Chapter II Perbandingan Desain Elastis dan Desain Plastis 3 Ruko menjadi 1 Ruko Metrolink Asrama Haji
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. Struktur dan Beban
Struktur adalah gabungan atau rangkaian dari beberapa elemen – elemen yang
dirakit sedemikian rupa hingga menjadi satu kesatuan yang utuh. Sedangkan definisi
Struktur dalam bangunan adalah sebuah sistem kompleks yang dimana terdapat pondasi,
kolom, dan balok sebagai faktor penyokong dan penyalur gaya gravitasi dan beban lateral
ke dalam tanah. Struktur bangunan dilihat dari pembagian letaknya terbagi menjadi 2 yaitu
:
1. Sub – Structure
Merupakan struktur bagian bawah yang berhubungan langsung dengan tanah
dimana dalam hal ini adalah pondasi yang berfungsi sebagai penyangga atau
pendukung super – structure.
2. Upper – Structure
Merupakan bagian struktur yang berhubungan langsung dengan fungsi bangunan
berupa kolom, balok, dinding, dll.
Beban adalah suatu gaya yang bekerja pada suatu luasan tertentu dalam kurun
waktu sementara maupun selamanya. Sedangkan dalam bangunan beban didefinisi sebagai
sekelompok gaya yang bekerja pada suatu luasan tertentu dalam struktur. Pembagian
beban dalam bangunan secara garis besar terbagi menjadi :
1. Beban Mati.
Merupakan beban yang besar dan letaknya tidak dapat berubah ( bersifat tetap )
selama masa layan struktur, termasuk unsur – unsur tambahan, finishing, mesin –
mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari gedung atau bangunan tersebut. Termasuk dalam beban ini adalah beban
struktur seperti beban akibat dari kolom dan balok.
Tabel 2.1. Berat bahan bangunan
Bahan Bangunan
Berat
Baja
7850 kg/m³
Beton
2200 kg/m³
Beton Bertulang
2400 kg/m³
Kayu ( kelas I )
1000 kg/m³
Pasir ( kering luar )
1600 kg/m³
2. Beban Hidup.
Merupakan beban yang besar dan letaknnya dapat berubah – ubah seperti beban
akibat manusia, perabot dan faktor penunjang bangunan non – struktural.
Tabel 2.2. Beban hidup pada lantai bangunan
Kegunaan Bangunan
Berat
Lantai dan tangga rumah tinggal sederhana.
125 kg/m²
Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, toserba,
250 kg/m²
restoran, hotel, asrama, dan rumah sakit.
Lantai ruang olahraga
400 kg/m²
Lantai pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan, ruang arsip,
400 kg/m²
toko buku, ruang mesin, dan lain – lain.
Lantai gedung parkir bertingkat, untuk lantai bawah.
800 kg/m²
3. Beban Angin.
Merupakan beban yang ditimbulkan oleh angin akibat dari struktur yang menjulang
tinggi ke atas.
4. Beban Gempa.
Merupakan beban yang ditimbulkan akibat adanya pergerakan struktur tanah secara
horizontal maupun vertikal yang diterima oleh pondasi.
5. Beban Additional (Beban tambahan berdasarkan kondisi dan letak bangunan).
Merupakan beban yang besarnya lebih dari beban mati maupun beban hidup seperti
beban yang ditimbulkan akibat penambahan tangga, lift, air hujan, dll.
II. 2. Pondasi
Pondasi adalah suatu konstruksi pada bagian dasar struktur bangunan (sub –
structure) yang berfungsi menopang struktur dan meneruskan beban dari bagian atas
struktur bangunan (upper – structure) ke lapisan tanah yang berada di bagian bawah tanpa
mengakibatkan keruntuhan geser tanah, dan penurunan (settlement) tanah/pondasi yang
berlebihan.
Berdasarkan letak dan posisi pondasi terbagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1. Pondasi Dangkal (Shallow Foundation)
2. Pondasi Dalam (Deep Foundation)
II. 2. 1. Pondasi Dangkal
Pondasi dangkal adalah jenis pondasi yang dibuat dekat dengan permukaan tanah.
Hal ini dikarenakan struktur yang akan dibangun diatasnya adalah bangunan sederhana
yang tidak memberikan beban terlampau besar seperti pembangunan rumah sederhana
maupun bertingkat (< 5 lantai). Adapun beberapa contoh pondasi yang termasuk pondasi
dangkal adalah :
a. Pondasi Tapak.
Gambar 2.1 Pondasi Tapak
Pondasi tapak digunakan untuk mendukung beban titik individual seperti
kolom.Pondasi tapak dapat berupa bulatan (melingkar) maupun persegi.
b. Pondasi Menerus (Batu Kali).
Gambar 2.2 Pondasi Menerus
Pondasi menerus yang biasanya dipakai adalah pondasi menerus yang terbuat dari
pasangan batu kali.Pondasi menerus digunakan untuk mendukung beban memanjang atau
beban garis, baik untuk mendukung beban dinding maupun beban kolom.Pondasi menerus
biasanya dibuat dengan bentuk persegi maupun trapesium.Pondasi ini biasanya digunakan
sebagai pondasi dinding maupun pondasi kolom praktis.
II. 2. 2. Pondasi Dalam
Pondasi dalam adalah pondasi yang didirikan di permukaan tanah dengan
kedalaman tertentu dimana daya dukung dasar pondasi dipengaruhi oleh beban struktural
dan kondisi permukaan tanah.Pondasi ini digunakan apabila nilai daya dukung tanah yang
dibutuhkan jauh berada didalam tanah.Pondasi dalam adalah perluasan dari pondasi
dangkal yang dimana pondasi tapak disokong oleh 2 atau lebih tiang yang ditancapkan ke
dalam tanah sesuai dengan kebutuhan daya dukung. Jenis pondasi dalam terbagi menjadi 2
yaitu :
a. Pondasi Tiang Pancang
Gambar 2.3 Pondasi Tiang Pancang
Pondasi tiang pancang digunakan apabila daya dukung yang diperlukan tidak
berada dekat dengan permukaan tanah sehingga perlu diberikan penyokong yang ditanam
jauh kedalam tanah sampai dengan tanah keras atau lapisan tanah batu.
b. Pondasi Bor Pile
Gambar 2.4 Pondasi Bor Pile
Pondasi bor pile sebenarnya sama dengan pondasi tiang pancang dengan perbedaan
cara pembuatan. Dimana pada pondasi tiang pancang, tiang akan langsung dipukul
kedalam tanah sedangkan pada pondasi bor pile akan dibor lubang dengan ukuran sebesar
dan sedalam yang diinginkan kemudian dimasukan besi dan di cor. Pondasi ini dipakai
apabila kedalaman tanah keras yang dicari tidak dapat dijangkau oleh tiang pancang.
II. 3. Kolom
Kolom adalah batang tekan vertikal dari suatu rangka struktur yang memikul beban
dari balok.Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang peranan penting
dari suatu bangunan, sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan lokasi kritis yang
dapat menyebabkan runtuhnya lantai yang bersangkutan dan juga runtuh total seluruh
struktur (Sudarmoko, 1996).
Fungsi utama dari kolom adalah sebagai perantara beban seluruh bangunan ke
pondasi.Selain itu, kolom juga difungsikan sebagai pengikat pasangan dinding bata.
Berdasarkan bentuk dan susunan tulangan pada kolom, kolom dapat dibagi menjadi 3
kategori yaitu :
1. Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral
Merupakan kolom beton yang ditulangi dengan batang tulangan pokok memanjang,
yang pada jarak spasi tertentu diikat dengan pengikatt sengkang arah
lateral.Tulangan ini berfungsi untuk memegang tulangan pokok memanjang agar
tetap kokoh pada tempatnya.
2. Kolom menggunakan pengikat spiral
Memiliki bentuknya sama dengan kolom menggunakan pengikat sengkang lateral
hanya saja sebagai pengikat tulangannya adalah tulangan spiral yang dililitkan
keliling membentuk heliks menerus di sepanjang kolom. Fungsi dari tulangan
spiral ini untuk memberi ruang pada kolom agar dapat menyerap deformasi cukup
besar sebelum runtuh, sehingga mampu mencegah terjadinya kehancuran struktur
secara menyeluruh.
3. Kolom Komposit
Merupakan kolom yang diperkuat pada arah memanjang dengan gelagar baja profil
dengan atau tanpa diberi tulangan pokok memanjang.
Gambar 2.5 Jenis Kolom a) Kolom sengkang lateral,
b) Kolom sengkang spiral, c) Kolom komposit.
Kolom pada bangunan sederhana dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1. Kolom Utama
Adalah kolom yang berfungsi utamanya sebagai penyokong beban utama yang
berada diatasnya.
2. Kolom Praktis
Adalah kolom yang berfungsi membantu kolom utama dan juga sebagai pengikat
dinding agar stabil. Kolom praktis biasanya memiliki ukuran yang sama dengan
dinding dan dipakai apabila jarak antar 2 kolom terdekat > 3,5 meter.
Berdasarkan posisi beban, kolom dibedakan menjadi 2 yaitu kolom dengan beban
sentris dan kolom dengan beban eksentris. Kolom dengan beban sentris mengalami gaya
aksial dan tidak mengalami momen lentur. Keruntuhan kolom dapat terjadi pada beton
hancur karena tekan atau baja tulangan leleh karena tarik. Kolom pendek adalah kolom
yang runtuh karena materialnya, yaitu lelehnya baja tulangan atau hancurnya beton
sedangkan kolom langsing adalah kolom yang runtuh karena tekuk yang besar.
II. 4. Balok
Balok adalah bagian dari struktur yang berfungsi untuk menopang lantai dan juga
sebagai penyalur momen menuju kolom serta pendukung beban vertikal dan horizontal.
Balok dikenal sebagai elemen lentur, yaitu elemen struktur yang dominan memikul gaya
dalam berupa momen lentur dan juga geser.
Balok pada bangunan dibagi menjadi 2 jenis :
1. Balok Induk
Adalah balok yang fungsi utamanya sebagai penyalur momen dan juga sebagai
tempat menopang bagi lantai.Balok Induk biasanya memiliki ukuran yang lebih
besar daripada balok anak.
2. Balok Anak
Adalah balok yang dibuat dengan fungsi membantu balok utama dalam menopang
lanati.Balok anak biasanya dibuat apabila jarak antar kolom terdekat > 6 meter. Hal
ini dikarenakan terlalu luas lantai akan menimbulkan beban yang semakin besar
sehingga dengan adanya balok anak dapat mereduksi beban dengan cara membagi
luasan lantai menjadi beberapa bagian.
Balok berdasarkan letak dalam bangunan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu
:
a. Balok Kantilever
Adalah balok yang hanya salah satu ujungnya yang tertahan sedangkan ujung
lainnya dalam keadaan bebas.Biasanya diatas balok ini dijadikan sebagai tempat
yang tidak menahan beban besar seperti teras.
Gambar 2.6 Balok kantilever
b. Balok Menerus
Adalah balok yang memanjang dari depan hingga belakang ataupun melintang dari
samping kiri ke samping kanan. Sering disebut balok utama atau balok induk yang
berfungsi sebagai penopang lantai dan penyalur beban ke kolom.
Gambar 2.7 Balok Menerus
Secara umum, pra desain untuk tinggi balok direncanakan L/10 – L/15, dan untuk
lebar balok diambil 1/2H – 2/3H, dimana H adalah tinggi balok dan L adalah panjang
bentang balok dari tumpuan ke tumpuan. Hal ini dimaksudkan sebagai syarat keamanan
untuk menjaga besarnya lendutan yang terjadi akibat pengaruh beban yang bekerja pada
balok. Menurut SNI 03-2847-2002, tebal minimum (h) dapat ditentukan tanpa
memperhitungkan lendutan berdasarkan tabel berikut.
Tabel 2.3. Tebal minimum balok Non-Prategang atau pelat satu arah bila lendutan
tidak dihitung
II. 5. Perkuatan Struktur
Perubahan desain ataupun perubahan kegunaan dari sebuah bangunan sering kali
dianggap sebagai hal yang biasa saja dimana tidak ada perubahan pada struktur bangunan
yang dilakukan sebagai antisipasi dari efek perubahan desain maupun kegunaan dari
sebuah gedung.Sebenarnya perubahan desain dan kegunaan dari sebuah bangunan secara
tidak langsung telah menyebabkan bangunan mengalami perubahan baik dari segi beban
yang diterima maupun segi material yang dipakai.
Perubahan pada sebuah struktur akan menyebabkan bangunan menjadi tidak aman
sebab pada perencanaan awal tidak diperkirakan mengenai perubahan kegunaan bangunan.
Hal ini akan berdampak pada kekuatan struktur dalam menerima beban yang mungkin
akan lebih besar. Dengan kata lain apabila struktur menerima beban yang lebih besar dari
perencanaan maka ada kemungkinan struktur akan mengalami runtuh (collapse) akibat
adanya perubahan momen pada daerah kolom maupun balok.
Selain perubahan kegunaan bangunan, kecelakaan seperti kebakaran maupun banjir
secara tidak langsung juga menyebabkan perubahan struktur dimana kolom dan balok akan
kehilangan kekuatannya. Untuk itulah diperlukan perkuatan struktur pada setiap bangunan
yang akan diahli fungsikan apabila beban yang akan di terima oleh bangunan lebih besar
dari beban awalnya. Perkuatan struktur untuk mempertahankan atau menambah kekutan
sebenarnya sudah sangat lama dikembangkan, sehingga saat ini banyak cara yang dapat
dipakai untuk memperkuat struktur.
