perkembangan seni tari dan indonesia

BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Tari Nusantara
Perkembangan tari tidak bisa lepas dari unsur sejarah. Dengan demikian,
membicarakan perkembangan suatu bentuk tari tradisional di Nusantara pastinya
juga harus membicarakan tentang sejarah penciptaan dan seniman koreografer dan
tokoh seni (tari) yang terlibat di dalamnya. Sejarah dan budaya berjalan seiring
dan sejalan. Artinya, sejak manusia mengenal sejarah maka bersamaan pula
mengenal budaya sebagai bagian dari proses panjang kehidupan mereka.
Perkembangan juga mengandung pengertian terjadi perubahan, perombakan, dan
penampilan dalam bentuk baru dari suatu bentuk tari lama (tradisi). (Astono,
2007:10).
Di Nusantara sejarah dikenal orang sejak awal berdirinya kerajaankerajaan, dari yang kecil sampai yang paling besar. Sejak kerajaan-kerajaan
tersebut berkuasa, berbagai bentuk tarian tercipta untuk melengkapi upacara
sakral istana. Setiap bentuk tarian tentu dianggap bermakna dan bernilai filosofis
tinggi sesuai kebutuhan raja masing-masing periode. Setiap karya tari hasil
ciptaan empu tari dari masing-masing periode dari kerajaan berbeda bentuk,
model, kualitas, dan dengan sendirinya tingkat kelestariannya. Ada yang hingga
sekarang masih dapat dikenali, misalnya tari topeng. Akan tetapi, tidak sedikit
yang telah mengalami pengolahan menjadi bentuk baru, seperti tari gambyong,
bedhaya, dan srimpi. Demikian juga banyak yang telah mengalami kemandekan

dan akhirnya mati karena tidak mampu mengikuti perubahan zaman, misalnya tari
tayub dan ketoprak lesung.
Astono, dkk (2007:9) menyampaikan sebagai berikut.
Di Yogyakarta tahun 1918 berdiri sekolah tari Krida Beksa Wirama yang
dipelopori oleh 2 pangeran Keraton Yogyakarta yaitu Pangeran Tedjo
Kusumo dan Pengeran Suryadiningrat. Tari-tarian klasik dari Keraton
Yogyakarta diperkenalkan dan diajarkan di luar tembok istana dalam
konteks pendidikan dan penanaman nilai-nilai kebangsaan. Di Surakarta
juga terjadi upaya-upaya untuk menampilkan kembali tari tradisi melalui
kreasi dan misi yang lebih dekat pada ekspresi kesenian dan kebangsaan.
Sebagai contoh tari Nusantara (gaya Jawa dan Siam) yang diperkenalkan

3

4

pada Konggres kebudayaan I, tahun 1948 di Magelang oleh Pangeran
Praboewinoto.
Di tahun 1961, tercipta jenis tari pertunjukan tari Jawa baru yang disebut
“Sendratari” atau dikenal sebagai “Sendratari Ballet Ramayana”. Pada tahun

1930-an, di Tabanan, Bali, I Ketut Mario telah menciptakan gaya Kebyar dalam
karawitan dan tari Bali. Gaya Kebyar, sampai sekarang masih menjadi coarak
garap uatama dalam khasanah seni karawitan dan tradisi Bali yang mengilhami
pula terciptanya tari-tari Bali kreasi dalam gaya kekebyaran.
Pada masa sekarang banyak sanggar-sanggar atau organisasi pencinta tari
traditional membuat gerakan kreasi dengan tema tarian yang sama, tidak
menghilangkan cerita atau makna yang ada di tarian tersebut hanya saja untuk
menarik penonton supaya terlihat menarik lagi dan lebih banyak kreasi yang
terlihat. Jadi perlu adanya kontribusi dari generasi muda ,generasi penerus bangsa
untuk tetap menjaga warisan budaya dari pendahulu kita Indonesia khususnya
dalam konteks Tarian Traditional Indonesia.
B. Perbedaan Peran Tari Tradisional dan Modern
Peranan tari bagi masyarakat pemiliknya sangat besar. Peran dalam
pengertian yang lebih luas berarti fungsi dan guna. Pada berbagai acara tari dapat
berfungsi menurut kepentingannya. Masyarakat membutuhkan tari bukan saja
sebagai kepuasan estetis, melainkan dibutuhkan juga sebagai sarana upacara
agama dan adat. Berikut peran tari tradisional dan modern di Nusantara.
1. Peran Tari Tradisional
Fungsi tari tradisional itu untuk kepentingan dan sekaligus merupakan
bagian dari kehidupan masyarakat yang diadakan demi keselamatan,

