dan reliabilitas pengukuran Kemiskinan (2)

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kemiskinan yang mencolok masih banyak ditemukan di negara-negara berkembang,
meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan yang signifikan selama lebih dari separuh abad
terakhir. Lebih dari 1,2 miliar orang hanya berpenghasilam kurang dari $2 per hari. Orangorang miskin sering menderita kekurangan gizi dan tingkat kesehatan yang buruk, sedikit
melek huruf ataubuta huruf sama sekali, hidup di lingkangan yang buruk, kurang terwakili
secara politis, da berusaha memperoleh penghasilan yang minim do sebuah pertanian kecil
dan marjinal atau di daerah kumuh.
Pembangunan memerlukan pertumbuhan GNI yang lebih tinggi dan pertumbuhan
yang cepat. Namun masalah dasarnya bukan hanya bagaimana menumbuhkan GNI, tetapi
siapakah yang menumbuhkan GNI, sejumlah besar masyarakat yang ada dalam sebuah
negara ataukah hanya segelintir orang didalamnya. Jika yang menumbuhkannyahanylah
orang-orang kaya yang berjumlah sedikit, maka manfaat pertumbuhan GNI itu hanya akan
dinikmati oleh mereka saja, sehingga kemiskinan dan ketimpangan pendapatan pun akan
semakin parah.
Namun jika pertumbuhan dihasilkan oleh orang banyak,mereka pulalah yang akan
memperoleh manfaat terbesarnya, dan buah pertumbuhan ekonomi akan terbagi secara lebih
merata. Oleh karena itu, banyak negara berkembang yang dalam sejarahnya menikmati
tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi yang menemukan bahwa pertumbuhan semacam itu
kurang memberikan manfaat kepada kaum miskin.

Meskipun fokus utama adalahkemiskinan ekonomi dan distribusi pendapatan, hal
tersebut hanyalah bagian kecil dari masalah ketimpangan yang sebenarnya lebih luas di
negara berkembang. Hal yang sama pentingnya atau bahkan lebih penting daripada
ketimpangan pendapatan adalah ketimpangan kekuasaan, prestise, status, gender, kepuasan
kerja, kondisi kerja, derajat partisipasi, kebebasan memilih dan berbagai dimensi lain dari
masalah tersebut yang berkaitan dengan komponen makna pembangunan yang kedua dan
ketiga, yaitu harga diri dan kebebasan untuk memilih.

1

Namun seperti kebanyakan hubungan kausal dalam bidang sosial, kita tidak dapat
memisahkan manifestasi ketimpangan yang berdimensi ekonomi dengan aspek di luar
ekonominya. Yang satu memperkuat yang lain dalamhubungan sebab akibat yang kompleks
dan saling terkait.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam perkara ini adalah sebagai berikut:
a. Seberapa besarkah ketimpangan distribusi

pendapatan di


negara-negara

berkembang, dan bagaimana kaitannya dengan kemiskinan ?
b. Kebijakan seperti apakah yang diperlukan untuk mengurangi besaran dan cakupan
kemiskinan?
c. Bagaimana solusi untuk mengurangi besaran dan cakupan kemiskinan di negara
berkembang?
d. Bagaimana data yang akurat dari badan resmi yang mengukur kemiskinan di
negara berkembang seperti Indonesia?

C. TUJUAN
a. Menjelaskan ketimpangan pendapatan di negara-negara berkembang dan kaitannya
dengan kemiskinan.
b. Menjelaskan kebijakan-kebijakan yang diambil untuk mengurangi kemiskinan di
negara berkembang.
c. Menjelaskan solusi untuk mengurangi kemiskinan di negara berkembang.
d. Mengetahui data yang akurat dari badan resmi yang mengukur kemiskinan di
negara berkembang khususnya Indonesia.


2

BAB II
PEMBAHASAAN
1. Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Negara Berkembang.
a. Distribusi Ukuran Pendapatan atau Distribusi Pendapatan Perseorangan
Ukuran ini merupakan ukuran yang paling sering digunakan oleh para ekonom.
Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah penghasilan yang diterima oleh setiap
individu atau rumah tangga. Seberapa banyak pendapatan yang diterima oleh seseorang, tidak
peduli dari mana sumbernya, entah itu hanya berasal dari gajinya karena bekerja, atau berasal
dari sumber yang lain sepertibunga tabungan, laba, hasil sewa, hadiah, ataupun warisan.
Selain itu, lokasisumber penghasilan (desa atau kota) maupun sektor atau bidang kegiatan
yang menjadi sumber pengasilan ( pertanian, manufaktur, perdagangan, jasa) juga diabaikan.
Jika X dan Y masing-masing menerima pendapatan yang sama,maka kedua orang
tersebut langsung dimasukkan ke dalam satu kelompok atau satu kategori penghasilan yang
sama, tanpa mempersoalkan apakah X memperoleh uangnya dari bukerja seharian selama 15
jam sehari sebagai seorang dokter, sementara Y hanya ongkong-ongkong kaki tetapi terus
mendapatkan bunga dari harta warisan yang didepositikannya.
Oleh karena itu, para ekonom dan ahli statistik cenderung mengurutkan semua
individu tersebut hanya berdasarkan pendapatan yang diterimanya,lantas membagi total

