BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang - Implementasi Kebijakan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) (Studi pada Kantor SAMSAT UPT Balige)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Peningkatan penggunaan transportasi oleh masyarakat Indonesia sangat

  tinggi, dimana dapat dilihat dalam kehidupan sehari hari. Hampir setiap hari kita melihat semakin banyaknya jumlah dan jenis kendaraan bermotor yang bermunculan. Hal ini salah satunya disebabkan oleh pertambahan penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun yang berdampak pula akan kebutuhan alat transportasi guna untuk memenuhi kebutuhan mobilisasi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

  Sampai dengan tahun 2010 jumlah kendaraan bermotor di seluruh Indonesia telah mencapai lebih dari 20 juta yang 60% adalah sepeda motor sedangkan pertumbuhan populasi untuk mobil sekitar 3-4% dan sepeda motor lebih dari 4% per tahun (data dari Departemen Perhubungan). Banyaknya pengguna kendaraan bermotor secara tidak langsung berkaitan dengan penambahan pajak daerah dalam hal pajak kendaraan bermotor. Pemilik kendaraan bermotor haruslah membayar pajak kendaraan bermotor.

  Berdasarkan data Dinas Pendapatan, pertumbuhan kendaraan bermotor roda empat mencapai 13,09 persen, dimana pada periode Januari-Mei 2009 mencapai 79.266 unit kendaraan, sedangkan pada 2010 periode yang sama sebanyak 89.642 unit kendaraan. Pertumbuhan kendaraan roda dua juga meningkat 17,26 persen. Pada 2009 sebanyak 449.588 unit, dan 2010 587.206 unit.

  Provinsi Sumatera Utara mempunyai letak yang cukup strategis, karena memiliki luas mencapai 71,680 Km atau sekitar 3,5 persen dari total luas Indonesia. Secara umum, Sumatera Utara terbagi menjadi tiga kawasan, yaitu kawasan Pantai Barat, kawasan Dataran Tinggi, dan kawasan Pantai Timur.

  Kawasan Pantai Timur pada umumnya lebih maju dibandingkan dengan Dataran Tinggi apalagi daerah Pantai Barat.

  Pembangunan diberbagai daerah di Indonesia khususnya di Provinsi Sumatera Utara bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara khusus melalui peningkatan pelayanan publik dalam kerangka otonomi daerah sehingga lebih efisien dan efektif dalam merespon tuntutan masyarakat yang sangat tinggi dengan berbagai karakteristik masing-masing.

  Sebelum dilaksanakannya otonomi daerah, dilihat dari nilai proyek yang dikerjakan, pembangunan yang dilaksanakan sebenarnya dapat dirasakan oleh seluruh desa, namun sumber pembiayaan atau pendanaan masih didukung oleh anggaran pemerintah pusat, sehingga daerah tidak dapat mengembangkan daerahnya sendiri secara maksimal dan mandiri.

  Berdasarkan Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, dan Undang-undang No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, telah memberikan dampak yang sangat luas terhadap pelaksanaan pemerintah di daerah, otonomi yang diberikan kepada daerah merupakan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab.

  Pemberian otonomi berimplikasi menimbulkan kewenangan dan kewajiban bagi daerah untuk melaksanakan berbagai kegiatan pemerintah secara lebih mandiri. Pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya harus dilaukan secara proporsional dan berkeadilan. Pemanfaatan sumber daya alam, kewenangan yang diberikan kepada daerah.

  Dalam Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah tersebut juga dijelaskan bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dilakukan berdasarkan 3 azas, yaitu: dekonsentrasi, desentralisasi, dan azas pembantuan.

  Azas dekonsentrasi yaitu wewenang pengelolaan pembangunan daerah awalnya dilaksanakan oleh pemerintah pusat, tetapi telah dilimpahkan kewenangannya kepada kepada pemerintah daerah. Sedangkan desentralisasi itu pada dasarnya adalah kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk melaksanakan pembanguan didaerahnya sendiri. Selanjutnya azas pembantuan adalah bahwa pemerintah daerah membantu melaksanakan tugas-tugas yang dimiliki oleh pemerintah pusat didaerah, tetapi pembiayaan untuk melaksanakan kegiatan tersebut ditanggung sendiri oleh pemerintah daerah.

  Dalam melaksanakan tugas-tugas pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat, berdasarkan ketentuan Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah disebutkan bahwa pemerintah daerah dibekali berbagai kewenangan untuk mengelola berbagai sumber pendapatan daerah, yaitu:

  1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang terdiri dari: a. Pajak Daerah.

  b. Hasil Retibusi Daerah

  c. Laba Perusahaan Daerah

  d. Lain-lain Penerimaan Daerah yang sah

  2. Dana Perimbangan, yang terdiri dari: a. Dana Bagi Hasil c. Dana Alokasi Khusus.

  3. Lain-lain Pendapatan yang sah, yang terdiri dari:

  a. Bantuan Dana Kontijensi/Penyeimbangan dari Pemerintah b. Iuran Jasa Air.