kemakmuran, dan kesejahteraan masyarakat. (Sedyawati, 1981: 40)
Melihat fungsi dan peran tari tradisional sebagai upaya
mewujudkan kesejahteraan masyarakat, Sedyawati menjelaskan
bahwa seni pertunjukan mempunyai prospek kalau dilihat dari
perkembangan yang sudah ada. Dalam pengamatan sebuah
tarian ada dua sasaran yang harus diteliti yaitu segi yang bersifat
kewujudan atau bentuk dan segi yang bersifat makna atau isi.

5

Pada umumnya fungsi tari tradisional dikaitkan dengan hal-hal sebagai
berikut (Zulkaidah, 2007:6):
a. Perhelatan dan Magi-Simpatetis
Fungsi tari tradisional di sini digunakan untuk perhelatan tertentu atau
untuk upacara magi-simpatetis (hal-hal yang berhubungan dengan
masalah magis). Misalnya: upacara minat hujan, perkawinan, dan
mengusir wabah penyakit. Di wilayah budaya Jawa dan Bali, contoh
tari yang dikaitkn dengan masalah perhelatan dan magi-simpatetis,
misalnya: tari tayub, srimpi, bedhaya, seblang, sintren, lengger putrid
dan lengger lanang, serta sang hyang.

b. Kepentingan sosial
Tari tradisional sangat berguna bagi kepentingan sosial atau ritual
masyarakat pemiliknya. Upacara yang sering menggunakan tari untuk
mendukung kepentingan sosial antara lain: pembukaan gedung, resepsi
pernikahan, HUT kemerdekaan RI, menyambut tamu agung Negara
sahabat, kedatangan pejabat penting, dan kampanye. Sementara tari
yang digunakan untuk mendukung keperluan sosial misalnya: tari
gambyong, pedet, ngremo, tayub, dan lilin.
c. Kepentingan Ritual
Upacara yang sering menggunakan tari untuk mendukung kepentingan
ritual, antara lain: nadzar, panen padi, minta hujan, bersih desa,
sedekah bumi, sedekah laut, sedekah kali(sungai), ruwatan, dan
hajatan. Sementara itu, tari yang biasa digunakan untuk mendukung
upacara ritual, antara lain: tayub, ronggeng, lengger, tandak, tayub
lesung, dan sintren. Biasanya tari itu digunakan untuk ritual
permohonan hujan dan keselamatan.
2. Peran Tari Tunggal Nusantara
Peran dalam pengertian yang lebih luas berarti fungsi dan guna. Hampir
setiap orang atau masyarakat mengetahui betapa besar peranan tari bagi
masyarakat pemiliknya. Peran tari tunggal dapat digolongkan ke dalam tiga

kelompok, yaitu sebgai berikut. (Astono, 2007:5)
a. Pemberi Motivasi (Jenis Tari Perang)

6

Dikatakan memberi motivasi karena selalu membangkitkan semangat
untuk bangkit dan melawan penjajah.
b. Pemujaan (Jenis Tari Ritual)
Upacara yang sering menggunakan tari untuk mendukung kepentingan
ritual, antara alin; nazar, panen padi, minta hujan, ruwatan, dan
hajatan. Sementara itu, tari tunggal Nusantara yang biasa digunakan
untuk mendukung upacara ritul, antara lain: srimpi, bedhaya, sang
hyang, tayub, seblang, ronggeng, tandak, dan sintren.
c. Pergaulan (Kerukunan dan Kebersamaan)
Pada umumnya, peran tari tunggal Nusantara dikaitkan dengan
perhelatan tertentu atau untuk upacara magi-simpatetis (hal-hal yang
berhubungan dengan masalah magis), misalnya upacara minta hujan,
perkawinan, dan mengusir wabah penyakit.
3. Peran dan Fungsi Tari Modern
a. Tari sebagai sarana hiburan