populasi menjadi sejumlah kelompok atau ukuran.
b. Distribusi Fungsional atau Distribusi Pendapatan Fungsional
Ukuran ini berfokus pada bagian dari pendapatan nasional total yang diterima oleh
masing-masing faktor produksi (tanah, tenaga kerja, dan modal). Teori distribusi pendapatan
fungsional ini pada dasarnya mempersoalkan persentase penghasilan tenaga kerja secara
keseluruhan, bukan sebagai unit-unit usaha atau faktor produksi yang terpisah secara
individual, dan membandingkannya dengan persentase pendapatan total yang dibagikan
dalam bentuksewa, bunga, dan laba (masing-masing merupakan perolehan dari tanah, modal
uang, dan modal fisik). Walaupun individu-individu tertentu mungkin saja menerima seluruh
hasil dari segenap sumber daya tersebut, tetapi hal itu bukan merupakan perhatian dari
analisis pendekatan fungsional ini.
Kurva permintaan dan penawaran diasumsikan sebagai sesuatu yang menentukan
harga per unit dari masing-masing faktor produksi. Apabila harga per unit faktor produksi
tersebut dikalikan dengan kuantitas faktor produksi yang digunakan, yang bersumber dari
asumsi utilasi (pendayagunaan) faktor produksi secara efisien (sehingga biayanya berada
3

pada taraf minimum), maka kita bisa menghitung total pembayaran atau pendapatan yang
diterima oleh setiap faktor produksi tersebut. Sebagai contoh, penawaran dan permintaan
terhadap tenaga kerja diasumsikan akan menentukan tingkat upah. Lalu, bila upah ini

dikalikan dengan seluruh tenaga kerja yang tersedia di pasar, maka akan didapat jumlah
keseluruhan pembayaran upah, yang terkadang disebut dengan istilah tersendiri, yaitu total
pengeluaran upah.
c. Kemiskinan Absolut
Cakupan kemiskinan absolut adalah sejumlah penduduk yang tidak mampu
mendapatkan sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Mereka hidup di
bawah tingkat pendapatan riil minimum tertentu atau dibawah garis kemiskinan internasional.
Garis tersebut tidak mengenal tapal batas antarnegara, tidak tergantung pada tingkat
pendapatan per kapita di suatu negara, dan juga memperhitungkan perbedaan tingkat harga
antarnegara dengan mengukur penduduk miskin sebagai orang yang hidup kurang dari US $1
atau US $2 per hari dalam dolar PPP. Kemiskinan absolut dapat dan memang terjadi di New
York seperti juga di Kalkuta, Kairo, Lagos, atau Bogota, walaupun kadarnya jauh lebih
rendah dilihat dalam persentase terhadap jumlah penduduk.
Kemiskinan absolut dapat diukur dengan angka, atau hitungan per kelapa, untuk
mengetahui seberapa banyak orang yang penghasilannya berada di bawah garis kemiskinan
absolut. Garis kemiskinan ditetapkan pada tingkat yang selalu konstan secara riil, sehingga
kita dapat menelusuri kemajuan yang diperoleh dalam menanggulangi kemiskinan pada level
absolut sepanjang waktu. Gagasan yang mendasari penetapan level ini adalah suatu standar
minimum dimana seseorang hidup dalam “kesengsaraan absolut manusia”, yaitu ketika
kesehatan seseorang sangat buruk.

Tentu saja, mendefinisikan “standar kesehatan minimum” yang sebenarnya berbedabeda sepanjang sejarah adalah hal yang mustahil, sebagian karena teknologi berubah-ubah
sepanjang waktu. Misalnya, dewasa ini kita mempunyai paket terapi rehidrasi oral sebesar 15
senyang dapat menyelamatkan hidup seorang anak di Malawi. Namun beberapa tahun yang
lalu, kematian seorang anak karena penyakit diare sudah dianggap bagian dari kehidupan,
sementara pada saat ini hal tersebut dianggap sebagai bencana moral komunitas internasional.
Namun demikian, kita tetap berusaha semaksimal mungkin untuk menetapkan standar
minimum yang masuk akal yang bisa berlaku selama beberapa dekade, sehingga kita dapat