Beberapa cara perkuatan yang umum digunakan antara lain :
1. Memberi selubung pada struktur atau disebut dengan jacketing menggunakan
material Fiber Reinforced Polymer (FRP)
2. Memperbesar dimensi struktur
3. Menambah lapisan beton yang baru
4. Memberikan penulangan tambahan dari luar atau externally reinforcement
Ketiga metode ini memiliki kelebihan masing-masing, diantaranya :
1. Perkuatan dengan FRP
a) Perkuatan dengan FRP dapat menambah kekuatan lentur dan geser tanpa
mempengaruhi berat sendiri struktur karena bahannya yang sangat ringan
b) Tidak mengalami korosi sehingga bisa digunakan untuk struktur yang berhubungan
dengan asam ataupun zat korosif lainnya
c) Dapat diaplikasikan untuk berbagai bentuk struktur karena tersedia dalam bentuk
lembaran maupun pelat
d) Distribusi bahan yang mudah karena dapat digulung dan tidak berat
2. Memperbesar dimensi struktur
a) Biayanya murah
b) Tidak memerlukan keahlian khusus
c) Tahan terhadap korosi
d) Tahan terhadap api
3. Memberikan penulangan tambahan dengan baja
a) Biayanya lebih murah dari FRP
b) Tidak terlalu mempengaruhi berat sendiri struktur dibanding pemberian lapisan
beton baru (memperbesar dimensi struktur)
c) Tulangan eksternal dapat berupa pelat tipis maupun berbagai bentuk profil baja
Namun perkuatan dengan metode diatas juga memiliki kekurangan, yaitu :
1. Perkuatan dengan FRP
a) Metode jacketing memang mudah untuk dilaksanakan namun memerlukan biaya
awal yang sangat mahal
b) Material FRP tidak tahan terhadap api
c) Dibutuhkan keahlian khusus dalam pemasangannya
2. Memperbesar dimensi struktur
a) Penambahan lapisan beton akan menambah beban sendiri struktrur karena berat jenis
beton yang cukup besar
b) Memerlukan perancah sampai struktur bisa berfungsi dengan baik
c) Dibutuhkan waktu yang lebih lama sampai struktur bisa berfungsi dengan baik
dibanding dengan FRP
3. Memberikan penulangan tambahan dengan baja
Pemberian tulangan tambahan dari luar menggunakan pelat maupun profil baja
umumnya dilekatkan menggunakan epoxy, hal ini tidak efektif karena ikatan antara
balok dengan pelat atau profil bisa lepas (slip).
II. 5. 1. Perkuatan Pondasi
Perkuatan pondasi diberikan apabila terjadi perubahan pada struktur diatasnya yang
mengakibatkan perubahan fungsi bangunan tersebut. Pada saat terjadi perubahan struktur
diatas pondasi akan ditemui 2 kondisi, yaitu :
1. Kondisi RLama≤ RBaru , jika kondisi ini tercapai maka pondasi harus diperkuat baik
memperbesar pile cap maupun menambahkan pondasi tiang.
2. Kondisi RLama≥ RBaru , jika kondisi ini tercapai maka pondasi tidak perlu diperkuat
karena pondasi direncanakan untuk menahan beban yang lebih besar.
Perkuatan pondasi pada kasus kali ini akan dilakukan dengan cara menambahkan
bor pile. Pemberian bor pile dimaksudkan agar dapat membantu dalam menahan beban
bangun yang bertambah. Pile cap pada pondasi bor pile akan dibuat tepat diatas pondasi
lama sehingga beban beban akan jatuh pada pile cap bukan pada pondasi lama. Adapun
gambaran perletakan pile cap adalah :
Gambar 2.8 Desain Perkuatan Pondasi
II. 5. 1. 1. Perencanaan Perkuatan Pondasi
Pada perencanaan pondasi bor pile ada beberapa beban yang bekerja pada pondasi,
antara lain :
1. Beban Horizontal/Geser, contohnya beban akibat gaya tekan tanah
2. Beban Vertikal/ Tarik dan Tekan, contohnya beban mati, beban hidup dan gaya gempa
3. Momen
Denah Perencanaan :
Gambar 2.9 Denah Pondasi Bor Pile
Perencanaan besar dimensi serta jumlah bor pile yang dibutuhkan dapat
diperhitungkan dengan rumus :
N ≤ n Qtiang
Dimana :
N
: Gaya normal yang bekerja (kg)
n
: Jumlah bor pile
Qtiang
: Kapasitas daya dukung ijin bor pile (kg)
Dimana :
Qtiang
: Kapasitas daya dukung ijin bor pile (kg)
qc
: Nilai konus (kg/cm2)
f
: Jumlah hambatan pelekat atau Total Friction (kg/cm)
O
: Keliling bor pile (cm)
A
: Luas penampang ujung bor pile (cm2)
Teori membuktikan dalam daya dukung kelompok bor pile tidak sama dengan daya
dukung bor pile secara individu dikalikan dengan jumlah bor pile dalam satu kelompok
tetapi perkalian antara daya dukung bor pile dengan banyaknya bor pile dikalikan dengan
faktor effisiensi kelompok bor pile. Adapun effisiensi kelompok bor pile dapat
diperhitungkan dengan :
{
}8
(
Dimana :
m
: Jumlah baris
n
: Jumlah bor pile dalam satu baris
)
(
)
9
. /
θ
:
d
: Diameter tiang (cm)
S
: Jarak antar tiang (cm)
1,5 d ≤ S ≤ 3,5 d
Untuk perencanaan tulangan yang digunakan pada bor pile dapat ditentukan dengan
rumusan berikut :
Dimana :
Atiang
: Luas bor pile (m2)
Fb
: Luas bor pile tunggal (m2)
Fe
: Luas tulangan dalam 1 bor pile (m2)
n
: Jumlah bor pile dalam 1 pile cap
σb
: Tegangan izin bahan (kg/m2)
Dengan adanya tulangan dalam bor pile maka diperlukan juga panjang penyaluran
tulangan yang secara langsung menentukan panjang dari bor pile yang akan dipakai.
Panjang penyaluran dapat ditentukan dengan rumusan sesuai SNI 2002 :
√
Dimana :
ldb
: Panjang penyaluran tulangan (m)
db
: Diameter tulangan (mm)
fy
: Tegangan leleh (Mpa)
fc’
: Kuat tekan beton (Mpa)
Nilai ldb tidak boleh kurang dari 200 mm, atau ldb = 0,04 db . fy
II. 5. 1. 2. Perencanaan Pile Cap
Pile cap digunakan sebagai pondasi untuk mengikat bor pile yang sudah terpasang
dengan struktur diatasnya adalah slab. Dimensi dari pile cap tergantung dari seberapa besar
beban yang di tahan serta berapa banyak bor pile yang digunakan.
Untuk pendimensian pile cap didesain berdasarkan dengan SNI 2002 dengan ketentuan
sebagai berikut :
SNI 03 – 2847 – 2002 pasal 9 . 7
Tebal selimut beton minimun untuk beton yang dicor langsung di atas tanah dan selalu
berhubungan dengan tanah adalah 75 mm.
SNI 03 – 2847 – 2002 pasal 13 . 12
Kuat geser pondasi telapak di sekitar kolom, beban terpusat, atau daerah reaksi
ditentukan oleh kondisi terberat dari dua hal berikut :
1. Aksi balok satu arah di mana masing – masing penampang kritis yang akan ditinjau
menjangkau sepanjang bidang yang memotong seluruh lebar pondasi telapak.
2. Aksi dua arah di mana masing – masing penampang kritis yang akan ditinjau harus
ditempatkan sedemikian hingga perimeter penampang adalah minimun.
SNI 03 – 2847 – 2002 pasal 17 . 7
Ketebalan pondasi telapak di atas lapisan tulangan bawah tidak boleh kurang dari 300
mm untuk pondasi telapak diatas tiang pancang.
Sesuai dengan SNI 2002 pasal 13 . 12 mengenai gaya geser 1 arah dan gaya geser
2 arah untuk pile cap dapat diperhitungkan sesuai dengan rumusan berikut :
Untuk geser satu arah (aksi balok) :
Digunakan untuk pondasi telapak yang panjang dan sempit.
Gaya tarik diagonal beton pada penampang kritis ( sejarak d), ditentukan sebagai
berikut :
√
Gaya geser yang bekerja pada penampang kritis sejarak d, ditentukan sebagai berikut :
atau
Untuk geser dua arah (geser – pons) :
(
)
(
)
Digunakan untuk pondasi telapak segi-empat biasa. Besarnya kapasitas geser beton pada
keruntuhan geser dua arah (geser – pons) dari pondasi telapak, pada penampang kritis
sejarak d/2, ditentuan nilai terkecil dari persamaan berikut :
(
) √
(
)
√
√
Dimana :
d
: tinggi efektif
bo
: keliling dari penampang kritis, pada jarak d/2
βc
: rasio dari sisi panjang terhadap sisi pendek dari kolom, daerah beban
terpusat atau daerah reaksi
αs
: 40 untuk kolom dalam, 30 untuk kolom pinggir dan 20 untuk kolom sudut
Besarnya gaya geser yang bekerja pada penampang kritis sejarak d/2, dapat ditentukan
sebagai berikut :
,(
)
(
) (
)-
Perhitungan tulangan pile cap di dasari dari SNI 03 – 2847 – 2002 pasal 17. 4. 2 dimana
momen terfaktor maksimum untuk sebuah pondasi setempat harus dihitung pada
penampang kritis yang terletak di :
1. Muka kolom, pedestal, atau dinding, untuk pondasi telapak yang mendukung
kolom, pedestal, atau dinding beton.
2. Setengah dari jarak diukur dari bagian tengah ke tepi dinding, untuk pondasi
telapak yang mendukung dinding pasangan.
3. Setengah dari jarak yang diukur dari muka kolom ke tepi pelat alas baja, untuk
pondasi yang mendukung pelat dasar baja.
Berdasarkan keterangan diatas maka tulangan tarik untuk pile cap dapat ditentukan
dengan rumusan berikut :
(
Dengan persyaratan :
)
Sedangkan untuk tulangan tekan dapat diambil As = 20% . Astarik .
Dimana :
Mu
: Momen yag bekerja pada pile cap ( kN-m )
Mn
: Momen nominal ( kN-m )
Pu
: Gaya aksial ( kN )
s
: Jarak antar ujung kolom ke As tiang ( m )
d
: Tebal efektif pondasi ( m )
As
: Besar luasan tulangan yang dipakai ( mm2)
II. 5. 2. Perkuatan Kolom
Pada umumnya bangunan gedung direncanakan dapat berfungsi selama masa layan
tertentu. Namun selama masa layannya bangunan rentan terhadap kerusakan akibat
berbagai hal. Setiap kerusakan diusahakan dapat dideteksi sedini mungkin, sebab salah
satu kerusakan dapat merembet, memicu dan memperparah kerusakan lainnya.
Triwiyono (2005) menyatakan bahwa perbaikan atau perkuatan struktur atau elemen
– elemen struktur diperlukan apabila terjadi degradasi bahan yang berakibat tidak
terpenuhi lagi persyaratan – persyaratan yang bersifat teknik yaitu : kekuatan (strength),
kekakuan (stiffness), stabilitas (stability), dan ketahanan terhadap kondisi lingkungan
(durability). Tidak terpenuhinya persyaratan – persyaratan tersebut tidak hanya disebabkan
oleh kerusakan saja akan tetapi perubahan peraturan (code) dengan persyaratan yang lebih
ketat, mungkin saja struktur yang sebelumnya dianggap memenuhi persyaratan menjadi
tidak lagi, sehingga diperlukan tindakan perkuatan.
Ada dua jenis perbaikan yang dapat dilakukan dalam pekerjaan retrofitting yaitu
repairing dan strengtheing. Istilah repairing diterapkan pada bangunan yang sudah rusak,
dimana telah terjadi penurunan kekuatan, untuk dikembalikan seperti semula. Sedangkan
strengtheing adalah suatu tindakan modifikasi struktur, mungkin belum terjadi kerusakan,
dengan tujuan untuk menaikan kekuatan atau kemampuan bangunan untuk memikul beban
– beban yang lebih besar akibat perubahan fungsi bangunan dan stabilitas.
Perkuatan kolom dilakukan dengan tujuan antara lain :
a. Meningkatkan kapasitas beban hidup yang dapat ditanggung oleh kolom.
b. Menambah perkuatan pada kolom untuk mengatasi kesalahan perencanaan maupun
konstruksi.
c. Meningkatkan ketahanan kolom bangunan terhadap gaya gempa yang akan terjadi
dilihat dari tingkat kepentingan bangunan, lokasi bangunan, dan lain sebagainya.
d. Menambah atau menggantikan penulangan yang berkurang akibat kerusakan
karena tumbukan atau korosi.
