spm pusat pendapatan dan pembiayaan.docx
3
BAB g
Pusat-Pusat Pertanggungjawaban:
Pusat Pendapatan dan Pembiayaan
Pada bagian pertama dari bab ini kita akan membahas pengertian pusat pertanggungjawaban secara umum, untuk selanjutnya nanti kita
lanjutkan diskusi kita mengenai pusat pendapatan serta pusat pembiayaan yang merupakan dua macam pusat pertanggungjawaban.
PUSAT-PUSAT PERTANGGUNGJAWABAN
Kita mempergunakan istilah pusat pertanggungjawaban untuk mengartikan setiap unit kerja dalam organisasi yang dipimpin oleh
seorang manajer yang bertanggungjawab. Dalam kaitan ini, suatu organisasi kita umpamakan sebagai kumpulan dari beberapa pusat
pertanggungjawaban yang digambarkan sebagai kotakkotak dalam bagan organisasi. Keseluruhan pusat pertanggungjawaban ini
membentuk jenjang hirarkis dalam organisasi tersebut. Pada tingkatan yang terendah bentuk dari pusat pertanggungjawaban ini kita
dapatkan sebagai seksi, regulernya bergilir, serta unit unit kerja lainnya. Pada tingkatan yang lebih tinggi, pusat pertanggungjawaban kita
dapatkan dalam bentuk departemendepartemen atau pun divisidivisi yang biasanya merupakan kumpulan dari beberapa unit jawaban ini
kita dapatkan dalam bentuk departemendepartemen ataupun divisidivisi yang biasanya merupakan kumpulan dari beberapa unit kerja
yang lebih kecil dari organisasi tersebut ditambah dengan tenaga tenaga staf serta tenaga manajemen lainnya. Kelompokkelompok kerja
yang lebih besar itupun tetap dapat kita anggap sebagai suatu pusat pertanggungjawaban, bahkan apabila kita tinjau dari sudut pandang
para manajemen puncak ataupun Dewan Direktur misalnya, maka keseluruhan organisasi dapat kita anggap sebagai suatu pusat
pertanggungjawaban.
197
Pusat-Pusat Pertanggungjawaban:
Namun meskipun pada dasarnya seluruh unit organisasi dapat kita anggap senagai
suatu pusat pertanggungjawaban, biasanya istilah ini hanya kita terapkan untuk unit
unit kecil dalam organisasi ataupun unitunit kerja yang terletak pada tingkat bawah
dalam suatu lingkup organisasi.
Hakekat Pusat Pertanggungjawaban
Pusat pertanggungjawaban pada dasarnya diciptakan untuk mencapai suatu
sasaran tertentu, baik hal itu merupakan sasaran tunggal ataupun sasaran majemuk.
Sasaransasaran tersebut sering pula kita sebut sebagai obyektif yang harus kita
capai. Dalam kaitan ini, dapat dimengerti apabila sasaran dari masingmasing
individu dalam tiaptiap pusat pertanggungjawaban itu harus diusahakan agar
selaras, serasi dan seimbang dalam usaha mencapai sasaran umum dari organisasi
secara keseluruhan. Sasaran umum organisasi biasanya diputuskan dalam suatu
proses perencanaan strategis yang dalam hal ini diasumsikan telah ditetapkan
sebelum awal proses pengendalian manajemen dimulai.
Masukan
s
y
g
b
d
b
b
umber daya
ang diunakan yang
a ks u
a rn ydae n g a n
iu
e
i as ya ar /auna n g
Proses/kerja
Modal
Pusat pertanggungjawaban
Keluaran
Berupa produk atau
jasa
Gambar 5—1 memperlihatkan suatu diagram skematis tentang esensi dari setiap
pusat pertanggungjawaban. Setiap pusat pertanggungjawaban dalam kegiatannya
membutuhkan masukanmasukan (input) yang dapat berupa sejumlah bahan baku
tertentu, sejumlah tenaga kerja dari berbagai jenis pekerjaan tertentu atau macam
macam jenis jasa lain. Kesemua bahan masukan diproses dalam pusat
pertanggungjawaban tersebut. Biasanya' untuk melaksanakan proses ini diperlukan
tambahan masukanmasukan lain berupa modal kerja, peralatan ataUpun hartaharta
lainnya. Sebagai hasil proses tersebut akan kita dapatkan sesuatu yang biasa kita
namakan suatu keluaran atau output. Secara garis besar keluaran (output) tadi dapat
kita klasifikasikan ke dalam dua macam katagori, yaitu sebagai suatu produk apabila
hasilnya itu berupa benda yang berwujud dan kita sebut sebagai jasa apabila hasilnya
itu berupa benda atau barang yang tidak berwujud. Tentunya dalam hal ini
diasumsikan bahwa keluaran akan sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan oleh
masingmasing pusat pertanggungjawaban tersebut, meskipun pada kenyataannya di
lapangan tidak selalu demikian. Misalnya saja, suatu pusat manufaktur dapat meng
hasilkan produk yang jumlahnya lebih besar daripada jumlah yang mampu dijual oleh
bagian pemasarannya, atau sebaliknya di mana bagian manufaktur dapat
menghasilkan jumlah produk yang banyak, akan tetapi kualitasnya tidak memenuhi
syarat sehingga tetap tidak dapat dipasarkan. Dalam keadaan seperti itu kita tetap
menganggap hasil keluaran apapun yang kita dapatkan dari pusat
pertanggungjawaban yang baik ataupun yang buruk, yang sesuai ataupun yang tidak
sesuai dengan harapan kita sebagai hasil ataupun keluaran dari pusat
pertanggungjawaban itu.
198
Sistem Pengendalian Manajemen
Produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu pusat pertanggungjawaban mungkin
saja dapat berupa bahan masukan baru yang masih harus diproses oleh pusat
pertanggungjawaban yang lain, baik yang ada dalam organisasi yang sama maupun oleh
pihak lain di luar organisasi. Pada contoh yang pertama, keluaran itu kita anggap
sebagai bahan masukan baru untuk pusat pertanggungjawaban yang lain dalam suatu
lingkup organisasi yang sama, sedangkan pada contoh yang kedua keluaran tersebut
kita anggap sebagai keluaran dari organisasi sebagai suatu keseluruhan. Istilah
pendapatan ataupun penghasilan merupakan gambaran nilai uang tertentu yang kita
dapatkan sebagai hasil dari penjualan keluaran tersebut.
Pengukuran Masukan dan Keluaran
Jumlah tenaga kerja, bahanbahan dan jasa yang dipergunakan dalam proses
kegiatan pusat pertanggungjawaban biasanya diukur dalam bentuk besaran kuantitatif,
misalnya saja: jam kerja buruh, berapa liter minyak, berapa rim kertas ataupun berapa
KwH listrik dan lainlain. Dalam sistem pengendalian manajemen biasanya lebih mudah
apabila jumlah bahan bahan tadi kita konversikan ke dalam jumlah nilai uang atau
biaya. Nilai uang dapat kita pakai sebagai, suatu besaran (satuan) umum yang me
mungkinkan kita mengadakan penggabungan dari beberapa nilai bahan yang secara
fisik sulit kita gabungkan. Besarnya nilai uang yang biasanya kita dapatkan dari hasil
perkalian kuantitas fisik bahan itu dengan harga per unit dari bahanbahannya,
misalnya saja jumlah jam kerja buruh kali harga upah ratarata perjamnya. Jumlah ini
kita namakan ’’biaya”. Jadi keseluruhan masukan dari suatu pusat pertanggungjawaban
biasanya kita nyatakan dalam bentuk biaya. Atau dengan kata lain, biaya dapat di
anggap sebagai ukuran dari banyaknya sumber daya yang dipergunakan oleh suatu
pusat pertanggungjawaban.
Harus diingat bahwa yang diartikan sebagai masukan adalah sumber daya yang
dipakai oleh pusat pertanggungjawaban. Pasien pada suatu rumah sakit ataupun murid
murid pada suatu sekolah tertentu bukanlah masukan. Mereka akan lebih tepat kita
anggap sebagai sumber daya yang dipakai untuk mencapai sasaran dalam hal
penanganan pasien ataupun pendidikan murid yang justru dalam keadaan ini kita
anggap sebagai masukan.
Meskipun masukan hampir selalu dapat kita ukur dalam bentuk nilai biayanya,
keluaran (output) jauh lebih sulit lagi cara pengukurannya. Pada organisasi perusahaan
yang berorientasi pada laba, pendapatan seringkah merupakan ukuran keluaran yang
penting, tetapi ukuran ini pun tidak menggambarkan keluaran sepenuhnya. Besaran ini
tidak dapat menjelaskan segala sesuatu yang telah dilakukan oleh pusat
pertanggungjawaban secara terinci. Pada banyak jenis pusat pertanggungjawaban
keluarannya itu tidak dapat kita ukur secara memuaskan. Sebagai contoh, misalnya,
bagaimana kita akan dapat mengukur keluaran ataupun hasil kerja yang dilakukan oleh
bagian hubungan masyarakat?, ataupun kegiatankegiatan yang dilakukan oleh bagian
pengendalian mutu?, atau hasil pekerjaan yang dilakukan oleh staf bagian hukum
secara tepat dan terinci?
Pada kebanyakan organisasi yang tidak berorientasi pada laba, hingga saat ini
belum dapat kita temukan cara pengukuran keluaran yang memuaskan. Misalnya saja
suatu sekolah dapat memakai kriteria banyaknya lulusan yang dihasilkannya sebagai
tolok ukur keberhasilan program pendidikan mereka, akan tetapi sesungguhnya kriteria
Pusat-Pusat Pertanggungjawaban
199
itu tidak dapat menggambarkan secara tepat seberapa jauh tingkat dan mutu
pendidikan murid murid tersebut secara individu. Walaupun pada kenyataannya bahwa
memang unsur keluaran merupakan suatu hal yang sulit diukur, atau bahkan mungkin
sekali tidak dapat kita ukur, akan tetapi jelas merupakan kenyataan bahwa setiap unit
kerja dalam suatu organisasi pasti menghasilkan suatu bentuk keluaran tertentu; atau
dengan perkataan lain pasti ada sesuatu yang mereka capai dan mereka hasilkan.
Efisiensi dan Efektivitas
Konsepkonsep yang telah kita bahas di atas akan dapat kita pakai untuk
menjelaskan arti istilahistilah efisiensi dan efektivitas yang merupakan dua kriteria
yang akan kita gunakan untuk menilai prestasi kerja dari suatu pusat
pertanggungjawaban tertentu. Istilah efisiensi dan efektivitas ini hampir selalu kita
pakai dalam bentuk perbandingan, dan tidak pernah kita gunakan untuk penilaian yang
mempunyai pengertian absolut. Sebagai contoh, kita tidak pernah mengatakan bahwa
prestasi kerja pusat pertanggungjawaban ”A” adalah 80% efisien, tetapi kita
mengatakan bahwa prestasi ”A” lebih atau kurang efisien bila dibandingkan dengan
prestasi keija pusat pertanggungjawaban ”B”; atau prestasi kerja pusat
pertanggungjawaban ”A” lebih atau kurang efisien bila dibandingkan dengan prestasi
kerjanya sendiri di waktu yang telah lampau.