4

mengukur kemajuan yang telah dibuat dengan skala yang (lebih) absolut dan bukan skala
yang (sangat) relatif secara lebih teliti.
Dampak guncangan perekonomian terhadap kemiskinan dapat sangat berbeda,
tergantung pada tingkat dan sumber daya di antara kaum miskin. Sebagai contoh, jika harga
beras naik, petani padi berpendapatan rendah, yang menjual sedikit berasnya ke pasar lokal
dan memiliki pendapatan di bawah, namun tidak terlalu jauh dibawah garis kemiskinan
absolut, akan menemukan bahwa kenaikan harga beras ini meningkatkan pendapatannya
sehingga mereka dapat terangkat keluar dari kemiskinan absolut. Di sisi lain, bagi mereka
yang tanahnya sangat sempit sehingga tidak mampu menjual sebagian berasnya dan orangorang yang merupakan pembeli beras murni di pasar, kenaikan harga ini sangat memperparah
kemiskinan mereka. Karena itu, ukuran kemiskinan yang paling tepat seharusnya juga sensitif

terhadap distribusi pendapatan di antara kaum miskin.
Ketimpangan yang semakin tinggi akan menyebabkan semakin kecilnya bagian
populasi yang memenuhi syarat untuk mendapatkan pinjaman atau sumber kredit yang lain.
Disamping itu, salah satu definisi dari kemiskinan relatif adalah ketiadaan kolateral.
Ketimpangan dapat menyebabkan alokasi aset yang tidak efisien, ketimpangan yang tinggi
dapat menyebabkan penekanan yang terlalu tinggi pada pendidikan tinggi dengan
mengorbankan

kualitas

universal

pendidikan

dasar.

Alasan

kedua


yang

harus

dipertimbangkan adalah disparitas pendapatan yang ekstrim melemahkan stabilitas sosial dan
solidaritas. Lebih celaka lagi kekuatan yang tinggi justru memperkuat kekuatan politis
golongan kaya disamping kekuatan tawar-menawar ekonomi mereka. Akhirnya ketimpangan
yang ekstrim pada umumnya dipandang tidak adil.
d. Pertumbuhan dan Kemiskinan
Ada 5 alasan kenapa kebijakan yangditujukan untuk mengurangi kemiskinan tidak
harus memperlambat laju pertumbuhan.
1.

Kemiskinan yang meluas menciptakan kondisi yang membuat kaum miskin

tidak mempunyai akses untuk pinjaman kredit, tidak mampu membiayai pendidikan anaknya,
dan dengan tidak adanya peluang investasi fisik maupun moneter, mempunyai banyak anak
sebagai sumber keamanan keuangan dimasa tua nanti. Faktor ini secara bersama-sama
menyebabkan pertumbuhan per kapita lebih kecil dari pada jika distribusi pendapatan lebih
merata

5

2.

Akal sehat yang didukung dengan banyaknya data empiris yang baru

menyaksikan fakta bahwa, tidak seperti sejarah pernah dialami oleh negara-negara yang
sekarang sudah maju, kaum kaya di negara-negara miskin sekarang tidak dikenal karena
hematnya atau hasrat mereka untuk menabung dan menginvestasikan bagian yang besar dari
pendapatan mereka dari perekonomian dari negara mereka sendiri
3.

Pendapatan yang rendah dan standar hidup yang buruk dialami oleh golongan

miskin yang tercermin dari kesehatan gizi dan pendidikan yang rendah dapat menurunkan
produktifitas ekonomi mereka dan akibatnya perekonomian tumbuh lambat.
4.

Perningkatan pendapatan golongan


miskin akan mendorong kenaikan

permintaan produk kebutuhan rumah tangga buatan lokal seperti makanan dan pakaian secara
menyeluruh.

Sementara

golongan

kaya

cendrung

membelanjakan

sebagian

besar

pendapatannya untuk barang-barang mewah impor.

5.

Penurunan kemiskinan secara massal dapat menstimulasi ekspansi ekonomi

yang lebih sehat karena merupakan insentif materi dan psikologis yang kuat bagi meluasnya
partisipasi publik di dalam proses pembangunan.
Dapat disimpulkan bahwa [ertumbuhan ekonomi yang cepat dan penanggulangan
kemiskinan bukanlah tujuan yang saling bertentangan. Jurang kemiskinan menyempit seiring
dengan naiknya seluruh pendapatan per kapita seuatu negara. Tentu saja, hubungan yang
dekat antara pertumbuhan ekonomi dengan kemajuan yang terjadi di antara golongan miskin
tidak begitu saja mengindikasikan hubungan sebab akibat. Sebagian dari kemajuan yang
dinikmati golongan miskin dapat saja berasal dari pendapatan, pendidikan, dan kesehatan
yang lebihbaik diantara golongan miskin untuk mempercepat pertumbuhan secara
menyeluruh. Lebih lanjut, pengurangan kemiskinan tanpa pertumbuhan yang tinggi. Namun
apa pun sebabnya, pertumbuhan dan pengurangan kemiskinan merupakan dua tujuan yang
bisa dicapai secara bersamaan.
e. Kemiskinan Dipedesaan.
Salah satu generalisasi yang terbilang paling valid mengenai penduduk miskin adalah
bahwasanya mereka bertempat tinggal di daerah pedesaan. Dengan mata pencarian pokok
dibidang pertanian dan kegiatan-kegiatan yang lainnya yang berhubungan dengan sektor
tradisional, mereka kebanyakan wanita dan anak-anak dan mereka sering terkonsentrasi di
antara kelompok etnis minoritas dan penduduk pribumi. Sebagai contoh, sekitar dua pertiga
6