Perkuatan kolom yang dipakai pada studi kali ini adalah menggunakan Concrete
Jacketing. Dimana konsep dasar metode ini adalah perbesaran dimensi dan penambahan
tulangan pada elemen struktur untuk meningkatkan kinerja elemen tersebut. Pembesaran
tersebut dilakukan dengan Jacketing. Jacketing dari bahan beton telah terbukti sebagai
solusi perkuatan yang efektif yang meningkatkan kinerja seismik kolom. Teknik perkuatan
struktur ini digunakan pada kolom bangunan yang bertujuan untuk memperbesar
penampang kolom, maka penampang kolom menjadi besar daripada sebelumnya sehingga
kekuatan geser beton menjadi meningkat.
Menurut dokumen CED 39 (7428), spesifikasi minimum yang harus dipenuhi antara
lain :
a. Mutu beton pembungkus yang harus lebih besar atau sama dari mutu beton
existing.
b. Untuk kolom yang tulangan longitudinal tambahan tidak dibutuhkan, minimum
harus diberikan tulangan Ø12 mm di keempat ujungnya dengan sengkang Ø8mm.
c. Minimum tebal jacketing 100 mm.
d. Diameter tulangan sengkang minimum Ø8 mm tidak boleh kurang 1/3 Ø tulangan
longitudinal.
e. Jarak maksimal tulangan sengkang pada daerah ¼ bentang adalah 100 mm, dan
jarak vertikal antar tulangan sengkang tidak boleh melebihi 100 mm.
Kolom Asli
Kolom Jacketing
Perencanaan kolom dapat didasarkan pada beberapa kondisi, yaitu :
1. Kolom dengan beban sentris.
Kapasitas beban sentris maksimum diperoleh dengan menambahkan konstribusi
beton yaitu ( Ag – Ast ) 0,85 f’c dan kontribusi baja tulangan yaitu sebesar Ast . fy,
dimana Ag luas penampang bruto dan Ast luas total tulangan baja. Kapasitas beban sentris
maksimum yaitu :
(
)
Akan tetapi pada keadaan aktual, beban eksentris sebesar nol sangat sulit terjadi dalam
sebuah struktur hal ini dikarenakan ukuran kolom yang tidak sentris.
Berdasarkan SNI 03 – 2847 – 2002 pasal 12. 3. 5 , kuat rencana kolom tidak boleh
melebihi :
a. Untuk kolom persegi
b. Untuk kolom bulat
(
)
(
)
Dengan syarat faktor reduksi (ϕ) untuk kolom persegi sebesar 0,65 dan kolom bulat
0,70. Untuk penulangan kolom bulat sesuai SNI 03 – 2487 – 2002 pasal 12. 9
disyaratkan :
a. Luas tulangan longitudinal komponen struktur tekan tidak boleh kurang dari 0,01
ataupun lebih dari 0,08 kali luas penampang bruto.
b. Jumlah tulangan longitudinal minimum adalah 4 untuk kolom persegi atau
lingkaran, 3 untuk kolom sengkang segitiga dan 6 untuk kolom persegi pengikat
spiral.
c. Rasio penulangan spiral untuk fy ≤ 400 tidak boleh kurang dari :
(
)
2. Kolom dengan beban eksentris
Kolom yang menahan beban eksentris mengakibatkan baja pada sisi yang
tertarik akan mengalami tarik dengan garis netral dianggap kurang dari tinggi efektif
penampang (d). Apabila angka kelangsingan
maka tergolong kolom
pendek. Berdasarkan regangan yang terjadi pada baja tulangan yang tertarik, kondisi
awal keruntuhan digolongkan menjadi dua yaitu :
a. Keruntuhan tarik yang diawali dengan luluhnya tulangan tarik dimana
Pn < Pnb.
b. Keruntuhan tekan yang diawali dengan kehancuran beton dimana
Pn > Pnb.
Kondisi balance terjadi saat baja tulangan mengalami luluh bersamaan dengan
regangan beton. Beton mencapai kekuatan maksimum f’c pada saat regangan desak
beton maksimal mencapai 0,003. Perencanaan kolom eksentris diselesaikan dengan
dua cara antara lain :
A. Metode Pendekatan Diagram Pn - Mn
Diagram Pn - Mn yaitu suatu grafik daerah batas yang menunjukkan ragam kombinasi
beban aksial dan momen yang dapat ditahan oleh kolom secara aman. Diagram
interaksi tersebut dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah keruntuhan tekan dan
daerah keruntuhan tarik dengan pembatasnya adalah titik balance. Tulangan
dipasang simetris untuk mempermudah pelaksanaan, mencegah kekeliruan dalam
penempatan tulangan tarik atau tulangan tekan dan mengantisipasi perubahan
tegangan akibat beban gempa. Analisis kolom dengan diagram Pn - Mn
diperhitungkan pada tiga kondisi yaitu :
a. Pada Kondisi Eksentrisitas Kecil
Prinsip-prinsip pada kondisi ini dimana kuat tekan rencana memiliki nilai
sebesar kuat rencana maksimum.
(
)
sehingga kuat tekan kolom maksimum yaitu :
b. Pada Kondisi Momen Murni
Momen murni tercapai apabila tulangan tarik belum luluh sedangkan tulangan
tekan telah luluh dimana fs adalah tegangan tulangan tekan pada kondisi luluh.
Pada kondisi momen murni keruntuhan terjadi saat hancurnya beton (Pn = Pu =
0). Keseimbangan pada kondisi momen murni yaitu :
ND1 + ND2 = NT
Dimana :
ND1 = 0,85 f’c b a
ND2 = f’s A’s
NT = fy As
Selisih akibat perhitungan sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Persamaan
yang diperoleh dari segitiga sebangun dengan tinggi sumbu netral pada c yaitu
:
(
Momen rencana dapat dihitung sebagai berikut :
)
Mr = ϕMn
Mn = Mn1 + Mn2 = ND1 Z1 + ND2 Z2
c. Pada Kondisi Balance
Kondisi keruntuhan balance tercapai apabila tulangan tarik luluh dan beton
mengalami batas regangan dan mulai hancur. Persamaan yang diperoleh dari
segitiga yang sebangun dengan persamaan sumbu netral pada kondisi balance
(Cb) yaitu :
atau dengan Es = 200000, maka :
Persamaan kesetimbangan pada kondisi balance :
Pb = ND1 + ND2 – NT
Sehingga eksentrisitas balance (eb) dapat ditulis sebagai berikut :
Pb (eb + d/2) = Mnb
Mrb = ϕPb eb
B. Metode Pendekatan Whitney
Persamaan-persamaan yang disarankan Whitney dugunakan sebagai solusi
alternatif dengan cara coba-coba walaupun tidak selalu konservatif khususnya
apabila beban rencana terlalu dekat dengan beban balance.
a. Kolom Segi Empat
Persamaan-persamaan
Whitney pada
kondisi
keruntuhan tekan yang
disarankan berdasarkan asumsi-asumsi :
1) Tulangan dipasang simetris pada satu lapis sejajar terhadap sumbu lentur
penampang segi empat.
2) Tulangan tekan telah leleh.
3) Luas beton yang ditempati tulangan diabaikan.
4) Tinggi balok tegangan ekivalen dianggap sebesar 0,54d setara dengan harga
a rata-rata kondisi balance pada penampang segi empat.
5) Keruntuhan tekan menentukan.
Dalam banyak hal, metode Whitney konservatif apabila eksentrisitas sangat
kecil.
Persamaan Whitney untuk hancur tekan menentukan :
0(
)
1
.
/
Persamaan Whitney untuk hancur tarik menentukan berdasarkan asumsiasumsi keruntuhan ditandai dengan luluhnya tulangan tarik sedangkan
tulangan tekan bisa belum luluh.
b. Kolom Bulat
Persamaan-persamaan
[
]
√(
)
Whitney pada kondisi
4
5
keruntuhan tekan yang
disarankan berdaarkan asumsi-asumsi :
1) Transformasi kolom bulat menjadi kolom segi empat akivalen.
2) Tebal penampang segi empat ekivalen diambil sebesar 0,8h dimana h
adalah diameter kolom bulat.
3) Lebar kolom segi empat ekivalen diambil sebesar Ag / 0,8h.
4) Luas total tulangan segi empat ekivalen pada dua lapis yang sejajar berjarak
2Ds /3 dalam arah lentur dimana Ds adalah diameter tulangan terluar dari as
ke as.
Persamaan Whitney untuk keruntuhan tekan :
. /
0(
Persamaan Whitney untuk keruntuhan tarik :
Dimana
[√(
)
1
)
(
h
: diameter penampang
Ds
: diameter tulangan terluar dari as ke as
e
: eksentrisitas terhadap pusat plastis
)]
3. Kolom Langsing
Apabila angka kelangsingan kolom melebihi batas untuk kolom pendek maka
kolom tersebut akan mengalami tekuk sebelum mencapai batas limit kegagalan
material. Kolom tersebut adalah jenis kolom langsing yang mengalami momen
tambahan akibat efek PΔ dimana P adalah beban aksial dan Δ adalah defleksi akibat
kolom tertekuk pada penampang yang ditinjau.
a. Besarnya k dapat dihitung dengan persamaan-persamaan dari peraturan ACI (E.G
Nawy., 1998) antara lain :
1) Batas atas faktor panjang efektif untuk batang tekan berpengaku diambil dari nilai
terkecil antara persamaan berikut:
k = 0,7 + 0,05 (ψA + ψB) ≤ 1,0
k = 0,85 + 0,05 ψ min ≤ 1,0
Dimana ψA dan ψB adalah ψ pada ujung kolom dan ψmin adalah yang terkecil dari
kedua harga tersebut.
∑. /
∑. /
Dimana lu adalah panjang tak tertumpu kolom dan ln adalah bentang bersih balok.
2) Batas atas faktor panjang efektif untuk batang tekan tanpa pengaku yang tertahan
pada kedua ujungnya diambil sebesar :
Untuk ψ m < 2
√
Untuk Ψ m ≥ 2
√
Diamana ψ m adalah harga ψ rata-rata dari kedua ujung batang tertekan tersebut.
3) Batas atas faktor panjang efektif untuk batang tekan tanpa pengaku yang kedua
ujungnya sendi diambil sebesar :
k = 2,0 + 0,3 ψ
b. Pengaruh kelangsingan
SNI 03 – 2487 – 2002 pasal 12. 12 dan pasal 12. 13 mensyaratkan pengaruh
kelangsingan boleh diabaikan apabila :
1)
untuk komponen struktur tekan yang ditahan terhadap
goyangan kesamping.
2)
untuk komponen struktur tekan yang tidak ditahan terhadap goyang
kesamping.
M1 dan M2 adalah momen pada ujung-ujung yang berlawanan pada kolom dengan
M2 adalah momen yang lebih besar dan M1 adalah momen yang lebih kecil.
c. Metode pembesaran momen
Pembesaran momen bergantung pada besarnya kelangsingan batang, desain
penampang dan kekuatan seluruh rangka portal bergoyang. Komponen struktur tekan
harus direncanakan menggunakan beban aksial terfaktor serta momen terfaktor yang
diperbesar. Sesuai SNI 03 – 2487 – 2002 pasal 12. 13 (3) perbesaran momen dapat
ditentukan dengan rumusan :
∑
Dengan:
∑
)
(
(
)
√
Dimana ∑Pu adalah jumlah seluruh beban terfaktor yang bekerja pada suatu tingkat
dan ∑Pc adalah jumlah seluruh kapasitas tekan kolom – kolom bergoyang pada suatu
tingkat.
d. Kuat geser
Sesuai dengan SNI 03 – 2487 – 2002 pasal 13. 3 perencanaan kolom harus
mempertimbangkan gaya geser yang bekerja antara lain :
1) Komponen struktur yang dibebani tekan aksial :
√
5(
4
)
Dimana besaran Nu/Ag harus dalam MPa.
2) Kuat geser boleh dihitung dengan perhitungan yang lebih rinci ( yang dibebani
oleh geser dan lentur saja ) yaitu :
[√
]
Dengan nilai Mm menggantikan Mu dan nilai Vud/Mu boleh diambil lebih daripada
1,0 dengan :
(
)
Tetapi dalam hal ini Vc tidak boleh diambil lebih besar dari pada :
√
√
Bila gaya geser Vu lebih besar daripada kuat geser φVc maka harus disediakan
tulangan geser.
Dimana
(
√
)
√
Jika
√
maka spasi tulangan geser yang dipasang tegak lurus
terhadap sumbu aksial komponen struktur tidak boleh lebih dari d/2 atau 600 mm.
Untuk perkuatan kolom dengan menggunakan metode concrete jacketing momen
tahanan lentur harus memenuhi syarat :
Dimana untuk analisa perbesaran harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Tebal minimum untuk perkuatan dengan metode concrete jacketing adalah 100
mm.
2. Tulangan lentur minimum yang diperbolehkan adalah D13 mm.
3. Tulangan sengkang / pengikat minimum yang diperbolehkan adalah D8 mm.
4. Untuk tulangan utama minimum berjumlah 4 buah untuk kolom persegi dan
minimum berjumlah 6 buah untuk kolom bulat.