Efisiensi merupakan perbandingan antara keluaran dengan masukan, atau jumlah
keluaran yang dihasilkan dari satu unit input yang kita pergunakan. Pusat
pertanggungjawaban ”A” dapat dikatakan lebih efisien daripada pusat
pertanggungjawaban ”B” apabila (1) ia mempergunakan jumlah unit input yang lebih
sedikit bila dibandingkan dengan jumlah unit input yang dipergunakan oleh ”B”, akan
tetapi tetap dapat menghasilkan jumlah keluaran yang sama, atau (2) bila pusat
pertanggungjawaban ”A” mempergunakan jumlah unit masukan yang sama dengan ”B”,
akan tetapi dapat menghasilkan keluaran yang lebih besar. Harap diingat bahwa dalam
contoh pengukuran yang pertama, besarnya tingkat keluaran tidak perlu harus
dikuantifikasi, hal ini hanya diperlukan sebagai bahan pertimbangan apakah hasil
keluaran dari kedua macam pusat pertanggungjawaban tersebut kirakira dapat
dianggap sama nilainya. Apabila pihak manajemen merasa puas dan beranggapan
bahwa hasil keluaran dari tiap pusat pertanggungjawaban telah samasama baik, dan
apabila kedua jenis pekerjaan dapat diperbandingkan, maka unit kerja yang
mempergunakan lebih sedikit unit masukan (misalnya, dalam ukuran biaya masukan
yang lebih rendah) dapat disimpulkan sebagai unit kerja yang lebih efisien. Pada contoh
pengukuran yang kedua diperlukan besaran kuantitatif tertentu yang dapat dipakai
untuk dasar penilaian keluaran yang dihasilkan, oleh karena itu pada situasi yang
seperti ini proses pengukurannya akan menjadi lebih sulit, karena kita harus
200
Sistem Pengendalian Manajemen
memperhatikan berbagai macam hal yang mempunyai pengaruh terhadap proses
pengukuran keluaran.
Pada kebanyakan pusat pertanggungjawaban, pengukuran efisiensi dapat
dikembangkan dengan cara membandingkan antara kenyataan biaya yang
dipergunakan dengan standar pembiayaan yang telah ditetapkan, yaitu gambaran
tentang tingkat biaya tertentu yang dapat mengekspresikan berapa besar biaya yang
diperlukan untuk dapat menghasilkan sejumlah keluaran tertentu. Cara pengukuran
seperti ini sudah dianggap baik, meskipun pada dasarnya pengukuran efisiensi kerja
dengan dasar biaya standar ini juga tidak dapat kita katakan sempurna, terutama oleh
karena dua alasan berikut ini: (1) catatan tentang besarnya biaya tidak mencerminkan
suatu pengukuran yang akurat tentang besarnya masukan yang dipergunakan, (2)
standar biaya hanyalah merupakan suatu nilai perkiraan yang terbaik yang dapat
menggambarkan seberapa besar jumlah sumber daya yang harus dibutuhkan untuk
menghasilkan suatu tingkat keluaran tertentu pada situasi atau kondisi lingkungan
tertentu pula.
Efektivitas, adalah hubungan antara keluaran suatu pusat pertanggungjawaban
dengan sasaran yang harus dicapainya. Semakin besar kontribusi keluaran yang
dihasilkan terhadap nilai pencapaian sasaran tersebut, maka dapat dikatakan
semakin efektif pula unit tersebut. Oleh karena, baik sasaran maupun keluaran dari
suatu unit kerja seringkali sulit dikuantifikasikan, maka pengukuran efektivitas sulit
pula untuk ditetapkan secara terinci. Oleh karena itu seringkali tingkat efektivitas ini
kita gambarkan dalam besaran yang bersifat kualitatif saja, seperti misalnya:
’’Universitas A berhasil dengan baik, akan tetapi Universitas B prestasinya agak
kurang baik pada tahun ini”.
Unitunit kerja dalam suatu organisasi selain harus efisien juga harus efektif,
karena keduanya merupakan hal yang harus dipenuhi dan tidak dapat dipilihpilih.
Pusat pertanggungjawaban yang efisien adalah unit kerja yang mampu
mempergunakan sesedikit mungkin bahan masukan (input) ataupun sumber daya
untuk dapat mencapai suatu tingkat keluaran atau hasil tertentu. Akan tetapi
seandainya tingkat keluaran dari unit kerja tidak mencukupi untuk mencapai sasaran
yang telah ditetapkan sebagai kontribusi dari unit kerjanya, maka tetap saja kita
katakan bahwa unit kerja itu tidak atau kurang efektif. Sebagai contoh, apabila suatu
departemen kredit untuk pengelolaan masalahmasalah administratif yang
berhubungan dengan para penunggak dapat dilaksanakan dengan biaya rendah
perunitnya, maka departemen tersebut dapat kita katakan efisien. Akan tetapi
selanjutnya apabila mereka gagal dalam melakukan penagihan, atau bila di dalam
proses penagihan tersebut mereka membingungkan para pelanggannya, maka unit
kerja tersebut kita katakan tidak efektif. Drucker menyatakan bahwa: ’’Saat ini
terlihat jelas adanya pertentangan paham yang tajam antara pihakpihak yang
mengutamakan masalah efisiensi dalam administrasi (seperti yang dilakukan oleh
kebanyakan pihak administrasi pemerintahan dan para akuntan) dengan pihakpihak
yang lebih mengutamakan efektivitas (mengutamakan hasil)”.1 Sesungguhnya dalam
hal ini tidak perlu ada pertentangan yang tajam antara penganut faham efisiensi dan
efektivitas, meskipun jelas harus kita akui bahwa nyatanya pertentangan semacam itu
memang ada. Mengapa hal itu tidak perlu terjadi, alasannya sesungguhnya seperti
1Peter F. Drucker. ’’The Age of Discontinuity” (New York: Harper & Row, 1969), Halaman 197.
Pusat-Pusat Pertanggungjawaban
201
yang telah kita sebutkan di atas, di mana pada dasarnya bahwa pihak manajemen
harus memusatkan perhatiannya kepada kedua kriteria tersebut secara bersama
sama.
Peranan laba. Salah satu sasaran penting bagi organisasi yang berorientasi kepada laba
ialah menghasilkan laba, oleh karena itu jumlah laba yang dihasilkan laba, oleh karena
itu jumlah laba yang dihasilkan dapat kita pakai sebagai salah satu tolok ukur
efektivitas. Karena laba adalah selisih antara pendapatan (ukuran keluaran), dengan
pengeluaran
(ukuran masukan), maka laba juga merupakan ukuran efisiensi. Jadi, laba merupakan
ukuran efektivitas maupun efisiensi. Apabila kita sudah memiliki suatu tolok ukur yang
dapat kita pakai untuk mengukur baik efisiensi maupun efektivitas secara umum,, kita
tidak perlu mempersoalkan yang mana yang lebih penting secara relatif antara kedua
hal tersebut. Apabila tolok ukur yang berlaku umum itu belum ada, barangkali barulah
bermanfaat untuk membedabedakan cara pengukuran baik terhadap efisiensi ataupun
efektivitas kegiatan unit kerja. Namun pada situasi yang demikian akan timbul
persoalan lain yang lebih rumit; yaitu tentang bagaimana kita menyeimbangkan kedua
tipe pengukuran tersebut. Misalnya saja bagaimana kita dapat secara adil
membandingkan hasil kerja antara seorang yang benarbenar perfeksionis dengan
seorang manajer lain yang asalan di mana hasil dari keduanya samasama berada
sedikit di bawah tingkat optimum?
Meskipun laba merupakan cara pengukuran yang cukup penting untuk menilai
efisiensi dan efektivitas dari suatu unit kerja, akan tetapi cara ini masih tetap
mengandung beberapa kelemahan sebagai berikut: (1) pengukuran yang dilakukan
dengan dasar nilai uang, tidak akan dapat mengukur secara tepat untuk keseluruhan
aspek yang berpengaruh baik dari segi masukan ataupun dari segi keluaran; (2) nilai
standar yang dipergunakan untuk membandingkan tingkat laba tersebut belum tentu
akurat; (3) palingpaling cara pengukuran tingkat laba ini hanya dapat kita pergunakan
untuk menilai kegiatan yang telah terjadi pada suatu kurun waktu yang relatif pendek,
sedangkan sesungguhnya kita pun berkepentingan juga untuk mengetahui konsekuensi
konsekuensi apa yang mungkin timbul sebagai akibat dari adanya keputusankeputusan
pihak manajemen untuk jangka waktu yang lebih panjang. Mengenai hal ini kita bahas
secara lebih mendalam pada bab XII.
Sebagaimana telah dinyatakan pada pengantar Bagian Dua, ada empat tipe pusat
pertanggungjawaban yang didasarkan kepada sifat masukan dalam bentuk biaya dan
keluaran dalam bentuk pendapatan ataupun secara bersamasama yaitu: pusat
pendapatan, pusat pembiayaan, pusat keuntungan serta pusat investasi. Dalam pusat
pendapatan hanya nilai nilai keluaran yang kita ukur, sedangkan pada tipe pusat
pembiayaan hanya nilainilai masukan yang kita ukur. Dalam hal pusat keuntungan
baik tingkat pembiayaan maupun tingkat pendapatan samasama kita ukur, sedangkan
202
Sistem Pengendalian Manajemen
untuk pusat investasi diukur seberapa jauh kaitan antara laba dan investasi itu sendiri.
Kita akan mendiskusikan pusat pendapatan serta pembiayaan pada bagian selanjutnya
dari bab ini.
PUSAT PENDAPATAN
Pada pusat pendapatan, tingkat keluaran kita ukur dalam bentuk nilai uang, tetapi
tidak ada usaha formal yang dilakukan untuk mengaitkan masukan atau biaya dengan
keluaran yang dihasilkannya (bila hal ini kita bandingkan maka pada dasarnya pusat
ini kita anggap sebagai pusat laba). Pusat pendapatan terutama banyak kita temui pada
organisasi pemasaran. Anggaran atau target penjualan telah dipersiapkan atau
direncanakan terlebih dahulu, di mana gunanya adalah untuk mengukur transaksi
transaksi penjualan yang sudah dilakukan ataupun orderorder pembelian yang sudah
tercatat dalam rangka kegiatan pusat pendapatan secara keseluruhan dan juga untuk
mencatat hasil kegiatan dari masingmasing wiraniaga yang melaksanakan aktivitas
tersebut. Kemudian hasilhasil nyata dari seluruh kegiatan tersebut kita bandingkan
dengan nilai tertentu yang telah kita tetapkan sebelumnya dalam suatu anggaran. Pada
buku ini kita tidak akan membahas pusat pendapatan dengan pengertian di atas. Kita
akan membahas cara pengukuran pendapatan sebagai bagian dari pembahasan kita
mengenai pusat laba.
Setiap pusat pendapatan juga sekaligus merupakan pusat pengeluaran. Tetapi,
ukuran primer adalah pendapatan. Biayabiaya yang terkandung di sini hanyalah biaya
biaya yang berada dalam pengawasan langsung manajemen pusat pendapatan. Sebagai
konsekuensinya maka pusat tersebut tidak dapat kita anggap sebagai pusat keuntungan
karena biaya biaya yang terlibat di sini belum merupakan biaya yang lengkap. Upaya
mengenai pendendalian biaya dari pusat pendapatan akan kita diskusikan pada bagian
pembahasan tentang kegiatan pusat pengeluaran.
PUSAT PENGELUARAN
Pusat pengeluaran adalah pusat pertanggungjawaban, di mana masukan, atau
biayanya diukur dalam satuan uang, akan tetapi keluarannya tidak kita ukur dalam
satuan uang. Secara umum ada dua macam pusat pengeluaran, yaitu pusat pengeluaran
yang besarannya terukur dan pusat pengeluaran di mana nilai pengeluarannya itu
kurang dapat diukur (diskresioner). Biayabiaya yang terukur biasanya merupakan
bagian dari biaya keseluruhan di mana jumlah biaya yang ’’benar” ataupun ’’tepat”
secara relatif harus dapat diperkirakan secara cukup dapat diandalkan. Misalnya saja
sebagai contoh: biayabiaya buruh langsung dan biaya bahan langsung dapat kita
katakan sebagai jenis biaya yang terukur yang kita dapatkan dalam kegiatan suatu
pabrik. Biayabiaya diskresioner (atau biaya ’’kebijaksanaan”) terdiri dari biaya yang
ketetapan pengukurannya sulit dilaksanakan dengan baik. Biasanya besar biaya
tersebut hanya didasarkan atas pertimbangan penilaian yang dilakukan oleh
manajemen saja, di mana cara perhitungannya mereka sesuaikan dengan keadaan atau
situasi lingkungan mereka sendiri.
