Review Jurnal Analisis Kualitas Angkutan

Deskripsi Issue Pokok
Pendahuluan
Dalam menunjang pembangunan bangsa, diperlukan sarana dan
prasarana fisik yang sehat dan kuat. Salah satu sarana yang sangat
penting dan harus dipenuhi yaitu sarana perhubungan atau transportasi.
Dimana transportasi dapat memperlancar laju pertumbuhan ekonomi
pada suatu wilayah sehingga pembangunan pada daerah tersebut dapat
terus berkembang. Salah satu aspek transportasi yang menyangkut
kebutuhan orang banyak yaitu angkutan umum. Pengembangan angkutan
umum masal berbasis jalan di wilayah perkotaan di Indonesia diarahkan
untuk menciptakan pelayanan yang handal dan terjangkau oleh seluruh
lapisan masyarakat pengguna jasa angkutan umum. Dan diharapkan
dengan adanya angkutan umum yang handal dan terjangkau ini dapat
mengurangi penggunaan kendaraan pribadi di Indonesia.
Jika mengacu pada Undang-undang Lalulintas dan Angkutan Jalan
Nomor 14 tahun 1992, kondisi angkutan umum massal berbasis jalan di
wilayah perkotaan di Indonesia pada saat ini belum tertata dengan baik.
Prioritas saat ini yaitu dibutuhkanlah angkutan umum yang murah
sehingga dapat dijangkau seluruh masyarakat. Namun kebutuhan tersbut
seringkali disalah artikan oleh pemilik angkutan umum, dimana harga
yang murah namun kualitas pelayanan diturunkan.

Yogyakarta yang merupakan salah satu kota besar di Indonesia
dengan penduduk lebih dari satu jiwa orangpun tidak lepas dari masalah
yang berkaitan dengan transportasi. Dimana terjadi penurunan pengguna
angkutan umum. Penurunan tersebut dikarenakan turunnya kualitas
pelayanan mulai dari tidak adanya jadwal kedatangan atau keberangkatan
hingga banyaknya kasus pencopetan.
Sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2002, tentang Uji Coba Rute Bis Perkotaan
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, jalur angkutan perkotaan dibagi
menjadi 19 jalur, yang dilayani oleh Kopata, Kobutri, Aspada, DAMRI dan
1

Puskopkar. Trayek angkutan umum yang ada di Yogyakarta berjumlah 16,
jalur 1 sampai jalur 19, jalur 1, jalur 8, dan jalur 18 tidak aktif. Panjang
trayek bervariasi, mulai dari 25 km sampai 62 km. Sampai dengan awal
tahun 2008 jumlah armada yang ada sebanyak 591, yang sebagian besar
berupa bis
Sebagian besar armada yang ada masih dikelolah dengan sistem
setoran, kecuali bus Damri, yang awak bisnya mendapat gaji bulanan.
Sistem setoran menyebabkan pendapatan (dari penumpang) sangat

menjadi andalan dan merupakan sumber matapencarian bagi pengemudi
dan

kernet.

Hal

tersebut

menyebabkan

adanya

persaingan

memperebutkan penumpang menjadi tidak terelakkan. Apalagi jika
dibandingkan

dengan


jumlah

armada

sebesar

591

maka

potensi

rendahnya load factor akan menjadi besar.
Selain permasalahan internal pada pengelolaan bus, terdapat juga
faktor eksternal yang mempengaruhi penurunan penggunaan angkutan
umum khususnya bus, yaitu murahnya harga beli kendaraan pribadi.
Salah satu kendaraan yang sekarang sangat banyak digunakan yaitu
sepeda motor. Sepede motor banyak digunakan karena memiliki harga
yang sangat terjangkau, selain itu sepeda motor juga mampu menjangkau
segala lokasi yang akan dituju oleh pengguna. Kondisi ini menyebabkan

adanya

perubahan

transportasi,

dimana

lifestyle

masyarakat

masyarakat

lebih

dalam
memilih

menggunakan

kendaraan

alat

pribadi

dibandingkan kendaraan ummu.
Sehingga penulis jurnal melakukan penelitian guna menganalisis
kualitas pelayanan angkutan umum perkotaan khususnya bis di kota
Yogyakarta.

