perbandingan asuransi dan konvensional denga

Asuransi Konvensional dengan praktik Asuransi Syariah di
Indonesia
Diajukan kepada Dosen untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat
menyelesaikan mata kuliah
HUKUM ASURANSI
Oleh :

Nama : Rifqotunnisa
NPM : 11.12.081

UNIVERSITAS ISLAM JAKARTA
FAKULTAS HUKUM
2015
BAB I
1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Saat ini asuransi sebagai salah satu lembaga keuangan yang bergerak dalam
bidang pertanggungan merupakan sebuah institusi modern hasil temuan dari dunia
Barat yang lahir bersamaan dengan adanya semangat pencerahan (reinaissance).

Institusi ini bersama dengan lembaga keuangan bank menjadi motor penggerak
ekonomi pada era modern dan terus berlanjut pada masa sekarang.
Indonesia sebagai negara yang berdaulat telah menjadi satu kekuatan
tersendiri bagi perkembangan Islam baik secara kultural maupun secara struktural.
Sejarah membuktikan, bahwa Islam di Indonesia mempunyai peranan penting dalam
membangun dan mengukir sejarah di tanah air Indonesia seperti halnya dalam
membangun perekonomian negara. Hal ini dikarenakan mayoritas penduduk
Indonesia beragama Islam.
Dasar yang menjadi semangat operasional asuransi modern adalah
berorientasikan pada sistem kapitalis yang intinya hanya bermain dalam pengumpulan
modal untuk keperluan pribadi atau golongan tertentu, dan kurang atau tidak
mempunyai akar untuk pengembangan ekonomi pada tataran yang lebih
komprehensif.
Lain halnya dengan asuransi syariah. Asuransi dalam literatur keislaman lebih
banyak bernuansa sosial daripada bernuansa ekonomi atau profit oriented
(keuntungan bisnis). Hal ini dikarenakan oleh aspek tolong-menolong yaang menjadi
dasar utama dalam menegakkan praktik asuransi dalam Islam.
Meskipun di Indonesia sudah banyak asuransi syariah, namun tak lepas dari
Undang-undang perasuransian yang pertama kali muncul yaitu Undang-undang No. 2
Tahun 1992 yang kini telah diganti dengan Undang-undang No. 40 Tahun 2014 dan

itulah yang menjadi dasar asuransi syariah dengan asuransi konvensional saat ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yangt dimaksud dengan asuransi ?
2. Bagaimana perbedaan asuransi konvensional dengan asuransi syariah ?
3. Bagaimana praktik asuransi syariah di Indonesia ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Asuransi
2

Kata asuransi berasal dari kata bahasa Inggris, insurance, yang dalam bahasa
Indonesia telah menjadi bahasa populer dan diadopsi dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia dengan padanan kata “pertanggungan”. Sedangkan dalam Bahasa Belanda
bisa disebut dengan istilah assurantie (asuransi) dan verzekering (pertangguhan).
Menurut Echols dan Shadilly memaknai kata insurance dengan makna
asuransi dan/atau jaminan. Mengenai definisi asuransi secara baku maka dapat dilihat
dari peraturan (udang-undang). Menurut ketentuan Pasal 264 KUHD, asuransi atau
pertanggungan adalah perjanjian dengan mana penangguhan mengikatkan diri kepada
tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya
karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang

mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak pasti).
Menurut Undang-undang No 40 Tahun 2014 dalam Pasal 1 butir 1 ; Asuransi
adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis,
yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asiransi sebagai imbalan
untuk:
a. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau
pemegang polis karena terjadinya suatu perisiwa yang tidak pasti; atau
b. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung
atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan
manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil
pengelolaan dana.
Muhammad Muslehuddin dalam bukunya Insurance Islamic Law mengadopsi
pengertian asuransi dari Encyclopedia Britanica sebagai suatu persediaan yang
disiapkan oleh sekelompok orang, yang dapat tertimpa kerugian , guna menghadapi
kejadian yang tidak diramalkam, sehingga bila kerugian tersebut menimpa salah
seorang diantara mereka maka beban kerugian tersebut akan disebarkan ke seluruh
kelompok.


Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Hukum Asuransi Indonesia

memaknai asuransi sebagai suatu persetujuan di mana pihak yang menjamin berjanji
kepada pihak yang dijamin, untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti
kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin, karena akibat dari suatu
peristiwa yang belum jelas.