Pusat-Pusat Pertanggungjawaban
203
Pusat Pembiayaan Terukur (Engineered Expense Centers)
Biayabiaya terukur ini biasanya dinyatakan sebagai biaya standar. Bila seseorang
telah menetapkan standar biaya untuk suatu pusat pembiayaan tertentu, maka cara
pengukuran tentang besarnya keluaran atau hasil dari bagian tersebut dapat dilakukan
dengan cara mengalikan kuantitas hasil fisiknya dengan biaya standar per unitnya,
sehingga didapatkan suatu jumlah biaya tertentu. Perhitungan biaya nyatanya nanti di
perbandingkan dengan nilai biaya standar tadi, apabila terdapat perbedaan nilai maka
besarnya perbedaan tersebut yang akan dianalisis untuk menduga apa yang
menyebabkan perbedaan tersebut. Keberhasilan prestasi kerja para manajer dari pusat
pembiayaan dinilai atas dasar seberapa jauh mereka dapat menjaga agar biaya nyata
dari kegiatankegiatan mereka selalu sama, atau bahkan berada di bawah tingkat biaya
standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pada kegiatan pusat pembiayaan terukur ini perlu diperhatikan tugas lainnya
selain usaha pengukuran dari segi besarnya biaya saja. Adalah penting untuk
mengendalikan efektivitas dari aspek hasil kerja (performance) tersebut. Sebagai contoh:
para manajer pusat pengeluaran, mereka harus bertanggungjawab juga terhadap mutu
produk yang dihasilkannya, demikian juga mereka harus bertanggungjawab terhadap
jumlah produk yang dihasilkannya selain mereka itu memang harus pula mengen
dalikan tingkat efisiensi biaya. Oleh karena itu semua, maka jelas diperlukan suatu cara
pengaturan tentang jenis dan jumlah barang yang akan diproduksi, juga menetapkan
suatu tingkat kualitas tertentu sebagai suatu standar. Apabila hal ini tidak dilakukan,
ada kemungkinan bahaya bahwa upaya untuk menekan tingkat biaya produksi tersebut
akan dapat mengorbankan tingkat kualitas ataupun jumlah daripada hasil produksinya.
Secara umum hampir dapat dipastikan bahwa tidak ada
satupun jenis- jenis pusat pertanggungjawaban di mana
setiap jenis biaya dapat kita kelompokkan ke dalam
golongan biaya yang terukur. Bahkan pada suatu pabrik
yang sangat otomatispun jumlah biaya buruh tak langsung
dan bermacammacam jasa pelayanan yang dipergunakan akan menyebabkan adanya
variasi tergantung kepada pengecualianpengecualian ataupun kebijakankebijakan
yang ditentukan oleh pihak manajemen. Oleh karena itu pada dasarnya apa yang dapat
kita sebutkan sebagai suatu pusat pem biayaan yang terukur (engineered expense
center) ini hanya kita pakai untuk suatu pos yang mana unsurunsur biayanya yang
dapat terukur itu cukup dominan. Hal ini berarti bahwa tidak semua unsur biaya yang
ada pada pospos tersebut dapat kita perkirakan dengan baik dan akurat.
Sistem pengendalian yang biasa kita pergunakan untuk mengukur besarnya
tingkat biaya yang terukur sesungguhnya terdapat pada bukubuku akuntansi biaya,
oleh karena itu hal tersebut tidak akan kita bahas secara terperinci dalam buku ini.
Pusat Pembiayaan Diskresioner (Tak Terukur)
Beberapa unit organisasi menghasilkan keluaran yang tidak dapat diukur dengan
besaran nilai uang. Kebanyakan dari unit tersebut biasanya berupa unit staf
administrasi (misalnya bagian akuntansi, bagian hukum ataupun bagian hubungan
204
Sistem Pengendalian Manajemen
industrial), unit penelitian dan pengembangan produk serta beberapa unit dalam
kegiatan pemasaran.2
Per definisi, efisiensi atau efektivitas unitunit organisasi di atas tidak dapat kita
ukur dengan besaran nilai uang. Usaha pengendalian segi keuangannya di sini hanya
dapat dilakukan untuk halhal yang dinyatakan dalam nilai pembiayaannya saja.
Sebagai konsekuensinya unitunit organisasi seperti ini kita sebut sebagai ’’pusat
pembiayaan diskresioner”. Biasanya usaha proses pengendalian untuk unitunit
pembiayaan diskresioner ini dimulai dengan ditetapkannya suatu anggaran ataupun
perencanaan tahunan yang telah disetujui oleh pihak manajemen. Selanjutnya realisasi
pembiayaan itu kita bandingkan dengan nilai anggarannya. Pada tingkat ini
sesungguhnya kita melakukan perbandingan antara besarnya tingkat masukan yang
dianggarkan dengan besarnya tingkat masukan yang sebenarnya. Oleh karena pada
proses pembandingan tersebut besarnya nilai masukan itu tidak kita ukur dalam
besaran nilai uang, maka pada dasarnya upaya ini tidak dapat kita katakan sebagai
cara pengukuran prestasi kerja yang lengkap dan oleh karena itu maka cara ini tidak
dapat kita pakai sebagai dasar pengukuran yang menyeluruh tentang usaha penilaian
para manajer secara keseluruhan. Cara pengukuran seperti ini hanya akan dapat
merangsang para manajer untuk selalu menjaga agar tingkat biaya yang
dipergunakannya sama dengan besar anggaran yang telah ditetapkan. Meskipun tidak
dapat dikatakan sebagai suatu cara pengukuran yang lengkap, tetapi memang hanya
itulah hasil maksimum yang dapat diperoleh dari cara pengukuran seperti ini.
Karakteristik Pengendalian Secara Umum
Perumusan anggaran (Budget formulation). Keputusan yang harus diambil oleh
manajemen dalam rangka penyusunan anggaran untuk biaya biaya terukur berbeda
dengan keputusan yang harus diambil bila mereka akan menyusun anggaran untuk
biayabiaya diskresional. Untuk selanjutnya manajemen juga harus memutuskan
apakah anggaran operasional yang diusulkan akan dapat menggambarkan pelaksanaan
tugas yang efisien dan memadai untuk periode yang akan datang. Manajemen
sesungguhnya tidak begitu mempermasalahkan tentang luas dari tugastugas itu
sendiri, oleh karena pelaksanaan tugastugas itu sendiri sesungguhnya sebagian besar
ditentukan oleh besarnya anggaran produksi dan penjualan. Dalam rangka penyusunan
anggaran biaya untuk pusat pembiayaan diskresional ini tugas utama dari manajemen
adalah memutuskan luas dari pekerjaan pekerjaan yang harus dilakukan.
Dalam mempersiapkan rencana anggaran sebagai bahan pertimbangan pihak
manajemen, kita harus berhatihati untuk tidak menyertakan data yang tidak relevan
yang justru akan dapat mengaburkan informasi penting yang dibutuhkan oleh
manajemen untuk menghasilkan keputusan. Pada beberapa usulan anggaran biasanya
ada yang menguraikan secara terinci tentang klasifikasi dari jumlah karyawan per
bagian, jumlah pembiayaan menurut pos kegiatannya, malahan ada juga yang
menyertakan data masa lampau untuk beberapa tahun dari pospos tersebut; semuanya
2Di dalam macammacam jenis aktivitas tersebut terdapat beberapa kegiatan di mana
sesungguhnya usahausaha penetapan standar keuangan dapat ditetapkan, misalnya saja usaha
penanganan piutang dalam departemen akunting. Biasanya jenisjenis aktivitas tersebut mempunyai sifat
berulang, sehingga perkiraan variasi besarnya biaya yang terlibat dalam kegiatan tersebut akan dapat
diramalkan atau dikendalikan dengan lebih baik. Apabila porsi kegiatankegiatan yang seperti ini.lebih
dominan proporsinya terhadap total biaya staf secara keseluruhan, maka hal seperti ini perlu
dikendalikan dengan cara membandingkan biaya realisasinya dengan biaya' standar yang telah di
tetapkan.
Pusat-Pusat Pertanggungjawaban
205
ini disajikan secara terinci, akan tetapi pada rencana seperti itu mungkin sekali hanya
sedikit informasi atau bahkan tidak ada sama sekali keterangan tentang perencanaan
tugas yang harus dicapainya. Bila bentuk usulan anggaran itu seperti yang kita
sebutkan tadi, maka biasanya pihak manajemen akan melakukan tindakantindakan
berikut, mereka akan menolak anggaran tersebut, atau secara terinci juga mereka akan
minta penjelasan untuk setiap rincian pembiayaan, atau mengadakan pembicaraan
untuk pemotongan jumlah anggaran tersebut. Usaha mempertanyakan setiap pos yang
ada di dalam rencana anggaran biasanya kurang bermanfaat, karena justru di dalam
usulan anggaran itu sudah mereka persiapkan secara sangat teliti, sedangkan alasan
mengenai besarnya pembiayaan untuk setiap pos pengeluaran bisa saja dicaricari
terlepas dari kenyataan apakah hal itu wajar atau tidak. Bila tindakan yang dipilih oleh
pihak manajemen adalah untuk merundingkan besarnya pemotongan/penurunan untuk
anggaran tersebut, maka hal ini hanya akan menyebabkan untuk perencanaan selan
jutnya si pembuat usulan anggaran akan memakai pengalaman besarnya potongan ini
sebagai suatu faktor yang akan ditambahkan dalam rencana penyusutan anggaran
mereka, sehingga kalaupun anggaran tersebut jadi dipotong juga, maka mereka akan
mendapatkan jumlah anggaran sebagaimana yang mereka harapkan. Oleh karena itu
usaha pemotongan anggaran tersebut pada dasarnya tidak akan menghasilkan
perbaikan apaapa. Sesungguhnya supaya dapat menghasilkan rencana anggaran yang
baik maka kita harus dapat menjawab beberapa pertanyaan pegangan sebagai berikut:
1. Keputusankeputusan spesifik yang mana yang harus dibuat oleh pihak
manajemen?
2. Sudahkah rencana anggaran yang kita persiapkan ini mengandung semua
informasi yang dibutuhkan pihak manajemen untuk menghasilkan keputusan
keputusan tersebut?
3. Apakah rencana anggaran tersebut juga memuat informasiinformasi yang tidak
relevan yang justru akan dapat mengaburkan masalah pokoknya?
Seperti yang telah kita sebutkan di atas, yang penting dalam suatu usulan
anggaran adalah adanya pernyataan tentang tugastugas apa yang harus kita
selesaikan. Secara umum tugastugas ini dapat kita klasifikasi kan ke dalam dua
macam tugas, yaitu tugastugas yang bersifat rutin dan tugastugas yang khusus.
Tugastugas rutin adalah jenis tugastugas yang kita lakukan secara berulang dari
tahun ke tahun berikutnya, misalnya saja pembuatan laporan keuangan yang
dipersiapkan oleh bagian pengendalian. Sedangkan yang kita maksudkan sebagai
tugas khusus adalah proyek yang memiliki waktuwaktu penyelesaian yang tertentu
misalnya saja usaha pengembangan dan menjalankan sistem biaya standar pada
pabrikpabrik tertentu.
Teknik manajemen yang kita kenal dengan istilah ’’manajemen berdasarkan
sasaran” seringkali kita pergunakan apabila kita menjelaskan tugastugas yang khas.
Yang kita maksudkan dengan manajemen berdasarkan sasaran di sini adalah suatu
proses formal di mana pembuatan anggaran ditujukan untuk usaha menyelesaikan
tugastugas yang spesifik dan sekaligus dapat dipergunakan sebagai suatu sarana
untuk kepentingan penilaian apakah tugastugas itu sudah diselesaikan dengan baik
atau belum. Khusus mengenai masalah manajemen berdasarkan sasaran ini akan kita
diskusikan pada bab 12 dan 15.
206
Sistem Pengendalian Manajemen
Macammacam pengendalian. Pengendalian keuangan yang kita pakai untuk pos
pos kegiatan diskresioner berbeda dengan pengendalian keuangan yang kita terapkan
pada kegiatankegiatan pembiayaan operasional untuk suatu departemen manufaktur.