Salah satu bentuk penciptaan tari ditujukan hanya untuk di
tonton. Tari ini memiliki tujuan hiburan pribadi dan lebih
mementingkan kenikmatan dalam menarikan. Tari hiburan disebut tari
gembira, pada dasarnya tarian gembira tidak bertujuan untuk ditonton
akan tetapi tarian ini cenderung untuk kepuasan para penarinya itu
sendiri. Keindahan tidak diutamakan, tetapi mementingkan kepuasan
individual, bersifat spontanitas dan improvisasi. Dalam penyajiannya
terkait dengan berbagai kepentingan terutama dalam kaitannya dengan
hiburan, amal bahkan untuk memenuhi kepentingan publik dalam
rangka hiburan saja. Ciri – ciri tari hiburan yaitu sebagai berikut:
1) mudah melibatkan peserta
2) pakaiannya bebas
3) relatif mudah dipelajari
4) mengandung suasana yang bergembira ria
5) unsur gerak gembira dan bebas
b. Tari sebagai sarana pergaulan

7

Dalam hal ini tari memiliki fungsi pergaulan antara sesama

manusia, sebagai contoh yaitu tari ketuk tilu, jaipongan, maengket
(Sulawesi), dan tari tujuah lompat (Maluku)
c. Tari sebagai penyalur terapi
Tari sebagai penyalur terapi biasanya ditujukan untuk
penyandang cacat fisik atau cacat mental. Penyalurannya dapat
dilakukan secara langsung bagi penderita cacat tubuh atau bagi
penderita tuna wicara dan tuna rungu, dan secara tidak langsung bagi
penderita cacat mental. Pada masyarakat daerah timur jenis tarian ini
menjadi pantangan karena adanya rasa tidak sampai hati.
d. Tari sebagai media pendidikan
Kegiatan tari dapat dijadikan media pendidikan, seperti
mendidik anak untuk bersikap dewasa dan menghindari tingkah laku
yang menyimpang dari nilai – nilai keindahan dan keluhuran karena
seni tari dapat mengasah perasaan seseorang.
Tujuan utama dari tari dalam pendidikan adalah agar anak dapat
menemukan hubungan antara tubuh dan seluruh eksistensinya sebagai
manusia(Ariyanto, 2015(onlie)). Menari seperti kesenian lainnya
adalah merupakan sumber pengetahuan, yang dapat diserap, akan
tetapi diperlukan kedisiplinan serta kemampuan mengungkapkan irama
dalam bentuk-bentuk yang jelas, agar dapat diambil manfaatnya.

Tujuan lain dari tari adalah menanamkan pengaruh yang
bermanfaat dari kegiatan menari terhadap pembentukan kepribadian
anak, dan bukan untuk menciptakan tari untuk kepentingan seni
pertunjukan. Tari bagi anak bukanlah merupakan tujuan akhir, akan
tetapi merupakan suatu cara membina ekspresi artistik anak dengan
baik dan kreatif, juga berguna bagi perkembangan bakat anak secara
wajar.
e. Tari sebagai pertunjukkan
Tari pertunjukkan adalah bentuk momunikasi sehingga ada
penyampai pesan dan penerima pesan. Tari ini lebih mementingkan
bentuk estetika daripada tujuannya. Tarian ini lebih digarap sesuai

8

dengan kebutuhan masyarakat. Tarian ini sengaja disusun untuk
dipertontonkan. Oleh sebab itu penyajian tari mengutamakan segi
artistiknya yang konsepsional dan matang, koreografer yang baik serta
tema dan tujuan yang jelas. Ciri-ciri tari pertunjukkan yaitu:
1) pola garapannya merupakan penyajian yang khusus untuk
dipertunjukkan

2) adanya faktor imajinatif / kreativitas
3) adanya ide yang mengandung dan mengarah kepada konteks
pementasan yang professional
4) kadang kala pementasannya menghendaki penonton tertentu
dengan harapan adanya evaluasi apresiatif yang dijalankan dengan
undangan atau karcis
5) lokasi pementasan di tempat yang khusus atau teater baik tempat
itu berupa gedung pertunjukkan tradisional, modern, panggung
terbuka, ataupun panggung tertutup.
Seni pertunjukan merupakan bagian dari kehidupan suatu
masyarakat yang selalu hadir di tengah-tengah masyarakat tertentu
karena diperlukan oleh masyarakat yang bersangkutan. Dalam
kehidupan masyarakat seni pertunjukan adalah bagian dari kehidupan
mereka yang tidak dapat dipisahkan dan biasanya seni pertunjukan ini
hadir pada saat-saat tertentu. Keberadaan seni pertunjukkan sedikit
banyak ditentukan oleh norma-norma sosial atau ideologi masyarakat
mendukung seni tersebut, karena seniman penciptanya adalah bagian
dari masyarakat, dipandang sebagai makhluk sosial.
f. Tari sebagai media katarsis
Katarsis berarti pembersihan jiwa. Seni tari sebagai media