  Pemerintah daerah memiliki sumber Pendapatan Asli Daerah yang berasal dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.

  Berdasarkan hal tersebut jelas diketahui bahwa salah satu sumber pendapatan daerah berasal dari pajak daerah. Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan guna pembiayaan pengeluaran daerah.

  Dengan adanya kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah secara tertib dan benar sesuai ketentuan perundang- undangan yang berlaku, maka diharapkan seluruh objek penerimaan daerah, baik berupa pajak, retribusi maupun berbagai penerimaan daerah lainnya yang sah dapat dioptimalkan sehingga roda pemerintahan dan jalannya pembangunan dapat terlaksana sesuai dengan program yang telah diterapkan oleh pemerintah daerah.

  Pajak daerah sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) memegang peranan penting dalam rangka membiayai urusan rumah tangga daerah, baik dalam pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintah maupun tugas pembangunan. Dapat dikatakan penting karena tanpa pajak daerah maka otonomi daerah tidak dapat terselenggara secara nyata dan bertanggung jawab. Oleh karena itu sudah sewajarnya pemerintah daerah secara terus-menerus mengadakan pemikiran untuk meningkatkan pendapatan asli daerah terutama dari sektor pajak Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah, pajak daerah terbagi dua, yaitu

  1. Pajak Provinsi.

  2. Pajak kabupaten kota.

  Didalam Undang-undang No. 34 Tahun 2000, pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwasanya jenis pajak provinsi terdiri dari : a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air

  b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air

  c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

  d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

  Diantara sumber pendapatan asli daerah yang berasal dari sektor pajak daerah yang cukup penting dan potensial adalah Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) karena banyak menunjang pembiayaan daerah.

  Pengelolaan pemungutan dan pengurusan pajak kendaraan bermotor dilakukan pada satu kantor yang melibatkan beberapa unsur yang terkait didalam pengelolaannya. Pemungutan pajak kenderaan bermotor yang dilaksanakan pada satu kantor ini dikenal dengan istilah SAMSAT (sistem administrasi manunggal satu atap), dimana didalamnya terdapat kerjasama antara pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) yang mampunyai fungsi dan kewenangan dibidang registrasi dan identifikasi kenderaan bermotor, Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) dibidang pemungutan pajak kendaraan Raharja (Persero) yang berwenang dibidang penyampaian sumbangan wajib dana

  1 kecelakaan lalu lintas jalan (SWDKLLJ).

  Sebelum dilakukan Sistem Administrasi Manuggal Satu Atap (SAMSAT) kegiatan pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dilakukan tersebut dilakukan tersendiri dikantor dinas pendapatan daerah provinsi dan cabang- cabang dinas, begitu juga dengan penyelesaian Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan pembayaran Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu lintas (SWDKLLJ) ditempat yang berbeda pula, sehingga hal ini tidak memberikan pelayaan yang baik bagi pemilik kendaraan bermotor, karena akan memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit jumlahnya.

  Keadaan seperti diatas dapat menjadi penghambat dalam usaha memberikan pelayanan kepada pemilik kendaraan bermotor, dan juga dapat menyebabkan masyarakat menjadi malas untuk mengurus pajak kendaraan bermotor dan menjadi penghambat dalam usaha meningkatkan penerimaan dari sekor PKB, BBN-KB, dan SWDKLLJ karena tidak adanya keseragaman baik dalam hal pengurusan, administrasi, maupun besarnya tarif dalam proses pengurusannya.

  Salah satu tujuan pembentukan kantor bersama SAMSAT ini adalah untuk memudahkan pelaksanaan pemungutan pajak kendaraan bermotor (PKB) serta untuk memberikan kemudahan pelayanan kepada masyarakat dalam hal pengurusan registrasi kendaraan bermotor, pembayaran pajak, dan SWDKLLJ. 1                                                               http://getskripsi.com/2008/12/11/kinerja-samsat-dalam-meningkatkanpelayananpublik studi-

  kasus-/  

  Tugas pihak kepolisian adalah sebagai penyedia permohonan dan pendaftaran sesuai dengan permintaan pemohon, memberikan penerangan mengenai kelengkapan persyaratan pendaftaran, membukukan semua formulir yang diterima, dikeluarkan dan sisanya setiap hari, mencatat nomor formulirdan kendaraan atau nama pemilik pada buku register formulir, memberi tanda atau paraf pada formulir permohonan untuk setiap permohonan yang telah memenuhi persyaratan, menerima kembali formulir yang rusak untuk diganti dengan yang baru, menerima pembayaran PNKB.