Dari hasil penelitian tersebut akan memberikan manfaat

bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah transportasi untuk
membuat kebijakan yang berorientasi pada kepuasan pengguna sarana
transportasi. Dalam melakukan aalisa penulis menggunakan metode
Servqual yang terdiri dari lima dimensi yaitu Kehandalan (Reliability),
Dayatanggap (Responsiveness), Jaminan (Assurance), Empati (Empathy),
dan Bukti Fisik (Tangible).
2


Penjelasan Issue
Kerangka Konseptual Kualitas Pelayanan
Menurut American Society for Quality Control, kualitas adalah ciriciri dan karakteristik-karakteristik dari suatu produk/jasa dalam hal
kemampuannya

untuk

memenuhi

kebutuhan-kebutuhan

yang

telah

ditentukan atau bersifat laten (Lupiyoadi, 2001). Sedangkan Kotler (2000)
mendefinisikan

kualitas:”Quality


is

the

totally

of

feature

and

characteristics of a product or service that bear on its ability to satisfy
stated or implied needs.”
Simamora (2002) mengatakan bahwa kualitas sebenarnya adalah
persepsi. Jadi pemasar harus melihat bahwa realitas adalah bukan realitas
tetapi realitas adalah persepsi. Apalagi jika yang diukur kualitasnya adalah
jasa, atau lebih dikenal dengan kualitas pelayanan, penilaian tentang
kualitas akan sangat dipengaruhi oleh persepsi.

Kualitas
memberikan

pelayanan

pelayanan

adalah

kepada

kemampuan

para

pelanggan

perusahaan

dalam


(Lupiyoadi,

2001)

Sedangkan menurut Payne (2000) kualitas pelayanan atau kaulitas jasa
berkaitan dengan kemampuan suatu organisasi untuk memenuhi atau
melebihi harapan pelanggan. Menegaskan bahwa realitas adalah persepsi,
Payne menyatakan bahwa ukuran kinerja adalah kualitas pelayanan atau
jasa yang dipersepsikan.

Oleh karena itu menurut Payne kualitas jasa

memiliki dua komponen penting, yaitu:



Kualitas teknis, yaitu dimensi hasil proses operasi jasa.
Kualitas fungsional, yaitu dimensi proses dalam hal interkasi antara
pelanggan dengan penyedia jasa.


Menurut Yamit (2001) pelayanan terbaik pada pelanggan dan tingkat
kualitas dapat dicapai secara konsisten dengan memperbaiki pelayanan
dan memberikan perhatian khusus pada standar kinerja pelayanan baik
standar

pelayanan

internal

maupun

standar

pelayanan

eksternal.

Beberapa pengertian yang terkait dengan definisi kualitas jasa pelayanan
adalah;


3




Excellent adalah standar kinerja yang diperoleh.
Customer adalah perorangan, kelompok, departemen

atau

perusahaan yang menerima, membayar output pelayanan (jasa dan


sistem).
Service adalah kegiatan utama atau pelengkap yang tidak secara
langsung terlibat dalam proses pembuatan produk, tetapi lebih



menekankan pada pelayanan transaksi antara pembeli dan penjual.
Quality adalah sesuatu yang secara khusus dapat diraba atau tidak



dapat diraba dari sifat yang dimiliki produk atau jasa.
Levels adalah suatu pernyataan atas sistem yang digunakan untuk



memonitor dan mengevaluasi.
Consistent adalah tidak memiliki variasi dan semua pelayanan



berjalan sesuai standar yang ditetapkan.
Delivery adalahmemberikan pelayanan yang benar dengan cara
yang benar dan dalam waktu yang tepat.