katarsis lebih mudah dilaksanakan oleh orang yang telah mencapai
taraf atas penghayatan seni. Oleh karena itu, biasanya jtari ini
dilakukan oleh seniman yang hakiki. Namun seorang guru pun bisa
melakukannya asal dia mau berlatih dengan kesungguhan, konsentrasi
yang penuh, berani dan memiliki kekayaan imajinasi.

9

Selain memiliki beberapa fungsi tersebut, seni tari juga memiliki peranan
yang sama seperti seni-seni lainnya, yaitu tari sebagai media ekspresi,
komunikasi, berpikir kreatif dan mengembangkan bakat.
C. Pergeseran Fungi Seni Tari dan Pengaruhnya pada Kehidupan
Masyarakat
Setiap masyarakat pasti akan selalu mengalami perubahan, bahkan
masyarakat primitif dan kuno sekalipun. Perubahan-perubahan dalam masyarakat
dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku
organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat,
kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan lain sebagainya.
Menurut Kingsley Davis, perubahan sosial diartikan sebagai perubahanperubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat (Soekanto,2006:
259). Perubahan sosial di dalam suatu masyarakat juga akan diikuti oleh

perubahan budaya. Hal ini dikarenakan masyarakat tidak bisa terlepas dari
kebudayaannya.
Hal tersebut terkait dengan konsep bentuk dan makna dari sebuah
pertunjukan yang disampaikan Timbul Haryono. Dikatakan bahwa perubahan dan
perkembangan dalam seni pertunjukan sangat dipengaruhi oleh tiga dimensi
pemahaman. Pertama adalah dimensi wujud, kedua dimensi ruang, dan ketiga
dimensi waktu. Wujud dalam konteks ini akan terpengaruh oleh adanya
perkembangan yang ditentukan faktor ruang (di mana dipentaskan) dan waktu
(periode) kapan pertunjukan itu terjadi. Satu sama lain diantara tiga komponen
tersebut saling berpengaruh.(Haryono, 2008: 132)
Globalisasi pada dasarnya mengacu pada proses pembesaran, sejauh
bentuk hubungan antara berbagai konteks atau wilayah sosial membentuk jaringan
di seluruh permukaan bumi secara keseluruhan. Kemudian globalisasi dapat
didefinisikan sebagai intensifikasi relasi sosial sedunia yang menghubungkan
lokalitas yang saling berjauhan sedemikian rupa sehingga sejumlah peristiwa
sosial dibentuk oleh peristiwa yang terjadi pada jarak bermil-mil dan begitu pula
sebaliknya (Giddens, 2005:84).