  Tugas Dispenda adalah meneliti berkas yang diterima dari petugas kepolisian dan membubuhkan paraf atas kelengkapan persyaratan, meneruskan bekas kepada petugas kepolisian bagian registrasi dan permohonan, memberitahukan kepada petugas Kepolisian dan PT. Asuransi jasa raharja apabila ditemukan kekeliruan atau kekurangan persyaratan administrasi yang diperlukan.

  Tugas PT. Asuransi Jasa Raharja adalah menerima dan meneliti berkas yang diterima dari petugas Dispenda, menetapkan SWDKLLJ dan dendanya yang harusdibayar oleh pemohon, membuktikan penetapan SWDKLLJ, dan meneruskan berkas tersebut kepada sub kelompok kerja pengetikan.

  Kantor SAMSAT sebagai organisasi pelaksana tugas membuat atau merancang konsepsi-konsepsi untuk memberdayakan segala kemapuan agar dapat melaksanakan tugas pengutipan pajak kendaraan bermotor secara efektif, dimana persyaratannya adalah keahlian aparatur, seperti kemampuan mengidentifikasi dan mengelompokkan pekerjaan, menyiapkan personalia untuk menangani pelaksanaan tugas-tugas, mengetahui wewenang dan tanggung jawab, serta menyusun mekanisme koordinasi kepada antar unit kegiatan.

  2 Dari 30 UPT SAMSAT yang ada di Sumatera Utara yang menjadi lokasi

3 Samosir memilik 16 kecamatan , dimana tujuh sari 16 kecamatan ini jauh dari

  ibukota kabupaten. Berdasarkan pengamatan peneliti tingkat pertumbuhan pengguna kendaraan di Kabupaten Toba Samosir ini meningkat dimana pada tahun 2010 jumlah kendaraan bermotor (masih ikut Kab. Samosir) sebanyak 17.487 unit dan pada tahun 2011 jumlah kndaraan bermotor (kab.Samosir sudah

  4

  pisah) berjumlah 16.647. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, dalam pelaksanaan pengurusan pajak kendaraan bermotor di kantor bersama SAMSAT Balige masih terdapat beberapa kekurangan yakni mengenai prosedur antar loket yang terkadang memakan waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan masih kurang efesien dalam hal waktu. Masih tidak mulusnya koordinasi tiga lembaga di dalam kantor bersama SAMSAT ini, sehingga memunculkan kesalahpahaman. Masih kurangnya sarana prasarana yang memadai di kantor tersebut. Selain itu masih kurangnya sumberdaya manusia untuk melayani masyrakat dengan begitu tingginya laju pertumbuhan kendaraan bermotor di Kab. Toba Samosir, dimana masih terdapatnya tenaga honorer yang berjumlah 12 orang di dispenda. Masalah juga terdapat dimasyarakat yakni masih kurangnya informasi mengenai prosedur dan mekanisme pembayaran PKB/ BBN- KB kendaraan yang dimiliki. Selain itu juga masyarakat masih kurang sadar akan pembayaran PKB/ BBN-KB tepat pada waktunya. 2                                                               Sekilas info Dinas Pendapatan Daerah Sumatera Utara dan Pergub Sumatera Utara No.44 tahun 3 2010 4  Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kab. Toba Samosir 2010 Tata Usaha Dispenda Provsu UPT BALIGE

  Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan mengungkapkannya dalam bentuk skripsi dengan judul : “ Implementasi Kebijakan Sistem Administrasi Manunggal Satu

  Atap (SAMSAT) pada Kantor Bersama SAMSAT Balige”

  I.2 Fokus Masalah dan Perumusan Masalah

  Fokus masalah dari penelitian ini adalah mengenai implementasi kebijakan pelayanan SAMSAT dalam pengurusan Surat Pajak Kendaraan Bermotor (SPKB).

  Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan , maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Implementasi kebijkan sistem adminitrasi manunggal satu atap pada kantor bersama SAMSAT Balige?”

  I.3 Tujuan Penelitian

  Setiap penelitian yang dilakukan tentunya memiliki tujuan yang hendak dicapai. Adapun tujuan yang hendak dicapai penulis dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis implementasi kebijakan sistem administrasi manunggal satu atap di kantor bersama Balige.

I.4 Manfaat Penelitian

  Manfaat yang diharapkan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah: a. Manfaat Ilmiah

  Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan ilmiah dan informasi tambahan bagi dunia pendidikan.

  b.

  Manfaat Institusi

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan kepada kebijakan sistem administrasi manunggal satu atap.

  c.