Usaha pengendalian yang kita lakukan di dalam pengendalian operasional ini lebih
diarahkan kepada usahausaha untuk meminimalisir biayabiaya operasi yaitu dengan
jalan menetapkan besarnya biaya standar yang selanjutnya akan kita pakai sebagai
tolok ukur. Usaha penekanan biaya di sini dilakukan dengan cara memotivasi para
manajer lini untuk selalu menjaga efisiensi kerja pada tingkat yang maksimum dan
dengan cara menyediakan sarana untuk menilai prestasi manajemen pada tingkatan
departemen bagi para manajer yang lebih tinggi lagi kedudukannya. Pada sisi lainnya
usaha penyusunan anggaran biaya diskrit mempunyai tujuan pokok yaitu
memungkinkan pihak manajemen untuk mengendalikan tingkat biaya ini dengan cara
’’turut berpartisipasi secara aktif sejak tahapan perencanaan”. Pengendalian biaya
dalam hal ini terutama dijalankan dengan menetapkan tugastugas apa yang harus
dilansanakan serta tingkat usaha yang bagaimana yang sesuai untuk menyelesaikan
tugastugas tersebut.3
Beberapa pihak menyatakan bahwa anggarananggaran yang ketat pada dasarnya
merupakan anggaran yang baik, oleh karena anggaran yang ketat akan menghasilkan
tekanan kepada usahausaha untuk menurunkan tingkat biaya secara lebih mudah.
Paham atau pandangan seperti ini mungkin saja mengandung nilainilai kebenaran
untuk sistem anggaran biaya standar, akan tetapi filosofi ini masih perlu dipertanyakan
keabsahannya untuk macam anggaran biaya diskresioner. Pimpinan dari pusatpusat
pembiayaan diskresioner akan secara mudah saja memotong besarnya biaya tersebut
dengan cara mengurangi luas daripada jenisjenis pekerjaan yang ada di bawah
pengawasannya agar mereka tidak melampaui batas anggaran yang ketat tersebut.
Akan tetapi akibatnya maka pada tingkat pelaksana, yang bertanggungjawab akan
penggunaan biaya tersebut, akan menetapkan sendiri pekerjaan apa yang akan mereka
laksanakan, padahal seharusnya keputusan yang seperti ini hanya boleh ditetapkan
oleh level manajemen yang lebih tinggi dengan melalui pertimbangan yang lebih hati
hati.
Suatu patokan umum yang harus dipenuhi adalah agar kita berusaha membuat
suatu rencana anggaran biaya diskrit ini sedekat mungkin dengan biaya sebenarnya
untuk suatu jenis pekerjaan yang akan dilakukan. Suatu penyimpangan dari patokan
tersebut harus dilengkapi alasanalasan yang cukup kuat sehingga pihak manajemen
dapat mempertimbangkannya sebelum menyetujui anggaran tersebut.
Pengukuran prestasi kerja. Di dalam pusatpusat kegiatan biaya diskresioner
laporan prestasi kerja dipakai sebagai sarana untuk memastikan bahwa anggaran yang
sudah disetujui bersama tidak akan dilampaui tanpa sepengetahuan atau persetujuan
dari pihak manajemen. Cara pengukuran ini tidak dipakai untuk menilai tingkat
efisiensi kerja para manajer tersebut. Hal inilah yang merupakan perbedaan utama
dengan laporan prestasi kerja pada pusatpusat kegiatan terukur di mana laporan
tersebut justru dapat membantu para manajernya dalam melakukan penilaian tentang
efisiensi kerja dari kelompok manajemen manufaktor tersebut. Apabila kegunaan dari
dua tipe pelaporan prestasi kerja ini tidak dibedakan dengan jelas, maka akan terjadi
3Pihak manajemen dalam hal ini tentu saja berhak untuk menetapkan beberapa macam standar
yang berlaku untuk perusahaan tersebut secara keseluruhan, misalnya saja standar perbandingan
banyaknya tenaga sekretaris dengan tenaga profesionalnya, atau' jumlah biaya relatif yang boleh
digunakan oleh kelompok profesional tersebut dan lainlain.
Pusat-Pusat Pertanggungjawaban
207
kemungkinan di mana pihak manajemen akan menyimpulkan sesuatu hal yang tidak
benar, misalnya saja apabila melihat laporan prestasi kerja untuk kegiatankegiatan
diskreasioner yang berada di bawah nilai anggarannya akan disimpulkan sebagai
pertanda tingkat efisiensi yang dicapainya, oleh karena itu hal tersebut akan
merangsang para pelaksana bagian tersebut untuk selalu berusaha mengurangi tingkat
pembiayaannya dari anggaran yang telah disetujuinya. Akibat selanjutnya usaha
menekan pembiayaan ini akan menghasilkan situasi penyelesaian tugas dengan jumlah
biaya yang lebih sedikit, kondisi lain yang justru kelihatannya paling mungkin terjadi
adalah berkurangnya tingkat keluaran yang akan dihasilkan oleh bagian tersebut. Dari
banyak contoh yang dapat kita pelajari maka jarang sekali terjadi peningkatan efisiensi
kerja dengan cara pengendalian seperti ini, yaitu dengan cara memberikan penghargaan
kepada para pimpinan yang dapat menekan pembiayaannya di bawah anggaran yang
telah ditetapkan.
Usaha pengendalian biaya agar tidak melampaui anggaran yang telah ditetapkan
biasanya secara cukup efektif dapat kita lakukan dengan mensyaratkan agar setiap
usaha yang dapat mengakibatkan terlampauinya anggaran tersebut, harus
mendapatkan persetujuan pihak manajemen terlebih dahulu. Kadangkadang ada juga
kebijakan yang memperbolehkan pihak pelaksana untuk melampaui anggarannya pada
batasbatas tertentu, katakanlah sebesar 5%, tanpa harus meminta persetujuan dari
atasannya terlebih dahulu. Dari pengalamanpengalaman yang kita dapatkan, apabila
penetapan anggaran tersebut telah dilakukan dengan sebaikbaiknya maka pada
umumnya masih terdapat 50% peluang bahwa anggaran tersebut akan terlampaui.
Karena alasan itulah kadangkadang ada semacam batasan batasan tertentu yang
memperbolehkan anggaran tersebut dilampaui.
Pada bagian selanjutnya ini, akan kita bahas tiga macam pusatpusat kegiatan
diskresioner yang umumnya kita dapatkan pada setiap organisasi, yaitu pusatpusat
kegiatan administratif, pusatpusat kegiatan penelitian dan pengembangan serta pusat
pusat kegiatan pemasaran.
PUSAT ADMINISTRATIF (ADMINISTRATIVE CENTERS)
Yang dimaksud dengan pusat administratif adalah meliputi manajemen puncak,
para manajer tingkat divisi serta manajermanajer lainnya yang bertanggungjawab
terhadap aktivitas unitunit staf.
Masalah Pengendalian (Control Problems)
Kesulitankesulitan yang sering terjadi di dalam pengendalian biaya pengeluaran
staf umumnya disebabkan oleh karena halhal sebagai berikut: (1) sulit sekali
mengadakan pengukuran atas tingkat keluaran dari bagian tersebut secara akurat, dan
(2) tidak terpadunya sasaran dari stafstaf departemen dengan sasaransasaran
perusahaan secara keseluruhan.
Kesulitan dalam mengukur keluaran. Beberapa jenis kegiatan staf, seperti
pembukuan upah dan gaji, adalah kegiatan yang secara rutin kita lakukan sehingga
jenisjenis kegiatan ini bisa kita kelompokkan ke dalam kegiatan pospos biaya yang
terukur. Akan tetapi untuk jenisjenis kegiatan yang lainnya, terutama yang hasil
pokoknya adalah berupa saransaran ataupun jasa, .tidak atau belum ada suatu cara
pengukuran yang memuaskan, bahkan hanya untuk menduga jumlah keluarannya saja
seringkali kita masih menjumpai kesulitan. Apabila keluaran dari suatu aktivitas tidak
208
Sistem Pengendalian Manajemen
dapat kita ukur secara tepat, sudah barang tentu mustahil untuk dapat menyusun
standar biaya dan mengukur prestasi keuangan berdasarkan standar tersebut.
Penyimpangan anggaran, karenanya, tidak dapat dianggap sebagai gambaran prestasi
yang efisien atau tidak efisien. Bahkan seandainya anggaran itu sudah kita perincikan
kepada suatu kegiatan yang spesifik sekalipun, adanya penyimpangan biaya antara
hasil nyata dengan anggarannya toh tetap tidak dapat kita interpretasikan ke dalam
istilah efisien ataupun tidak efisien. Sebagai contoh misalnya, kepada staf bagian
keuangan dialokasikan suatu jumlah dana sebagai anggaran untuk ’’mempersiapkan
suatu sistem biaya standar”, kemudian di dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan
antara biaya yang dipakai dengan biaya yang dianggarkan itu, maka pada kejadian
seperti ini pihak manajemen tidak akan dapat menilai apakah tugas tersebut sudah
dijalankan secara efektif dan efisien atau belum. Mungkin yang terjadi malah ke
balikannya, misalnya bahwa usaha pengembangan dan penerapan sistem biaya standar
tersebut tetap saja buruk, meskipun dari segi pengeluaran biayanya usaha tersebut
tidak melampaui biaya yang telah dianggarkan. Jadi jelas terlihat bahwa baik atau
buruknya usaha pengembangan dan penerapan sistem biaya standar itu tidak
tergantung dari banyak atau sedikitnya biaya yang dipakai untuk usaha tersebut.
Ketidak terpaduan sasaran. Pada kebanyakan bagian staf, tentunya harapan dari
para manajernya tidak lain adalah untuk suatu departemen yang sangat baik/istimewa.
Sudah jelas bahwa staf departemen yang istimewa pasti akan sangat berarti untuk
perusahaan. Akan tetapi perlu diingat bahwa yang lebih penting adalah merumuskan
apa pengertian kita tentang ungkapan ’’departemen yang istimewa” tersebut. Sebagai
contoh, suatu departemen pengendalian yang istimewa akan dapat menjawab secara
cepat dan akurat semua pertanyaan yang menyangkut pembukuan perusahaan. Tetapi
biaya yang diperlukan untuk dapat mempersiapkan sistem
Pusat-Pusat Pertanggungjawaban:
209
seperti itu mungkin saja jauh melebihi dari manfaat yang dapat kita peroleh dari
sistem tersebut. Dengan contoh lain, staf bagian hukum yang istimewa pada dasarnya
tidak pernah akan membiarkan satu celah kemungkinan kebobolan yang paling dalam
setiap kontrak yang telah disetujuinya, akan tetapi barangkali besarnya biaya yang
diperlukan untuk meneliti kemungkinan celahcelah yang ada di dalam suatu kontrak
secara sangat cermat itu akan sangat besar jumlahnya. Bahkan apabila diperhitungkan,
mungkin besarnya nilai kerugian yang bisa terjadi dengan adanya celahcelah kecil pada
kontrak tersebut nilainya masih lebih rendah daripada jumlah biaya yang kita akan
alokasikan kepada sistem penelitian yang sangat cermat. Contoh yang lain lagi, untuk
kepentingan departemennya: mungkin seorang manajer bagian pelatihan menginginkan
sarana alat peraga yang komplit dan mutakhir, sedangkan ditinjau dari segi kepenting
an perusahaan itu sendiri secara keseluruhan mungkin nilai manfaat yang akan dapat
dihasilkan oleh bagian pelatihan tidaklah sebanding dengan biaya yang harus mereka
bayar untuk peralatanperalatan tersebut.
