standar minimal transportasi darat melal

BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Transportasi atau pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat penting
dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pentingnya transportasi bagi masyarakat
Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, keadaan geografis Indonesia yang
terdiri dari ribuan pulau kecil dan besar, perairan yang terdiri dari sebagian besar laut,
sungai dan danau yang memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat, perairan,
dan udara guna menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
Hal lain yang juga tidak kalah pentingnya akan kebutuhan alat transportasi adalah
kebutuhan kenyamanan, keamanan, dan kelancaran pengangkutan yang menunjang
pelaksanaan

pembangunan

yang

berupa

penyebaran


kebutuhan

pembangunan,

pemerataan pembangunan, dan distribusi hasil pembangunan diberbagai sektor ke seluruh
pelosok tanah air misalnya, sektor industri, perdagangan, pariwisata, dan pendidikan Pada
umumnya sebagian besar masyarakat sangat tergantung dengan angkutan umum bagi
pemenuhan kebutuhan mobilitasnya, karena sebagian besar masyarakat tingkat
ekonominya masih tergolong lemah atau sebagian besar tidak memiliki kendaraan
pribadi.
Secara umum, masyarakat yang melakukan pergerakan dengan tujuan yang
berbeda-beda membutuhkan sarana penunjang pergerakan berupa angkutan pribadi
maupun angkutan umum.
Bahwa untuk menghadapi pemberlakuan pasar bebas disektor transportasi, maka
penyedia jasa angkutan bus dituntut untuk memberikan jasa angkutan dengan kualitas pelayanan
yang makin baik. Seiring dengan berkembangnya kebutuhan masyarakat akan kenyamanan dan
persaingan yang sehat perlu ditetapkan standar fasilitas pelayanan angkutan antar kota dengan
mobil bus umum.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, Pemerintah melalui Departemen Perhubungan /
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat telah mengatur pembagian kelas untuk bus umum

1

angkutan antar kota beserta petunjuk teknis standar pelayanannya.Hal ini dituangkan dalam Surat
Keputusan Direktorat Jendral Perhubungan Darat nomor: SK/.1131/AJ.003/DRJD/2003 yang
berisi tentang STANDAR FASILITAS PELAYANAN BUS UMUM ANGKUTAN ANTAR
KOTA

2. RUMUSAN MASALAH
1) Bagaimanakah standard minimal bagi angkutan umum bus kota di Kota Malang?
2) Bagaimana implementasi lapangan terhadap standard minimal angkutan umum
bus kota?
3) Bagaimana efektifitas hukum terkait standard minimal angkutan umum bus kota?
3. TUJUAN PEMBAHASAN
1) Untuk mengetehui bagaimanakah standard minimal bagi angkutan umum bus kota
di Kota Malang
2) Untuk mengetahui bagaimanakah implementasi lapangan terhadap standard
minimal angkutan umum bus kota
3) Bagamana efektifitas hukum terkait standard minimal angkutan aumum bus kota.
BAB II
PEMBAHASAN

1. METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian Study lapangan
untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan.
2. LANDASAN TEORI
1) JENIS PELAYANAN
Pasal 1: Pelayanan angkutan Orang dalam trayek terdiri pelayanan ekonomi dan
pelayanan non ekonomi.
Pasal 2: (1) Pelayanan ekonomi adalah pelayanan minimal tanpa fasilitas
tambahan dengan tetap memperhatikan aspek keselamatan dan kualitas
pelayanan
(2) Pelayanan non ekonomi adalah pelayanan dengan dilengkapi fasilitas
tambahan yang berupa pengatur suhu ruangan (AC), tempat duduk yang
dapat diatur (reclining seat) dan peturasan (toilet) untuk kenyamanan
penumpang
2

Pasal 3: Pelayanan Non Ekonomi sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (2) terdiri
dari empat kelas yaitu :
a. Kelas Bisnis RS
b. Kelas Bisnis AC

c. Kelas Eksekutif
d. Kelas Super Ekskutif
2) FASILITAS PELAYANAN TAMBAHAN
Kelas Ekonomi
Pasal 4: (1). Untuk pelayanan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat
(1), tempat duduk mobil bus harus memenuhi persyaratan:
a. tempat duduk terbuat dari busa atau bahan sejenis yang tidak mudah
terbakar
b. lebar tempat duduk sekurang-kurangya 400 milimeter
c. jarak antara tempat duduk dengan tempat duduk didepannya
sekurang-kurangnya 650 milimeter, diukur dari sisi depan sandaran
tempat duduk kesisi belakang sandaran tempat duduk didepannya
d. lebar lorong efektif (gangway) antar baris tempat duduk
sekurangkurangnya 350 milimeter untuk lalu lintas penumpang
didalam bus
e. susunan tempat duduk 2-3, untuk mobil bus besar