  Manfaat Praktis Penelitian ini sangat bermanfaat bagi peneliti dalam hal mengaplikasikan ilmu.

  I.5 Kerangka Teori

  Kerangka teori merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubuingan dengan berbagai faktor yang telah didefenisikan sebagai masalah yang penting. Teori adalah konsep konsep dan generalisasi hasil penelitian yang

  5 dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk pelaksanaan penelitian.

  Sebagai titik tolak atau landasan berpikir untuk memecahkan masalah, perlu adanya pedoman teoritis yang membantu. Untuk itu perlu disusun suatu kerangka teori yang memuat pokok pokok pikiran yang menggambarkan dari

  6 sudut mana masalah tersebut disoroti.

  Berdasarkan uraian diatas maka, peneliti mengemukakan beberapa teori, pendapat ataupun gagasan yang akan dijadikan titik tolak landasan berpikir dalam penelitian ini.

  I.5.1 Kebijakan Pubik

  Pada dasarnya terdapat banyak batasan dan defenisi mengenai apa yang dimaksud dengan kebijakan public (public policy). Masing masing defenisi 5                                                              6 Sugyono, 2005. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, hlm 52 Hadari Nawawi. 1992. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Gajah Mada University

  Press, hlm 149 tersebut member penekanan yang berbeda beda. Perbedaan itu timbul karena Menurut Thomas Dye menyebutkan kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (whatever government chose to do

  or not to do). Sementara itu, istilah public dalam rangkaian kata public policy

  mengandung tiga konotasi : pemerintah, masyarakat dan umum. Ini dapat dilihat dalam subjek, objek, dan lingkungan dari kebijakan. Dalam dimensi subjek, kebijakan public dari pemerintah. Kebijakan dari pemerintah yang dianggap kebijakan yang resmi dan dengan demikian mempunyai kewenangan yang dapat memaksa masyarakat untuk mematuhinya. Dalam dimensi lingkungan yang

  7 dikenai kebijakan, pengertian public disini adalah masyarakat.

  Menurut Chandler dan Plano dalam Tangkilisan, berpendapat bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya- sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah masalah publik atau pemerintah. Dalam kenyataannya kebijakan tersebut telah banyak membantu para pelaksana pada tingkat birokrasi pemerintah maupun paea politis untuk memecahkan masalah masalah publik. Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan public merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukakn secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas.

  Sedangkan menurut Woll, kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung 7                                                              Said Abidin Zainal. 2002. Kebijakan Publik edisi Revisi. Jakarta. Yayasan Pancur Siwah, hlm 20 maupun melalui lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyrakat. Dalam

  8

  tindakan pemerintah yaitu : a.

  Adanya pilihan kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh poitisi, pegawai pemerintah atau yang lainnya yang bertujuan menggunakan kekuatan politik untuk mempengaruhi kehidupan masyrakat.

  b.

  Adanya output kebijakan, dimana kebijakan yang diterapkan pada level ini menuntut pemerintah untuk melakukan pengaturan, penganggaran, pembentukan personil dan membuat regulasi dalam bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan masyrakat.

  c.

  Adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan kebijkan yang mempengaruhi kehidupan masyrakat.

  James Anderson mengemukakan beberapa ciri dari kebijakan, seperti

  berikut: a.

  Public policy is purposive, goal- oriented behavior rather than random or chance behavior. Setiap kebijakan harus ada tujuannya.

  Artinya, pembuatan suatu kebijakan tidak boleh sekedar asal buat saja atau karena kebetulan ada kesempatan membuatnya. Bila tidak ada tujuan, tidak perlu ada tujuan.

  b.

  Public policy consists of course of action rather than separate discrete decision or actions performed by government officials. 8                                                              Hessel Nogi Tangkilisan. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta : YPAPI, hlm 2

  Maksudnya, suatu kebijakan tidak berdiri sendiri, terpisah dari masyarakat, dan berorientasi pada pelaksanaan, interpretasi dan penegakan hokum.

  c.

  Policy is what government do not what they say will do or what

  they intend to do. Kebijakan adalah apa yang dilakukan pemerintah, bukan apa yang diinginkan pemerintah.

  d.

  Public policy may be either negative or positive. Kebijakan dapat berbentuk negative atau melarang dan juga dapat berupa pengarahan untuk melaksanakan atau menganjurkan.

  e.

  Public policy is based on law and is authoritative. Kebijakan didasarkan pada hokum, karena memiliki kewenangan untuk memaksa masyrakat untuk mematuhinya.