Dalam

kerangka

konseptual

pengukuran

kualitas

pelayanan

Parasuraman, Zeithmal, dan Berry (1998) mnemukan bahwa terdapat 5
dimensi

yang

dapat

digunakan

dalam

mengukur

tingkat

kualitas

pelayanan yang dikenal dengan istilah Servqual. Kelima dimensi tersebut
yaitu :
1. Tangibles atau bukti fisik, yaitu dimana sebuah perusahaan mampu
memberikan penampilan fisik sarana prasarana suatu perusahaan
dalam menyediakan jasa. Fasilitas fisik yang dimaksud yaitu
perlegnkapan, peralatan, teknologi dan penampilan pegawai.
2. Reliability atau kehandalan, yaitu dimana sebuah perusahaan
mampu memberikan pelayanan yang terpercaya dan memuaskan
sesuai harapan pelanggan.
3. Responsiveness atau daya tanggap, yaitu pemberian pelayanan
yang cepat dan tepat dengan menyampaikan informasi sejelas
mungkin.
4. Assurance atau jaminan, yaitu kemampuan dimana pemberi jasa
harus mampu memberikan kepercayaan kepada para pelanggan.
Hal tersebut dapat berupa komunikasi, kredibilitas, keamanan,
kompetensi, dan sopan santun.

4

5. Empathy, yaitu dimana sebuah penyedia jas harus memahami
keinginan pelanggan. Sehingga pada dimensi ini penyedia jasa
diharapkan

memiliki

pengertian

dan

pengetahuan

tentang

pelanggan secara spesifik.
Dari kelima dimensi diatas yang nantinya dijadikan kerangka berpikir
penulis jurnal dalam menganalisa tingkat kepuasan pelayanan. Kerangka
berpikir tersebut dapat digambarkan pada gambar berikut ini :

Kerangka pikir tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pengukuran kualitas pelayanan angkutan umum perkotaan dapat
dilakukan dengan pendekatan SERVQUAL yang terdiri dari lima dimensi,
yaitu kehandalan, dayatanggap, jaminan, empati, dan bukti fisik. Dengan
melihat harapan, kinerja, dan kepentingan dari kelima dimensi tersebut
akan diketahui sejauhmana kualitas pelayanan telah diberikan, apakah
sesuai dengan harapan dan kepentingan dari pelanggan, sehingga akan
diketahui sejauhmana tingkat kepuasan pelanggan.
Sedangkan menurut Garperz (2002) dimensi yang perlu diperhatikan
dalam perbaikan kualitas jasa adalah:
1. Ketepatan waktu pelayanan. Hal-hal yang perlu diperhatikan di sini
berkaitan dengan waktu tunggu dan waktu proses.
2. Akurasi pelayanan, yang berkaitan dengan reliabilitas pelayanan
dan bebas kesalahan- kesalahan.
5

3. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan, terutama
bagi mereka petugas keamanan, pengemudi, staf administrasi,
kasir, petugas penerima tamu, dan lain-lain. Citra pelayanan dari
industri jasa sangat ditentukan oleh orang-orang dari perusahaan
yang berada pada garis depan dalam melayani langsung pelanggan
eksternal.
4. Tanggung jawab, berkaitan dengan penerimaan pesanan dan
penanganan keluhan dari pelanggan eksternal.
5. Kelengkapan, menyangkut lingkup pelayanan dan ketersediaan
sarana pendukung, serta pelayanan komplementer lainnya.
6. Kemudahan mendapatkan pelayanan, berkaitan dengan banyaknya
outlet, banyaknya petugas yang melayani seperti kasir, staf
administrasi da lain-lain, banyaknya fasilitas pendukung seperti
komputer untuk memproses data dan lain-lain.
7. Variasi model pelayanan, berkaitan dengan
memberikan