II. 5. 3. Perkuatan Balok
Berdasarkan kelebihan dan kekurangan beberapa metode perkuatan yang ada, pada
studi ini dipilih perkuatan dengan penambahan tulangan luar (eksternal). Adapun beberapa
penelitian yang sudah dilakukan tentang perkuatan ini baik yang menggunakan FRP
maupun dengan pelat atau profil baja, diantaranya :
Lamanna, Bank dan Scott (2001) meneliti perkuatan lentur balok beton bertulang
menggunakan baut dan potongan Fiber-Reinforced Polymer. Pada percobaan yang
dilakukannya digunakan balok dengan kekuatan berbeda yaitu 21 Mpa dan 42 Mpa dengan
dimensi 153x153 mm dan panjang 1220 mm. Balok yang digunakan berjumlah 9 buah
dengan perlakuan berbeda untuk lebar FRP, jumlah baris baut dan mutu beton. Dari
penelitian ini didapat kesimpulan untuk mutu beton yang lebih tinggi diperlukan perkuatan
yang lebih kecil dan kenaikan momen ultimate dapat dicapai apabila potongan FRP terikat
kuat.
Jumaat dan Alam (2006) meneliti mengenai masalah terkait metode penyatuan
pelat dari perkuatan balok beton bertulang. Dari penelitian yang dilakukan didapat
kesimpulan penggunaan FRP ternyata 10 kali lebih mahal dari perkuatan dengan pelat baja
dan FRP tidak tahan terhadap api, sehingga penggunaannya masih terbatas sedangkan
untuk perkuatan dengan pelat baja terdapat 3 jenis retak yaitu retak lentur, geser dan axial.
Namun retak ini dapat diatasi dengan pengaplikasian baut untuk mengikat pelat dengan
beton.
Al-Hassani, Al-Ta’an dan Mohammed (2013) meneliti perilaku balok beton
bertulang yang telah retak yang diperkuat dengan pelat baja eksternal.Pada percobaan ini,
digunakan 15 buah balok, dimana 9 buah balok dibebani dengan beban ultimate kemudian
diperkuat dan dibebani lagi hingga runtuh, 3 buah balok sebagai kontrol dan 3 buah balok
dibebani sampai runtuh, diperkuat dan dibebani lagi sampai runtuh. Dari penelitian ini
diperoleh kesimpulan : beban ultimate meningkat sekitar 1-17 % dengan perkuatan
memakai pelat tebal 1 mm dan 70-94 % dengan perkuatan memakai pelat tebal 3 mm.
Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian diatas, pada studi ini dipilih perkuatan
balok beton bertulang dengan memberikan penulangan tambahan dari luar (externally
reinforcement) untuk memperkuat lentur dari balok. Penulangan eksternal yang digunakan
adalah pelat baja. Dimana pelat baja yang digunakan pada sisi atas dan sisi bawah yang
berfungsi sebagai perkuatan daerah tekan dan daerah tarik dan akan dibaut pada balok
existing agar didapat kekuatan maksimum.
Perkuatan pada balok menggunakan Externally Reinforcement. Pada studi kali ini
yang akan ditambahkan adalah pelat yang berfungsi sebagai perkuatan pada daerah tekan
dan pada daerah tarik.
Menurut SNI 03 – 2487 – 2002 tebal minimun kolom dapat ditentukan tanpa
memperhitungkan lendutan berdasarkan :
Tabel 3. 1. Tebal minimum kolom
Komponen
Struktur
Dua tumpuan
Satu ujung
Kedua ujung
sederhana
menerus
menerus
Kantilever
Komponen yang tidak menahan atau tidak disatukan dengan partisi atau
konstruksi lain yang mungkin akan rusak oleh lendutan yang besar
Pelat masif
satu arah
l/20
l/24
l/28
l/10
l/16
l/18,5
l/21
l/8
Balok atau
pelat rusuk
satu arah
Untuk perkuatan lentur balok sesuai dengan SNI 03 – 2487 – 2002 persyaratan
untuk balok dengan tulangan rangkap adalah
Ada 3 kemungkinan keruntuhan pada balok dalam kondisi batas (ultimate), yaitu :
1. Keruntuhan tarik (under – reinforced)
Keruntuhan tarik terjadi apabila regangan pada baja tulangan lebih besar dari
regangan leleh beton dimana εs = εy tetapi εc’ < εcu’. Pada keruntuhan ini tulangan
baja yang leleh terlebih dahulu mengalami kehancuran terlebih dulu daripada
beton. Pada kondisi ini penampang balok memiliki rasio tulangan yang lebih kecil.
Persamaan kesetimbangan untuk keruntuhan ini adalah :
Dimana
4
5
2. Keruntuhan tekan (over – reinforced)
Keruntuhna tekan terjadi apabila regangan pada baja tulangan lebih kecil dari
regangan leleh beton dimana εs < εy tetapi εc’ = εcu’. Pada keruntuhan ini beton
duluan hancur daripada baja. Pada kondisi ini penampang balok memiliki rasio
tulangan yang lebih besar.
Persamaan kesetimbangan untuk keruntuhan ini adalah :
(
3. Keruntuhan seimbang (Balance reinforced)
)
Keruntuhan seimbang terjadi bila regangan pada baja tulangan dan regangan beton
mencapai titik leleh pada saat bersamaan. Pada kondisi ini, beton dan rasio
tulangan seimbang (balance).
Analisa pada kondisi seimbang (Balance)
a
c
h
d
As
b
Penampang Balok
Diagram Regangan
Dari diagram momen dan gaya, diperoleh :
(
) dan
Untuk menentukan garis setimbang pada diagram digunakan rumusan :
Dari kesetimbangan gaya :
.
/
Diagram Tegangan
.
/
SNI menerapkan rasio tulangan ρrencana dengan pemasangan tulangan tekan tidak boleh
melebihi nilai maksimum :
.
/
II. 6. Analisa Plastis
Perencanaan struktur dengan analisa plastis merupakan sebuah cara yang lebih
menguntungkan dibandingkan dengan analisa elastis bila digunakan pada balok menerus,
portal dengan sambungan kaku dan analisa statis tak tentu lainnya biasanya banyak
melibatkan tegangan lentur. Dalam analisis struktur biasanya banyak melibatkan tegangan
lentur. Dalam analisa struktur biasanya diasumsikan bahwa tegangan yang terjadi masih
dalam batas elastis dengan defleksi yang kecil. Hal ini mengakibatkan pemborosan
penggunaan material khususnya penggunaan material baja. Ini tentu saja tidak sesuai
dengan konsep perencanaan yang menginginkan suatu konstruksi aman dengan
penggunaan material seefektif mungkin.
Konsep analisa plastis mulai dikembangkan pada tahun 1930. Dalam analisa plastis
apabila suatu struktur diberikan beban, maka tegangan yang terjadi masih dalam batas
elastis (belum melampaui momen lelehnya) dan semakin besar penambahan beban serat
penampang akan mengalami tegangan leleh dimulai dari penampang dibawah beban
hingga seluruh penampang. Pada saat seluruh penampang telah mengalami lelh maka
terbentuklah sendi – sendi plastis dan selanjutnya struktur ini akan runtuh.
Terbentuknya sendi plastis ditandi dengan terjadinya rotasi terus menerus dengan
momen yang besarnya tetap. Hal ini berati meskipun terjadi penambahan beban lagi pada
struktur tersebut maka tidak terjadi perubahan nilai momen. Jika demikian maka kita dapat
menentukan harga momen batas yang dapat diterima oleh struktur tersebut.
Pada umumnya sendi plastis akan terbentuk lebih cepat pada titik – titik yang
memiliki momen terbesar pada struktur tersebut. Beda antara sendi biasan dan sendi plastis
adalah pada sendi biasa momen yang bekerja pada sendi adalah nol, sedangkan pada sendi
plastis momen yang bekerja pada sendi adalah tetap (Mp).
Banyaknya sendi plastis yang dibutuhkan untuk mekanisme keruntuhan sangat
bergantung dari derajat statis tak tentu. Oleh karena itu harus terbentuk dulu beberapa
sendi plastis. Untuk mengetahui mekanisme keruntuhan pada suatu struktur maka kita
dapat menghitung jumlah sendi plastis yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi tersebut.
Dalam hal ini dapat dirumuskan :
n=r+1
Dimana :
n = jumlah sendi plastis untuk runtuh
r = derajat statis tak tentu
II. 6. 1. Teorema Plastis
Dalam analisis plastis, apabila suatu struktue mengalami keruntuhan maka akan
memenuhi tiga kondisi berikut :
1. Kondisi Leleh (Yield Condition)
Kondisi ini ditandai dengan momen dalam yang terjadi pada struktur
tersebut tidak lebih besar dari momen plastisnya.
2. Kondisi Kesetimbangan (Equilibrium Condition)
Kondisi ini ditandai dengan momen dan gaya dalam yang bekerja pada
suatu struktur harus setimbang dengan momen dan gaya luar.
3. Kondisi Mekanisme (Mechanism Condition)
Kondisi ini ditandai dengan terbentuknya sendi plastis yang cukup untuk
membuat suatu struktur mengalami keruntuhan.
Ketiga kondisi diatas merupakan syarat dasar dari beberapa teorema berikut ini :
1. Teorema Batas Bawah
Teorema ini menetapkan atau menghitung mmen dalam struktur
berdasarkan kondisi keseimbangan dan leleh. Beban (faktor beban λ) yang
dihasilkannya jauh A
λ ≤ λc
2. Teoerma Batas Atas
Teorema ini menetapkan distribusi momen didapatkan dari kondisi
kesetimbangan dan mekasnisme, dapat dipastikan bahwa harga faktor bebannya
akan lebih besar atau sama dengan harga sebenarnya. Maka :
λ≥ λc
3. Teorema Unik
Teorema ini menetapkan distribusi momen harus memenuhi ketiga kondisi
yaitu kondisi keseimbangan, kondisi leleh dan kondisi mekanisme.
II. 6. 2. Analisa Penampang
Gambar 2.10 Momen Elastis dan Momen Plastis pada Penampang Persegi
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa kondisi tegangan pada saat keadaan leleh
dan pada saat keadaan plastis pada tampang persegi dengan lebar penampang B dan tinggi
penampang D.
Untuk modulus elastis :
.
.
/
/.
/
.
/
.
/
(. /
)
)
4(. /
)
5
(
.
(
.
/
. / )
/
Untuk modulus plastis :
Momen plastis merupakan luasan tampang dikali dengan lengan momen sehingga :
.
/.
/
II. 6. 3. Faktor Bentuk (Shape Factor)
Peningkatan kekuatan yang dinyatakan dalam perbandingan antara momen plastis
(Mp) dengan momen leleh (My) perbandingan tergantung dari bentuk penampangnya.
Dimana :
f = faktor bentuk (Shape Factor)
S = plastic modulus
Z = section modulus
Harga faktor bentuk (shape factor) untuk beberapa penampang yang sering dipakai
adalah sebagai berikut :
1. Penampang Segiempat
f = 1,5
2. Penampang Segiempat berlubang
f = 1,18
3. Penampang Segiempat diagonal
f = 2,0
4. Penampang Lingkaran
f = 1,7
5. Penampang Lingkaran berlubang
f = 1,34
6. Penampang I
f = 1,15
7. Penampang Segitiga sama kaki
f = 2,34
II. 6. 4. Sendi Plastis
Sendi plastis merupakan suatu kondisi dimana terjadi rotasi secara terus menerus
akibat adanya penambahan beban pada struktur tersebut dan pada kondisi ini nilai momen
tidak mengalami perubahan. Pada saat timbulnya sendi plastis pada suatu struktur maka
momen yang semula dihitung dengan cara elastis harus dihitung kembali sesuai dengan
perubahan sifat konstruksi yang ditimbulkan oleh adanya sendi plastis tersebut.
Adapun sifat – sifat sendi plastis yaitu :
Gambar 2.11 Diagram deformasi tegangan
Gambar 2.11
Merupakan gambar diagram regangan – deformasi untuk baja, baik untuk tarik maupun
tekan. Dengan anggapan bahwa penguluran dan pemampatan adalah sebanding jaraknya
ke garis netral (bidang rata tetap bersifat rata setelah mengalami lentur), maka pada lentur
murni pembagian tegangan pada penampang di tempat puncak momen pada muatan yang
ditambah berangsur – angsur akan terjadi seperti yang ditunjukkan dalam gambar diatas.
Gambar 2.11 bagian 1
Adalah pembagian tegangan pada muatan kerja.
Gambar 2.11 bagian 2
Adalah pada waktu tegangan di serat – serat terjauh tepat mencapai tegangan leleh.
Gambar 2.11 bagian 3
Penambahan muatan lebih lanjut praktis tidak mengalami perlawanan lagi dari
penampang,dimana daerah plastis telah menjalar terus ke serat – serat yang lebih dalam
sampai pada akhirnya tegangan lelh mencapai garis berat atau garis netral dari penampang.
Gambar 2.11 bagian 4
Penampang sekarang adalah plastis penuh dan telah mencapai kapasitas maksimum
efektifnya atau momen batasnya (Mp). Pada kondisi ini, penampang tadi akan mengalami
rotasi yang cukup besar tanpa terjadi penambahan momen. Dengan kata lain, di titik
tersebut telah terbentuk sendi plastis. Penampang menjadi bersifat sebagai suatu sendi
plastis setelah momen leleh (My) tercapai, yaitu bahwa penambahan beban, penampang
tidak dapat menerima momen tambahan dan hanya mengalami rotasi saja.Beda antara
sendi biasa dan sendi plastis adalah pada sendi biasa momen yang bekerja pada sendi
adalah nol, sedangkan pada sendi plastis momen yang bekerja pada sendi adalah tetap
(Mp).