A. Tahapan Kebijakan Publik

  Proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu bebrapa ahli politik menaruh minat untuk mengkaji kebijakan public membagi proses- proses penyusunan kebijakan public ke dalam beberapa tahap. Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan dalam mengkaji kebijakan publik. Berikut tahapan

  9

  kebijkan public :

  Penyusunan  Agenda 

↓ 

→Formulasi Kebijakan  

                                                               9

→Adopsi Kebijakan →Implementasi Kebijakan →Evaluasi Kebijakan  Budi Winarno. 2002. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Jakarta : Bumi Aksara, hlm 28 a.

  Tahapan penyusunan agenda Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Apada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali dan beberapa yang lain pembahasan untuk masalah tersebut ditunda untuk waktu yang lama.

  b.

  Tahap formulasi kebijakan Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah- masalah tadi didefenisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternative atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk kedalam agenda kebijakan, dalam tahapan perumusan kebijakan masing masing alternative bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.

  c.

  Tahap adopsi kebijakan Dari sekian banyak alternative kebijakan yang ditawarkan oleh para perumusan kebijakan, pada akhirnya salah satu alternative kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislative, consensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan. d.

  Tahap implementasi kebijakan Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program kebijakan yang telah diambil sebagai alternative pemecah masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan- badan administrasi maupun agen- agen pemerintah ditingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit- unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya financial dan manusia. Pada tahap implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.

  e.

  Evaluasi kebijakan Pada tahap ini kebijakan yan telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalh. Kebijkan public pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini, memperbaiki masalah yang dihadapi masyrakat. Oleh karena itu, ditentukan ukuran- ukuran atau criteria yang mebjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan public telah meraih dampak yang diinginkan.

I.5.2 Implementasi Kebijakan Publik

A. Pengertian Implementasi Kebijakan Publik

  10 Menurut Mazmanian dan Sabatier yang dimaksud dengan implementasi

  adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang undang, namun dapat pula berbentuk perintah perintah atau keputusan keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasi masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan / sasran yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk menstrukturkan/ mengatur proses implementasinya. Proses ini berlangsung setelah melalui sejunlah tahapan tertentu, biasanya diawali dengan tahapan pengesahan undang undang, kemudian output kebijaksanaan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan (instansi) pelaksanaan, kesedian dilaksanakan keputusan tersebut oleh kelompok sasaran, dampak nyata, baik yang dikehendaki atau yang tidak, dari out put tersebut, dampak keputusan sebagai dipersepsikan oleh badan badan yang mengambil keputusan dan akhirnya perbaikan perbaikan penting (atau upaya untuk melakukan perbaikan perbaikan ) terhadap undang- undang/ peraturan yang bersangkutan.

  Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi keputusan

  11

  menurut Tangkilisan adalah : a.

  Penafsiran, yaitu : merupakan yang menerjemahkan makna program ke dalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan 10                                                              Solichib A. Wahab. 2004. Analisa Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara 11 Edisi Kedua. Jakarta : Bumi Aksara, hlm 64

  Hessel Nogi Tangkilisan. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta : YPAPI, hlm 18 b.

  Organisasi, yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan c.

  Penerapan, yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah dan lain- lainnya.

12 Meter dan Horn (1975) , mendefenisikan implementasi kebijakan sebagai

  tindakan yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta baik secara individu maupun kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan sebagaimana yang dirumuskan didalam kebijakan.

  Maka berikut ini adalah pengertian tentang implementasi kebijakan yang sangat sederhana, yakni: “Implementasi kebijakan dapat dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijaksanaan, biasanya dalam bentuk Undang- undang,

  Peraturan Pemerintah, Keputusan Peradilan, Perintah Eksekutif atau Instruksi

13 Presiden.

  Menurut Wibawa, Implementasi kebijakan merupakan pengejahwartakan keputusan mengenai kebijakan yang mendasar, biasanya tertuang dalam undang undang namun juga dapat berbentuk instruksi instruksi eksekutif yang penting atau keputusan keputusan perundangan. Idealnya keputusan keputusan tersebut menjelaskan masalah masalah yang hendak ditangani, menentukan tujuan yang hendak dicapai dan dalam berbagai cara menggambarkan struktur proses implementasi tersebut. Tujuan implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan 12                                                              13 Samodra Wibawa. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hlm 15 Nyimas Dwi Koryati, Wisnu Hidayat, Hessel Nogi S. Tangkilisan. 2004. Kebijakan dan

  Manajemen Pembangunan Wilayah. Yogyakarta: YPAPI, hlm 9 arah agar tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan

  14

15 Menurut Subarsono implemntasi dari suatu program melibatkan upaya

  upaya policy makers untuk mempengaruhi perilaku birokrasi pelaksana agar bersedia membrikan pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran. Menurut

16 Patton dan Sawicki dalam Tangkilisan , bahwa implementasi berkaitan dengan

  berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program dimana posisi ini badan badan eksekutif mengatur cara mengoganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi sehingga mampu mengatur secara efektif dan efisien sumber daya, unit unit dan teknik yang dapat mendukung pelaksana program, serta melakukan interpretasi terhadap perencanaan yang telah dibuat.

  Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa implemntasi kebijakan adalah suatu proses yang dinamis yang melibatkan upaya pembuat kebijakan untuk mempengaruhi perilaku pelaksanaan kebijakan, dimana pelaksana kebijakan melakukan aktifitas atau kegiatan sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri. Jadi, tahapan implementasi merupakan peristiwa yang berhubungan dengan apa yang terjadi setelah suatu perundang undangan atau kebijakan ditetapkan dengan memberikan otoritas pada suatu kebijakan dengan membentuk output yang jelas dan dapat diukur. Dengan demikian, tugas implementasi 14                                                              15 Samodra Wibawa. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada  A. G Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta :

  Pustaka Pelajar, hlm 87 16   H essel Nogi Tangkilisan. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta : YPAPI, hlm :9   kebijakan sebagai suatu penghubung yang memungkinkan tujuan tujuan kebijakan

B. Model- model Implementasi Kebijakan

  Implementasi merupakan suatu proses mengubah gagasan atau program menjadi tindakan dan bagaimana kemungkinan cara menjalankan perubahan tersebut. Untuk menganalisis bagaimana proses implementasi kebijakan itu berlangsung secara efektif, maka dapat dilihat dari berbagai model implementasi kebijakan.

  Sekalipun banyak dikembangkan model model yang membahas tentang implementasi kebijakan, namun dalam hal ini hanya akan menguraikan beberapa model implementasi kebijakan yang relative baru dan banyak mempengaruhi berbagai pemikiran maupun tulisan para ahli.

  Berikut beberapa model implementasi kebijakan dari berbagai ahli :

a. Model yang dikembangkan oleh Van Meter dan Van Horn, yang disebut sebagai model proses implementasi kebijakan

  Menurut Meter dan Horn ada enam variable yang mempengaruhi kinerja

  17

  implementasi , yakni : 1.

  Standar dan sasaran kebijakan Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terstruktur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi 17                                                             

  A. G Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hlm 99 multiinterprestasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen 2.

  Sumberdaya Kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik sumberdaya manusia (human

resources) maupun sumberdaya non-manusia (non-human resource).

  Dalam berbagai kasus Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) untuk kelompok miskin di pedesaan kurang berhasil karena keterbatasan kualitas aparat pelaksanaan.

  3. Hubungan antar Organisasi Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.

  4. Karakteristik agen pelaksana Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrsi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program.

  5. Kondisi sosial, politik dan ekonomi Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauh mana kelompok- kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan; dan apakah elite 6.

  Disposisi Implementor Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni :

  a) respons implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan; b) kognisi, yaitu pemahamannya terhadap kebijakan; dan

  c) intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.

  Gambar II.1. Model Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn Komunikasi antarorganisasi dan kegiatan pelaksanaan Ukuran dan tujuan organisasi

  Kinerja Implementasi Karakteristik badan pelaksana Disposisi pelaksana Sumber daya

  Lingkungan ekonomi dan politik Sumber :Subarsono (2005 : 99)

  18 b. Model Edward

  implementasi kebijakan publik : 1)

  Komunikasi Secara umum Edwards membahas tiga hal penting dalam proses komunikasi kebijakan, yakni: a.

  Transmisi Sebelum pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan, ia harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksananya telah dikeluarkan. Hal ini tidak selalu merupakan proses yang langsung sebagaimana tampaknya. Banyak sekali ditemukana keputusan- keputusan diabaikan atau seringkali terjadi kesalahpahaman terhadap keputusan yang dikeluarkan.

  Ada beberapa hambatan yang timbul dalam mentransmisikan perintah- perintah implementasi. Pertama, pertentangan pendapat pelaksana dengan pemerintah yang dikeluarkan oleh pengambil kebijakan. Hal ini terjadi karena para pelaksana menggunakan keleluasaannya yang tidak dapat mereka elakkan dalam melaksanakan keputusan-keputusan dan perintah-perintah umum. Kedua, informasi melewati berlapis-lapis hirarki. Ketiga, persepsi yang efektif dan ketidakmauan para pelaksana untuk mengetahui persyaratan-persyaratan suatu kebijakan. b.Konsistensi Jika implementasi ingin berlangsung efektif, maka perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas. Walaupun perintah tersebut mempunyai unsurkejelasan, 18                                                             

  A. G Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hlm 90 tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah akan memudahkan para c.