pola-pola

baru

dalam

pelayanan,

inovasi
features

untuk
dari

pelayanan, dan lain-lain.
8. Pelayanan pribadi, berkaitan dengan fleksibilitas, penanganan
permintaan khusus dan lain-lain.
9. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan
lokasi, ruangan tempat pelayanan, kemudahan menjangkau, tempat
parkir kendaraan, ketersediaan informasi, petunjuk-petunjuk, dan
bentuk-bentuk lain.
10.
Atribut pendukung pelayanan lanilla, seperti lingkungan,
kebersihan ruang tunggu, fasilitas musik, AC, dan lain-lain.
Dalam melakukakan penilaian mengenai kualitas pelayanan juga
terdapat kriteria kesenjanang. Dimana hal tersebut disebabkan karena
adanya perbedaan penyedia jasa dengan pelanggan yang menyebabkan
aanya kesenjangan. Semakin besar kesenjangan, maka semakin besar
kemungkinan terjadi ketidak puasan. Menurut Parasuraman dan rekanrekan (Payne, 2000) berhasil mengidentifikasi lima model kesenjangan
(gap yang biasa terjadi antara provider dan customer). Lima model
tersebut adalah sebagi berikut:
1. Gap harapan – persepsi manajemen.
2. Gap persepsi manajemen – harapan kualitas jasa.
6

3. Gap spesifikasi kualitas jasa – penyampaian jasa.
4. Gap penyampaian jasa – komunikasi eksternal.
5. Gap jasa diharapkan – jasa yang dipersepsikan.
Dari kelima gap tersebut pada initnya yaitu dimana suatu perusahaan
jasa belum mampu memenuhin harapan pelanggan mengenai pelayanan
yang diberikan. Banyak faktor yang menyebabkan adanya gap, yaitu
adanyanya perbedaan persepsi kepuasan pelayanan antara penyedia jasa
dan pembeli, kemudian tiada adanya umpan balik dari pelanggan untuk
mengenai pelayanan yang diberikan sehingga penyedi jasa menganggap
apa yang diberikan telah sesuai dengan harpan pelanggan.
Perbaikan Kualitas Jasa dan Pelayanan
Dari beberapa permasalahan yang ada pada suatu pelayanan, muncullah
sejumlah teknik yang dapat dipakai untuk memperbaiki kualitas jasa.
Beberapa teknik ini telah banyak digunakan oleh beberapa perusahaan,
ada pula yang telah dikembangkan atau diperbaiki dalam konteks sektor
jasa. Beberapa di antaranya adalah (Payne, 2000) :
1. Benchmarking
Benchmarking merupakan pencarian cara terbaik untuk mencapai
keunggulan kompetitif. Ini berasal dari praktek dantotsu Jepang
yang berarti berusaha menjadi ’terbaik dari yang terbaik’. Dimana
sebuah perusahaan penyedia jasa harus menetukan standart yang
lebih tinggi dari para pesaingnya, sehingga muncullah persaingan
kualitas dalam hal penyediaan jasa.
2. Analisis Blueprinting/Proses
Blueprinting atau analisis proses jasa merupakan konsep yang
merincikan

sistem

dan

struktur

dasar

organisasi

untuk

mengembangkan pemahaman yang lebih luas mengenai proses
jasa. Pada proses analisa ini lebih menitik beratkan kepada
perbaikan

sistem

dan

struktur

dari

menyediakan pelayanan jasa yang baik.
Metodelogi Riset

7

suatu

perusahaan

guna

Penelitian ini merupakan penelitian survei yang bertipe deskriptif.
Tipe penelitian deskriptif karena pada penelitian ini akan menggambarkan
kualitas pelayanan angkutan umum perkotaan (bus) di Kota Yogyakarta.
Populasi penelitian ini adalah para pelanggan angkutan umum khususnya
bis selain transjogja di kota Yogyakarta. Ada pun alasan pembatasan ini
karena kualitas pelayanan bis transjogja sudah lebih maju dibanding
angkutan umum bus lain. Ukuran sampel ditentukan sebanyak 100 orang
responden. Teknik pengambilan sampel menggunakan cluster sampling.
Dalam melakukan analisa ini penulis menggunakan 5 indikator pada
pendekatan Servqual yang terdiri dari 5 dimensi atau indikator. Dari
kelima indikator tersebut nantinya akan ditentukan sub-indikatornya.