Oleh karena itu meskipun para manajer dari unitunit staf biasanya menginginkan
keadaan yang ’’sangat ideal” untuk kelancaran dan keistimewaan kegiatan operasional
mereka, tetapi harus dipertimbangkan lebih lanjut bahwa tuntutan semacam itu akan
dapat membebani perusahaan dengan jumlah biaya yang sangat tinggi, yang tidak akan
seimbang dengan manfaat yang dapat
BAB g
Pusat-Pusat Pertanggungjawaban:
Pusat Pendapatan dan Pembiayaan
Pada bagian pertama dari bab ini kita akan membahas pengertian pusat pertanggungjawaban secara umum, untuk selanjutnya nanti kita
lanjutkan diskusi kita mengenai pusat pendapatan serta pusat pembiayaan yang merupakan dua macam pusat pertanggungjawaban.
PUSAT-PUSAT PERTANGGUNGJAWABAN
Kita mempergunakan istilah pusat pertanggungjawaban untuk mengartikan setiap unit kerja dalam organisasi yang dipimpin oleh
seorang manajer yang bertanggungjawab. Dalam kaitan ini, suatu organisasi kita umpamakan sebagai kumpulan dari beberapa pusat
pertanggungjawaban yang digambarkan sebagai kotakkotak dalam bagan organisasi. Keseluruhan pusat pertanggungjawaban ini
membentuk jenjang hirarkis dalam organisasi tersebut. Pada tingkatan yang terendah bentuk dari pusat pertanggungjawaban ini kita
dapatkan sebagai seksi, regulernya bergilir, serta unit unit kerja lainnya. Pada tingkatan yang lebih tinggi, pusat pertanggungjawaban kita
dapatkan dalam bentuk departemendepartemen atau pun divisidivisi yang biasanya merupakan kumpulan dari beberapa unit jawaban ini
kita dapatkan dalam bentuk departemendepartemen ataupun divisidivisi yang biasanya merupakan kumpulan dari beberapa unit kerja
yang lebih kecil dari organisasi tersebut ditambah dengan tenaga tenaga staf serta tenaga manajemen lainnya. Kelompokkelompok kerja
yang lebih besar itupun tetap dapat kita anggap sebagai suatu pusat pertanggungjawaban, bahkan apabila kita tinjau dari sudut pandang
para manajemen puncak ataupun Dewan Direktur misalnya, maka keseluruhan organisasi dapat kita anggap sebagai suatu pusat
pertanggungjawaban.
197
Pusat-Pusat Pertanggungjawaban:
Namun meskipun pada dasarnya seluruh unit organisasi dapat kita anggap senagai
suatu pusat pertanggungjawaban, biasanya istilah ini hanya kita terapkan untuk unit
unit kecil dalam organisasi ataupun unitunit kerja yang terletak pada tingkat bawah
dalam suatu lingkup organisasi.
Hakekat Pusat Pertanggungjawaban
Pusat pertanggungjawaban pada dasarnya diciptakan untuk mencapai suatu
sasaran tertentu, baik hal itu merupakan sasaran tunggal ataupun sasaran majemuk.
Sasaransasaran tersebut sering pula kita sebut sebagai obyektif yang harus kita
capai. Dalam kaitan ini, dapat dimengerti apabila sasaran dari masingmasing
individu dalam tiaptiap pusat pertanggungjawaban itu harus diusahakan agar
selaras, serasi dan seimbang dalam usaha mencapai sasaran umum dari organisasi
secara keseluruhan. Sasaran umum organisasi biasanya diputuskan dalam suatu
proses perencanaan strategis yang dalam hal ini diasumsikan telah ditetapkan
sebelum awal proses pengendalian manajemen dimulai.
Masukan
s
y
g
b
d
b
b
umber daya
ang diunakan yang
a ks u
a rn ydae n g a n
iu
e
i as ya ar /auna n g
Proses/kerja
Modal
Pusat pertanggungjawaban
Keluaran
Berupa produk atau
jasa
Gambar 5—1 memperlihatkan suatu diagram skematis tentang esensi dari setiap
pusat pertanggungjawaban. Setiap pusat pertanggungjawaban dalam kegiatannya
membutuhkan masukanmasukan (input) yang dapat berupa sejumlah bahan baku
tertentu, sejumlah tenaga kerja dari berbagai jenis pekerjaan tertentu atau macam
macam jenis jasa lain. Kesemua bahan masukan diproses dalam pusat
pertanggungjawaban tersebut. Biasanya' untuk melaksanakan proses ini diperlukan
tambahan masukanmasukan lain berupa modal kerja, peralatan ataUpun hartaharta
lainnya. Sebagai hasil proses tersebut akan kita dapatkan sesuatu yang biasa kita
namakan suatu keluaran atau output. Secara garis besar keluaran (output) tadi dapat
kita klasifikasikan ke dalam dua macam katagori, yaitu sebagai suatu produk apabila
hasilnya itu berupa benda yang berwujud dan kita sebut sebagai jasa apabila hasilnya
itu berupa benda atau barang yang tidak berwujud. Tentunya dalam hal ini
diasumsikan bahwa keluaran akan sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan oleh
masingmasing pusat pertanggungjawaban tersebut, meskipun pada kenyataannya di
lapangan tidak selalu demikian. Misalnya saja, suatu pusat manufaktur dapat meng
hasilkan produk yang jumlahnya lebih besar daripada jumlah yang mampu dijual oleh
bagian pemasarannya, atau sebaliknya di mana bagian manufaktur dapat
menghasilkan jumlah produk yang banyak, akan tetapi kualitasnya tidak memenuhi
syarat sehingga tetap tidak dapat dipasarkan. Dalam keadaan seperti itu kita tetap
menganggap hasil keluaran apapun yang kita dapatkan dari pusat
pertanggungjawaban yang baik ataupun yang buruk, yang sesuai ataupun yang tidak
sesuai dengan harapan kita sebagai hasil ataupun keluaran dari pusat
pertanggungjawaban itu.
198
Sistem Pengendalian Manajemen
Produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu pusat pertanggungjawaban mungkin
saja dapat berupa bahan masukan baru yang masih harus diproses oleh pusat
pertanggungjawaban yang lain, baik yang ada dalam organisasi yang sama maupun oleh
pihak lain di luar organisasi. Pada contoh yang pertama, keluaran itu kita anggap
sebagai bahan masukan baru untuk pusat pertanggungjawaban yang lain dalam suatu
lingkup organisasi yang sama, sedangkan pada contoh yang kedua keluaran tersebut
kita anggap sebagai keluaran dari organisasi sebagai suatu keseluruhan. Istilah
pendapatan ataupun penghasilan merupakan gambaran nilai uang tertentu yang kita
dapatkan sebagai hasil dari penjualan keluaran tersebut.
Pengukuran Masukan dan Keluaran
Jumlah tenaga kerja, bahanbahan dan jasa yang dipergunakan dalam proses
kegiatan pusat pertanggungjawaban biasanya diukur dalam bentuk besaran kuantitatif,
misalnya saja: jam kerja buruh, berapa liter minyak, berapa rim kertas ataupun berapa
KwH listrik dan lainlain. Dalam sistem pengendalian manajemen biasanya lebih mudah
apabila jumlah bahan bahan tadi kita konversikan ke dalam jumlah nilai uang atau
biaya. Nilai uang dapat kita pakai sebagai, suatu besaran (satuan) umum yang me
mungkinkan kita mengadakan penggabungan dari beberapa nilai bahan yang secara
fisik sulit kita gabungkan. Besarnya nilai uang yang biasanya kita dapatkan dari hasil
perkalian kuantitas fisik bahan itu dengan harga per unit dari bahanbahannya,
misalnya saja jumlah jam kerja buruh kali harga upah ratarata perjamnya. Jumlah ini
kita namakan ’’biaya”. Jadi keseluruhan masukan dari suatu pusat pertanggungjawaban
biasanya kita nyatakan dalam bentuk biaya. Atau dengan kata lain, biaya dapat di
anggap sebagai ukuran dari banyaknya sumber daya yang dipergunakan oleh suatu
pusat pertanggungjawaban.
Harus diingat bahwa yang diartikan sebagai masukan adalah sumber daya yang
dipakai oleh pusat pertanggungjawaban. Pasien pada suatu rumah sakit ataupun murid
murid pada suatu sekolah tertentu bukanlah masukan. Mereka akan lebih tepat kita
anggap sebagai sumber daya yang dipakai untuk mencapai sasaran dalam hal
penanganan pasien ataupun pendidikan murid yang justru dalam keadaan ini kita
anggap sebagai masukan.
Meskipun masukan hampir selalu dapat kita ukur dalam bentuk nilai biayanya,
keluaran (output) jauh lebih sulit lagi cara pengukurannya. Pada organisasi perusahaan
yang berorientasi pada laba, pendapatan seringkah merupakan ukuran keluaran yang
penting, tetapi ukuran ini pun tidak menggambarkan keluaran sepenuhnya. Besaran ini
tidak dapat menjelaskan segala sesuatu yang telah dilakukan oleh pusat
pertanggungjawaban secara terinci. Pada banyak jenis pusat pertanggungjawaban
keluarannya itu tidak dapat kita ukur secara memuaskan. Sebagai contoh, misalnya,
bagaimana kita akan dapat mengukur keluaran ataupun hasil kerja yang dilakukan oleh
bagian hubungan masyarakat?, ataupun kegiatankegiatan yang dilakukan oleh bagian
pengendalian mutu?, atau hasil pekerjaan yang dilakukan oleh staf bagian hukum
secara tepat dan terinci?
Pada kebanyakan organisasi yang tidak berorientasi pada laba, hingga saat ini
belum dapat kita temukan cara pengukuran keluaran yang memuaskan. Misalnya saja
suatu sekolah dapat memakai kriteria banyaknya lulusan yang dihasilkannya sebagai
tolok ukur keberhasilan program pendidikan mereka, akan tetapi sesungguhnya kriteria
Pusat-Pusat Pertanggungjawaban
199
itu tidak dapat menggambarkan secara tepat seberapa jauh tingkat dan mutu
pendidikan murid murid tersebut secara individu. Walaupun pada kenyataannya bahwa
memang unsur keluaran merupakan suatu hal yang sulit diukur, atau bahkan mungkin
sekali tidak dapat kita ukur, akan tetapi jelas merupakan kenyataan bahwa setiap unit
kerja dalam suatu organisasi pasti menghasilkan suatu bentuk keluaran tertentu; atau
dengan perkataan lain pasti ada sesuatu yang mereka capai dan mereka hasilkan.
Efisiensi dan Efektivitas
Konsepkonsep yang telah kita bahas di atas akan dapat kita pakai untuk
menjelaskan arti istilahistilah efisiensi dan efektivitas yang merupakan dua kriteria
yang akan kita gunakan untuk menilai prestasi kerja dari suatu pusat
pertanggungjawaban tertentu. Istilah efisiensi dan efektivitas ini hampir selalu kita
pakai dalam bentuk perbandingan, dan tidak pernah kita gunakan untuk penilaian yang
mempunyai pengertian absolut. Sebagai contoh, kita tidak pernah mengatakan bahwa
prestasi kerja pusat pertanggungjawaban ”A” adalah 80% efisien, tetapi kita
mengatakan bahwa prestasi ”A” lebih atau kurang efisien bila dibandingkan dengan
prestasi keija pusat pertanggungjawaban ”B”; atau prestasi kerja pusat
pertanggungjawaban ”A” lebih atau kurang efisien bila dibandingkan dengan prestasi
kerjanya sendiri di waktu yang telah lampau.