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. Struktur dan Beban
Struktur adalah gabungan atau rangkaian dari beberapa elemen – elemen yang
dirakit sedemikian rupa hingga menjadi satu kesatuan yang utuh. Sedangkan definisi
Struktur dalam bangunan adalah sebuah sistem kompleks yang dimana terdapat pondasi,
kolom, dan balok sebagai faktor penyokong dan penyalur gaya gravitasi dan beban lateral
ke dalam tanah. Struktur bangunan dilihat dari pembagian letaknya terbagi menjadi 2 yaitu
:
1. Sub – Structure
Merupakan struktur bagian bawah yang berhubungan langsung dengan tanah
dimana dalam hal ini adalah pondasi yang berfungsi sebagai penyangga atau
pendukung super – structure.
2. Upper – Structure
Merupakan bagian struktur yang berhubungan langsung dengan fungsi bangunan
berupa kolom, balok, dinding, dll.
Beban adalah suatu gaya yang bekerja pada suatu luasan tertentu dalam kurun
waktu sementara maupun selamanya. Sedangkan dalam bangunan beban didefinisi sebagai
sekelompok gaya yang bekerja pada suatu luasan tertentu dalam struktur. Pembagian
beban dalam bangunan secara garis besar terbagi menjadi :
1. Beban Mati.
Merupakan beban yang besar dan letaknya tidak dapat berubah ( bersifat tetap )
selama masa layan struktur, termasuk unsur – unsur tambahan, finishing, mesin –
mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari gedung atau bangunan tersebut. Termasuk dalam beban ini adalah beban
struktur seperti beban akibat dari kolom dan balok.
Tabel 2.1. Berat bahan bangunan
Bahan Bangunan
Berat
Baja
7850 kg/m³
Beton
2200 kg/m³
Beton Bertulang
2400 kg/m³
Kayu ( kelas I )
1000 kg/m³
Pasir ( kering luar )
1600 kg/m³
2. Beban Hidup.
Merupakan beban yang besar dan letaknnya dapat berubah – ubah seperti beban
akibat manusia, perabot dan faktor penunjang bangunan non – struktural.
Tabel 2.2. Beban hidup pada lantai bangunan
Kegunaan Bangunan
Berat
Lantai dan tangga rumah tinggal sederhana.
125 kg/m²
Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, toserba,
250 kg/m²
restoran, hotel, asrama, dan rumah sakit.
Lantai ruang olahraga
400 kg/m²
Lantai pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan, ruang arsip,
400 kg/m²
toko buku, ruang mesin, dan lain – lain.
Lantai gedung parkir bertingkat, untuk lantai bawah.
800 kg/m²
3. Beban Angin.
Merupakan beban yang ditimbulkan oleh angin akibat dari struktur yang menjulang
tinggi ke atas.
4. Beban Gempa.
Merupakan beban yang ditimbulkan akibat adanya pergerakan struktur tanah secara
horizontal maupun vertikal yang diterima oleh pondasi.
5. Beban Additional (Beban tambahan berdasarkan kondisi dan letak bangunan).
Merupakan beban yang besarnya lebih dari beban mati maupun beban hidup seperti
beban yang ditimbulkan akibat penambahan tangga, lift, air hujan, dll.
II. 2. Pondasi
Pondasi adalah suatu konstruksi pada bagian dasar struktur bangunan (sub –
structure) yang berfungsi menopang struktur dan meneruskan beban dari bagian atas
struktur bangunan (upper – structure) ke lapisan tanah yang berada di bagian bawah tanpa
mengakibatkan keruntuhan geser tanah, dan penurunan (settlement) tanah/pondasi yang
berlebihan.
Berdasarkan letak dan posisi pondasi terbagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1. Pondasi Dangkal (Shallow Foundation)
2. Pondasi Dalam (Deep Foundation)
II. 2. 1. Pondasi Dangkal
Pondasi dangkal adalah jenis pondasi yang dibuat dekat dengan permukaan tanah.
Hal ini dikarenakan struktur yang akan dibangun diatasnya adalah bangunan sederhana
yang tidak memberikan beban terlampau besar seperti pembangunan rumah sederhana
maupun bertingkat (< 5 lantai). Adapun beberapa contoh pondasi yang termasuk pondasi
dangkal adalah :
a. Pondasi Tapak.
Gambar 2.1 Pondasi Tapak
Pondasi tapak digunakan untuk mendukung beban titik individual seperti
kolom.Pondasi tapak dapat berupa bulatan (melingkar) maupun persegi.
b. Pondasi Menerus (Batu Kali).
Gambar 2.2 Pondasi Menerus
Pondasi menerus yang biasanya dipakai adalah pondasi menerus yang terbuat dari
pasangan batu kali.Pondasi menerus digunakan untuk mendukung beban memanjang atau
beban garis, baik untuk mendukung beban dinding maupun beban kolom.Pondasi menerus
biasanya dibuat dengan bentuk persegi maupun trapesium.Pondasi ini biasanya digunakan
sebagai pondasi dinding maupun pondasi kolom praktis.
II. 2. 2. Pondasi Dalam
Pondasi dalam adalah pondasi yang didirikan di permukaan tanah dengan
kedalaman tertentu dimana daya dukung dasar pondasi dipengaruhi oleh beban struktural
dan kondisi permukaan tanah.Pondasi ini digunakan apabila nilai daya dukung tanah yang
dibutuhkan jauh berada didalam tanah.Pondasi dalam adalah perluasan dari pondasi
dangkal yang dimana pondasi tapak disokong oleh 2 atau lebih tiang yang ditancapkan ke
dalam tanah sesuai dengan kebutuhan daya dukung. Jenis pondasi dalam terbagi menjadi 2
yaitu :
a. Pondasi Tiang Pancang
Gambar 2.3 Pondasi Tiang Pancang
Pondasi tiang pancang digunakan apabila daya dukung yang diperlukan tidak
berada dekat dengan permukaan tanah sehingga perlu diberikan penyokong yang ditanam
jauh kedalam tanah sampai dengan tanah keras atau lapisan tanah batu.
b. Pondasi Bor Pile
Gambar 2.4 Pondasi Bor Pile
Pondasi bor pile sebenarnya sama dengan pondasi tiang pancang dengan perbedaan
cara pembuatan. Dimana pada pondasi tiang pancang, tiang akan langsung dipukul
kedalam tanah sedangkan pada pondasi bor pile akan dibor lubang dengan ukuran sebesar
dan sedalam yang diinginkan kemudian dimasukan besi dan di cor. Pondasi ini dipakai
apabila kedalaman tanah keras yang dicari tidak dapat dijangkau oleh tiang pancang.
II. 3. Kolom
Kolom adalah batang tekan vertikal dari suatu rangka struktur yang memikul beban
dari balok.Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang peranan penting
dari suatu bangunan, sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan lokasi kritis yang
dapat menyebabkan runtuhnya lantai yang bersangkutan dan juga runtuh total seluruh
struktur (Sudarmoko, 1996).
Fungsi utama dari kolom adalah sebagai perantara beban seluruh bangunan ke
pondasi.Selain itu, kolom juga difungsikan sebagai pengikat pasangan dinding bata.
Berdasarkan bentuk dan susunan tulangan pada kolom, kolom dapat dibagi menjadi 3
kategori yaitu :
1. Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral
Merupakan kolom beton yang ditulangi dengan batang tulangan pokok memanjang,
yang pada jarak spasi tertentu diikat dengan pengikatt sengkang arah
lateral.Tulangan ini berfungsi untuk memegang tulangan pokok memanjang agar
tetap kokoh pada tempatnya.
2. Kolom menggunakan pengikat spiral
Memiliki bentuknya sama dengan kolom menggunakan pengikat sengkang lateral
hanya saja sebagai pengikat tulangannya adalah tulangan spiral yang dililitkan
keliling membentuk heliks menerus di sepanjang kolom. Fungsi dari tulangan
spiral ini untuk memberi ruang pada kolom agar dapat menyerap deformasi cukup
besar sebelum runtuh, sehingga mampu mencegah terjadinya kehancuran struktur
secara menyeluruh.
3. Kolom Komposit
Merupakan kolom yang diperkuat pada arah memanjang dengan gelagar baja profil
dengan atau tanpa diberi tulangan pokok memanjang.
Gambar 2.5 Jenis Kolom a) Kolom sengkang lateral,
b) Kolom sengkang spiral, c) Kolom komposit.
Kolom pada bangunan sederhana dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1. Kolom Utama
Adalah kolom yang berfungsi utamanya sebagai penyokong beban utama yang
berada diatasnya.
2. Kolom Praktis
Adalah kolom yang berfungsi membantu kolom utama dan juga sebagai pengikat
dinding agar stabil. Kolom praktis biasanya memiliki ukuran yang sama dengan
dinding dan dipakai apabila jarak antar 2 kolom terdekat > 3,5 meter.
Berdasarkan posisi beban, kolom dibedakan menjadi 2 yaitu kolom dengan beban
sentris dan kolom dengan beban eksentris. Kolom dengan beban sentris mengalami gaya
aksial dan tidak mengalami momen lentur. Keruntuhan kolom dapat terjadi pada beton
hancur karena tekan atau baja tulangan leleh karena tarik. Kolom pendek adalah kolom
yang runtuh karena materialnya, yaitu lelehnya baja tulangan atau hancurnya beton
sedangkan kolom langsing adalah kolom yang runtuh karena tekuk yang besar.
II. 4. Balok
Balok adalah bagian dari struktur yang berfungsi untuk menopang lantai dan juga
sebagai penyalur momen menuju kolom serta pendukung beban vertikal dan horizontal.
Balok dikenal sebagai elemen lentur, yaitu elemen struktur yang dominan memikul gaya
dalam berupa momen lentur dan juga geser.
Balok pada bangunan dibagi menjadi 2 jenis :
1. Balok Induk
Adalah balok yang fungsi utamanya sebagai penyalur momen dan juga sebagai
tempat menopang bagi lantai.Balok Induk biasanya memiliki ukuran yang lebih
besar daripada balok anak.
2. Balok Anak
Adalah balok yang dibuat dengan fungsi membantu balok utama dalam menopang
lanati.Balok anak biasanya dibuat apabila jarak antar kolom terdekat > 6 meter. Hal
ini dikarenakan terlalu luas lantai akan menimbulkan beban yang semakin besar
sehingga dengan adanya balok anak dapat mereduksi beban dengan cara membagi
luasan lantai menjadi beberapa bagian.
Balok berdasarkan letak dalam bangunan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu
:
a. Balok Kantilever
Adalah balok yang hanya salah satu ujungnya yang tertahan sedangkan ujung
lainnya dalam keadaan bebas.Biasanya diatas balok ini dijadikan sebagai tempat
yang tidak menahan beban besar seperti teras.
Gambar 2.6 Balok kantilever
b. Balok Menerus
Adalah balok yang memanjang dari depan hingga belakang ataupun melintang dari
samping kiri ke samping kanan. Sering disebut balok utama atau balok induk yang
berfungsi sebagai penopang lantai dan penyalur beban ke kolom.
Gambar 2.7 Balok Menerus
Secara umum, pra desain untuk tinggi balok direncanakan L/10 – L/15, dan untuk
lebar balok diambil 1/2H – 2/3H, dimana H adalah tinggi balok dan L adalah panjang
bentang balok dari tumpuan ke tumpuan. Hal ini dimaksudkan sebagai syarat keamanan
untuk menjaga besarnya lendutan yang terjadi akibat pengaruh beban yang bekerja pada
balok. Menurut SNI 03-2847-2002, tebal minimum (h) dapat ditentukan tanpa
memperhitungkan lendutan berdasarkan tabel berikut.
Tabel 2.3. Tebal minimum balok Non-Prategang atau pelat satu arah bila lendutan
tidak dihitung
II. 5. Perkuatan Struktur
Perubahan desain ataupun perubahan kegunaan dari sebuah bangunan sering kali
dianggap sebagai hal yang biasa saja dimana tidak ada perubahan pada struktur bangunan
yang dilakukan sebagai antisipasi dari efek perubahan desain maupun kegunaan dari
sebuah gedung.Sebenarnya perubahan desain dan kegunaan dari sebuah bangunan secara
tidak langsung telah menyebabkan bangunan mengalami perubahan baik dari segi beban
yang diterima maupun segi material yang dipakai.
Perubahan pada sebuah struktur akan menyebabkan bangunan menjadi tidak aman
sebab pada perencanaan awal tidak diperkirakan mengenai perubahan kegunaan bangunan.
Hal ini akan berdampak pada kekuatan struktur dalam menerima beban yang mungkin
akan lebih besar. Dengan kata lain apabila struktur menerima beban yang lebih besar dari
perencanaan maka ada kemungkinan struktur akan mengalami runtuh (collapse) akibat
adanya perubahan momen pada daerah kolom maupun balok.
Selain perubahan kegunaan bangunan, kecelakaan seperti kebakaran maupun banjir
secara tidak langsung juga menyebabkan perubahan struktur dimana kolom dan balok akan
kehilangan kekuatannya. Untuk itulah diperlukan perkuatan struktur pada setiap bangunan
yang akan diahli fungsikan apabila beban yang akan di terima oleh bangunan lebih besar
dari beban awalnya. Perkuatan struktur untuk mempertahankan atau menambah kekutan
sebenarnya sudah sangat lama dikembangkan, sehingga saat ini banyak cara yang dapat
dipakai untuk memperkuat struktur.