Kelas Bisnis RS
Pasal 5: (1) Pelayanan kelas Bisnis RS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf a merupakan pelayanan yang hanya dilengkapi dengan fasilitas

tambahan berupa tempat duduk yang dapat diatur (reclining seat).
(2) Untuk penyediaan fasilitas tambahan berupa tempat duduk yang
dapat diatur (reclining seat) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
tempat duduk mobil bus harus memenuhi persyaratan :
a. tempat duduk harus dapat direbahkan dan dilengkapi dengan
sandaran tangan
b. tempat duduk terbuat dari busa atau bahan sejenis yang tidak
mudah terbakar
3

c. lebar tempat duduk sekurang-kurangya 480 milimeter
d. jarak antara tempat duduk dengan tempat duduk disepannya
sekurang-kurangnya 850 milimeter, diukur dari sisi depan
sandaran tempat duduk kesisi belakang sandaran tempat duduk
didepannya
e.

lebar lorong (gangway) antar baris tempat duduk
sekurangkurangnya 350 milimeter untuk lalu lintas didalam bus


f. susunan tempat duduk 2-2, untuk mobil besar, untuk mobil bus
sedang disesuaikan dengan persyaratan lebar tempat duduk
g. tidak mengganggu penumpang dibelakangnya pada saat sandaran
direbahkan termasuk pada posisi maksimal
h. reclining seat berfungsi dengan baik
i. dapat ditambahkan foot rest atau foot step

Kelas Bisnis AC
Pasal 6 : (1) Pelayanan kelas Bisnis AC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf b merupakan pelayanan yang hanya dilengkapi dengan fasilitas
tambahan berupa pengatur suhu ruangan (air conditioner).(2) Untuk
pelayanan non ekonomi kelas Bisnis AC sebagaimana dimaksud dalam
pasal 3 huruf b, tempat duduk mobil bus harus memenuhi persyaratan :
a. tempat duduk terbuat dari busa atau bahan sejenis yang tidak
mudah terbakar
b. lebar tempat duduk sekurang-kurangya 400 milimeter
c. jarak antara tempat duduk dengan tempat duduk didepannya
sekurang-kurangnya 650 milimeter, diukur dari sisi depan
sandaran tempat duduk kesisi belakang sandaran tempat duduk
didepannya

d.

lebar lorong (gangway) antar baris tempat duduk
sekurangkurangnya 350 milimeter untuk lalu lintas didalam bus

e. susunan tempat duduk 2-2 atau 2-3 untuk mobil besar, untuk
mobil bus sedang disesuaikan dengan persyaratan lebar tempat
duduk.
4

Kelas Eksekutif
Pasal 7 : (1) Pelayanan kelas Eksekutif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf c merupakan pelayanan yang dilengkapi dengan fasilitas
pelayanan tambahan berupa pengatur suhu ruangan (air conditioned) dan
dapat dilengkapi dengan toilet.(2) Selain dilengkapi dengan fasilitas
pelayanan tambahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tempat
duduk mobil bus untuk pelayanan non ekonomi kelas Ekskutif harus
memenuhi persyaratan :
a. tempat duduk harus dapat direbahkan dan dilengkapi dengan
sandaran tangan

b. tempat duduk terbuat dari busa atau bahan sejenis yang tidak
mudah terbakar
c. lebar tempat duduk sekurang-kurangya 480 milimeter
d. jarak antara tempat duduk dengan tempat duduk didepannya
sekurang-kurangnya 850 milimeter, diukur dari sisi depan sandaran
tempat duduk kesisi belakang sandaran tempat duduk didepannya
e.

lebar lorong (gangway) antar baris tempat duduk
sekurangkurangnya 400 milimeter untuk lalu lintas didalam bus

f. susunan tempat duduk 2-2, untuk mobil besar, untuk mobil bus
sedang disesuaikan dengan persyaratan lebar tempat duduk
g. tidak mengganggu penumpang dibelakangnya pada saat sandaran
direbahkan termasuk pada posisi maksimal ;
h. reclining seat berfungsi dengan baik
i. dapat ditambahkan foot rest atau foot step
Kelas Super Eksekutif
Pasal 8: (1) Pelayanan kelas Super Eksekutif sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 huruf d merupakan pelayanan yang dilengkapi dengan fasilitas