Efisiensi merupakan perbandingan antara keluaran dengan masukan, atau jumlah
keluaran yang dihasilkan dari satu unit input yang kita pergunakan. Pusat
pertanggungjawaban ”A” dapat dikatakan lebih efisien daripada pusat
pertanggungjawaban ”B” apabila (1) ia mempergunakan jumlah unit input yang lebih
sedikit bila dibandingkan dengan jumlah unit input yang dipergunakan oleh ”B”, akan
tetapi tetap dapat menghasilkan jumlah keluaran yang sama, atau (2) bila pusat
pertanggungjawaban ”A” mempergunakan jumlah unit masukan yang sama dengan ”B”,
akan tetapi dapat menghasilkan keluaran yang lebih besar. Harap diingat bahwa dalam
contoh pengukuran yang pertama, besarnya tingkat keluaran tidak perlu harus
dikuantifikasi, hal ini hanya diperlukan sebagai bahan pertimbangan apakah hasil
keluaran dari kedua macam pusat pertanggungjawaban tersebut kirakira dapat
dianggap sama nilainya. Apabila pihak manajemen merasa puas dan beranggapan
bahwa hasil keluaran dari tiap pusat pertanggungjawaban telah samasama baik, dan
apabila kedua jenis pekerjaan dapat diperbandingkan, maka unit kerja yang
mempergunakan lebih sedikit unit masukan (misalnya, dalam ukuran biaya masukan
yang lebih rendah) dapat disimpulkan sebagai unit kerja yang lebih efisien. Pada contoh
pengukuran yang kedua diperlukan besaran kuantitatif tertentu yang dapat dipakai
untuk dasar penilaian keluaran yang dihasilkan, oleh karena itu pada situasi yang
seperti ini proses pengukurannya akan menjadi lebih sulit, karena kita harus
200
Sistem Pengendalian Manajemen
memperhatikan berbagai macam hal yang mempunyai pengaruh terhadap proses
pengukuran keluaran.
Pada kebanyakan pusat pertanggungjawaban, pengukuran efisiensi dapat
dikembangkan dengan cara membandingkan antara kenyataan biaya yang
dipergunakan dengan standar pembiayaan yang telah ditetapkan, yaitu gambaran
tentang tingkat biaya tertentu yang dapat mengekspresikan berapa besar biaya yang
diperlukan untuk dapat menghasilkan sejumlah keluaran tertentu. Cara pengukuran
seperti ini sudah dianggap baik, meskipun pada dasarnya pengukuran efisiensi kerja
dengan dasar biaya standar ini juga tidak dapat kita katakan sempurna, terutama oleh
karena dua alasan berikut ini: (1) catatan tentang besarnya biaya tidak mencerminkan
suatu pengukuran yang akurat tentang besarnya masukan yang dipergunakan, (2)
standar biaya hanyalah merupakan suatu nilai perkiraan yang terbaik yang dapat
menggambarkan seberapa besar jumlah sumber daya yang harus dibutuhkan untuk
menghasilkan suatu tingkat keluaran tertentu pada situasi atau kondisi lingkungan
tertentu pula.
Efektivitas, adalah hubungan antara keluaran suatu pusat pertanggungjawaban
dengan sasaran yang harus dicapainya. Semakin besar kontribusi keluaran yang
dihasilkan terhadap nilai pencapaian sasaran tersebut, maka dapat dikatakan
semakin efektif pula unit tersebut. Oleh karena, baik sasaran maupun keluaran dari
suatu unit kerja seringkali sulit dikuantifikasikan, maka pengukuran efektivitas sulit
pula untuk ditetapkan secara terinci. Oleh karena itu seringkali tingkat efektivitas ini
kita gambarkan dalam besaran yang bersifat kualitatif saja, seperti misalnya:
’’Universitas A berhasil dengan baik, akan tetapi Universitas B prestasinya agak
kurang baik pada tahun ini”.
Unitunit kerja dalam suatu organisasi selain harus efisien juga harus efektif,
karena keduanya merupakan hal yang harus dipenuhi dan tidak dapat dipilihpilih.
Pusat pertanggungjawaban yang efisien adalah unit kerja yang mampu
mempergunakan sesedikit mungkin bahan masukan (input) ataupun sumber daya
untuk dapat mencapai suatu tingkat keluaran atau hasil tertentu. Akan tetapi
seandainya tingkat keluaran dari unit kerja tidak mencukupi untuk mencapai sasaran
yang telah ditetapkan sebagai kontribusi dari unit kerjanya, maka tetap saja kita
katakan bahwa unit kerja itu tidak atau kurang efektif. Sebagai contoh, apabila suatu
departemen kredit untuk pengelolaan masalahmasalah administratif yang
berhubungan dengan para penunggak dapat dilaksanakan dengan biaya rendah
perunitnya, maka departemen tersebut dapat kita katakan efisien. Akan tetapi
selanjutnya apabila mereka gagal dalam melakukan penagihan, atau bila di dalam
proses penagihan tersebut mereka membingungkan para pelanggannya, maka unit
kerja tersebut kita katakan tidak efektif. Drucker menyatakan bahwa: ’’Saat ini
terlihat jelas adanya pertentangan paham yang tajam antara pihakpihak yang
mengutamakan masalah efisiensi dalam administrasi (seperti yang dilakukan oleh
kebanyakan pihak administrasi pemerintahan dan para akuntan) dengan pihakpihak
yang lebih mengutamakan efektivitas (mengutamakan hasil)”.1 Sesungguhnya dalam
hal ini tidak perlu ada pertentangan yang tajam antara penganut faham efisiensi dan
efektivitas, meskipun jelas harus kita akui bahwa nyatanya pertentangan semacam itu
memang ada. Mengapa hal itu tidak perlu terjadi, alasannya sesungguhnya seperti
1Peter F. Drucker. ’’The Age of Discontinuity” (New York: Harper & Row, 1969), Halaman 197.
Pusat-Pusat Pertanggungjawaban
201
yang telah kita sebutkan di atas, di mana pada dasarnya bahwa pihak manajemen
harus memusatkan perhatiannya kepada kedua kriteria tersebut secara bersama
sama.
Peranan laba. Salah satu sasaran penting bagi organisasi yang berorientasi kepada laba
ialah menghasilkan laba, oleh karena itu jumlah laba yang dihasilkan laba, oleh karena
itu jumlah laba yang dihasilkan dapat kita pakai sebagai salah satu tolok ukur
efektivitas. Karena laba adalah selisih antara pendapatan (ukuran keluaran), dengan
pengeluaran
(ukuran masukan), maka laba juga merupakan ukuran efisiensi. Jadi, laba merupakan
ukuran efektivitas maupun efisiensi. Apabila kita sudah memiliki suatu tolok ukur yang
dapat kita pakai untuk mengukur baik efisiensi maupun efektivitas secara umum,, kita
tidak perlu mempersoalkan yang mana yang lebih penting secara relatif antara kedua
hal tersebut. Apabila tolok ukur yang berlaku umum itu belum ada, barangkali barulah
bermanfaat untuk membedabedakan cara pengukuran baik terhadap efisiensi ataupun
efektivitas kegiatan unit kerja. Namun pada situasi yang demikian akan timbul
persoalan lain yang lebih rumit; yaitu tentang bagaimana kita menyeimbangkan kedua
tipe pengukuran tersebut. Misalnya saja bagaimana kita dapat secara adil
membandingkan hasil kerja antara seorang yang benarbenar perfeksionis dengan
seorang manajer lain yang asalan di mana hasil dari keduanya samasama berada
sedikit di bawah tingkat optimum?
Meskipun laba merupakan cara pengukuran yang cukup penting untuk menilai
efisiensi dan efektivitas dari suatu unit kerja, akan tetapi cara ini masih tetap
mengandung beberapa kelemahan sebagai berikut: (1) pengukuran yang dilakukan
dengan dasar nilai uang, tidak akan dapat mengukur secara tepat untuk keseluruhan
aspek yang berpengaruh baik dari segi masukan ataupun dari segi keluaran; (2) nilai
standar yang dipergunakan untuk membandingkan tingkat laba tersebut belum tentu
akurat; (3) palingpaling cara pengukuran tingkat laba ini hanya dapat kita pergunakan
untuk menilai kegiatan yang telah terjadi pada suatu kurun waktu yang relatif pendek,
sedangkan sesungguhnya kita pun berkepentingan juga untuk mengetahui konsekuensi
konsekuensi apa yang mungkin timbul sebagai akibat dari adanya keputusankeputusan
pihak manajemen untuk jangka waktu yang lebih panjang. Mengenai hal ini kita bahas
secara lebih mendalam pada bab XII.
Sebagaimana telah dinyatakan pada pengantar Bagian Dua, ada empat tipe pusat
pertanggungjawaban yang didasarkan kepada sifat masukan dalam bentuk biaya dan
keluaran dalam bentuk pendapatan ataupun secara bersamasama yaitu: pusat
pendapatan, pusat pembiayaan, pusat keuntungan serta pusat investasi. Dalam pusat
pendapatan hanya nilai nilai keluaran yang kita ukur, sedangkan pada tipe pusat
pembiayaan hanya nilainilai masukan yang kita ukur. Dalam hal pusat keuntungan
baik tingkat pembiayaan maupun tingkat pendapatan samasama kita ukur, sedangkan
202
Sistem Pengendalian Manajemen
untuk pusat investasi diukur seberapa jauh kaitan antara laba dan investasi itu sendiri.
Kita akan mendiskusikan pusat pendapatan serta pembiayaan pada bagian selanjutnya
dari bab ini.
PUSAT PENDAPATAN
Pada pusat pendapatan, tingkat keluaran kita ukur dalam bentuk nilai uang, tetapi
tidak ada usaha formal yang dilakukan untuk mengaitkan masukan atau biaya dengan
keluaran yang dihasilkannya (bila hal ini kita bandingkan maka pada dasarnya pusat
ini kita anggap sebagai pusat laba). Pusat pendapatan terutama banyak kita temui pada
organisasi pemasaran. Anggaran atau target penjualan telah dipersiapkan atau
direncanakan terlebih dahulu, di mana gunanya adalah untuk mengukur transaksi
transaksi penjualan yang sudah dilakukan ataupun orderorder pembelian yang sudah
tercatat dalam rangka kegiatan pusat pendapatan secara keseluruhan dan juga untuk
mencatat hasil kegiatan dari masingmasing wiraniaga yang melaksanakan aktivitas
tersebut. Kemudian hasilhasil nyata dari seluruh kegiatan tersebut kita bandingkan
dengan nilai tertentu yang telah kita tetapkan sebelumnya dalam suatu anggaran. Pada
buku ini kita tidak akan membahas pusat pendapatan dengan pengertian di atas. Kita
akan membahas cara pengukuran pendapatan sebagai bagian dari pembahasan kita
mengenai pusat laba.
Setiap pusat pendapatan juga sekaligus merupakan pusat pengeluaran. Tetapi,
ukuran primer adalah pendapatan. Biayabiaya yang terkandung di sini hanyalah biaya
biaya yang berada dalam pengawasan langsung manajemen pusat pendapatan. Sebagai
konsekuensinya maka pusat tersebut tidak dapat kita anggap sebagai pusat keuntungan
karena biaya biaya yang terlibat di sini belum merupakan biaya yang lengkap. Upaya
mengenai pendendalian biaya dari pusat pendapatan akan kita diskusikan pada bagian
pembahasan tentang kegiatan pusat pengeluaran.
PUSAT PENGELUARAN
Pusat pengeluaran adalah pusat pertanggungjawaban, di mana masukan, atau
biayanya diukur dalam satuan uang, akan tetapi keluarannya tidak kita ukur dalam
satuan uang. Secara umum ada dua macam pusat pengeluaran, yaitu pusat pengeluaran
yang besarannya terukur dan pusat pengeluaran di mana nilai pengeluarannya itu
kurang dapat diukur (diskresioner). Biayabiaya yang terukur biasanya merupakan
bagian dari biaya keseluruhan di mana jumlah biaya yang ’’benar” ataupun ’’tepat”
secara relatif harus dapat diperkirakan secara cukup dapat diandalkan. Misalnya saja
sebagai contoh: biayabiaya buruh langsung dan biaya bahan langsung dapat kita
katakan sebagai jenis biaya yang terukur yang kita dapatkan dalam kegiatan suatu
pabrik. Biayabiaya diskresioner (atau biaya ’’kebijaksanaan”) terdiri dari biaya yang
ketetapan pengukurannya sulit dilaksanakan dengan baik. Biasanya besar biaya
tersebut hanya didasarkan atas pertimbangan penilaian yang dilakukan oleh
manajemen saja, di mana cara perhitungannya mereka sesuaikan dengan keadaan atau
situasi lingkungan mereka sendiri.
