tentang pasangannya dalam mengembangkan hubungannya sebagai
suatu keluarga. Menurut Kidwell et al (2012) dalam Pekdemir et al (2013), keharmonisan
keluarga adalah ukuran dari persepsi standar dari pola perilaku keluarga yang mencerminkan
sinkronisasi dan integrasi di antara anggota keluarga yang juga diindikasikan melalui anggota
keluarga. Secara terminologi keharmonisan berasal dari kata harmonis yang berarti serasi,
dan selaras (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2012). Keharmonisan bertujuan untuk mencapai
keselarasan dan keserasian dalam kehidupan. Keluarga perlu menjaga kedua hal tersebut
untuk mencapai keharmonisan. Menurut Friedman (1998), terdapat Lima fungsi keluarga,
yaitu:
1. Fungsi afektif (The Affective Function) adalah fungsi keluarga yang utama untuk
mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan
dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial
anggota keluarga.
2. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (The Health Care Function) adalah untuk
mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas
yang tinggi.

3. Fungsi reproduksi (The Reproduction Function) adalah fungsi untuk mempertahankan
generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
4. Fungsi ekonomi (The Economic Function) yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan
individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
5. Fungsi sosialisasi yaitu proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu yang
menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan sosialnya.
Sosialisasi dimulai sejak lahir. Fungsi ini berguna untuk membina sosialisasi pada anak,
membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan
dan meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
Adapun istilah lain yang digunakan sebagai pendukung gagasan dalam Keluarga
KEKINIAN diantaranya :
1. Kreatif
Kreatif adalah skill atau kemampuan untuk menyelesaikan sebuah kasus yang memberi
kesempatan kepada setiap personal untuk berkreasi untuk memunculkan ide-ide
baru/adaptif

yang

memiliki

fungsi

dan

kegunaan

secara

menyeluruh

untuk

berkembang (Widyatun,1999).
2. Komunikatif
Komunikatif adalah dapat menyampaikan pendapat yang ia pikirkan dengan bahasa yang
tepat sasaran dan santun (Brainly, 2016).
3. Menyenangkan
Menyenangkan atau fun adalah suasana yang gembira (Dave Meir 2002:36).

PEMBAHASAN
Keluarga merupakan media awal anak mengenal lingkungan serta memahami
berbagai unsur kehidupan. Hal tersebut sejalan bahwa fungsi sosialisasi menjadi salah satu
fungsi keluarga sebagai proses perkembangan dan perubahan individu yang menghasilkan
interaksi sosial. Sosialisasi dimulai sejak lahir. Fungsi siosialisasi ini berguna untuk membina
sosialisasi pada anak, pekembangan anak dan meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
Bentuk sosialisasi dan penanaman nilai-nilai tersebut menjadi tanggung jawab penuh orang
tua. Peran orang tua terhadap keberlangsungan keluarga menjadi faktor utama untuk
menciptakan suasana keluarga yang dapat membantu anak

berkembang sesuai dengan

perkembangannya serta peran orang tua dalam mendidik anak untuk membentuk karakter

yang dapat menjadikannya mampu menghadapi berbagai problematika kehidupan. Dalam hal
ini, orang tua juga menjadi benteng pertahanan bagi anak dari berbagai hal yang dapat
mencegah atau menghambat keberlangsungan hidupnya. Generasi Z bagian dari generasi saat
ini yang diharapkan dapat memberikan dampak dan kemajuan bagi peradaban serta
mewujudkan SDGS 2030. Menjadi peran penting orang tua untuk mengawal, mengawasi,
mendidik dan mengarahkannya. Peradaban yang terus berkembangkan serta berbagai inovasi
dalam teknologi yang terus dikembangkan, memberikan berbagai kemudahan dalam
menjalani hidup. Kemunculan atas perkembangan yang ada, dapat memberikan dampak dari
sisi lainnya. Salah satunya teknologi smartphone yang kemunculan dan perkembangnnya
sangat pesat. Smartphone yang memberikan kemudahan tidak hanya dalam berkomunikasi,
pengguna dapat mengakses segala kebutuhan atau pengetahuan hanya dengan menggenggam
smartphone. Dari berbagai kemudahan tersebut, muncul pula sisi lain dari smartphone yaitu