10

Globalisasi yang telah melanda dunia tidak saja mempengaruhi pola
kehidupan yang ada di dalam masyarakat tetapi juga mempengaruhi bentukbentuk kultur atau budaya pada mayarakat yang bersangkutan. Globalisasi yang
ditandai dengan majunya ilmu pengetahuan dan tekhnologi membuat masyarakat
menjadi lebih mudah dalam mengakses berbagai informasi. Melalui sebuah
teknologi kecil televisi, seseorang atau masyarakat dapat menikmati dan melihat
semua peristiwa yang terjadi di seluruh dunia.
Pada masyarakat Indonesia kata globalisasi itu mendapat arti yang keliru
yang pada akhirnya menuju ke proses westernisasi (meniru gaya kebarat-baratan).
Akibat dari penafsiran yang keliru ini, muncullah para generasi muda dengan
perilaku barat yang justru jauh dari nilai-nilai kearifan tradisi lokal. Selain itu
globalisasi juga akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat baik itu dari
segi agama, ekonomi, politik, sosial maupun budaya.
Umar Kayam mengungkapkan bahwa benturan tersebut terjadi pada aspek
perbedaan antara tradisi dan modern, yang dikatakan sebagai berikut. (Kayam,
1981: 63)
Modernisasi menuntut hidup yang lugas (zakelijk), rasional, dan
memandang jauh ke depan dalam perkembangan. Modernisasi merobek
robek kosmos yang bulat integral menjadi kotak pembagian kerja yang
disebut spesialisasi dan berbagai keahlian. Sedangkan seni tradisional
adalah bentuk seni dalam kenikmatannya. Ia tidak terlalu berkepentingan
dengan kecepatan waktu serta kecepatan perombakan. Ia mengabdi kepada
harmoni serta keseimbangan abadi dari sang kosmos.
Kesenian sebagai salah satu dari unsur kebudayaan universal jelas
mengalami perubahan akibat proses globalisasi. Kesenian di dalam suatu
masyarakat dapat berupa seni pertunjukan tradisional, teater rakyat, dan taritarian. Ada suatu masyarakat yang melakukan seni pertunjukan sebagai kekuatan
atau sebagai motivasi dalam menjalani kehidupan karena makna yang tergantung
di dalamnya. Tiap-tiap daerah menghasilkan kesenian yang mempunyai ciri-ciri
khusus dan mencerminkan sifat-sifat etnik daerah. Kekhususan yang ada pada
tiap-tiap kesenian di daerah itulah yang menjadi identitas (Fachriya, 2009:2).
Pengaruh globalisasi pada masyarakat dari segi budaya dapat dilihat dari
sikap masyarakat yang mengganggap bahwa budaya lokal merupakan budaya
yang ketinggalan zaman. Masyarakat lebih berminat untuk belajar Tari Balet yang

11

berasal dari luar daripada belajar tari-tarian khas daerahnya. Selain itu juga
masyarakat semakin enggan untuk melestarikan budaya lokalnya. Hal ini yang
membuat budaya lokal semakin tersingkirkan oleh budaya barat, baik itu tradisitradisi, kesenian tradisional, maupun ritual-ritual dalam upacara keagamaan.
Sedangkan budaya yang tetap bertahan di tengah perkembangan zaman melalui
serangkaian bentuk modifikasi agar dapat diterima oleh masyarakat, dalam
konteks kesenian misalnya.
Globalisasi membuat nilai-nilai dan makna yang terkandung di dalam
sebuah kesenian menjadi semakin menghilang. Seni pertunjukan tari tradisional
dipandang hanya sebagai hiburan untuk masyarakat, selain itu masyarakat lebih
tertarik terhadap kesenian luar dibandingkan dengan kesenian daerahnya. Pada
akhirnya kesenian tradisional mendapat tantangan besar agar tetap bisa bertahan
di tengah-tengah masyarakat.
Kita sebagai seorang mahasiswa yang aktif dan kreatif tentunya tidak ingin
Kekayaan seni tari kita menjadi pudar bahkan lenyap karena pengaruh dari
budaya-budaya luar.Mahasiswa memiliki kedudukan dan peranan penting dalam
pelestarian seni tari. Hal ini didasari oleh asumsi bahwa mahasiswa merupakan
anak bangsa yang menjadi penerus kelangsungan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara Indonesia. Sebagai intelektual muda yang kelak menjadi
pemimpin-pemimpin bangsa, pada mereka harus bersemayam suatu kesadaran
kultural sehingga keberlanjutan negara bangsa Indonesia dapat dipertahankan.
Pembentukan kesadaran kultural mahasiswa antara lain dapat dilakukan dengan
pengoptimalan peran mereka dalam pelestarian seni tari daerah.
Optimalisasi peran mahasiswa dalam pelestarian seni dan budaya daerah
dapat dilakukan melalui dua jalur, yaitu intrakurikuler dan ekstrakulikuler. Jalur
Intrakurikuler dilakukan dengan menjadikan seni dan budaya daerah sebagai
substansi mata kuliah; sedangkan jalur ekstrakurikuler dapat dilakukan melalui
pemanfaatan unit kegiatan mahasiswa (UKM) kesenian dan keikutsertaan
mahasiswa dalam kegiatan-kegiatan seni dan budaya yang diselenggarakan oleh
berbagai pihak untuk pelestarian seni dan budaya daerah.