Pusat-Pusat Pertanggungjawaban
203
Pusat Pembiayaan Terukur (Engineered Expense Centers)
Biayabiaya terukur ini biasanya dinyatakan sebagai biaya standar. Bila seseorang
telah menetapkan standar biaya untuk suatu pusat pembiayaan tertentu, maka cara
pengukuran tentang besarnya keluaran atau hasil dari bagian tersebut dapat dilakukan
dengan cara mengalikan kuantitas hasil fisiknya dengan biaya standar per unitnya,
sehingga didapatkan suatu jumlah biaya tertentu. Perhitungan biaya nyatanya nanti di
perbandingkan dengan nilai biaya standar tadi, apabila terdapat perbedaan nilai maka
besarnya perbedaan tersebut yang akan dianalisis untuk menduga apa yang
menyebabkan perbedaan tersebut. Keberhasilan prestasi kerja para manajer dari pusat
pembiayaan dinilai atas dasar seberapa jauh mereka dapat menjaga agar biaya nyata
dari kegiatankegiatan mereka selalu sama, atau bahkan berada di bawah tingkat biaya
standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pada kegiatan pusat pembiayaan terukur ini perlu diperhatikan tugas lainnya
selain usaha pengukuran dari segi besarnya biaya saja. Adalah penting untuk
mengendalikan efektivitas dari aspek hasil kerja (performance) tersebut. Sebagai contoh:
para manajer pusat pengeluaran, mereka harus bertanggungjawab juga terhadap mutu
produk yang dihasilkannya, demikian juga mereka harus bertanggungjawab terhadap
jumlah produk yang dihasilkannya selain mereka itu memang harus pula mengen
dalikan tingkat efisiensi biaya. Oleh karena itu semua, maka jelas diperlukan suatu cara
pengaturan tentang jenis dan jumlah barang yang akan diproduksi, juga menetapkan
suatu tingkat kualitas tertentu sebagai suatu standar. Apabila hal ini tidak dilakukan,
ada kemungkinan bahaya bahwa upaya untuk menekan tingkat biaya produksi tersebut
akan dapat mengorbankan tingkat kualitas ataupun jumlah daripada hasil produksinya.
Secara umum hampir dapat dipastikan bahwa tidak ada
satupun jenis- jenis pusat pertanggungjawaban di mana
setiap jenis biaya dapat kita kelompokkan ke dalam
golongan biaya yang terukur. Bahkan pada suatu pabrik
yang sangat otomatispun jumlah biaya buruh tak langsung
dan bermacammacam jasa pelayanan yang dipergunakan akan menyebabkan adanya
variasi tergantung kepada pengecualianpengecualian ataupun kebijakankebijakan
yang ditentukan oleh pihak manajemen. Oleh karena itu pada dasarnya apa yang dapat
kita sebutkan sebagai suatu pusat pem biayaan yang terukur (engineered expense
center) ini hanya kita pakai untuk suatu pos yang mana unsurunsur biayanya yang
dapat terukur itu cukup dominan. Hal ini berarti bahwa tidak semua unsur biaya yang
ada pada pospos tersebut dapat kita perkirakan dengan baik dan akurat.
Sistem pengendalian yang biasa kita pergunakan untuk mengukur besarnya
tingkat biaya yang terukur sesungguhnya terdapat pada bukubuku akuntansi biaya,
oleh karena itu hal tersebut tidak akan kita bahas secara terperinci dalam buku ini.
Pusat Pembiayaan Diskresioner (Tak Terukur)
Beberapa unit organisasi menghasilkan keluaran yang tidak dapat diukur dengan
besaran nilai uang. Kebanyakan dari unit tersebut biasanya berupa unit staf
administrasi (misalnya bagian akuntansi, bagian hukum ataupun bagian hubungan
204
Sistem Pengendalian Manajemen
industrial), unit penelitian dan pengembangan produk serta beberapa unit dalam
kegiatan pemasaran.2
Per definisi, efisiensi atau efektivitas unitunit organisasi di atas tidak dapat kita
ukur dengan besaran nilai uang. Usaha pengendalian segi keuangannya di sini hanya
dapat dilakukan untuk halhal yang dinyatakan dalam nilai pembiayaannya saja.
Sebagai konsekuensinya unitunit organisasi seperti ini kita sebut sebagai ’’pusat
pembiayaan diskresioner”. Biasanya usaha proses pengendalian untuk unitunit
pembiayaan diskresioner ini dimulai dengan ditetapkannya suatu anggaran ataupun
perencanaan tahunan yang telah disetujui oleh pihak manajemen. Selanjutnya realisasi
pembiayaan itu kita bandingkan dengan nilai anggarannya. Pada tingkat ini
sesungguhnya kita melakukan perbandingan antara besarnya tingkat masukan yang
dianggarkan dengan besarnya tingkat masukan yang sebenarnya. Oleh karena pada
proses pembandingan tersebut besarnya nilai masukan itu tidak kita ukur dalam
besaran nilai uang, maka pada dasarnya upaya ini tidak dapat kita katakan sebagai
cara pengukuran prestasi kerja yang lengkap dan oleh karena itu maka cara ini tidak
dapat kita pakai sebagai dasar pengukuran yang menyeluruh tentang usaha penilaian
para manajer secara keseluruhan. Cara pengukuran seperti ini hanya akan dapat
merangsang para manajer untuk selalu menjaga agar tingkat biaya yang
dipergunakannya sama dengan besar anggaran yang telah ditetapkan. Meskipun tidak
dapat dikatakan sebagai suatu cara pengukuran yang lengkap, tetapi memang hanya
itulah hasil maksimum yang dapat diperoleh dari cara pengukuran seperti ini.
Karakteristik Pengendalian Secara Umum
Perumusan anggaran (Budget formulation). Keputusan yang harus diambil oleh
manajemen dalam rangka penyusunan anggaran untuk biaya biaya terukur berbeda
dengan keputusan yang harus diambil bila mereka akan menyusun anggaran untuk
biayabiaya diskresional. Untuk selanjutnya manajemen juga harus memutuskan
apakah anggaran operasional yang diusulkan akan dapat menggambarkan pelaksanaan
tugas yang efisien dan memadai untuk periode yang akan datang. Manajemen
sesungguhnya tidak begitu mempermasalahkan tentang luas dari tugastugas itu
sendiri, oleh karena pelaksanaan tugastugas itu sendiri sesungguhnya sebagian besar
ditentukan oleh besarnya anggaran produksi dan penjualan. Dalam rangka penyusunan
anggaran biaya untuk pusat pembiayaan diskresional ini tugas utama dari manajemen
adalah memutuskan luas dari pekerjaan pekerjaan yang harus dilakukan.
Dalam mempersiapkan rencana anggaran sebagai bahan pertimbangan pihak
manajemen, kita harus berhatihati untuk tidak menyertakan data yang tidak relevan
yang justru akan dapat mengaburkan informasi penting yang dibutuhkan oleh
manajemen untuk menghasilkan keputusan. Pada beberapa usulan anggaran biasanya
ada yang menguraikan secara terinci tentang klasifikasi dari jumlah karyawan per
bagian, jumlah pembiayaan menurut pos kegiatannya, malahan ada juga yang
menyertakan data masa lampau untuk beberapa tahun dari pospos tersebut; semuanya
2Di dalam macammacam jenis aktivitas tersebut terdapat beberapa kegiatan di mana
sesungguhnya usahausaha penetapan standar keuangan dapat ditetapkan, misalnya saja usaha
penanganan piutang dalam departemen akunting. Biasanya jenisjenis aktivitas tersebut mempunyai sifat
berulang, sehingga perkiraan variasi besarnya biaya yang terlibat dalam kegiatan tersebut akan dapat
diramalkan atau dikendalikan dengan lebih baik. Apabila porsi kegiatankegiatan yang seperti ini.lebih
dominan proporsinya terhadap total biaya staf secara keseluruhan, maka hal seperti ini perlu
dikendalikan dengan cara membandingkan biaya realisasinya dengan biaya' standar yang telah di
tetapkan.
Pusat-Pusat Pertanggungjawaban
205
ini disajikan secara terinci, akan tetapi pada rencana seperti itu mungkin sekali hanya
sedikit informasi atau bahkan tidak ada sama sekali keterangan tentang perencanaan
tugas yang harus dicapainya. Bila bentuk usulan anggaran itu seperti yang kita
sebutkan tadi, maka biasanya pihak manajemen akan melakukan tindakantindakan
berikut, mereka akan menolak anggaran tersebut, atau secara terinci juga mereka akan
minta penjelasan untuk setiap rincian pembiayaan, atau mengadakan pembicaraan
untuk pemotongan jumlah anggaran tersebut. Usaha mempertanyakan setiap pos yang
ada di dalam rencana anggaran biasanya kurang bermanfaat, karena justru di dalam
usulan anggaran itu sudah mereka persiapkan secara sangat teliti, sedangkan alasan
mengenai besarnya pembiayaan untuk setiap pos pengeluaran bisa saja dicaricari
terlepas dari kenyataan apakah hal itu wajar atau tidak. Bila tindakan yang dipilih oleh
pihak manajemen adalah untuk merundingkan besarnya pemotongan/penurunan untuk
anggaran tersebut, maka hal ini hanya akan menyebabkan untuk perencanaan selan
jutnya si pembuat usulan anggaran akan memakai pengalaman besarnya potongan ini
sebagai suatu faktor yang akan ditambahkan dalam rencana penyusutan anggaran
mereka, sehingga kalaupun anggaran tersebut jadi dipotong juga, maka mereka akan
mendapatkan jumlah anggaran sebagaimana yang mereka harapkan. Oleh karena itu
usaha pemotongan anggaran tersebut pada dasarnya tidak akan menghasilkan
perbaikan apaapa. Sesungguhnya supaya dapat menghasilkan rencana anggaran yang
baik maka kita harus dapat menjawab beberapa pertanyaan pegangan sebagai berikut:
1. Keputusankeputusan spesifik yang mana yang harus dibuat oleh pihak
manajemen?
2. Sudahkah rencana anggaran yang kita persiapkan ini mengandung semua
informasi yang dibutuhkan pihak manajemen untuk menghasilkan keputusan
keputusan tersebut?
3. Apakah rencana anggaran tersebut juga memuat informasiinformasi yang tidak
relevan yang justru akan dapat mengaburkan masalah pokoknya?
Seperti yang telah kita sebutkan di atas, yang penting dalam suatu usulan
anggaran adalah adanya pernyataan tentang tugastugas apa yang harus kita
selesaikan. Secara umum tugastugas ini dapat kita klasifikasi kan ke dalam dua
macam tugas, yaitu tugastugas yang bersifat rutin dan tugastugas yang khusus.
Tugastugas rutin adalah jenis tugastugas yang kita lakukan secara berulang dari
tahun ke tahun berikutnya, misalnya saja pembuatan laporan keuangan yang
dipersiapkan oleh bagian pengendalian. Sedangkan yang kita maksudkan sebagai
tugas khusus adalah proyek yang memiliki waktuwaktu penyelesaian yang tertentu
misalnya saja usaha pengembangan dan menjalankan sistem biaya standar pada
pabrikpabrik tertentu.
Teknik manajemen yang kita kenal dengan istilah ’’manajemen berdasarkan
sasaran” seringkali kita pergunakan apabila kita menjelaskan tugastugas yang khas.
Yang kita maksudkan dengan manajemen berdasarkan sasaran di sini adalah suatu
proses formal di mana pembuatan anggaran ditujukan untuk usaha menyelesaikan
tugastugas yang spesifik dan sekaligus dapat dipergunakan sebagai suatu sarana
untuk kepentingan penilaian apakah tugastugas itu sudah diselesaikan dengan baik
atau belum. Khusus mengenai masalah manajemen berdasarkan sasaran ini akan kita
diskusikan pada bab 12 dan 15.
206
Sistem Pengendalian Manajemen
Macammacam pengendalian. Pengendalian keuangan yang kita pakai untuk pos
pos kegiatan diskresioner berbeda dengan pengendalian keuangan yang kita terapkan
pada kegiatankegiatan pembiayaan operasional untuk suatu departemen manufaktur.