  Kejelasan Edwards mengidentifikasikan enam faktor terjadinya ketidakjelasan komunikasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut adalah kompleksitas kebijakan, keinginan untuk tidak menganggu kelompok-kelompok masyarakat, kurangnya konsensus mengenai tujuan kebijakan, masalah-masalah dalam memulai suatu kebijakan baru, menghindari pertanggungjawaban kebijakan, dan sifat pembuatan kebijakan pengadilan.

  2) Sumber Daya

  Sumber daya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif, tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal dikertas menjadi dokumen saja.

  Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor, informasi, fasilitas dan sumber daya finansial.

  3) Disposisi (kecendrungan atau tingkah laku)

  Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi dengan baik, maka dia akan dapat menjalankan kabijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memilki sifat atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi efektif.

  4) Struktur Birokrasi

  Struktur birokrasi yang mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang penting dari organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operting procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementasi dalam bertindak.

  Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasaan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks, ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

Gambar 1.2 Model Teori George Edward III

  Komunikasi Sumberdaya

  Implementasi Disposisi

  Struktur Organisasi

  Sumber Subarsono (2005 : 90)

C. Model Implementasi Kebijakan Yang Digunakan

  Dalam penelitian ini penulis memilih menggunakan model teori 1.

  Komunikasi Persyaratan utama bagi implementasi kebijakan adalah bahwa mereka yang harus mengimplementasikan suatu keputusan harus tahu apa yang mereka harus kerjakan. Keputusan kebijakan dan peraturan implementasi mesti ditransmisikan kepada personalia yang tepat sebelum bisa diikuti.

  Secara alami, komunikasi ini membutuhkan keakuratan dan komunikasi mesti secara akurat pula diterima oleh para implementor. Aspek lain dari komunikasi adalah konsistensinya, keputusan kontradiksi mengacaukan dan membuat frustasi staf administrative dan memaksa kemampuannya untuk mengimplementasikan kebijakan secara efektif. Petunjuk implementasi juga harus jelas. Seringkali perintah yang disampaikan kepada para implementor janggal dan tidak merincikan kapan dan bagaimana sebuah program dilakukan, hal ini dapat menimbulkan hal yang bertentangan dengan undang-undang.

2. Sumberdaya

  Sumber daya adalah kritis bagi implementasi kebijakan yang efektif. tanpa adanya sumberdaya, kebijakan yang ada diatas kertas bukan merupakan kebijakan dalam praktek dan penyimpangan pun tetrjadi. Keterampilan sebagaimana juga jumlahnya adalah sebuah karakteristik penting dari staf untuk implementasi kebijakan. Kurangnya bangunan, perlengkapan dan persediaan yang esensial serta batasan anggaran bisa menunda implementasi kebijakan didalam sumberdaya lain yang telah diuji. Hal ini pada gilirannya membatasi kualitas pelayanan dimana para 3.

  Disposisi Disposisi atau sikap dari implementor adalah faktor kritis ketiga di dalam pendekatan terhadap studi impelemtasi kebijakan public. Jika impelemtasi adalah untuk melanjutkan secara efektif, bukan saja mesti para implementor tahu apa yang harus dikerjakan dan memiliki kapasitas untuk melakukannya, melainkan mereka juga mesti berkehendak untuk melakukan suatu kebijakan.

4. Struktur Birokrasi

  Bahkan jika sumberdaya yang cukup untuk mengimplentasikan sebuah kebijakan itu ada dan para impelen tor tahu apa yang harus dikerjakan dan ingin mengerjakannya, implementasi mungkin masih dicegah karena kekurangan dalam struktur organisasi. Fragmentasi organisasional mungkin merintangi koordinasi yang perlu untuk mengimplementasikan dengan sukses sebuah kebijakan kompleks yang mensyaratkan kerjasama banyak orang, dan mungkin juga memboroskan sumberdaya langka. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP).

  Sumberdaya Implementasi Disposisi Struktur Birokrasi

I.5.3 Pelayanan Publik

A. Pengertian Pelayanan Publik

  Berdasarkan Undang-undang No. 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik, menyebutkan yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

  Secara sederhana pelayanan berarti melayani suatu jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat disegala bidang. Menurut KEPMENPAN 81/93, pelayanan adalah suatu bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah baik pusat, di daerah, BUMN dan BUMD dalam bentuk barang maupun jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai dengan

19 Menurut Ratminto , pelayanan publik adalah segala bentuk pelayanan,

  baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan

  20

  peraturan perundang-undangan. Sementara menurut Kurniawan , pelayanan publik adalah pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang ditetapkan.