penduduk miskin di negara-negara berkembang masih menggantungkan hidup mereka pada
pola pertanian yang yang subsisten, baik sebagai petani kecil atau buruh tani yang
berpenghasilan rendah. Selanjutnya sepertiga penduduk miskin lainnya kebanyakan juga
tinggal di pedesaan dan mereka hanya mengandalkan hidupnya dari usaha jasa kecil-kecilan,
dan sebagian lagi bertempat tinggal di daerah-daerah sekitar atau pinggiran kota atau
kampung-kampung kumuh di pusat kota dengan berbagai macam mata pencarian seperti
pedagang asongan, pedagang kaki lima, kuli kasar, atau dagang kecil-kecilan. Secara
keeluruhan, di negara-negara Afrika dan Asia, sekitar 80% kelompok penduduk miskin
bertempat tinggal di daerah-daerah pedesaan, sedangkan di Amerika Latin mencapai sekitar
50%.
Yang menarik, walaupun sebagian besar penduduk dengan kemiskinan absolut tinggal
di pedesaan, bagian terbesar dari pengeluaran sebagian besar pemerintahan negara
berkembang selama seperempat abad terakhir justru lebih tercurah ke daerah-daerah
perkotaan yaitu sektor manufaktur modern dan sektor komersial. Pengeluaran pemerintah
yang berupa investasi langsung ke dalam sektor ekonomi yang produktif dibidang
pendidikan, kesehatan, perumahan, dan pelayanan masyarakat tercurah berat di perkotaan dan
ini merupakan inti masalah pembangunan di pedesaan.
Sebagian besar penduduk miskin tinggal di daerah pedesaan, maka setiap kebijakan
pemerintah yang ditujukan untuk menanggulangi kemiskinan seharusnya sebagian besar
ditujukan ke program-program pembangunan pedesaan pada umumnya dan melalui
pembenahan sektor-sektor pertanian pada khususnya.
f. Kaum Wanita dan Kemiskinan
Mayoritas penduduk miskin di dunia adalah kaum wanita. Jika di bandingkan dengan
standar hidup penduduk termiskin di berbagai negara-negara berkembang, akan terungkap
fakta bahwa hampir disemua tempat, yang paling menderita adalah kaum wanita dan anakanak. Banyak wanita yang menjadi kepala rumah tangga, rendahnya kesempatan dan
kapasitas mereka dalam memiliki pendapatan sendiri, serta terbatasnya kontrol mereka
terhadap penghasilan suami, merupakan sebab-sebab pokok atas terjadinya fenomena yang
sangat memprihatinkan tersebut. Selain itu, kses kaum wanita ternyata juga sangat terbatas
untuk memperoleh kesempatan menikmati pendidikan, pekerjaan yang layak disektor formal,
berbagai tunjangan sosial, dan program-program penciptaan lapangan pekerjaan yang
dilancarkan oleh pemerintah.
7

Potensi wanita dalam membuat pendapatan sendiri jauh lebih rendah daripada potensi
yang dimiliki kaum pria, maka mereka dan keluarga yang diasuhnya merupakan anggota
tetap kelompok masyarakat yang paling miskin. Pada umumnya, para wanita yang ada
dalam rumah tangga yang dikepalai seorang wanita mempunyai tingkat pendidikan dan
pendapatan yang rendah. Disamping bebab berat yang harus ditanggung para wanita tersebut
karena menjadi orang tua tunggal, ukuran keluarga yang semakin besar akan menyebabkan
semakin rendahnya tingkat pembelanjaan pangan per kapita.
Sebagian dari disparitas atau kesenjangan pendapatan antara keluarga-keluarga yang
dikepalai oleh pria dan wanita itu bersumber dari adanya perbedaan pendapatan yang sangat
besar antara pria dan wanita. Selain upah buruh wanita biasanya lebih rendah, mereka juga
sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang berupah tinggi.
g. Etnik Minoritas, Penduduk Pribumi, dan Kemiskinan
Sebagian besar penduduk pribumi sangat miskin dan mengalami malnutrisi, buta
huruf, hidup dalam lingkungan kesehatan yang buruk, serta menganggur. Tingkat kemiskinan
absolut dapat memperlambat prospek pertumbuhan negara.
2. Kebijakan untuk Mengurangi Kemiskinan.
Bidang – bidang intervensi
Kita dapat mengidentifikasi empat bidang luas yang terbuka bagi intervensi kebijakan
pemerintah yang memungkinkan, yang masing – masingnya berkiatan erat dengan keempat
elemen pokok yang merupakan faktor –faktor penentu utama atasbaik atau tidaknya kondisi –
kondisi distribusi pendapatan di negara – negara berkembang.adapun yang keempat elemen
pokok tersebut adalah sebagai tersebut:
1. Mengubah distribusi fungsional – tinkat hasil yang diterima dari faktor- faktorproduksi
tenaga kerja, tanah,dan modal yang sangat di pengaruhi oleh harga dari masing –
masing faktor produksi tersebut, tingkat pendagunaannya, dan bagian atau presentase