efek atau fenomena yang timbul atas smartphone berupa kecemasan serta ketergantungan
terhadap teknologi tersebut dapat memungkinkan terjadi nomophobia dalam diri manusia.
Hal tersebut

menjadi momok bagi generasi Z sebagai generasi gadget. Tidak dapat

dipungkiri, bahwa pencegahan paling utama untuk terhindar dari nomophobia berasal dari
kesadaran diri penggunanya, akan tetapi faktor lingkungan keluarga khususnya peran orang
tua sangat berpengaruh karena anak tumbuh kembang dalam suatu keluarga yang didalamnya
terdapat orang tua. Selain itu anak masih memerlukan peranan orang tua

untuk

membimbingnya sehingga keberadaan peran orang tua menjadi satu langkah untuk dapat
mencegah nomophobia. Perana orang tua tersebut dapat dioptimalkan melalui program
Keluarga KEKINIAN.
Keluarga KEKINIAN (Kreatif, Komunikatif, dan Menyenangkan) adalah keluarga
yang kreatif, komunikatif dan menyenangkan yang dapat diciptakan melalui berbagai usaha
atau strategi yang dapat dilakukan orang tua dengan tujuan untuk mencegah terjadinya
nomophobia pada generasi Z. Pembentukan keluarga kekinian tidak lain bersinergi dengan

adanya keluarga harmonis, keluarga sejahtera dan keluarga berkualitas. Namun, program
keluarga kekinian hanya dimaksudkan sebagai suatu alternatif dalam pencegahan terjadinya
nomophobia pada generasi Z

yang tidak dapat dipisahkan dari smartphone dengan

mengoptimalkan peran orang tua sebagai pemimpin keluarga dan kontrol bagi anak-anaknya.
Realita yang ada saat ini, pencegahan terhadap fenomena nomophobia masih bersifat wacana
semata. Masih banyak orang tua yang belum paham mengenai apa itu nomophobia . Selain
itu, belum adanya langkah nyata secara langsung dari pemerintah untuk mengatasi fenomena
nomophobia.

Melalui program ini, anak akan disibukkan dengan berbagai kegiatan yang dibuat dan
direncanakan bersama, sehingga keluarga dituntut untuk menciptakan kegiatan-kegatan yang
produktif, kreatif dan menyenangkan. Selain itu, ikatan batin antar anggota dapat terjalin
semakin erat. Adanya berbagai kegiatan yang dapat dilakukan bersama anggota keluarga,
menjadikan anak terus berkegiatan sehingga intensitas penggunaan smartphone dapat
berkurang. Keluarga KEKINIAN ini meliputi tiga indikator :
1. Keluarga Kreatif
Keluarga kreatif yaitu keluarga yang mampu menciptakan berbagai kegiatan baru
dalam suasana keluarga sehingga komunikasi serta kekeluargaan dapat lebih terasa
dan terjaga. Selain itu, keluarga yang melakukan berbagai kegiatan tersebut
diharapkan mampu meminimalisir waktu luang anak sehingga anak tidak selalu
mengoperasikan smartphone miliknya.
2. Keluarga Komunikatif
Keluarga komunikatif dalam hal ini, setiap anggota keluarga mampu berinteraksi dan
berkomunikasi dengan baik antar anggota keluarga.
3. Keluarga Menyenangkan
Keluarga menyenangkan dapat timbul akibat dari berbagai kegiatan dan suasana yang
dibentuk oleh keluarga itu sendiri.
Berdasarkan ketiga aspek diatas, inti utama dari sebuah keluarga adalah peran orang
tua untuk menciptakan susasana keluarga yang ideal bagi kelurga tersebut. Keadaan keluarga
serta harapan keluarga yang dibentuk tiap keluarga akan berbeda seiring dengan
bervariasinya cita-cita yang diharapkan.
Adapun rekomendasi penulis sebagai rancangan untuk menciptakan keluarga KEKINIAN
yaitu, sebagai berikut:
1. Membuat jadwal kumpul keluarga disertiap harinya diluar dari jam makan bersama
minimal 2 jam dalam sehari seperti kegiatan nonton TV bersama, Kegiatan ngobrol
bersama (menceritakan kegiatan hari ini), orang tua membimbing mengerjakan tugas
sekolah anak, belajar pendidikan agama, dll. Hal tersebut karena perlu adanya waktu
untuk melakukan diskusi bersama.
2. Membuat perencanaan kegiatan di waktu weekend selama satu bulan. Contoh jadwal
tersebut dapat dilihat sebagai berikut:

Jadwal Kegiatan Weekend Bulan Desember 2017 Keluarga KEKINIAN
Nama Kegiatan

Hari/Tanggal

Waktu Kegiatan

Keterangan

Pukul 08.00-12.00

Bakti sosial di

Kegiatan
Mengadakan Bakti

Minggu/ 3

Sosial

Desember 2017

WIB

Panti Asuhan atau
Panti Jompo

Mengadakan

Minggu/ 10

Olahraga Bersama

Desember 2017

Membuat Proyek

Minggu/ 17

Seni Bersama

Desember 2017

Berkunjung Ke

Minggu/ 24

Keluarga Terdekat

Desember 2017

Liburan Ke Luar

Minggu/ 31

Kota

Desember 2017

Pukul 06.00-10.00

Car Free Day

WIB
Pukul 08.00-12.00
WIB
Pukul 08.00-15.00
WIB
Minimal 3 Hari

Membuat sesuatu
yang baru
Rumah Kakek dan
Nenek
Liburan Akhir
Tahun

3. Membuat grup sosial media. Hal tersebut dilakukan untuk tetap dapat berkomunkasi
antar keluarga apabila berada pada tempat yang berbeda. Sehingga setiap anggota
keluarga memiliki tanggung jawab terhadap keluarga untuk menginformasikan
kondisi atau keberadaannya.
4. Setiap anggota membuat jadwal kegiatan tiap hari dan ditempel di MARGA.
5. Membuat peraturan yang disepakati bersama pada saat kumpul bersama.
6. Penanaman nilai-nlai kehidupan khususnya dalam menanamkan sikap untuk dapat
bijak dalam menggunakan atau memanfaatkan segala sesuatu seperti penggunaan
smartphone, sehingga anak memiliki kesadaran untuk menggunakan smartphone

mereka secara bijak.
7. Membuat MARGA (Majalah Dinding Keluarga) yaitu digunakan sebagai tempat
menempelkan jadwal masing-masing anggota keluarga atau jadwal kegiatan keluarga.
Gagasan baru diadakannya keluarga kekinian ini tidak lain karena realitas kehidupan
dikalangan generasi Z, yang tidak dapat dipisahkan dari keberadaan dan penggunaan
smartphone. Sedangkan, akibat atau sisi lain dari manfaat smartphone

mampu

menjerumuskan masa depan generasi Z ketika tidak ada kontrol dalam penggunaannya.
Selanjutnya, penulis menganalisis hal-hal atau faktor penguat apa yang dapat menjerumuskan

generasi Z mengidap nomophobia selain dari pada kesadaran diri untuk bijak dalam
menggunkaan smartphone dengan mencari dan memperoleh berbagai sumber data melalaui
media masa seperti koran, majalah dan internet. Kemudian mengolah dengan memilah-milah
data yang diperoleh. Maka hal yang dapat menjadi kontrol terdekat untuk dapat mengurangi
penggunaan smartphone adalah keberadaan keluarga serta suasana yang dibentuk oleh orang
tua untuk anaknya dilingkungan keluarga, karena pada lingkungan tersebut anak dapat lebih
banyak berinteraksi dan mendapatkan nilai-nilai kehidupan.
Dalam mewujudkan keluarga kekinian, perlu adanya kesadaran khususnya dari orang
tua tentang pentingnya menciptakan suasana yang dapat mendukung anak untuk dapat
berkembang, khususnya memberikan pemahaman padaa anak untuk bijak dalam
menggunakan smartphone agar terhindar dari nomophobia . Sehingga perlu adanya langkah
nyata melalui sosialisasi dan pendampingan untuk terwujudnya susasana keluarga yang
kekinian. Adapun pihak-pihak yang dapat mewujudkan suasan keluarga kekinian diantaranya
sebagai berikut:
1. Keluarga
Adanya kesadaran keluarga yang telah memberikan izin kepada anak untuk
menggunakan smartphone, sehingga perlu adanya penyeimbang dari berbagai
kegiatan nyata untuk dapat menunjang perkembangannya serta sebagai kontrol dalam
penggunaan smartphone tersebut.
2. Lembaga Kesehatan Masyarakat
Penggunaan smartphone dikalangan remaja yang semakin tinggi serta fenomena
nomophobia yang semakin menjadi momok bagi sebagian keluarga, menjadikan peran

lembaga kesehatan untuk dapat mensosialisasikan bahaya dari nomophobia serta
berbagai hal yang menyangkutnya.
3. Lembaga Perlindungan Anak dan Perempuan
Bersinergi dengan lembaga kesehatan, lembaga perlindungan anak dan perempuan
dapat mewujudkan pencegahan nomophobia dengan melakukan pendampingan
terhadap keluarga.