Beberapa cara perkuatan yang umum digunakan antara lain :
1. Memberi selubung pada struktur atau disebut dengan jacketing menggunakan
material Fiber Reinforced Polymer (FRP)
2. Memperbesar dimensi struktur
3. Menambah lapisan beton yang baru
4. Memberikan penulangan tambahan dari luar atau externally reinforcement
Ketiga metode ini memiliki kelebihan masing-masing, diantaranya :
1. Perkuatan dengan FRP
a) Perkuatan dengan FRP dapat menambah kekuatan lentur dan geser tanpa
mempengaruhi berat sendiri struktur karena bahannya yang sangat ringan
b) Tidak mengalami korosi sehingga bisa digunakan untuk struktur yang berhubungan
dengan asam ataupun zat korosif lainnya
c) Dapat diaplikasikan untuk berbagai bentuk struktur karena tersedia dalam bentuk
lembaran maupun pelat
d) Distribusi bahan yang mudah karena dapat digulung dan tidak berat
2. Memperbesar dimensi struktur
a) Biayanya murah
b) Tidak memerlukan keahlian khusus
c) Tahan terhadap korosi
d) Tahan terhadap api
3. Memberikan penulangan tambahan dengan baja
a) Biayanya lebih murah dari FRP
b) Tidak terlalu mempengaruhi berat sendiri struktur dibanding pemberian lapisan
beton baru (memperbesar dimensi struktur)
c) Tulangan eksternal dapat berupa pelat tipis maupun berbagai bentuk profil baja
Namun perkuatan dengan metode diatas juga memiliki kekurangan, yaitu :
1. Perkuatan dengan FRP
a) Metode jacketing memang mudah untuk dilaksanakan namun memerlukan biaya
awal yang sangat mahal
b) Material FRP tidak tahan terhadap api
c) Dibutuhkan keahlian khusus dalam pemasangannya
2. Memperbesar dimensi struktur
a) Penambahan lapisan beton akan menambah beban sendiri struktrur karena berat jenis
beton yang cukup besar
b) Memerlukan perancah sampai struktur bisa berfungsi dengan baik
c) Dibutuhkan waktu yang lebih lama sampai struktur bisa berfungsi dengan baik
dibanding dengan FRP
3. Memberikan penulangan tambahan dengan baja
Pemberian tulangan tambahan dari luar menggunakan pelat maupun profil baja
umumnya dilekatkan menggunakan epoxy, hal ini tidak efektif karena ikatan antara
balok dengan pelat atau profil bisa lepas (slip).
II. 5. 1. Perkuatan Pondasi
Perkuatan pondasi diberikan apabila terjadi perubahan pada struktur diatasnya yang
mengakibatkan perubahan fungsi bangunan tersebut. Pada saat terjadi perubahan struktur
diatas pondasi akan ditemui 2 kondisi, yaitu :
1. Kondisi RLama≤ RBaru , jika kondisi ini tercapai maka pondasi harus diperkuat baik
memperbesar pile cap maupun menambahkan pondasi tiang.
2. Kondisi RLama≥ RBaru , jika kondisi ini tercapai maka pondasi tidak perlu diperkuat
karena pondasi direncanakan untuk menahan beban yang lebih besar.
Perkuatan pondasi pada kasus kali ini akan dilakukan dengan cara menambahkan
bor pile. Pemberian bor pile dimaksudkan agar dapat membantu dalam menahan beban
bangun yang bertambah. Pile cap pada pondasi bor pile akan dibuat tepat diatas pondasi
lama sehingga beban beban akan jatuh pada pile cap bukan pada pondasi lama. Adapun
gambaran perletakan pile cap adalah :
Gambar 2.8 Desain Perkuatan Pondasi
II. 5. 1. 1. Perencanaan Perkuatan Pondasi
Pada perencanaan pondasi bor pile ada beberapa beban yang bekerja pada pondasi,
antara lain :
1. Beban Horizontal/Geser, contohnya beban akibat gaya tekan tanah
2. Beban Vertikal/ Tarik dan Tekan, contohnya beban mati, beban hidup dan gaya gempa
3. Momen
Denah Perencanaan :
Gambar 2.9 Denah Pondasi Bor Pile
Perencanaan besar dimensi serta jumlah bor pile yang dibutuhkan dapat
diperhitungkan dengan rumus :
N ≤ n Qtiang
Dimana :
N
: Gaya normal yang bekerja (kg)
n
: Jumlah bor pile
Qtiang
: Kapasitas daya dukung ijin bor pile (kg)
Dimana :
Qtiang
: Kapasitas daya dukung ijin bor pile (kg)
qc
: Nilai konus (kg/cm2)
f
: Jumlah hambatan pelekat atau Total Friction (kg/cm)
O
: Keliling bor pile (cm)
A
: Luas penampang ujung bor pile (cm2)
Teori membuktikan dalam daya dukung kelompok bor pile tidak sama dengan daya
dukung bor pile secara individu dikalikan dengan jumlah bor pile dalam satu kelompok
tetapi perkalian antara daya dukung bor pile dengan banyaknya bor pile dikalikan dengan
faktor effisiensi kelompok bor pile. Adapun effisiensi kelompok bor pile dapat
diperhitungkan dengan :
{
}8
(
Dimana :
m
: Jumlah baris
n
: Jumlah bor pile dalam satu baris
)
(
)
9
. /
θ
:
d
: Diameter tiang (cm)
S
: Jarak antar tiang (cm)
1,5 d ≤ S ≤ 3,5 d
Untuk perencanaan tulangan yang digunakan pada bor pile dapat ditentukan dengan
rumusan berikut :
Dimana :
Atiang
: Luas bor pile (m2)
Fb
: Luas bor pile tunggal (m2)
Fe
: Luas tulangan dalam 1 bor pile (m2)
n
: Jumlah bor pile dalam 1 pile cap
σb
: Tegangan izin bahan (kg/m2)
Dengan adanya tulangan dalam bor pile maka diperlukan juga panjang penyaluran
tulangan yang secara langsung menentukan panjang dari bor pile yang akan dipakai.
Panjang penyaluran dapat ditentukan dengan rumusan sesuai SNI 2002 :
√
Dimana :
ldb
: Panjang penyaluran tulangan (m)
db
: Diameter tulangan (mm)
fy
: Tegangan leleh (Mpa)
fc’
: Kuat tekan beton (Mpa)
Nilai ldb tidak boleh kurang dari 200 mm, atau ldb = 0,04 db . fy
II. 5. 1. 2. Perencanaan Pile Cap
Pile cap digunakan sebagai pondasi untuk mengikat bor pile yang sudah terpasang
dengan struktur diatasnya adalah slab. Dimensi dari pile cap tergantung dari seberapa besar
beban yang di tahan serta berapa banyak bor pile yang digunakan.
Untuk pendimensian pile cap didesain berdasarkan dengan SNI 2002 dengan ketentuan
sebagai berikut :
SNI 03 – 2847 – 2002 pasal 9 . 7
Tebal selimut beton minimun untuk beton yang dicor langsung di atas tanah dan selalu
berhubungan dengan tanah adalah 75 mm.
SNI 03 – 2847 – 2002 pasal 13 . 12
Kuat geser pondasi telapak di sekitar kolom, beban terpusat, atau daerah reaksi
ditentukan oleh kondisi terberat dari dua hal berikut :
1. Aksi balok satu arah di mana masing – masing penampang kritis yang akan ditinjau
menjangkau sepanjang bidang yang memotong seluruh lebar pondasi telapak.
2. Aksi dua arah di mana masing – masing penampang kritis yang akan ditinjau harus
ditempatkan sedemikian hingga perimeter penampang adalah minimun.
SNI 03 – 2847 – 2002 pasal 17 . 7
Ketebalan pondasi telapak di atas lapisan tulangan bawah tidak boleh kurang dari 300
mm untuk pondasi telapak diatas tiang pancang.
Sesuai dengan SNI 2002 pasal 13 . 12 mengenai gaya geser 1 arah dan gaya geser
2 arah untuk pile cap dapat diperhitungkan sesuai dengan rumusan berikut :
Untuk geser satu arah (aksi balok) :
Digunakan untuk pondasi telapak yang panjang dan sempit.
Gaya tarik diagonal beton pada penampang kritis ( sejarak d), ditentukan sebagai
berikut :
√
Gaya geser yang bekerja pada penampang kritis sejarak d, ditentukan sebagai berikut :
atau
Untuk geser dua arah (geser – pons) :
(
)
(
)
Digunakan untuk pondasi telapak segi-empat biasa. Besarnya kapasitas geser beton pada
keruntuhan geser dua arah (geser – pons) dari pondasi telapak, pada penampang kritis
sejarak d/2, ditentuan nilai terkecil dari persamaan berikut :
(
) √
(
)
√
√
Dimana :
d
: tinggi efektif
bo
: keliling dari penampang kritis, pada jarak d/2
βc
: rasio dari sisi panjang terhadap sisi pendek dari kolom, daerah beban
terpusat atau daerah reaksi
αs
: 40 untuk kolom dalam, 30 untuk kolom pinggir dan 20 untuk kolom sudut
Besarnya gaya geser yang bekerja pada penampang kritis sejarak d/2, dapat ditentukan
sebagai berikut :
,(
)
(
) (
)-
Perhitungan tulangan pile cap di dasari dari SNI 03 – 2847 – 2002 pasal 17. 4. 2 dimana
momen terfaktor maksimum untuk sebuah pondasi setempat harus dihitung pada
penampang kritis yang terletak di :
1. Muka kolom, pedestal, atau dinding, untuk pondasi telapak yang mendukung
kolom, pedestal, atau dinding beton.
2. Setengah dari jarak diukur dari bagian tengah ke tepi dinding, untuk pondasi
telapak yang mendukung dinding pasangan.
3. Setengah dari jarak yang diukur dari muka kolom ke tepi pelat alas baja, untuk
pondasi yang mendukung pelat dasar baja.
Berdasarkan keterangan diatas maka tulangan tarik untuk pile cap dapat ditentukan
dengan rumusan berikut :
(
Dengan persyaratan :
)
Sedangkan untuk tulangan tekan dapat diambil As = 20% . Astarik .
Dimana :
Mu
: Momen yag bekerja pada pile cap ( kN-m )
Mn
: Momen nominal ( kN-m )
Pu
: Gaya aksial ( kN )
s
: Jarak antar ujung kolom ke As tiang ( m )
d
: Tebal efektif pondasi ( m )
As
: Besar luasan tulangan yang dipakai ( mm2)
II. 5. 2. Perkuatan Kolom
Pada umumnya bangunan gedung direncanakan dapat berfungsi selama masa layan
tertentu. Namun selama masa layannya bangunan rentan terhadap kerusakan akibat
berbagai hal. Setiap kerusakan diusahakan dapat dideteksi sedini mungkin, sebab salah
satu kerusakan dapat merembet, memicu dan memperparah kerusakan lainnya.
Triwiyono (2005) menyatakan bahwa perbaikan atau perkuatan struktur atau elemen
– elemen struktur diperlukan apabila terjadi degradasi bahan yang berakibat tidak
terpenuhi lagi persyaratan – persyaratan yang bersifat teknik yaitu : kekuatan (strength),
kekakuan (stiffness), stabilitas (stability), dan ketahanan terhadap kondisi lingkungan
(durability). Tidak terpenuhinya persyaratan – persyaratan tersebut tidak hanya disebabkan
oleh kerusakan saja akan tetapi perubahan peraturan (code) dengan persyaratan yang lebih
ketat, mungkin saja struktur yang sebelumnya dianggap memenuhi persyaratan menjadi
tidak lagi, sehingga diperlukan tindakan perkuatan.
Ada dua jenis perbaikan yang dapat dilakukan dalam pekerjaan retrofitting yaitu
repairing dan strengtheing. Istilah repairing diterapkan pada bangunan yang sudah rusak,
dimana telah terjadi penurunan kekuatan, untuk dikembalikan seperti semula. Sedangkan
strengtheing adalah suatu tindakan modifikasi struktur, mungkin belum terjadi kerusakan,
dengan tujuan untuk menaikan kekuatan atau kemampuan bangunan untuk memikul beban
– beban yang lebih besar akibat perubahan fungsi bangunan dan stabilitas.
Perkuatan kolom dilakukan dengan tujuan antara lain :
a. Meningkatkan kapasitas beban hidup yang dapat ditanggung oleh kolom.
b. Menambah perkuatan pada kolom untuk mengatasi kesalahan perencanaan maupun
konstruksi.
c. Meningkatkan ketahanan kolom bangunan terhadap gaya gempa yang akan terjadi
dilihat dari tingkat kepentingan bangunan, lokasi bangunan, dan lain sebagainya.
d. Menambah atau menggantikan penulangan yang berkurang akibat kerusakan
karena tumbukan atau korosi.