8

dari pendapatan nasional yang di peroleh para pemilik masing – masing faktor tersebut.
2. Meratakan distribusi ukuran – distribusi pendapatan fungsional dari suatu
perekonomian yang dinyatakan sebagai distribusi ukuran, yang didasarkan pada
kepemilikan dan penguasaan atas aset produktif serta keterampilan sumber daya
manusia yeng terpusat dan tersebar kesegenap lapisan masyarakat.distribusi
kepemilikan asetdan keterampilan tersebut pada akhirnya akan menentukan merata atau
tidak nya distribusi pendapatan secara perorangan.
3. Meratakan (mengurangi ) distribusi ukuran golongan penduduk berpenghasilan tinggi
melalui pemberlakuan pajak progresif terhadap pendapatan dan kekayaan pribadi
mereka. Paajk tersebut di harapkan dapat meningkatkan penerimaan pemerintah dan
dapat mengubah tingkat pendapatan orang – orang yang semula di tentukan sepenuhnya
oleh kekuatan – kekuatan pasar dan kepemilikan aset, menjadi pendapatan disposabel
( disposable income).
4. Meratakan ( meningkatkan) distribusiukuran golongan penduduk rendah, melalui
pengeluaran publik yang dananya bersumber dari pajak untuk meningkatkan
pendapatan kaum miskin secara langsung atau tidak langsung.segenap kebijakan publik
semacam itu akan meningkatkan pendapatan riil bagi masyarakat miskin di atas tingkat
pendapatn semula yang semata – mata di tentukan oleh mekanisme pasar.
Pilihan – pilihan kebijakan
1. Perbaikan distribusi pendapatan fungsional melalui serangkaian kebijakan yang
khusus di rancang untuk mengubah harga – harga relatif faktor relatif faktor produksi.
2. Perbaikan distribusi ukuran melalaui redistribusi progresif kepemilikan aset – aset.
3. Pengurangan distribusi ukuran golongantas melalui pajak pendapatan dan kekayaan
9

yang progresif.
4. Pembayaran transfer secara langsung dan penyediaan berbagai barang dan jasa publik.

3. Solusi untuk Mengurangi Kemiskinan.
Masalah kemiskinan dianggap sebagai salah satu hal yang menghambat proses
pembangunan sebuah negara. Salah satu negara yang masih dibelit oleh masalah sosial ini
salah satunya adalah indonesia. Angka kemiskinan di tingkat masyarakat masih cukup tinggi.
Meskipun oleh lembaga statistik negara, selalu dinyatakan bahwa setiap tahun angka
kemiskinan cenderung menurun.
Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang di hadapi oleh seluruh pemerintahan
yang ada di dunia ini. Ia di pengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan antara satu
dengan yang lainnya. Faktor tersebut antara lain tingkat pendapatan, pendidikan, kesehatan,
akses barang dan jasa, lokasi geografis, gender dan kondisi lingkungan. Kemiskinan
merupakan kondisi dimana seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dalam
rangka menuju kehidupan yang lebih bermartabat. Oleh karena itu, kemiskinan wajib untuk
ditanggulangi, sebab jika tidak tertanggulangi akan dapat mengganggu pembanguan nasional.

Dalam konteks ini, beberapa upaya yang tengah dilakukan oleh pemerintah Indonesia
adalah dengan menggerakkan sektor real melalui sektor UMKM. Beberapa kebijakan yang
menyangkut sektor ini seperti program KUR (Kredit Usaha Rakyat) dan PNPM (Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat). Upaya strategis yang dapat dilakukan dalam rangka
pemberdayaan UMKM antara lain, pertama, menciptakan iklim yang kondusif bagi
pengembangan UMKM meliputi regulasi dan perlindungan usaha. Kedua menciptakan sistem
penjaminan bagi usaha mikro. Ketiga menyediakan bantuan teknis berupa pendampingan dan
bantuan menejerial. Keempat memperbesar akses perkreditan pada lembaga keuangan.
Dengan empat langkah tersebut, maka sektor UMKM akan lebih bergerak yang pada
akhirnya akan berakibat pada pengurangan angka kemiskinan.
10