Usaha pengendalian yang kita lakukan di dalam pengendalian operasional ini lebih
diarahkan kepada usahausaha untuk meminimalisir biayabiaya operasi yaitu dengan
jalan menetapkan besarnya biaya standar yang selanjutnya akan kita pakai sebagai
tolok ukur. Usaha penekanan biaya di sini dilakukan dengan cara memotivasi para
manajer lini untuk selalu menjaga efisiensi kerja pada tingkat yang maksimum dan
dengan cara menyediakan sarana untuk menilai prestasi manajemen pada tingkatan
departemen bagi para manajer yang lebih tinggi lagi kedudukannya. Pada sisi lainnya
usaha penyusunan anggaran biaya diskrit mempunyai tujuan pokok yaitu
memungkinkan pihak manajemen untuk mengendalikan tingkat biaya ini dengan cara
’’turut berpartisipasi secara aktif sejak tahapan perencanaan”. Pengendalian biaya
dalam hal ini terutama dijalankan dengan menetapkan tugastugas apa yang harus
dilansanakan serta tingkat usaha yang bagaimana yang sesuai untuk menyelesaikan
tugastugas tersebut.3
Beberapa pihak menyatakan bahwa anggarananggaran yang ketat pada dasarnya
merupakan anggaran yang baik, oleh karena anggaran yang ketat akan menghasilkan
tekanan kepada usahausaha untuk menurunkan tingkat biaya secara lebih mudah.
Paham atau pandangan seperti ini mungkin saja mengandung nilainilai kebenaran
untuk sistem anggaran biaya standar, akan tetapi filosofi ini masih perlu dipertanyakan
keabsahannya untuk macam anggaran biaya diskresioner. Pimpinan dari pusatpusat
pembiayaan diskresioner akan secara mudah saja memotong besarnya biaya tersebut
dengan cara mengurangi luas daripada jenisjenis pekerjaan yang ada di bawah
pengawasannya agar mereka tidak melampaui batas anggaran yang ketat tersebut.
Akan tetapi akibatnya maka pada tingkat pelaksana, yang bertanggungjawab akan
penggunaan biaya tersebut, akan menetapkan sendiri pekerjaan apa yang akan mereka
laksanakan, padahal seharusnya keputusan yang seperti ini hanya boleh ditetapkan
oleh level manajemen yang lebih tinggi dengan melalui pertimbangan yang lebih hati
hati.
Suatu patokan umum yang harus dipenuhi adalah agar kita berusaha membuat
suatu rencana anggaran biaya diskrit ini sedekat mungkin dengan biaya sebenarnya
untuk suatu jenis pekerjaan yang akan dilakukan. Suatu penyimpangan dari patokan
tersebut harus dilengkapi alasanalasan yang cukup kuat sehingga pihak manajemen
dapat mempertimbangkannya sebelum menyetujui anggaran tersebut.
Pengukuran prestasi kerja. Di dalam pusatpusat kegiatan biaya diskresioner
laporan prestasi kerja dipakai sebagai sarana untuk memastikan bahwa anggaran yang
sudah disetujui bersama tidak akan dilampaui tanpa sepengetahuan atau persetujuan
dari pihak manajemen. Cara pengukuran ini tidak dipakai untuk menilai tingkat
efisiensi kerja para manajer tersebut. Hal inilah yang merupakan perbedaan utama
dengan laporan prestasi kerja pada pusatpusat kegiatan terukur di mana laporan
tersebut justru dapat membantu para manajernya dalam melakukan penilaian tentang
efisiensi kerja dari kelompok manajemen manufaktor tersebut. Apabila kegunaan dari
dua tipe pelaporan prestasi kerja ini tidak dibedakan dengan jelas, maka akan terjadi
3Pihak manajemen dalam hal ini tentu saja berhak untuk menetapkan beberapa macam standar
yang berlaku untuk perusahaan tersebut secara keseluruhan, misalnya saja standar perbandingan
banyaknya tenaga sekretaris dengan tenaga profesionalnya, atau' jumlah biaya relatif yang boleh
digunakan oleh kelompok profesional tersebut dan lainlain.
Pusat-Pusat Pertanggungjawaban
207
kemungkinan di mana pihak manajemen akan menyimpulkan sesuatu hal yang tidak
benar, misalnya saja apabila melihat laporan prestasi kerja untuk kegiatankegiatan
diskreasioner yang berada di bawah nilai anggarannya akan disimpulkan sebagai
pertanda tingkat efisiensi yang dicapainya, oleh karena itu hal tersebut akan
merangsang para pelaksana bagian tersebut untuk selalu berusaha mengurangi tingkat
pembiayaannya dari anggaran yang telah disetujuinya. Akibat selanjutnya usaha
menekan pembiayaan ini akan menghasilkan situasi penyelesaian tugas dengan jumlah
biaya yang lebih sedikit, kondisi lain yang justru kelihatannya paling mungkin terjadi
adalah berkurangnya tingkat keluaran yang akan dihasilkan oleh bagian tersebut. Dari
banyak contoh yang dapat kita pelajari maka jarang sekali terjadi peningkatan efisiensi
kerja dengan cara pengendalian seperti ini, yaitu dengan cara memberikan penghargaan
kepada para pimpinan yang dapat menekan pembiayaannya di bawah anggaran yang
telah ditetapkan.
Usaha pengendalian biaya agar tidak melampaui anggaran yang telah ditetapkan
biasanya secara cukup efektif dapat kita lakukan dengan mensyaratkan agar setiap
usaha yang dapat mengakibatkan terlampauinya anggaran tersebut, harus
mendapatkan persetujuan pihak manajemen terlebih dahulu. Kadangkadang ada juga
kebijakan yang memperbolehkan pihak pelaksana untuk melampaui anggarannya pada
batasbatas tertentu, katakanlah sebesar 5%, tanpa harus meminta persetujuan dari
atasannya terlebih dahulu. Dari pengalamanpengalaman yang kita dapatkan, apabila
penetapan anggaran tersebut telah dilakukan dengan sebaikbaiknya maka pada
umumnya masih terdapat 50% peluang bahwa anggaran tersebut akan terlampaui.
Karena alasan itulah kadangkadang ada semacam batasan batasan tertentu yang
memperbolehkan anggaran tersebut dilampaui.
Pada bagian selanjutnya ini, akan kita bahas tiga macam pusatpusat kegiatan
diskresioner yang umumnya kita dapatkan pada setiap organisasi, yaitu pusatpusat
kegiatan administratif, pusatpusat kegiatan penelitian dan pengembangan serta pusat
pusat kegiatan pemasaran.
PUSAT ADMINISTRATIF (ADMINISTRATIVE CENTERS)
Yang dimaksud dengan pusat administratif adalah meliputi manajemen puncak,
para manajer tingkat divisi serta manajermanajer lainnya yang bertanggungjawab
terhadap aktivitas unitunit staf.
Masalah Pengendalian (Control Problems)
Kesulitankesulitan yang sering terjadi di dalam pengendalian biaya pengeluaran
staf umumnya disebabkan oleh karena halhal sebagai berikut: (1) sulit sekali
mengadakan pengukuran atas tingkat keluaran dari bagian tersebut secara akurat, dan
(2) tidak terpadunya sasaran dari stafstaf departemen dengan sasaransasaran
perusahaan secara keseluruhan.
Kesulitan dalam mengukur keluaran. Beberapa jenis kegiatan staf, seperti
pembukuan upah dan gaji, adalah kegiatan yang secara rutin kita lakukan sehingga
jenisjenis kegiatan ini bisa kita kelompokkan ke dalam kegiatan pospos biaya yang
terukur. Akan tetapi untuk jenisjenis kegiatan yang lainnya, terutama yang hasil
pokoknya adalah berupa saransaran ataupun jasa, .tidak atau belum ada suatu cara
pengukuran yang memuaskan, bahkan hanya untuk menduga jumlah keluarannya saja
seringkali kita masih menjumpai kesulitan. Apabila keluaran dari suatu aktivitas tidak
208
Sistem Pengendalian Manajemen
dapat kita ukur secara tepat, sudah barang tentu mustahil untuk dapat menyusun
standar biaya dan mengukur prestasi keuangan berdasarkan standar tersebut.
Penyimpangan anggaran, karenanya, tidak dapat dianggap sebagai gambaran prestasi
yang efisien atau tidak efisien. Bahkan seandainya anggaran itu sudah kita perincikan
kepada suatu kegiatan yang spesifik sekalipun, adanya penyimpangan biaya antara
hasil nyata dengan anggarannya toh tetap tidak dapat kita interpretasikan ke dalam
istilah efisien ataupun tidak efisien. Sebagai contoh misalnya, kepada staf bagian
keuangan dialokasikan suatu jumlah dana sebagai anggaran untuk ’’mempersiapkan
suatu sistem biaya standar”, kemudian di dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan
antara biaya yang dipakai dengan biaya yang dianggarkan itu, maka pada kejadian
seperti ini pihak manajemen tidak akan dapat menilai apakah tugas tersebut sudah
dijalankan secara efektif dan efisien atau belum. Mungkin yang terjadi malah ke
balikannya, misalnya bahwa usaha pengembangan dan penerapan sistem biaya standar
tersebut tetap saja buruk, meskipun dari segi pengeluaran biayanya usaha tersebut
tidak melampaui biaya yang telah dianggarkan. Jadi jelas terlihat bahwa baik atau
buruknya usaha pengembangan dan penerapan sistem biaya standar itu tidak
tergantung dari banyak atau sedikitnya biaya yang dipakai untuk usaha tersebut.
Ketidak terpaduan sasaran. Pada kebanyakan bagian staf, tentunya harapan dari
para manajernya tidak lain adalah untuk suatu departemen yang sangat baik/istimewa.
Sudah jelas bahwa staf departemen yang istimewa pasti akan sangat berarti untuk
perusahaan. Akan tetapi perlu diingat bahwa yang lebih penting adalah merumuskan
apa pengertian kita tentang ungkapan ’’departemen yang istimewa” tersebut. Sebagai
contoh, suatu departemen pengendalian yang istimewa akan dapat menjawab secara
cepat dan akurat semua pertanyaan yang menyangkut pembukuan perusahaan. Tetapi
biaya yang diperlukan untuk dapat mempersiapkan sistem
Pusat-Pusat Pertanggungjawaban:
209
seperti itu mungkin saja jauh melebihi dari manfaat yang dapat kita peroleh dari
sistem tersebut. Dengan contoh lain, staf bagian hukum yang istimewa pada dasarnya
tidak pernah akan membiarkan satu celah kemungkinan kebobolan yang paling dalam
setiap kontrak yang telah disetujuinya, akan tetapi barangkali besarnya biaya yang
diperlukan untuk meneliti kemungkinan celahcelah yang ada di dalam suatu kontrak
secara sangat cermat itu akan sangat besar jumlahnya. Bahkan apabila diperhitungkan,
mungkin besarnya nilai kerugian yang bisa terjadi dengan adanya celahcelah kecil pada
kontrak tersebut nilainya masih lebih rendah daripada jumlah biaya yang kita akan
alokasikan kepada sistem penelitian yang sangat cermat. Contoh yang lain lagi, untuk
kepentingan departemennya: mungkin seorang manajer bagian pelatihan menginginkan
sarana alat peraga yang komplit dan mutakhir, sedangkan ditinjau dari segi kepenting
an perusahaan itu sendiri secara keseluruhan mungkin nilai manfaat yang akan dapat
dihasilkan oleh bagian pelatihan tidaklah sebanding dengan biaya yang harus mereka
bayar untuk peralatanperalatan tersebut.
Oleh karena itu meskipun para manajer dari unitunit staf biasanya menginginkan
keadaan yang ’’sangat ideal” untuk kelancaran dan keistimewaan kegiatan operasional
mereka, tetapi harus dipertimbangkan lebih lanjut bahwa tuntutan semacam itu akan
dapat membebani perusahaan dengan jumlah biaya yang sangat tinggi, yang tidak akan
seimbang dengan manfaat yang dapat