Perkuatan kolom yang dipakai pada studi kali ini adalah menggunakan Concrete
Jacketing. Dimana konsep dasar metode ini adalah perbesaran dimensi dan penambahan
tulangan pada elemen struktur untuk meningkatkan kinerja elemen tersebut. Pembesaran
tersebut dilakukan dengan Jacketing. Jacketing dari bahan beton telah terbukti sebagai
solusi perkuatan yang efektif yang meningkatkan kinerja seismik kolom. Teknik perkuatan
struktur ini digunakan pada kolom bangunan yang bertujuan untuk memperbesar
penampang kolom, maka penampang kolom menjadi besar daripada sebelumnya sehingga
kekuatan geser beton menjadi meningkat.
Menurut dokumen CED 39 (7428), spesifikasi minimum yang harus dipenuhi antara
lain :
a. Mutu beton pembungkus yang harus lebih besar atau sama dari mutu beton
existing.
b. Untuk kolom yang tulangan longitudinal tambahan tidak dibutuhkan, minimum
harus diberikan tulangan Ø12 mm di keempat ujungnya dengan sengkang Ø8mm.
c. Minimum tebal jacketing 100 mm.
d. Diameter tulangan sengkang minimum Ø8 mm tidak boleh kurang 1/3 Ø tulangan
longitudinal.
e. Jarak maksimal tulangan sengkang pada daerah ¼ bentang adalah 100 mm, dan
jarak vertikal antar tulangan sengkang tidak boleh melebihi 100 mm.
Kolom Asli
Kolom Jacketing
Perencanaan kolom dapat didasarkan pada beberapa kondisi, yaitu :
1. Kolom dengan beban sentris.
Kapasitas beban sentris maksimum diperoleh dengan menambahkan konstribusi
beton yaitu ( Ag – Ast ) 0,85 f’c dan kontribusi baja tulangan yaitu sebesar Ast . fy,
dimana Ag luas penampang bruto dan Ast luas total tulangan baja. Kapasitas beban sentris
maksimum yaitu :
(
)
Akan tetapi pada keadaan aktual, beban eksentris sebesar nol sangat sulit terjadi dalam
sebuah struktur hal ini dikarenakan ukuran kolom yang tidak sentris.
Berdasarkan SNI 03 – 2847 – 2002 pasal 12. 3. 5 , kuat rencana kolom tidak boleh
melebihi :
a. Untuk kolom persegi
b. Untuk kolom bulat
(
)
(
)
Dengan syarat faktor reduksi (ϕ) untuk kolom persegi sebesar 0,65 dan kolom bulat
0,70. Untuk penulangan kolom bulat sesuai SNI 03 – 2487 – 2002 pasal 12. 9
disyaratkan :
a. Luas tulangan longitudinal komponen struktur tekan tidak boleh kurang dari 0,01
ataupun lebih dari 0,08 kali luas penampang bruto.
b. Jumlah tulangan longitudinal minimum adalah 4 untuk kolom persegi atau
lingkaran, 3 untuk kolom sengkang segitiga dan 6 untuk kolom persegi pengikat
spiral.
c. Rasio penulangan spiral untuk fy ≤ 400 tidak boleh kurang dari :
(
)
2. Kolom dengan beban eksentris
Kolom yang menahan beban eksentris mengakibatkan baja pada sisi yang
tertarik akan mengalami tarik dengan garis netral dianggap kurang dari tinggi efektif
penampang (d). Apabila angka kelangsingan
maka tergolong kolom
pendek. Berdasarkan regangan yang terjadi pada baja tulangan yang tertarik, kondisi
awal keruntuhan digolongkan menjadi dua yaitu :
a. Keruntuhan tarik yang diawali dengan luluhnya tulangan tarik dimana
Pn < Pnb.
b. Keruntuhan tekan yang diawali dengan kehancuran beton dimana
Pn > Pnb.
Kondisi balance terjadi saat baja tulangan mengalami luluh bersamaan dengan
regangan beton. Beton mencapai kekuatan maksimum f’c pada saat regangan desak
beton maksimal mencapai 0,003. Perencanaan kolom eksentris diselesaikan dengan
dua cara antara lain :
A. Metode Pendekatan Diagram Pn - Mn
Diagram Pn - Mn yaitu suatu grafik daerah batas yang menunjukkan ragam kombinasi
beban aksial dan momen yang dapat ditahan oleh kolom secara aman. Diagram
interaksi tersebut dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah keruntuhan tekan dan
daerah keruntuhan tarik dengan pembatasnya adalah titik balance. Tulangan
dipasang simetris untuk mempermudah pelaksanaan, mencegah kekeliruan dalam
penempatan tulangan tarik atau tulangan tekan dan mengantisipasi perubahan
tegangan akibat beban gempa. Analisis kolom dengan diagram Pn - Mn
diperhitungkan pada tiga kondisi yaitu :
a. Pada Kondisi Eksentrisitas Kecil
Prinsip-prinsip pada kondisi ini dimana kuat tekan rencana memiliki nilai
sebesar kuat rencana maksimum.
(
)
sehingga kuat tekan kolom maksimum yaitu :
b. Pada Kondisi Momen Murni
Momen murni tercapai apabila tulangan tarik belum luluh sedangkan tulangan
tekan telah luluh dimana fs adalah tegangan tulangan tekan pada kondisi luluh.
Pada kondisi momen murni keruntuhan terjadi saat hancurnya beton (Pn = Pu =
0). Keseimbangan pada kondisi momen murni yaitu :
ND1 + ND2 = NT
Dimana :
ND1 = 0,85 f’c b a
ND2 = f’s A’s
NT = fy As
Selisih akibat perhitungan sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Persamaan
yang diperoleh dari segitiga sebangun dengan tinggi sumbu netral pada c yaitu
:
(
Momen rencana dapat dihitung sebagai berikut :
)
Mr = ϕMn
Mn = Mn1 + Mn2 = ND1 Z1 + ND2 Z2
c. Pada Kondisi Balance
Kondisi keruntuhan balance tercapai apabila tulangan tarik luluh dan beton
mengalami batas regangan dan mulai hancur. Persamaan yang diperoleh dari
segitiga yang sebangun dengan persamaan sumbu netral pada kondisi balance
(Cb) yaitu :
atau dengan Es = 200000, maka :
Persamaan kesetimbangan pada kondisi balance :
Pb = ND1 + ND2 – NT
Sehingga eksentrisitas balance (eb) dapat ditulis sebagai berikut :
Pb (eb + d/2) = Mnb
Mrb = ϕPb eb
B. Metode Pendekatan Whitney
Persamaan-persamaan yang disarankan Whitney dugunakan sebagai solusi
alternatif dengan cara coba-coba walaupun tidak selalu konservatif khususnya
apabila beban rencana terlalu dekat dengan beban balance.
a. Kolom Segi Empat
Persamaan-persamaan
Whitney pada
kondisi
keruntuhan tekan yang
disarankan berdasarkan asumsi-asumsi :
1) Tulangan dipasang simetris pada satu lapis sejajar terhadap sumbu lentur
penampang segi empat.
2) Tulangan tekan telah leleh.
3) Luas beton yang ditempati tulangan diabaikan.
4) Tinggi balok tegangan ekivalen dianggap sebesar 0,54d setara dengan harga
a rata-rata kondisi balance pada penampang segi empat.
5) Keruntuhan tekan menentukan.
Dalam banyak hal, metode Whitney konservatif apabila eksentrisitas sangat
kecil.
Persamaan Whitney untuk hancur tekan menentukan :
0(
)
1
.
/
Persamaan Whitney untuk hancur tarik menentukan berdasarkan asumsiasumsi keruntuhan ditandai dengan luluhnya tulangan tarik sedangkan
tulangan tekan bisa belum luluh.
b. Kolom Bulat
Persamaan-persamaan
[
]
√(
)
Whitney pada kondisi
4
5
keruntuhan tekan yang
disarankan berdaarkan asumsi-asumsi :
1) Transformasi kolom bulat menjadi kolom segi empat akivalen.
2) Tebal penampang segi empat ekivalen diambil sebesar 0,8h dimana h
adalah diameter kolom bulat.
3) Lebar kolom segi empat ekivalen diambil sebesar Ag / 0,8h.
4) Luas total tulangan segi empat ekivalen pada dua lapis yang sejajar berjarak
2Ds /3 dalam arah lentur dimana Ds adalah diameter tulangan terluar dari as
ke as.
Persamaan Whitney untuk keruntuhan tekan :
. /
0(
Persamaan Whitney untuk keruntuhan tarik :
Dimana
[√(
)
1
)
(
h
: diameter penampang
Ds
: diameter tulangan terluar dari as ke as
e
: eksentrisitas terhadap pusat plastis
)]
3. Kolom Langsing
Apabila angka kelangsingan kolom melebihi batas untuk kolom pendek maka
kolom tersebut akan mengalami tekuk sebelum mencapai batas limit kegagalan
material. Kolom tersebut adalah jenis kolom langsing yang mengalami momen
tambahan akibat efek PΔ dimana P adalah beban aksial dan Δ adalah defleksi akibat
kolom tertekuk pada penampang yang ditinjau.
a. Besarnya k dapat dihitung dengan persamaan-persamaan dari peraturan ACI (E.G
Nawy., 1998) antara lain :
1) Batas atas faktor panjang efektif untuk batang tekan berpengaku diambil dari nilai
terkecil antara persamaan berikut:
k = 0,7 + 0,05 (ψA + ψB) ≤ 1,0
k = 0,85 + 0,05 ψ min ≤ 1,0
Dimana ψA dan ψB adalah ψ pada ujung kolom dan ψmin adalah yang terkecil dari
kedua harga tersebut.
∑. /
∑. /
Dimana lu adalah panjang tak tertumpu kolom dan ln adalah bentang bersih balok.
2) Batas atas faktor panjang efektif untuk batang tekan tanpa pengaku yang tertahan
pada kedua ujungnya diambil sebesar :
Untuk ψ m < 2
√
Untuk Ψ m ≥ 2
√
Diamana ψ m adalah harga ψ rata-rata dari kedua ujung batang tertekan tersebut.
3) Batas atas faktor panjang efektif untuk batang tekan tanpa pengaku yang kedua
ujungnya sendi diambil sebesar :
k = 2,0 + 0,3 ψ
b. Pengaruh kelangsingan
SNI 03 – 2487 – 2002 pasal 12. 12 dan pasal 12. 13 mensyaratkan pengaruh
kelangsingan boleh diabaikan apabila :
1)
untuk komponen struktur tekan yang ditahan terhadap
goyangan kesamping.
2)
untuk komponen struktur tekan yang tidak ditahan terhadap goyang
kesamping.
M1 dan M2 adalah momen pada ujung-ujung yang berlawanan pada kolom dengan
M2 adalah momen yang lebih besar dan M1 adalah momen yang lebih kecil.
c. Metode pembesaran momen
Pembesaran momen bergantung pada besarnya kelangsingan batang, desain
penampang dan kekuatan seluruh rangka portal bergoyang. Komponen struktur tekan
harus direncanakan menggunakan beban aksial terfaktor serta momen terfaktor yang
diperbesar. Sesuai SNI 03 – 2487 – 2002 pasal 12. 13 (3) perbesaran momen dapat
ditentukan dengan rumusan :
∑
Dengan:
∑
)
(
(
)
√
Dimana ∑Pu adalah jumlah seluruh beban terfaktor yang bekerja pada suatu tingkat
dan ∑Pc adalah jumlah seluruh kapasitas tekan kolom – kolom bergoyang pada suatu
tingkat.
d. Kuat geser
Sesuai dengan SNI 03 – 2487 – 2002 pasal 13. 3 perencanaan kolom harus
mempertimbangkan gaya geser yang bekerja antara lain :
1) Komponen struktur yang dibebani tekan aksial :
√
5(
4
)
Dimana besaran Nu/Ag harus dalam MPa.
2) Kuat geser boleh dihitung dengan perhitungan yang lebih rinci ( yang dibebani
oleh geser dan lentur saja ) yaitu :
[√
]
Dengan nilai Mm menggantikan Mu dan nilai Vud/Mu boleh diambil lebih daripada
1,0 dengan :
(
)
Tetapi dalam hal ini Vc tidak boleh diambil lebih besar dari pada :
√
√
Bila gaya geser Vu lebih besar daripada kuat geser φVc maka harus disediakan
tulangan geser.
Dimana
(
√
)
√
Jika
√
maka spasi tulangan geser yang dipasang tegak lurus
terhadap sumbu aksial komponen struktur tidak boleh lebih dari d/2 atau 600 mm.
Untuk perkuatan kolom dengan menggunakan metode concrete jacketing momen
tahanan lentur harus memenuhi syarat :
Dimana untuk analisa perbesaran harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Tebal minimum untuk perkuatan dengan metode concrete jacketing adalah 100
mm.
2. Tulangan lentur minimum yang diperbolehkan adalah D13 mm.
3. Tulangan sengkang / pengikat minimum yang diperbolehkan adalah D8 mm.
4. Untuk tulangan utama minimum berjumlah 4 buah untuk kolom persegi dan
minimum berjumlah 6 buah untuk kolom bulat.