Untuk mengatasi masalah kemiskinan, pemerintah memiliki peran yang besar. Namun
dalam kenyataannya, program yang dijalankan oleh pemerintah belum mampu menyentuh
pokok yang menimbulkan masalah kemiskinan ini. Ada beberapa program pemerintah yang
sudah dijalankan dan dimaksudkan sebagai solusi untuk mengatasi masalah kemiskinan ini.
Seperti di antaranya adalah program Bantuan Langsung Tunai yang merupakan kompensasi
yang diberikan usai penghapusan subsidi minyak tanah dan program konversi bahan bakar
gas. Selain itu ada juga pelaksanaan bantuan di bidang kesehatan yaitu jaminan kesehatan
masyarakat atau Jamkesnas. Namun kedua hal tersebut tidak memiliki dampak signifikan
terhadap pengurangan angka kemiskinan. Bahkan beberapa pakar kebijakan negara
menganggap, bahwa hal tersebut sudah seharusnya dilakukan pemerintah. Baik ada atau tidak
ada masalah kemiskinan di indonesia. Negara wajib menyediakan jaminan kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang dasar 1945.
Langkah Mengatasi Masalah Kemiskinan :
Untuk itu kiranya pemerintah perlu membuat ketegasan dan kebijakan yang lebih
membumi dalam rangka menyelesaikan masalah kemiskinan ini. Beberapa langkah yang bisa
dilakukan diantaranya adalah :
1. Menciptakan lapangan kerja yang mampu menyerap banyak tenaga kerja sehingga
mengurangi pengangguran. Karena pengangguran adalah salah satu sumber penyebab
kemiskinan terbesar di indonesia.
2. Menghapuskan korupsi. Sebab korupsi adalah salah satu penyebab layanan
masyarakat tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal inilah yang kemudian menjadikan
masyarakat tidak bisa menikmati hak mereka sebagai warga negara sebagaimana mestinya.

3. Menggalakkan program zakat. Di indonesia, islam adalah agama mayoritas. Dan
dalam islam ajaran zakat diperkenalkan sebagai media untuk menumbuhkan pemerataan
kesejahteraan di antara masyarakat dan mengurangi kesenjangan kaya-miskin. Potensi zakat
di indonesia, ditengarai mencapai angka 1 triliun setiap tahunnya. Dan jika bisa dikelola
dengan baik akan menjadi potensi besar bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat.
4.

Menjaga stabilitas harga bahan kebutuhan pokok. Fokus program ini bertujuan

menjamin daya beli masyarakat miskin/keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan pokok
11

terutama beras dan kebutuhan pokok utama selain beras. Program yang berkaitan dengan
fokus ini seperti :

• Penyediaan cadangan beras pemerintah 1 juta ton
• Stabilisasi/kepastian harga komoditas primer

5. Meningkatkan akses masyarakat miskin kepada pelayanan dasar. Fokus program ini
bertujuan untuk meningkatkan akses penduduk miskin memenuhi kebutuhan pendidikan,
kesehatan, dan prasarana dasar. Beberapa program yang berkaitan dengan fokus ini antara
lain :
• Penyediaan beasiswa bagi siswa miskin pada jenjang pendidikan dasar di Sekolah
Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah
Tsanawiyah (MTs);
• Beasiswa siswa miskin jenjang Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah
Kejuruan/Madrasah Aliyah (SMA/SMK/MA);
• Beasiswa untuk mahasiswa miskin dan beasiswa berprestasi;
• Pelayanan kesehatan rujukan bagi keluarga miskin secara cuma-cuma di kelas III
rumah sakit.
6.

Menyempurnakan dan memperluas cakupan program pembangunan berbasis

masyarakat. Program ini bertujuan untuk meningkatkan sinergi dan optimalisasi
pemberdayaan masyarakat di kawasan perdesaan dan perkotaan serta memperkuat
penyediaan dukungan pengembangan kesempatan berusaha bagi penduduk miskin. Program
yang berkaitan dengan fokus ketiga ini antara lain :
• Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di daerah perdesaan dan
perkotaan
• Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah
• Program Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus
• Penyempurnaan dan pemantapan program pembangunan berbasis masyarakat.
6. Data dari Badan Resmi yang Mengukur Tingkat Kemiskinan di Indonesia
Maret 2014
12

Propinsi

Jumlah Penduduk Miskin (000)
Kota

Desa

Persentase Penduduk Miskin (%)