pelayanan tambahan berupa pengatur suhu ruangan (air conditioned) dan
toilet.
(2) Selain dilengkapi dengan fasilitas pelayanan tambahan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), tempat duduk mobil bus untuk pelayanan non
ekonomi kelas Super Eksekutif harus memenuhi persyaratan :
5

a. Tempat duduk harus dapat direbahkan, memiliki sandaran
tangan dan dapat dilengkapi dengan Leg Rest atau Foot Rest
b. tempat duduk terbuat dari busa atau bahan sejenis yang tidak
mudah terbakar
c. lebar tempat duduk sekurang-kurangya 650 milimeter
d. jarak antara tempat duduk dengan tempat duduk disepannya
sekurang-kurangnya 1200 milimeter, diukur dari sisi depan
sandaran tempat duduk kesisi belakang sandaran tempat duduk
didepannya
e. tempat duduk dapat direbahk
f. lebar lorong (gangway) antar baris tempat duduk
sekurangkurangnya 400 milimeter untuk lalu lintas didalam bus
g. susunan tempat duduk 1-2, untuk mobil besar, untuk mobil bus

sedang disesuaikan dengan persyaratan lebar tempat duduk
h. tidak mengganggu penumpang dibelakangnya pada saat
sandaran direbahkan termasuk pada posisi maksimal
i. reclining seat berfungsi dengan baik
j. ditambahkan foot rest atau foot step
Persyaratan fasilitas tambahan
Pasal 9
Fasilitas tambahan berupa pengatur suhu udara ruangan (Air Conditioning/AC)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (1) harus
memenuhi persyaratan :
a. mempunyai alat kontrol udara baik sentral maupun partial
b. alat pengatur suhu berfungsi dengan baik
c. suhu udara di dalam kendaraan secara konstan pada suhu 25° Celcius
d. dapat menyediakan tempat untuk merokok (smoking area) bila memungkinkan.
Pasal 10: (1) Fasilitas tambahan berupa toilet sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) dan Pasal 8 ayat (1), harus memenuhi persyaratan :
a. menyediakan fasilitas urinisasi yang memadai
b. dapat berfungsi dengan baik
c. persediaan air yang cukup
d. aroma toilet tidak tersebar keseluruh ruangan bus

e. terjaga kebersihannya
f. tersedia tempat sampah
6

g. dapat digunakan pada saat bus sedang berjalan.
h. Posisi Toilet dikanan belakang
i. Ukuran Toilet 830 milimater x 960 milimeter
Pasal 11:Pelayanan Bus disamping menyediakan fasilitas tambahan sesuai
persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 2, dapat pula dilengkapi
dengan Pelayanan Tambahan seperti Televisi (TV), Video, Karaoke,
lampu baca, Selimut dan/atau Snack (makanan kecil) untuk
kenyamanan penumpang.
Pasal 12; Jenis pelayanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 dan pasal 3 wajib
ditulis secara jelas pada badan bus dan atau karcis bus
Dengan adanya SK tersebut, kita sebagai konsumen berhak untuk komplain
seandainya armada yang kita naiki fasilitas tidak sesuai dengan kelasnya.

3. ANALISIS
80 persen bus antar-kota antar-provinsi (AKAP) yang diperiksa di sejumlah
terminal Jabodetabek, tak laik jalan. Ini diungkapkan Menteri Perhubungan, Agus
Ruskansi, di Arjosri, pada Selasa (29/10/2016). Bagaimana tata usaha angkutan bus
umum?
Temuan Kementerian Perhubungan tersebut, sesungguhnya sudah lampu merah
bagi bus antar-kota dan antar-provinsi. Sementara, penumpang nyaris tidak tahu, mana
bus yang laik jalan dan bus mana yang tidak laik jalan. Dalam konteks keselamatan,
penumpang tentu berhak tahu akan hal tersebut. Kementerian Perhubungan sebagai
regulator di ranah transportasi, sudah seharusnya melindungi keselamatan warga yang
menjadi pengguna angkutan umum. Apalagi, kini pemerintah terus mendorong
masyarakat agar menggunakan angkutan umum.
1. Mekanisme Standar Keselamatan
Tergulingnya Bus Pariwisata Parahyangan pada Jumat (8/10/2016), barangkali
bisa menjadi salah satu contoh. Bus Parahyangan tersebut terguling di Jalan Kolonel
Masturi, Kota Surabaya, Jawa Timur, yang memakan korban hingga 33 orang: 9 orang
7