indikator

subindikator

Teknik Analisa Data
Teknik analisa yang digunakan yaitu teknik analisa kesenjangan.
Teknik ini dilakukan dengan mencari gap atau kesenjangan antara
pelayanan dengan harapan pelanggan angkutan umum (bis) mengenai
pelayanan yang diberikan. Kinerja yang lebih rendah dari harapan akan
8

memunculkan gap negatif. Semakin negatif sebuah gap akan semakin
besar peluang ketidakpuasan yang diakibatkan oleh kualitas pelayanan.
Hasil Analisa
Sebelum melakukan analisa mengenai tingkat kepuasa pelayanan,
penulis terlebih dahulu mengidentifikasi pelanggan mulai dari jenis
kelamin, tingkat pendidikan, dan pekerjaan. Dari identifikasi tersebut
peneliti mendapatkan data mengenai pelanggan sebagai berikut :
1. Karakteristik Responden Penelitian Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin responden penelitian ini adalah sebagai
berikut:

2. Tingkat Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data karateristik responden
menurut tingkat pendidikan sebagai berikut:

3. Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data karateristik responden
menurut tingkat pendidikan sebagai berikut :

Setelah mengetahui karakteristik rata – rata pelanggan yang juga
merupakan responden. Langkah selanjutnya yaitu melakukan analisa
kesenjangan. Pada tahap ini peneliti menggunakan metodependekatan
9

Srvqual dengan dimensi meliputi Kehandalan (Reliability), Dayatanggap
(Responsiveness), Jaminan (Assurance), Empati (Empathy), dan Bukti Fisik
(Tangible). Hasil penelitian terhadap 100 orang responden dengan
menggunakan variabel-variabel di atas diperoleh data sebagai berikut:
1. Kehandalan (Reliability)
Kehandalan adalah bagaimana kemampuan perusahaan untuk
memberikan jasa secara tepat dan akurat. Berkaitan dengan penelitian ini
kehandalan berarti kemampuan angkutan umum perkotaan khususnya bis
kota dalam memberikan jasanya secara akurat dan terpercaya. Subindikator

yang digunakan untuk merepresentasikan kehandalan adalah

ketepatan waktu, keamanan, dan kenyamanan. Penelitian terhadap 100
orang responden dengan skala 1 – 5 terhadap kehandalan objek penelitian
diperoleh data sebagai berikut:

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa rata-rata kinerja adalah
2,56 yang masuk pada kategori rendah dan rata-rata harapan adalah 4,7
yang masuk pada kategori sangat tinggi. Hal ini berarti harapan
responden yang sangat tinggi tentang kehandalan angkutan umum tidak
diimbangi dengan kinerja yang tinggi. Dapat disimpulkan bahwa para
responden tidak puas dengan kehandalan yang diberikan.
2. Daya tanggap (Responsiveness)
Dayatanggap adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan dengan cepat dan tepat. Berkaitan dengan penelitian ini yang
dimaksud dengan dayatanggap adalah kemampuan perusahaan angkutan
umum perkotaan khususnya bis di Kota Yogyakarta untuk memberikan
pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat. Item-item yang digunakan
10

yaitu: Ketersediaan

pelayanan angkutan, Kesiapan kru membantu

penumpang, Kecepatan pelayanan kru. Hasil penelitian terhadap 100
orang responden dengan skala 1 – 5 terhadap variabel ini diperoleh data
sebagai berikut:

Dari hasil analisa diatas diketahui bahwa rata-rata kinerja adalah
3,19 yang masuk pada kategori rendah dan rata-rata harapan adalah 4,7
yang masuk pada kategori sangat tinggi. Hal ini berarti harapan
responden yang sangat tinggi tentang dayatanggap angkutan umum tidak
diimbangi dengan kinerja yang tinggi. Berdasarkan data tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa para pelanggan belum puas pada indikator in.
3. Jaminan (Assurance)
Jaminan

adalah

kemampuan

perusahaan

dalam

memberikan

pelayanan berupa keramahan, kesopansantunan dan pengetahuan yang
terpercaya kepada pelanggan. Berkaitan dengan penelitian ini
adalah

pengetahuan,

kesopansantunan,

dan

kemampuan

jaminan
para

kru

angkutan umum perkotaan khususnya bis di Kota Yogyakarta untuk
menumbuhkan rasa percaya. Item-item yang digunakan yaitu keramahan
kru, kesopansantunan kru, dan pengetahuan kru tentang trayek yang
dilalui. Hasil penelitian terhadap 100 orang responden dengan skala 1 – 5
terhadap variabel ini diperoleh data sebagai berikut:

11

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa rata-rata kinerja adalah
2,40 yang masuk pada kategori rendah dan rata-rata harapan adalah 4,45
yang masuk pada kategori sangat tinggi. Hal ini berarti harapan
responden yang sangat tinggi tentang jaminan angkutan umum tidak
diimbangi dengan kinerja yang tinggi. Maka dapat disimpulkan bahwa
perusahaan belum mampu memberikan jaminan pelayanan sesuai
harapan pelanggan.
4. Empati (Empathy)
empati adalah kemampuan perusahaan angkutan umum perkotaan
khususnya bis di Kota Yogyakarta memberikan perhatian yang tulus dan
bersifat individual atau pribadi kepada para penumpang dengan berupaya
memahaminya. Item-item yang digunakan yaitu kepedulian kru, perlakuan
yang sama antar penunpang, dan kemudahan memperoleh layanan. Hasil
penelitian terhadap 100 orang responden dengan skala 1 – 5 terhadap
variabel ini diperoleh data sebagai berikut:

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa rata-rata kinerja adalah
3,67 yang masuk pada kategori tinggi dan rata-rata harapan adalah 4,48
yang masuk pada kategori sangat tinggi. Hal ini berarti menunjukkan
bahwa nilai harapan pelanggan lebih tinggi daripada nilai kinerja sehingga
perusahaan dianggap hampir mampu memenuhin harapan pelanggan.
5. Bukti Fisik (Tangible)
Bukti
perkotaan

fisik

adalah

khususnya

bis

kemampuan
di

Kota

perusahaan

Yogyakarta

angkutan

untuk

umum

menunjukkan

eksistensinya kepada pihak eksternal berupa sarana dan prasarana fisik.
Dengan sub-indikator yaitu kebaruan armada, fasilitas tempat duduk,
fasilitas ruang bis, penampilan kru, kebersihan, dan kerapihan. Hasil
12

penelitian terhadap 100 orang responden dengan skala 1 – 5 terhadap
variabel ini diperoleh data sebagai berikut:

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa rata-rata kinerja adalah
2,16 yang masuk pada kategori rendah dan rata-rata harapan adalah 4,4
yang masuk pada kategori sangat tinggi. Hal ini berarti harapan
responden yang sangat tinggi tentang bukti fisik angkutan umum tidak
diimbangi dengan kinerja yang tinggi. Dapat disimpulkan bahwa para
responden tidak puas dengan bukti fisik yang diberikan.
Dari

analisa

tingkat

kepuasan

dengan

menggunakan

kelima

indikator diatas, langkah selanjutnya yaitu memberikan hasil kesimpulan
atau tingkat kualitas pelayanan total. Kualitas pelayanan total dilihat dari
kemampuan angkutan umum perkotaan (bus kota) dalam hal kehandalan,
dayatanggap, jaminan, empati, dan bukti fisik. Hasil penelitian pada 100
orang responden dengan skala 1 – 5 terhadap keseluruhan variabel dapat
dilihat pada tabel berikut:

13

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa rata-rata kinerja adalah
2,79 yang masuk pada kategori sedang dan rata-rata harapan adalah 4,55
yang masuk pada kategori sangat tinggi. Hal ini berarti harapan
responden yang sangat tinggi tentang bukti fisik angkutan umum tidak
diimbangi dengan kinerja yang sedang. Dapat disimpulkan bahwa para
responden tidak puas dengan kualitas pelayanan yang diberikan.