Kota+Desa

Kota

Desa

Kota+Desa

Aceh

161,94

719,31

881,26

11,76

20,52

18,05

Sumatera Utara

632,20

654,47

1286,67

9,35

9,40

9,38

Sumatera Barat

108,08

271,12

379,20

5,43

8,68

7,41

Riau

166,36

333,52

499,89

6,90

8,92

8,12

97,38

30,42

127,80

6,09

9,86

6,70

Jambi

100,12

163,68

263,80

9,85

7,07

7,92

Sumatera Selatan

367,12

733,71

1100,83

12,93

14,46

13,91

Kepulauan Riau

Bangka Belitung

22,33

49,31

71,64

3,39

7,27

5,36

Bengkulu

104,54

216,41

320,95

18,22

17,14

17,48

Lampung

230,63

912,28

1142,92

11,08

15,41

14,28

DKI Jakarta

393,98

-

393,98

3,92

-

3,92

Jawa Barat

2578,36

1748,71

4327,07

8,47

11,35

9,44

375,69

247,14

622,84

4,73

6,67

5,35

Jawa Tengah

1945,29

2891,17

4836,45

12,68

15,96

14,46

DI Yogyakarta

333,03

211,84

544,87

13,81

17,36

15,00

1535,81

3250,98

4786,79

8,35

16,13

12,42

99,90

85,30

185,20

4,01

5,34

4,53

Nusa Tenggara Barat

370,18

450,64

820,82

18,54

16,31

17,25

Nusa Tenggara Timur

100,34

894,33

994,68

10,23

22,15

19,82

Kalimantan Barat

82,05

319,46

401,51

5,76

9,76

8,54

Kalimantan Tengah

40,78

105,55

146,32

4,98

6,57

6,03

Kalimantan Selatan

62,51

120,37

182,88

3,79

5,33

4,68

Kalimantan Timur

97,89

155,71

253,60

4,01

10,33

6,42

Sulawesi Utara

59,18

149,05

208,23

5,51

11,41

8,75

Gorontalo

25,21

168,96

194,17

6,60

23,10

17,44

Sulawesi Tengah

67,08

325,57

392,65

9,77

15,27

13,93

Sulawesi Selatan

162,49

701,81

864,30

5,22

13,25

10,28

Sulawesi Barat

26,31

127,58

153,89

9,16

13,19

12,27

Sulawesi Tenggara

48,25

294,01

342,26

7,06

16,78

14,05

Maluku

49,83

266,28

316,11

7,80

26,28

19,13

Maluku Utara

12,19

70,45

82,64

3,95

8,56

7,30

Papua

35,37

889,04

924,41

4,47

38,92

30,05

Papua Barat

14,78

214,65

229,43

5,86

36,16

27,13

10507,20

17772,81

28280,01

8,34

14,17

11,25

Banten

Jawa Timur
Bali

Indonesia

September 2013
13

Propinsi

Jumlah Penduduk Miskin (000)
Kota

Desa

Persentase Penduduk Miskin (%)

Kota+Desa

Kota

Desa

Kota+Desa

Aceh

156,80

698,92

855,71

11,55

20,14

17,72

Sumatera Utara

689,21

701,59

1390,80

10,45

10,33

10,39

Sumatera Barat

124,89

255,74

380,63

6,38

8,30

7,56

Riau

162,71

359,82

522,53

6,68

9,55

8,42

95,34

29,68

125,02

5,79

9,21

6,35

Jambi

106,36

175,20

281,57

10,41

7,54

8,42

Sumatera Selatan

375,96

732,25

1108,21

13,28

14,50

14,06

Kepulauan Bangka Belitung

23,07

47,83

70,90

3,47

6,97

5,25

Bengkulu

97,66

222,75

320,41

17,29

17,97

17,75

Lampung

222,75

911,53

1134,28

10,89

15,62

14,39

DKI Jakarta

375,70

-

375,70

3,72

-

3,72

Jawa Barat

2626,16

1756,49

4382,65

8,69

11,42

9,61

414,46

268,25

682,71

5,27

7,22

5,89

Jawa Tengah

1870,73

2834,14

4704,87

12,53

16,05

14,44

DI Yogyakarta

325,53

209,66

535,18

13,73

17,62

15,03

1622,03

3243,79

4865,82

8,90

16,23

12,73

Bali

105,14

81,38

186,53

4,17

5,00

4,49

Nusa Tenggara Barat

364,08

438,37

802,45

18,69

16,22

17,25

Nusa Tenggara Timur

98,05

911,10

1009,15

10,10

22,69

20,24

Kalimantan Barat

77,77

316,40

394,17

5,68

10,07

8,74

Kalimantan Tengah

45,76

99,60

145,36

5,80

6,45

6,23

Kalimantan Selatan

60,97

122,31

183,27

3,75

5,50

4,76

Kalimantan Timur

98,88

157,03

255,91

3,99

10,24

6,38

Sulawesi Utara

65,06

135,10

200,16

6,12

10,46

8,50

Gorontalo

22,84

178,13

200,97

6,00

24,22

18,01

Sulawesi Tengah

64,32

335,78

400,09

9,45

15,89

14,32

Sulawesi Selatan

160,53

696,91

857,45

5,23

13,31

10,32

Sulawesi Barat

24,59

129,61

154,20

8,57

13,31

12,23

Sulawesi Tenggara

36,71

290,00

326,71

5,52

16,92

13,73

Maluku

51,11

271,40

322,51

7,96

26,30

19,27

Maluku Utara

11,06

74,77

85,82

3,56

9,20

7,64

Papua

45,41

1012,57

1057,98

5,22

40,72

31,53

Papua Barat

12,85

221,38

234,23

4,89

36,89

27,14

10634,47

17919,46

28553,93

8,52

14,42

11,47

Kepulauan Riau

Banten

Jawa Timur

Indonesia

Maret 2013
14

Propinsi

Jumlah Penduduk Miskin (000)
Kota

Desa

Persentase Penduduk Miskin (%)