  Pelayanan merupakan usaha apa saja yang mempertinggi kepuasaan pelanggan dalam hal ini adalah masyarakat. Selain itu, membangun kesan yang dapat memberikan citra positif dimata pelanggan karena jasa pelayanan yang diberikan dengan biaya yang terkendali/ terjangkau bagi pelanggan (masyarakat) yang membuat pelanggan terdorong/termotivasi untuk bekerja sama/berperan aktif dalam pelaksanaan pelayanan yang baik.

  Tujuan dari pelayanan publik adalah memuaskan dan atau sesuai dengan keinginan masyarakat/pelanggan. Pada umumnya, untuk mencapai hal ini diperlukan kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Kualitas/mutu pelayanan adalah kesesuaian antara harapan dan keinginan dengan kenyataan. 19                                                              Ratminto dan Atik S. Winarsih. 2005. Manajemen Pelayanan (Pengembangan Model

  Konseptual Penerapan Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan Minimal). Yogyakrta : Pustaka 20 Belajar, hlm 5 Agung Kurniawan.2005. Transformasi Pelayanan Publik. Jakarta : Pembaruan, hlm 4

  Hakekat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada

  21

  abdi masyarakat. Asas pelayanan Publik adalah : a.

  Transparan Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.

  b.

  Akuntabilitas Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  c.

  Kondisonal.

  Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas.

  d.

  Partisipatif.

  Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

  e.

  Kesamaan Hak.

  Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama gender dan status ekonomi.

  f.

  Keseimbangan Hak dan Kewajiban Pemberian dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak. 21                                                              Riawan Tjandra. 2005. Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Daerah dalam Pelayanan Publlik.

  Yogyakrata : Pembaruan, hlm 11

  Pelayanan juga dapat diberi makna dalam kata respek. Respek dalam orang lain. Dengan demikian, maka dalam menyajikan pelayanan hendaknya menambahkan sesuatu yang tidak dapat dinilai dengan uang, dan itu adalah ketulusan dan integritas.

  Kualitas pelayanan berhasil dibangun apabila pelayanan yang diberikan kepada pelanggan mendapatkan pengakuan dari pihak-pihak yang dilayani.

  Pengakuan ini bukan dari aparatur tetapi dari customer/pelanggan dan dalam hal ini adalah masyarakat.

  Sementara itu, masyarakat sebagai pengguna jasa mempunyai hak hak (pasal 18 UU no.25/ 2009 tentang Pelayanan Publik), yakni: a.

  Mengetahui kebenaran isi standar pelayanan b. Mengawasi pelaksanaan standar pelayanan c. Mendapat tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan d. Mendapat advokasi, perlindungan dan/ atau pemenuhan pelayanan e.

  Memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara untuk memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan f. Memberitahukan kepada pelaksana untuk memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan.

  g.

  Mengadukan pelaksanaan yang melakukan peyimpangan standar pelayanan dan/ atau tidak memperbaiki pelayanan kepada penyelenggara dan ombudsman h.

  Mengadukan pelaksanaan yang melakukan peyimpangan kepada Pembina penyelenggara dan ombudsman. i.

  Mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan pelayanan.

  Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pelayanan publik adalah keseluruhan pelayanan yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah kepada publik didalam suatu oraganisasi atau instansi untuk memenuhi kebutuhan penerima layanan publik/ masyarakat itu merasakan kepuasan. Atau pada hakekatnya pelayanan publik merupakan pemberian layanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.

B. Bentuk Bentuk Pelayanan Publik

  Pemerintah melalui lembaga dan segenap aparaturnya bertugas menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat. Adapun kegiatan yang dilakukan oleh aparat pemerintah terdiri dari berbagai macam bentuk.

  22 Menurut Moenir bentuk pelayanan ada tiga macam, yaitu : 1.

Dokumen yang terkait

Pelaksanaan Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor Di Kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) Medan Utara

4 52 77

Pelaksanaan Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor di Kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) Medan Utara

0 43 65

Implementasi Kebijakan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) (Studi pada Kantor SAMSAT UPT Balige)

0 85 194

Implementasi Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap Dalam Pengurusan Pajak Kendaraan Bermotor (Studi Pada Kantor SAMSAT UPT Rantauprapat)

3 71 128

Mekanisme Penetapan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) pada Kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) Pematangsiantar

10 99 68

Mekanisme Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Pada Kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) Medan Utara

3 73 57

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) - Tata Cara Penghapusan Denda Piutang Pajak Kendaraan Bermotor Yang Kadaluarsa Pada Kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) Medan Selatan

0 0 10

BAB I PENDAHULUAN - Prosedur Pelaksanaan Pemungutan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) di Kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) Medan Utara

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (Pkb) Pada Kantor Bersama Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Medan Utara

0 0 8

BAB II METODE PENELITIAN II.1. Bentuk Penelitian - Implementasi Kebijakan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) (Studi pada Kantor SAMSAT UPT Balige)

0 0 72