II. 5. 3. Perkuatan Balok
Berdasarkan kelebihan dan kekurangan beberapa metode perkuatan yang ada, pada
studi ini dipilih perkuatan dengan penambahan tulangan luar (eksternal). Adapun beberapa
penelitian yang sudah dilakukan tentang perkuatan ini baik yang menggunakan FRP
maupun dengan pelat atau profil baja, diantaranya :
Lamanna, Bank dan Scott (2001) meneliti perkuatan lentur balok beton bertulang
menggunakan baut dan potongan Fiber-Reinforced Polymer. Pada percobaan yang
dilakukannya digunakan balok dengan kekuatan berbeda yaitu 21 Mpa dan 42 Mpa dengan
dimensi 153x153 mm dan panjang 1220 mm. Balok yang digunakan berjumlah 9 buah
dengan perlakuan berbeda untuk lebar FRP, jumlah baris baut dan mutu beton. Dari
penelitian ini didapat kesimpulan untuk mutu beton yang lebih tinggi diperlukan perkuatan
yang lebih kecil dan kenaikan momen ultimate dapat dicapai apabila potongan FRP terikat
kuat.
Jumaat dan Alam (2006) meneliti mengenai masalah terkait metode penyatuan
pelat dari perkuatan balok beton bertulang. Dari penelitian yang dilakukan didapat
kesimpulan penggunaan FRP ternyata 10 kali lebih mahal dari perkuatan dengan pelat baja
dan FRP tidak tahan terhadap api, sehingga penggunaannya masih terbatas sedangkan
untuk perkuatan dengan pelat baja terdapat 3 jenis retak yaitu retak lentur, geser dan axial.
Namun retak ini dapat diatasi dengan pengaplikasian baut untuk mengikat pelat dengan
beton.
Al-Hassani, Al-Ta’an dan Mohammed (2013) meneliti perilaku balok beton
bertulang yang telah retak yang diperkuat dengan pelat baja eksternal.Pada percobaan ini,
digunakan 15 buah balok, dimana 9 buah balok dibebani dengan beban ultimate kemudian
diperkuat dan dibebani lagi hingga runtuh, 3 buah balok sebagai kontrol dan 3 buah balok
dibebani sampai runtuh, diperkuat dan dibebani lagi sampai runtuh. Dari penelitian ini
diperoleh kesimpulan : beban ultimate meningkat sekitar 1-17 % dengan perkuatan
memakai pelat tebal 1 mm dan 70-94 % dengan perkuatan memakai pelat tebal 3 mm.
Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian diatas, pada studi ini dipilih perkuatan
balok beton bertulang dengan memberikan penulangan tambahan dari luar (externally
reinforcement) untuk memperkuat lentur dari balok. Penulangan eksternal yang digunakan
adalah pelat baja. Dimana pelat baja yang digunakan pada sisi atas dan sisi bawah yang
berfungsi sebagai perkuatan daerah tekan dan daerah tarik dan akan dibaut pada balok
existing agar didapat kekuatan maksimum.
Perkuatan pada balok menggunakan Externally Reinforcement. Pada studi kali ini
yang akan ditambahkan adalah pelat yang berfungsi sebagai perkuatan pada daerah tekan
dan pada daerah tarik.
Menurut SNI 03 – 2487 – 2002 tebal minimun kolom dapat ditentukan tanpa
memperhitungkan lendutan berdasarkan :
Tabel 3. 1. Tebal minimum kolom
Komponen
Struktur
Dua tumpuan
Satu ujung
Kedua ujung
sederhana
menerus
menerus
Kantilever
Komponen yang tidak menahan atau tidak disatukan dengan partisi atau
konstruksi lain yang mungkin akan rusak oleh lendutan yang besar
Pelat masif
satu arah
l/20
l/24
l/28
l/10
l/16
l/18,5
l/21
l/8
Balok atau
pelat rusuk
satu arah
Untuk perkuatan lentur balok sesuai dengan SNI 03 – 2487 – 2002 persyaratan
untuk balok dengan tulangan rangkap adalah
Ada 3 kemungkinan keruntuhan pada balok dalam kondisi batas (ultimate), yaitu :
1. Keruntuhan tarik (under – reinforced)
Keruntuhan tarik terjadi apabila regangan pada baja tulangan lebih besar dari
regangan leleh beton dimana εs = εy tetapi εc’ < εcu’. Pada keruntuhan ini tulangan
baja yang leleh terlebih dahulu mengalami kehancuran terlebih dulu daripada
beton. Pada kondisi ini penampang balok memiliki rasio tulangan yang lebih kecil.
Persamaan kesetimbangan untuk keruntuhan ini adalah :
Dimana
4
5
2. Keruntuhan tekan (over – reinforced)
Keruntuhna tekan terjadi apabila regangan pada baja tulangan lebih kecil dari
regangan leleh beton dimana εs < εy tetapi εc’ = εcu’. Pada keruntuhan ini beton
duluan hancur daripada baja. Pada kondisi ini penampang balok memiliki rasio
tulangan yang lebih besar.
Persamaan kesetimbangan untuk keruntuhan ini adalah :
(
3. Keruntuhan seimbang (Balance reinforced)
)
Keruntuhan seimbang terjadi bila regangan pada baja tulangan dan regangan beton
mencapai titik leleh pada saat bersamaan. Pada kondisi ini, beton dan rasio
tulangan seimbang (balance).
Analisa pada kondisi seimbang (Balance)
a
c
h
d
As
b
Penampang Balok
Diagram Regangan
Dari diagram momen dan gaya, diperoleh :
(
) dan
Untuk menentukan garis setimbang pada diagram digunakan rumusan :
Dari kesetimbangan gaya :
.
/
Diagram Tegangan
.
/
SNI menerapkan rasio tulangan ρrencana dengan pemasangan tulangan tekan tidak boleh
melebihi nilai maksimum :
.
/
II. 6. Analisa Plastis
Perencanaan struktur dengan analisa plastis merupakan sebuah cara yang lebih
menguntungkan dibandingkan dengan analisa elastis bila digunakan pada balok menerus,
portal dengan sambungan kaku dan analisa statis tak tentu lainnya biasanya banyak
melibatkan tegangan lentur. Dalam analisis struktur biasanya banyak melibatkan tegangan
lentur. Dalam analisa struktur biasanya diasumsikan bahwa tegangan yang terjadi masih
dalam batas elastis dengan defleksi yang kecil. Hal ini mengakibatkan pemborosan
penggunaan material khususnya penggunaan material baja. Ini tentu saja tidak sesuai
dengan konsep perencanaan yang menginginkan suatu konstruksi aman dengan
penggunaan material seefektif mungkin.
Konsep analisa plastis mulai dikembangkan pada tahun 1930. Dalam analisa plastis
apabila suatu struktur diberikan beban, maka tegangan yang terjadi masih dalam batas
elastis (belum melampaui momen lelehnya) dan semakin besar penambahan beban serat
penampang akan mengalami tegangan leleh dimulai dari penampang dibawah beban
hingga seluruh penampang. Pada saat seluruh penampang telah mengalami lelh maka
terbentuklah sendi – sendi plastis dan selanjutnya struktur ini akan runtuh.
Terbentuknya sendi plastis ditandi dengan terjadinya rotasi terus menerus dengan
momen yang besarnya tetap. Hal ini berati meskipun terjadi penambahan beban lagi pada
struktur tersebut maka tidak terjadi perubahan nilai momen. Jika demikian maka kita dapat
menentukan harga momen batas yang dapat diterima oleh struktur tersebut.
Pada umumnya sendi plastis akan terbentuk lebih cepat pada titik – titik yang
memiliki momen terbesar pada struktur tersebut. Beda antara sendi biasan dan sendi plastis
adalah pada sendi biasa momen yang bekerja pada sendi adalah nol, sedangkan pada sendi
plastis momen yang bekerja pada sendi adalah tetap (Mp).
Banyaknya sendi plastis yang dibutuhkan untuk mekanisme keruntuhan sangat
bergantung dari derajat statis tak tentu. Oleh karena itu harus terbentuk dulu beberapa
sendi plastis. Untuk mengetahui mekanisme keruntuhan pada suatu struktur maka kita
dapat menghitung jumlah sendi plastis yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi tersebut.
Dalam hal ini dapat dirumuskan :
n=r+1
Dimana :
n = jumlah sendi plastis untuk runtuh
r = derajat statis tak tentu
II. 6. 1. Teorema Plastis
Dalam analisis plastis, apabila suatu struktue mengalami keruntuhan maka akan
memenuhi tiga kondisi berikut :
1. Kondisi Leleh (Yield Condition)
Kondisi ini ditandai dengan momen dalam yang terjadi pada struktur
tersebut tidak lebih besar dari momen plastisnya.
2. Kondisi Kesetimbangan (Equilibrium Condition)
Kondisi ini ditandai dengan momen dan gaya dalam yang bekerja pada
suatu struktur harus setimbang dengan momen dan gaya luar.
3. Kondisi Mekanisme (Mechanism Condition)
Kondisi ini ditandai dengan terbentuknya sendi plastis yang cukup untuk
membuat suatu struktur mengalami keruntuhan.
Ketiga kondisi diatas merupakan syarat dasar dari beberapa teorema berikut ini :
1. Teorema Batas Bawah
Teorema ini menetapkan atau menghitung mmen dalam struktur
berdasarkan kondisi keseimbangan dan leleh. Beban (faktor beban λ) yang
dihasilkannya jauh A
λ ≤ λc
2. Teoerma Batas Atas
Teorema ini menetapkan distribusi momen didapatkan dari kondisi
kesetimbangan dan mekasnisme, dapat dipastikan bahwa harga faktor bebannya
akan lebih besar atau sama dengan harga sebenarnya. Maka :
λ≥ λc
3. Teorema Unik
Teorema ini menetapkan distribusi momen harus memenuhi ketiga kondisi
yaitu kondisi keseimbangan, kondisi leleh dan kondisi mekanisme.
II. 6. 2. Analisa Penampang
Gambar 2.10 Momen Elastis dan Momen Plastis pada Penampang Persegi
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa kondisi tegangan pada saat keadaan leleh
dan pada saat keadaan plastis pada tampang persegi dengan lebar penampang B dan tinggi
penampang D.
Untuk modulus elastis :
.
.
/
/.
/
.
/
.
/
(. /
)
)
4(. /
)
5
(
.
(
.
/
. / )
/
Untuk modulus plastis :
Momen plastis merupakan luasan tampang dikali dengan lengan momen sehingga :
.
/.
/
II. 6. 3. Faktor Bentuk (Shape Factor)
Peningkatan kekuatan yang dinyatakan dalam perbandingan antara momen plastis
(Mp) dengan momen leleh (My) perbandingan tergantung dari bentuk penampangnya.
Dimana :
f = faktor bentuk (Shape Factor)
S = plastic modulus
Z = section modulus
Harga faktor bentuk (shape factor) untuk beberapa penampang yang sering dipakai
adalah sebagai berikut :
1. Penampang Segiempat
f = 1,5
2. Penampang Segiempat berlubang
f = 1,18
3. Penampang Segiempat diagonal
f = 2,0
4. Penampang Lingkaran
f = 1,7
5. Penampang Lingkaran berlubang
f = 1,34
6. Penampang I
f = 1,15
7. Penampang Segitiga sama kaki
f = 2,34
II. 6. 4. Sendi Plastis
Sendi plastis merupakan suatu kondisi dimana terjadi rotasi secara terus menerus
akibat adanya penambahan beban pada struktur tersebut dan pada kondisi ini nilai momen
tidak mengalami perubahan. Pada saat timbulnya sendi plastis pada suatu struktur maka
momen yang semula dihitung dengan cara elastis harus dihitung kembali sesuai dengan
perubahan sifat konstruksi yang ditimbulkan oleh adanya sendi plastis tersebut.
Adapun sifat – sifat sendi plastis yaitu :
Gambar 2.11 Diagram deformasi tegangan
Gambar 2.11
Merupakan gambar diagram regangan – deformasi untuk baja, baik untuk tarik maupun
tekan. Dengan anggapan bahwa penguluran dan pemampatan adalah sebanding jaraknya
ke garis netral (bidang rata tetap bersifat rata setelah mengalami lentur), maka pada lentur
murni pembagian tegangan pada penampang di tempat puncak momen pada muatan yang
ditambah berangsur – angsur akan terjadi seperti yang ditunjukkan dalam gambar diatas.
Gambar 2.11 bagian 1
Adalah pembagian tegangan pada muatan kerja.
Gambar 2.11 bagian 2
Adalah pada waktu tegangan di serat – serat terjauh tepat mencapai tegangan leleh.
Gambar 2.11 bagian 3
Penambahan muatan lebih lanjut praktis tidak mengalami perlawanan lagi dari
penampang,dimana daerah plastis telah menjalar terus ke serat – serat yang lebih dalam
sampai pada akhirnya tegangan lelh mencapai garis berat atau garis netral dari penampang.
Gambar 2.11 bagian 4
Penampang sekarang adalah plastis penuh dan telah mencapai kapasitas maksimum
efektifnya atau momen batasnya (Mp). Pada kondisi ini, penampang tadi akan mengalami
rotasi yang cukup besar tanpa terjadi penambahan momen. Dengan kata lain, di titik
tersebut telah terbentuk sendi plastis. Penampang menjadi bersifat sebagai suatu sendi
plastis setelah momen leleh (My) tercapai, yaitu bahwa penambahan beban, penampang
tidak dapat menerima momen tambahan dan hanya mengalami rotasi saja.Beda antara
sendi biasa dan sendi plastis adalah pada sendi biasa momen yang bekerja pada sendi
adalah nol, sedangkan pada sendi plastis momen yang bekerja pada sendi adalah tetap
(Mp).