Kota+Desa

Aceh

156,37

684,34

840,70

Sumatera Utara

654,04

685,12

1339,16

Sumatera Barat

119,53

287,94

407,47

Riau

146,30

322,98

469,28

99,67

26,99

126,67

Jambi

100,00

166,15

266,15

Sumatera Selatan

384,77

725,60

1110,37

Kepulauan Bangka Belitung

22,73

46,49

69,22

Bengkulu

91,91

235,44

327,35

Lampung

233,01

930,05

1163,06

DKI Jakarta

354,19

Jawa Barat

2501,00

1796,04

4297,04

363,80

292,45

656,24

Jawa Tengah

1911,21

2821,74

4732,95

DI Yogyakarta

315,47

234,73

550,19

1550,46

3220,80

4771,26

96,35

66,17

162,51

Nusa Tenggara Barat

391,40

439,45

830,84

Nusa Tenggara Timur

113,57

879,99

993,56

Kalimantan Barat

71,75

297,26

369,01

Kalimantan Tengah

33,23

103,72

136,95

Kalimantan Selatan

52,05

129,69

181,74

Kalimantan Timur

90,42

147,54

237,96

Sulawesi Utara

63,81

120,59

184,40

Gorontalo

17,84

174,75

192,58

Sulawesi Tengah

59,79

345,63

405,42

Sulawesi Selatan

147,97

639,69

787,67

Sulawesi Barat

27,14

126,86

154,01

Sulawesi Tenggara

31,72

269,99

301,71

Maluku

48,75

273,09

321,84

9,19

74,25

83,44

51,90
14,21

965,46
210,06

1017,36
224,27

Kepulauan Riau

Banten

Jawa Timur
Bali

Maluku Utara
Papua
Papua Barat

354,19

Kota
11,
59
9,9
8
6,1
7
6,1
5
6,2
3
9,8
9
13,
77
3,4
7
16,
64
11,
59
3,5
5
8,4
4
4,7
6
12,
87
13,
43
8,5
7
3,9
0
20,
28
11,
54
5,3
0
4,3
0
3,2
5
3,7
1
6,0
4
4,7
7
8,9
0
4,8
9
9,1
9
4,9
2
7,9
3
2,9
9
6,1
1
5,6

Desa
1
9,96
1
0,13
9
,39
8
,73
7
,48
7
,27
1
4,50
6
,91
1
9,10
1
6,00
1
1,59
7
,72
1
5,99
1
9,29
1
6,15
4
,04
1
6,32
2
2,13
9
,51
6
,75
5
,88
9
,90
9
,40
2
4,07
1
6,53
1
2,24
1
3,27
1
5,82
2
6,35
9
,22
3
9,92
3

Kota+Desa
17,60
10,06
8,14
7,72
6,46
8,07
14,24
5,21
18,34
14,86
3,55
9,52
5,74
14,56
15,43
12,55
3,95
17,97
20,03
8,24
5,93
4,77
6,06
7,88
17,51
14,67
9,54
12,30
12,83
19,49
7,50
31,13
26,67

15

Indonesia

10325,53

17741,03

28066,55

5
8,3
9

5,64
1
4,32

11,37

BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Masalah kemiskinan dianggap sebagai salah satu hal yang menghambat proses
pembangunan sebuah negara. Salah satu negara yang masih dibelit oleh masalah sosial ini
salah satunya adalah indonesia. Angka kemiskinan di tingkat masyarakat masih cukup tinggi.
Meskipun oleh lembaga statistik negara, selalu dinyatakan bahwa setiap tahun angka
kemiskinan cenderung menurun.
Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang di hadapi oleh seluruh
pemerintahan yang ada di dunia ini. Ia di pengaruhi oleh beberapa faktor yang saling
berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Faktor tersebut antara lain tingkat pendapatan,
pendidikan, kesehatan, akses barang dan jasa, lokasi geografis, gender dan kondisi
16

lingkungan. Kemiskinan merupakan kondisi dimana seseorang tidak dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya dalam rangka menuju kehidupan yang lebih bermartabat. Oleh karena
itu, kemiskinan wajib untuk ditanggulangi, sebab jika tidak tertanggulangi akan dapat
mengganggu pembanguan nasional.

b. Kritik dan Saran
Kritik dan saran sangat penulis harapkan dalam makalah ini, segala kekurangan yang
ada dalam makalah ini mungkin karena kelalaian atau ketidaktahuan penulis dalam
penyusunannya. Segala hal yang tidak relevan, kekurangan dalam pengetikan atau bahkan
ketidakjelasan dalam makalah ini merupakan proses penulis dalam memperlajari bidang
studi ini dan diharapkan bagi pembaca dapat mengambil manfaat dari makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Todaro Micheal P. 1995. Pembangunan Ekonomi Edisi Kesembilan. Erlangga:Jakarta.
Apriyani Sari. 2013. Upaya Pemerintah untuk Mengatasi Kemiskinan di Indonesia. Diakses
tanggal 9 Juni 2013 dalam (http://apriyanis.blogspot.com/2013/04/upaya-pemerintahuntuk-mengatasi.html)

17