3

Sedang dalam pandangan Abbas Salim, asuransi dipahami sebagai suatu
kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti
sebagai (substitusi) kerugian-kerugian yang belum pasti. Dalam Ensiklopedia Hukum
Islam disebutkan bahwa asuransi (Ar:at-ta’min) adalah transaksi perjanjian antara dua
pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban
memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembaya iuran jika terjadi sesuatu yang
menimpa pihak pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat.
Hermawan Darmawi dalam bukunya Manajemen Asuransi memberikan
definisi asuransi dari berbagai sudut pandang; (1) dalam sudut pandang ekonomi,
asuransi merupakan metode untuk mengurangi risiko dengan jalan memindahkan dan
mengombinasikan ketidakpastian akan adanya kerugian keuangan (finansial). (2) dari

sudut pandang hukum asuransi merupakan suatu kontrak (perjanjian) pertanggungan
risiko antara tertanggung dengan penanggung. (3) dalam pandangan bisnis, asuransi
adalah sebuah perusahaan yang usaha utamanya menerima/menjual jjasa, dengan
berbagai risiko (sharing of risk) diantara sejumlah nasabahnya. (4) dari sudut pandang
sosial, asuransi dideefinisikan sebagai organisasi sosial yang menerima pemindahan
risiko dan mengumpulkan dana dari anggota-anggotanya guna membayar kerugian
yang mungkin terjadi pada masing-masing anggota tersebut. (5) dalam pandang
matematika, asuransi merupakan aplikasi matematika dalam perhitungan biaya dan
faedah pertanggungan risiko.

B. Perbedaan Asuransi Konvensional dengan Asuransi Syariah
Dalam asuransi konvensional terdapat beberapa industri asuransi antaralain
asuransi kerugian dan asuransi jiwa, adapun prinsip-prinsip yang menjadi pedoman
bagi seluruh penyelenggaraan kegiatan perasuransian konvensional antaralain :
1. Insurable Interest (Kepentingan yang Dipertanggungkan)
4

Insurable

interest


merupakan

hak

berdasarkan

hukum

untuk

mempertangungkan suatu risiko yang berkaitan denga keuangan, yang diakui
sah secara hukum antara tertanggung dengan sesuatu yang dipertanggungkan.
Darmawi mendefinisikan insurable interest sebagai hak atau adanya hubungan
dengan persoalan pokok dari kontrak, seperti menderita kerugian finansial
sebagai akibat terjadinya kerusakan, kerugian atau kehancuran suatu harta.
Tanpa insurable interest, suatu kontrak akan merupakan kontrak taruhan atau
kontrak perjudian, lagi pula dapat menimbulkan niat jahat untuk menyebabkan
terjadinya kerugian dengan tujuan memperoleh santunan. Dan jika insurable
interest itu ada maka tidak mungkin mendapatkan keuntungan dari peristiwa

tersebut.
Apabila terjadi musibah atas objek yang diasuransikan dan terbukti
bahwa kita tidak memiliki kepentingan keuangan atas objek tersebut, maka
kita tidak berhak menerima ganti rugi.
2. Utmost Good Faith (Kejujuran Sempurna) atau/ Itikad Baik
Utmost good faith adalah bahwa kita berkewajiban memberitahukan
sejelas-jelasnya dan teliti mengenai segala fakta-fakta penting yang berkaitan
dengan objek yang diasuransikan. Dalam melakukan kontarak asuransi, pihak
penaggung perlu menjelaskan secara lengkap hak dan kewajibannya selama
masa asuransi. Selain itu yang harus diperhatikan adalah perlakuan dari
penanggung pada saat benar-benar ada risiko yang menimpa tertanggung.
Pihak penanggung harus konsisten terhadat hak dan kewajiban yang
dicantumkan dalam kontrak (polis) termasuk batasan-batasan yang ada
sehingga jelas apabila ada risiko yang tidak ditanggung oleh asuransi.
Kewajiban dari kedua belah pihak untuk mengungkapkan fakta disebut duty of
disclosure.