SIMPULAN DAN SARAN
Penggunaan smartphone dikalangan generasi Z yang tidak dapat dipisahkan menjadi
kekhawatiran bersama bahwa generasi Z dapat dengan mudah mengalami nomophobia .
Keluarga KEKINIAN dapat mejadi sallah satu cara atau upaya yang dapat dilakukan untuk

mencegah terjadinya nomophobia pada generasi Z, yaitu melalui berbagai strategi atau
langkah yang dilakukan untuk menciptakan suasana keularga yang kreatif, komunikatif dan
menyenangkan, dimana peran orang tua dapat dioptimalkan baik sebgai pemimpin keluarga,
teman, sahabat atau pelindung bagi anaknya, sehingga keberadaan keluarga menjadi kontrol
anak untuk mampu bersikap bijak dalam menggunakan smartphone.
Saran yang dapat kami berikan adalah sebagai berikut:
1. Perlu adanya rasa tanggung jawab bersama untuk mencegah terjadinya nomophobia
dikalangan generasi z sehingga untukdapat mewujukan keluarga kekinian disetiap lini
keluara perlu padanya peran pemerintah khususnya untuk mensosialisasikan
penggunaan smartphone yang bijak.
2. Dengan karya tulis ini sebagai data awal, diharapkan adanya penelitian lebih lanjut
mengenai topik yang kami angkat demi terwujudnya suatu alternatif untuk melakukan
pencegahan terhadap nomophobia.
3. Bagi pemerintah diharapkan agar lebih tanggap dalam menyelesaikan masalah
khususnya terkait dengan penggunaan smartphone.

UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya Dalam penyusunan tugas ini, kami memperoleh bantuan dari
berbagai pihak, salah satunya adalah Dosen Kami Bapak M. Januar Ibnu Adham. Oleh karena
itu kami mengucapkan terima kasih. Jurnal ini disusun berkaitan dengan tugas kelompok
mata kuliah Pendidikan Sosial Budaya mengenai KELUARGA “KEKINIAN” SEBAGAI
LANGKAH JITU UNTUK MENCEGAH NOMOPHOBIA PADA GENERASI Z.

DAFTAR PUSTAKA
Online
Asih, Ajeng Tiara dan Nailul Fauziah. (2017). HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI
DENGAN KECEMASAN JAUH DARI SMARTPHONE (NOMOPHOBIA) PADA
MAHASISWA JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN
POLITIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG. Jurnal Empati, April 2017
Volume 6 (Nomor 2), halaman 15 – 20. Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro.
https://media.neliti.com/media/publications/178178-ID-hubungan-antara-kontrol-diridengan-kece.pdf. Diakses pada tanggal 04 Desember 2017.

Fajri,

Fitri Verawati. (2017). HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN TELEPON
GENGGAM SMARTPHONE DENGAN NOMOPHOBIA PADA MAHASISWA.
Skripsi
Universitas
Muhammadiyah
Surakarta:
Tidak
diterbitkan.
http://eprints.ums.ac.id/56457/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf.
Diakses pada
tanggal 04 2017.