meninggal dunia, 1 luka berat, dan 22 lainnya luka ringan. Kepala Kepolisian Resor
Surabaya, AKBP Ade Ary Syam Indradi, menyatakan, berdasarkan hasil olah Tempat
Kejadian Perkara (TKP), penyebab kecelakaan tersebut: rem blong dan bus dalam kondisi
tidak layak beroperasi.
Jika saja penumpang tahu sejak awal bahwa bus Parahyangan tersebut tidak layak
beroperasi, maka dapat dipastikan mereka tidak akan menggunakannya. Tapi, dari mana
mereka tahu? Apa standar sebuah bus layak dan tidak layak operasi? Ini tentu perlu
disosialisasikan, agar public mengetahui kondisi bus, sebelum mereka menaikinya.
Apalagi bus Parahyangan tersebut merupakan bus carteran untuk pariwisata. Artinya,
sebelum berangkat, pihak penyewa memiliki cukup waktu untuk mengecek: apakah bus
tersebut layak atau tidak layak operasi. Tapi, apa yang mesti dicek? Sejauh ini, saya
belum pernah mendengar dan membaca sosialisasi mengenai hal tersebut. Lagi pula,
apakah calon pengguna bus memiliki kewenangan untuk mengecek kelayakan sebuah bus
umum? Dalam hal bus Parahyangan tersebut, ia kan bus carteran, tidak melalui terminal,
siapa yang menjadi decision maker bagi kelayakan operasinya?
Dalam hal temuan Kementerian Perhubungan bahwa 80 persen bus antar-kota
antar-provinsi (AKAP) yang diperiksa di sejumlah terminal se-Malang tak laik jalan,
siapa yang menjadi decision maker bagi kelayakan operasinya? Dan, kenapa pula 80
persen bus yang tidak layak operasi tersebut masih dibiarkan terus beroperasi? Dalam
konteks keselamatan penumpang bus umum, pihak berwenang sudah sepatutnya
menciptakan mekanisme standar keselamatan, yang diketahui publik sebagai pengguna
angkutan umum.
2. Bus Umum, Bus Pariwisata
Menteri Perhubungan, , Agus Ruskansi, di Arjosri, pada Selasa (29/10/2016).
Bagaimana tata usaha angkutan bus umum tersebut, merinci temuan kondisi bus umum di
sejumlah terminal Arjosari, Landungsari, Gadang (Kota Malang). Menurutnya, ada yang
rem tangannya tidak ada, sabuk pengamannya tidak ada, bahkan spidometernya tidak
berfungsi. Harap diingat, temuan itu terkait dengan bus antar-kota dan antar-provinsi
(AKAP), yang akan mengadakan perjalanan
8

Penumpang bus umum tentulah tidak

mengecek sejumlah hal detail tersebut, sebelum menaiki sebuah bus. Dan, alangkah
mencemaskan, karena ternyata 80 persen bus antar-kota dan antar-provinsi (AKAP) yang
diperiksa Kementerian Perhubungan di sejumlah terminal Kota Malang, tak laik jalan.
Bahkan, Bus Pariwisata seperti bus Parahyangan itu, kondisinya juga tidak layak
operasi. Mekanisme standar keselamatan, baik untuk bus umum maupun bus pariwisata
yang bersifat carteran, sudah sepatutnya disosialisasikan kepada publik. Kenapa perlu
disosialisasikan? Karena warga pengguna bus umum dan bus carteran, berhak tahu
kondisi kelayakan bus yang hendak mereka gunakan. Bus Parahyangan itu, misalnya.
Kendaraan itu dinilai oleh Kepala Kepolisian Resor Surabaya, AKBP Ade Ary
Syam Indradi, tidak layak beroperasi. Faktor apa saja kah yang membuat bus itu dinilai
demikian? Tindakan apa yang seharusnya dilakukan pihak berwenang kepada perusahaan
bus itu, karena telah mengoperasikan kendaraan yang tidak layak beroperasi?
Beberapa tahun belakangan, bus-bus pariwisata marak di akhir pekan atau pada
musim liburan. Bukan hanya di Kota Malang dan Pulau Jawa, tapi juga di sejumlah kota
di luar Jawa. Bus Pariwisata, setahu saya, tidak masuk terminal, tapi diberangkatkan dari
pool masing-masing. Nah, siapa yang mengontrol kelayakan operasinya? Ada juga bus
umum yang dicarter warga untuk kepentingan pariwisata. Bagaimana pula pihak
berwenang mengontrolnya?

BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Keputusan Di Rektur Jenderal Perhubungan Darat Nomor : Sk.1131/Aj.003/Drjd/2003
Tentang Petunjuk Teknis Standar Fasilitas Pelayanan Bus Umum Angkutan
Antarkota
http://www.kompasiana.com/issonkhairul/busantarkotavsstandarkeselamatanangkutanum
um_ 57857d3 7779373930ad89c93

9