3. Indemnity (Indemnitas)

Kebanyakan kontrak asuransi kerugian dan kontrak asuransi kesehatan

merupakan kontrak indemnity atau “kontrak penggantian kerugian”. Dalam
hal ini penanggung menyediakan penggantian kerugian untuk kerugian yang
nyata diderita tertanggung,dan tidak lebih besar daripada kerugian ini.
Mekanisme penanggung untuk mengkompensasi yang menimpa
tertanggung dengan ganti rugi financial. Prinsip Indemnity tidak dapat
dilaksanakan dalam asuransi kecelakaan dan kematian. Indemnity ini dapat
5

dilakuakn dengan beberapa cara, yaitu pembayaran tunai, penggantian,
perbaikan, dan pembangunan kembali.
4. Subrogation (Subrogasi)
Prinsip subrogasi telah diatur dalam pasal 284 kitab Undang-undang
Hukum Dagang yang berbunyi; “apabila seorang penanggung telah membayar
ganti rugi sepenuhnya kepada tertanggung, maka penanggung akan
menggantikan kedudukan tertanggung dalam segala hal untuk menuntut pihak
ketiga yang telah menimbulkan kerugian pada tertanggung”. Jadi prinsipnya
merupakan hak penanggung yang telah memeberikan ganti rugi kepada
tertanggung. Untuk menuntut pihak lain yang mengakibatkan kepentingan
asuransinya mengalami suatu peristiwa kerugian.
5. Contribution (Kontribusi)

Prinsip kontribusi ialah apabila penanggung telah membayar penuh
ganti rugi yang menjadi hak tertanggung, maka penanggung berhak menuntut
perusahaan-perusahaan lain yang terlibat suatu pertanggungan (secara
bersama-sama menutup asuransi harta benda milik anda) untuk membayar
bagian kerugian masing-masing yang besarnya sebanding dengan jumlah
pertanggungan yang ditutupnya. Prinsip ini merupakan akibat wajar dari
prinsip indemnity yaitu, penanggung berhak mengajak penanggungpenanggung lain yang memilki kepentingan yang sama untuk ikut bersama
membayar ganti rugi kepada seorang tertanggung meskipun jumlah
tanggungan masing-masing belum tentu sama besar.

6. Proximate Cause (Kausa Proksimal)
Suatu sebab aktif, efisien yang menyebabkan terjadinya suatu peristiwa
secara berantai atau berurutan tanpa intervensi suatu ketentuan lain, diawali
dan bekerja dengan aktif dari suatu sumber baru dan independent. Sebagai
contoh, kasus klaim kecelakaan diri berikut ini:
a. Seseorang mengendarai kendaraannya dijalan tol dengan kecepatan
tinggi sehingga mobil tidak terkendali dan terbalik.
b. Korban luka parah dan dibawa ke rumah sakit.
c. Tidak lama kemudian korban meninggal dunia.
Dari peristiwa tersebut diketahui bahwa kausa proksimalnya adalah

korban mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi sehingga mobil tidak
terkendali dan terbalik. Melalui kausa proksimal akan dapat diketahui apakah
6

penyebab terjadinya musibah atau kecelakaan tersebut dijamin dalam kondisi
polis asuransi atau tidak. Manajemen asuransi adalah sebuah cara dalam
mengelola perusahaan asuransi supaya operasionalnya berjalan dengan baik
dan dapat diharapkan menghasilkan return positif bagi perusahaan beserta staf
yang bekerja didalamnya. Karena asuransi adalah bisnis yang berkaitan erat
dengan risiko maka sebuah manajemen asuransi juga tidak dapat dilepaskan
dari bagaimana cara mengelola risiko itu sendiri.

Sedangkan Landasan dasar asuransi syariah adalah sumber dari
pengambilan hukum praktik asuransi syariah. Karena sejak awal asuransi
syariah dimaknai sebagai wujud dari bisnis pertanggungan yang didasarkan
pada nilai-nilai yang ada dalam ajaran islam, yaitu al Qur’an dan sunnah
Rasul. Adapun dalam asuransi syariah terdapat prinsip dasarnya yang antara
lain ;
a. Tauhid (unity) adalah dasar utama ddari setiap bentuk bangunan
yang ada dalam syariah islam. (QS. Al-Hadid [57]:4)

b. Keadilan (justice) adalah terpenuhinya nilai-nilai keadilan antara
pihak-pihak yang terkait dengan akad asuransi. (QS. An-Nahl
[16]:90)
c. Tolong-menolong