Hardianti, Fitri. (2016). KOMUNIKASI INTERPERSONAL PENDERITA NOMOPHOBIA
DALAM MENJALIN HUBUNGAN PERSAHABATAN.
Jurnal
Jurusan Ilmu
Komunikasi – Konsentrasi Hubungan Masyarakat Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas
Riau
JOM
FISIP
Vol.
3
No.
2.
https://media.neliti.com/media/publications/188253-ID-komunikasi-interpersonalpenderita-nomop.pdf. Diakses pada tanggal 04 Desemberb2017.
Mukhlis, Herry. (2015). PAHAMI REMAJA GENERASI Z. Tangerang: AF
MAGAZINE.
http://alfathschoolindonesia.sch.id/wpcontent/uploads/2017/03/Pahami-Remaja-Generasi-Z.pdf. Diakses pada tanggal 06
Desember 2017.
Noviana, Andi Putri Rezky. (2015). DAMPAK PENGGUNAAN SMARTPHONE
TERHADAP KOMUNIKASI INTERPERSONAL REMAJA. Laporan Studi Pustaka
(KPM 403). Departemen Sains Komunikasi Dan Pengembangan Masyarakat Fakultas
Ekologi
Manusia
Institut
Pertanian
Bogor.
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0ahU
KEwjP2rmw1o3YAhUJrY8KHe4qDnwQFggrMAA&url=http%3A%2F%2Fwww.sk
pm.ipb.ac.id%2Fkaryailmiah%2Findex.php%2Fstudipustaka%2Farticle%2Fdownload
SuppFile%2F2837%2F1883&usg=AOvVaw1QspRHrAv8E-kLec_6qcos . Diakses
pada tanggal 04 Desember 2017.
Pradana, Pranatha Widya, Feby dan Anna. (2016). PERANCANGAN
UNTUK
MENGURANGI
NOMOPHOBIA
DENGAN
GAMIFIKASI. JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016)
(2301-9271 Print). Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Teknologi
Teknologi
Sepuluh
Nopember
http://ejurnal.its.ac.id/index.php/teknik/article/view/14420/2549.
tanggal 05 Desember 2017.

APLIKASI LIVA
PENDEKATAN
ISSN: 2337-3539
Informasi, Institut
(ITS).
Diakses pada

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG
PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA.
http://jdih.kemenpppa.go.id/peraturan/uu%20no%2052%20tahun%202009.pdf
.
Diakses pada tanggal 04 Desember 2017.

Wijayanti, Oei Giovanni. (2017). HUBUNGAN PERILAKU PENGGUNAAN JEJARING
SOSIAL DENGAN NO MOBILE PHONE PHOBIA (NOMOPHOBIA). Skripsi

Universitas
Katolik
Soegijapranata
Semarang:
Tidak
diterbitkan.
http://repository.unika.ac.id/15159/1/13.40.0047Oei%20Giovanni%20Wijayanti%20%20COVER.pdf . Diakses pada tanggal 04 Desember 2017.

Wikipedia. Generasi Z. Diperoleh dari https://id.wikipedia.org/wiki/Generasi_Z. Diakses
pada tanggal 04 Desember 2017.
Wikipedia. Nomofobia. Diperoleh dari https://id.wikipedia.org/wiki/Nomofobia. Diakses
pada tanggal 04 Desember 2017.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-BC MENGGUNAKAN BUTON GRANULAR ASPHALT (BGA) 15/20 SEBAGAI BAHAN KOMPOSISI CAMPURAN AGREGAT HALUS

14 283 23

TEPUNG LIDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI IMMUNOSTIMULANT DALAM PAKAN TERHADAP LEVEL HEMATOKRIT DAN LEUKOKRIT IKAN MAS (Cyprinus carpio)

27 208 2

PENGARUH KONSENTRASI TETES TEBU SEBAGAI PENYUSUN BOKASHI TERHADAP KEBERHASILAN PERTUMBUHAN SEMAI JATI (Tectona grandis Linn f) BERASAL DARI APB DAN JPP

6 162 1

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA DENGAN GANGGUAN JIWA (SKIZOFRENIA) Di Wilayah Puskesmas Kedung Kandang Malang Tahun 2015

28 256 11

OPTIMASI SEDIAAN KRIM SERBUK DAUN KELOR (Moringa oleifera Lam.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN DENGAN BASIS VANISHING CREAM

57 260 22

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SEBAGAI ADJUVAN TERAPI CAPTOPRIL TERHADAP KADAR RENIN PADA MENCIT JANTAN (Mus musculus) YANG DIINDUKSI HIPERTENSI

37 251 30

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) PADA BALITA NON KELUARGA MISKIN (NON GAKIN) DI KECAMATAN SUKORAMBI KABUPATEN JEMBER

4 92 1

INTENSIFIKASI PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH ( DI KABUPATEN BANYUWANGI

16 118 18