Komentar
Berdasrkan hasil review, reviewer mendapatkan poin penting yang
dapat menunjang adanya perbaikan kualitas pelayanan kendaraan umum
khususnya bis yang ada di kota Yogjakarta. Banyak dari perusahaan bis di
kota Yogyakarta yang masih menggunakan sistem kejar setoran dalam
melakukan pembiayaan bagi supir ataupun armada bis. Sistem ini
memang cenderung membuat supir bersifat ofensif namun supir bis
cenderung mengabaikan kenyamanan penumpang. Bukan hanya di
Yogyakarta namun hampir di seluruh Indonesia, perusahaan – perusahaan
penyedia transportasi khususnya bis masih menggunakan sistem kejar
setoran tersebut. Hal ini berdampak pada banyaknya kecelakaan yang
terjadi pada bis akibat para sopir berlomba – lomba mendapatkan
penumpang sebanyak – banyaknya tanpa memperhatikan kenyamanan
penumpang.
Maka reviewer berusaha memberikan solusi bagi permasalahan
perusahaan

transportasi

yang

menerapkan

sistem

kejar

setoran

khusuhnya yang ada di kota Yogyakarta, yaitu dengan penerapan sistem
customer

oriented

bagi

perusahaan

transportasi

angkutan

umum

khususnya bis. Sistem customer oriented ini menjamin keuntungan yang
tinggi namun juga berkelanjutan, sehingga dalam jangka panjang
penyedia layanan transportasi akan bisa membiayai sendiri pengeluaran
tanpa harus tergantung pada APBD. Namun untuk mengawali sistem ini
peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam memberikan subsidi bantuan
awal bagi perusahaan bis untuk melakukan perawatan. Semua hal
tersebut diusulkan guna meningkatkan kualitas pelayanan angkutan
14

umum khususnya bis agar masyarakat tertarik kembali menggunakan jasa
layanan transportasi umum.

Kesimpulan
Faktor dominan yang mempengaruhi kualitas pelayanan penyediaan
transportasi umum yaitu masi berlakunya sistem kejar setoran. Dimana
sistem tersebut membuat perusahaan mengesampingkan kenyamanan
dan keamanan pengguna. Berdasarkan data dari tabel kualitas pelayanan
total dapat disimpulkan bahwa para responden atau pengguna tidak puas
dengan kualitas pelayanan yang diberikan.
Sehingga dari permasalahan tersebut, perlu adanya solusi guna
mengatasi

permasalahan.

Solusi

diberikan

guna

mengembalikan

kepercayaan masyarakat terhadap angkuan umum khususnya bis. Dan
solusi yang dapat ditawarkan yaitu penerapan sistem customer oriented
bagi perusahaan transportasi angkutan umum khususnya bis. Customer
oriented ini merupakan sistem pengolahan pelayanan publik yang
berorientasi ke konsumen atau pengguna. Sehingga dari kelima indikator
dalam

penilaian

tingkat

pelayanan

dapat

terpenuhi

dengan

mengembalikan kinerja penyedia jasan sehingga mampu memenuhi
harapan konsumen atau pengguna.
Dengan kembalinya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
angkutan umum, diharapkan hal tersebut dapat menekan penggunaan
kendaraan pribadi yang semakin meningkat. Dan dengan tertatanya
sistem transportasi yang ada pada suatu kota, maka mobilitas kegiatan
juga semakin lancar dan pertumbuhan ekonomi dapat terus dirasakan.

Lesson Learned
Dari jurnal tersebut dan critical review ini, maka terdapat nilai yang bisa
diambil untuk penambahan wawasan ekonomi kota adalah sebagai berikut
:
1. Sistem kejar setoran yang dipake penyedia jasa angkutan umum
dalam meraih pendapatan memnuat supir berlaku ofensif dalam

15

berkendara, sehingga perlu adanya perubahan sistem yang lebih
baik.
2. Sistem customer oriented bagi penyedia pelayanan transportasi
menjadi solusi dalam perubahan sistem penyediaan pelayanan
transportasi.

Mengingat

kenyaman

pelanggan

yang

harusnya

merupakan faktor utama dalam penyediaan pelayanan publik.
3. Pentingnya kenyaman bagi pengguna jasa transportasi umum ini

perlu diperhatikan, dimana perusahaan jasa transportasi dan
pemerintah harusnya mampu meningkatkan kembali kepercayaan
masyarakat terhadap transportasi umum

16

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63