(ta’awun)

adalah

melaksanakan

kegiatan

berasuransi harus didasari dengan semangat tolong-menolong
antara anggota (nasabah). (QS. Al-Maidah [5]:3)
d. Kerja sama (cooperation) merupakan prinsip universal yang selalu
ada dalam literatur ekonomi islam.
e. Amanah (trustworthy/al-amanah) adalah dapat dipercaya.
f. Kerelaan (al-ridha) (QS. An-Nissa [4]:29)
g. Larangan riba merupakan larangan mengambil harta orang lain.
(QS. An-Nisa [4]:29)
h. Larangan maisir (judi) (QS. Al-Maidah [5]:90)
i. Larangan
gharar
(ketidakpastian)
merupakan

larangan

menampilkan sesuatu yang tampaknya menyenangkan akan tetapi
hakikatnya menimbulkan kebencian.
Selain landasan dan prinsip dasan asuransi syariah, asuransi syariah
juga mengenal konsep dari Mudharabah, hal tersebut merupakan suatu konsep
7

yang marak dipakai (lazim) dalam bisnis syariah dan sepertinya sudah menjadi
trend sehingga setiap lembaga keuangan di Indonesia yang berbasis syariah
biasa menggunakan konsep ini.
Definisi

Mudharabah:

Akad

kerjasama

antara

pemilik

dana/nasabah/tertanggung (shahibul maal) dengan pengusaha/penanggung
(mudharib) untuk melakukan suatu usaha bersama. Keuntungan yang
diperoleh dibagi antara keduanya dengan perbandingan nisbah yang disepakati
sebelumnya.
Sesuai dengan prinsip yang menjadi dasar pelaksanaan Asuransi
Syariah, maka seluruh dana yang dihimpun dari pemegang polis asuransi akan
dikelola sesuai dengan prinsip syariah. Keuntungan perusahaan diperoleh dari
pembagian keuntungan dana pemegang polis asuransi yang dikembangkan
dengan prinsip bagi hasil (mudharabah).
Para pemegang polis dalam hal ini berkedudukan sebagai pemilik
modal (shohibul mal) dan Asuransi Syariah berfungsi sebagai pemegang
amanah (mudharib). Setiap premi yang dibayar oleh pemegang polis akan
dimasukkan dalam rekening Tabarru perusahaan, yaitu kumpulan dana yang
telah diniatkan oleh peserta sebagai iuran dan kebajikan untuk tujuan saling
tolong menolong dan saling membantu. Kumpulan dana pemegang polis
sebelum dikelola lebih lanjut terlebih dulu dipisahkan menjadi dua golongan,
yaitu Dana Pemegang Saham (Shareholder Fund) dan Dana Peserta Asuransi
(Participant Fund / Premium), dan masing-masing dana mempunyai akuntansi
terpisah. Hasil pengembangan dana setelah dikurangi dengan beban asuransi
(klaim dan premi reasuransi) akan dibagi antara pemegang polis dan
perusahaan menurut prinsip al-mudharabah dalam suatu perbandingan tetap
yang besarnya telah ditentukan pada awal penutupan polis asuransi. Misal:
70% untuk perusahaan dan 30% untuk seluruh peserta. Ilustrasi mekanisme
pengelolaan dana dapat dilihat pada diagram alur berikut ini :

Asuransi Syariah

Asuransi Umum
Konvensional
8

Ada Dewan Pengawas Syariah,
fungsinya mengawasi
Dewan Pengawas Syariah
Manajemen, Produk, dan
Investasi Dana

Tidak ada

Tolong menolong (Takafuli)

Akad

Jual beli (Tabaduli)

Investasi dana berdasarkan
syariah dengan sistem bagi hasil
(Mudharabah)

Investasi Dana

Investasi Dana berdasarkan
bunga (riba)

Dana yang terkumpul dari
nasabah (premi) merupakan
milik peserta, perusahaan hanya
sebagai pemegang amanah
untuk mengelolanya

Kepemilikan Dana

Dana yang terkumpul dari
nasabah (premi) menjadi milik
Perusahaan. Perusahaan bebas
untuk menentukan investasinya

Dari rekening tabarru (dana
sosial) seluruh peserta, yang
sejak awal sudah diikhlaskan
oleh peserta untuk keperluan
tolong menolong bila terjadi
musibah

Pembayaran Klaim

Dari rekening dana perusahaan

Dibagi antara Perusahaan
Seluruhnya menjadi milik
dengan Peserta (sesuai prinsip
Keuntungan
perusahaan
bagi hasil/Mudharabah)
Dalam asuransi terdapat suatu akad, pada asuransi syariah dan asuransi umum
atau konvensional terdapat perbedaann yang antaralain :
a. Akad asuransi non syariah adalah akad mulzim (perjanjian yang wajib
dilaksanakan) bagi kedua belah pihak, pihak penanggung dan pihak
tertanggung. Kedua kewajiban ini adalah kewajiban tertanggung
membayar premi-premi asuransi dan kewajiban penanggung membayar
uang asuransi jika terjadi peristiwa yang diasuransikan.
b. Akad asuransi ini adalah akad mu’awadhah, yaitu akad yang di dalamnya
kedua orang yang berakad dapat mengambil pengganti dari apa yang telah
diberikannya.
c. Akad asuransi ini adalah akad gharar karena masing-masing dari kedua
belah pihak penanggung dan tertanggung pada waktu melangsungkan akad
tidak mengetahui jumlah yang ia berikan dan jumlah yang dia ambil. Akad
asuransi ini adalah akad idz’an (penundukan) pihak yang kuat adalah
perusahaan asuransi karena dialah yang menentukan syarat-syarat yang
tidak dimiliki tertanggung.
9

Sedangkan, asuransi syariah memiliki beberapa ciri, diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Akad asuransi syariah adalah bersifat tabarru, sumbangan yang diberikan
tidak boleh ditarik kembali. Atau jika tidak tabarru’, maka andil yang
dibayarkan akan berupa tabungan yang akan diterima jika terjadi peristiwa,
atau akan diambil jika akad berhenti sesuai dengan kesepakatan, dengan
tidak kurang dan tidak lebih. Atau jika lebih maka kelebihan itu adalah
keuntungan hasil mudhorobah bukan riba.
b. Akad asuransi ini bukan akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan)
bagi kedua belah pihak. Karena pihak anggota ketika memberikan
sumbangan tidak bertujuan untuk mendapatkan imbalan, dan kalau ada
imbalan, sesunguhnya imbalan tersebut didapat melalui izin yang diberikan
oleh jama’ah (seluruh peserta asuransi atau pengurus yang ditunjuk
bersama).
c. Dalam asuransi syari’ah tidak ada piha yang lebih kuat karena semua
keputusan dan aturan-aturan diambil menurut izin jama’ah seperti dalam
asuransi takaful.
d. Akad asuransinya syari’ah bersih dari gharar dan riba.
e. Asuransi syariah bernuansa kekeluargaan yang kental

C. Praktik Asuransi Syariah di Indonesia
Indonesia sebagai negara yang berdaulat telah menjadi satu kekuatan
tersendiri bagi perkembangan Islam baik secara kultural maupun secara struktural
(kelembagaan). Adapun secara lembaga-struktural perkembangan ekonomika islam di
Indonesia mulai kelihatan pada paruh akhir abad 20, yaitu tepatnya pda tahun 1991
dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI), sebagai bank umum pertama kali
yang beroperasi berdasarkan syariah islam. Tidak selang lama, sekitar tahun 1994
telah menyusul sebuah perusahaan asuransi yang juga beroperasi berdasarkan syariah,
yaitu Asuransi Takaful Keluarga.
Keberadaan asuransi syariahh di Indonesia adalah sebuah kebutuhan yang
harus dipenuhi setelah adanya lembaga perbankan syariah. Hal ini dikarenakan kedua
lembaga tersebut mempunyai hubungan timbal balik yang saling membutuhkan.
Seperti yang telah diatur dalam Fatwa Dewan Umum Nasional No. 21/DSN10

MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah di Indonesia maka seluruh
investasi yang dilakukan perusahaan asuransi syariah harus dilakukan sesuai dengan
syariah.
Namun keberadaan asuransi syariah di Indonesia secara konstitusi masih
sangatlah lemah dan perlu adanya political will (kebijakan politik) yang mendukung
dari pemerintah Indonesia saat ini. Secara struktural, landasan operasional asuransi
syariah di Indonesia masih menginduk pada peraturan yang mengatur usaha
perasuransian secara umum (konvensional).
Saat ini baru ada peraturan yang secara tegas menjelaskan asuransi syariah
pada surat Keputusan Direktur Jendral Lembaga Keuangan No. Kep. 449/LK/2000
tentang Jenis, Penilaian danPembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi dengan sistem syariah.
Dalam hal penerapan asuransi syariah di indonesia masih bersifat batil atau
masih menerapkan sistem penawaran non syariah dalam hal sistem bagi hasilnya
(nisbah). Dimana perusahaan asuransi syariah menerapkan sistem tawar menawar
dalam menentukan prosentase yang notabene tawar menawar tersebut masih termasuk
kedalam unsur jual beli.
Sebagai contoh dalam perjanjian asuransi mudharobah, pengelolaan dana
premi takaful keluarga dalam unsur tabungan dengan salah satu perusahaan asuransi
syariah di kota malang. Kelompok kami mencoba untuk mencari informasi dengan
berpura-pura membuka dana asuransi disalah satu perusahaan asuransi dikota malang.
Pihak perusahaan asuransi syariah tersebut menawarkan pada kami sistem pembagian
nisbah sebesar 50 % untuk nasabah dan 50% untuk perusahaan asuransi tersebut.
Kemudian ketika kami tidak setuju, mereka menawarkan untuk 60% untuk kita dan
40% untuk mereka (perusahaan asuransi) tersebut. Sedangkan didalam buku “Aspekaspek hukum perasuransian syariah di Indonesia” karya Gemala Dewi, S.H.,LL.M.
cetakan prenada media grup edisi revisi cetakan ketiga menjelaskan bahwa,
seharusnya pembagian nisbah tersebut 70% dan 30%, hal ini dikarenakan pihak
asuransi hanya mengolah dana dari nasabah untuk di investasikan. Dalam buku ini
dijelaskan pula bahwa pembagian 70% dan 30% tersebut untuk nasabah sebesar 70%
dan 30% untuk biaya operasional perusahaan asuransi tersebut.
Dikarenakan hal tawar menawar itulah maka asuransi syariah masih dianggap
batil dan tidak sesuai dengan syariah islam. Meskipun dalam “Fatwa Dewan Umum
11

Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah di
Indonesia dan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 53/DSNMUI/III/2006 tentang Tabbaru' Pada Asuransi Syariah” tidak dijelaskan secara
mendalam tentang pembagian dana nisbah secara pasti dan sah menurut syariah islam.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut ketentuan Pasal 264 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah
perjanjian dengan mana penangguhan mengikatkan diri kepada tertanggung
dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin
dideritanya akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak pasti).
Sedangkan menurut Ensiklopedia Hukum Islam disebutkan bahwa asuransi
(Ar:at-ta’min) adalah transaksi perjanjian antara dua pihak yang satu
berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan
jaminan sepenuhnya kepada pembaya iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa
pihak pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat.
Dalam asuransi terdapat suatu akad, pada asuransi syariah dan asuransi umum
atau konvensional terdapat perbedaann yang antaralain : a). akad asuransi non
syariah adalah akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua
belah pihak, pihak penanggung dan pihak tertanggung. Juga mengandung akad
mu’awadhah dan akad gharar. Sedangkan, b). akad asuransi syariah adalah
bersifat tabarru, sumbangan yang diberikan tidak boleh ditarik kembali. Akad ini
juga bukan akad muzlim, tidak mengandung akad gharar serta bersih dari riba
dan bernuansa kekeluargaan yang kental.

12

Dalam hal penerapan asuransi syariah di indonesia masih bersifat batil atau
masih menerapkan sistem penawaran non syariah dalam hal sistem bagi hasilnya
(nisbah).
B. Saran
Sebaiknya asuransi syariah di Indonesia lebih diperhatikan lagi dan perlu adanya
kebijakan politik dalam membuat aturan-aturan tentang asuransi syariah sehingga
asuransi syariah dapat menerapkan prinsip syariah secara benar.

DAFTAR PUSTAKA
AM. Hasan Ali, MA. Asuransi dalam Prespektif Hukum Islam. Jakarta: Kencana. 2004
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia. Jakarta: Pembimbing. 1958.
Abdul Aziz Dahlan dkk (editor). Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: Ichtiar Baru van
Hoeve. 1996
http://www.asuransi-mobil.com/perbedaan_asuransi_syariah_dan_konvensional.htm
http://www.zonanesia.com/2014/12/pengertian-asuransi-konvensional-atau.html
http://eki-blogger.blogspot.co.id/2012/05/14.html

13