Sebaran Medan Massa Medan tekanan dan Ar

ASSIGNMENT AKHIR: ITK 521 OSEANOGRAFI FISIK
SEBARAN MEDAN MASSA, MEDAN TEKANAN DAN ARUS GEOSTROPIK DI
PERAIRAN SELATAN JAWA BULAN AGUSTUS
Zan Zibar (C551150041)*
* Ilmu Kelautan Pasca Sarjana, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Isntitut Pertanian Bogor
Email : zanzibar301@gmail.com

PENDAHULUAN
Sebaran massa air di lautan dapat diketahui dengan mempelajari parameter-parameter
oseanografi, antara lain adalah suhu, salinitas, densitas, kedalaman dinamik, kecepatan dan arah
arus geostropik, serta karakter lain yang digunakan untuk mengenali dan melacak gerakannya
yang terjadi pada perairan tertentu (Bearman, 1993). Perairan selatan Jawa merupakan perairan
laut yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia sehingga perairan ini sangat
dipengaruhi oleh bertiupnya angin muson. Angin mosun adalah angin yang bertiup secara
periodik dan antara periode yang satu dengan yang lain. Polanya akan berlawanan dan berganti
arah secara berlawanan setiap setengah tahun akibat perputaran bumi pada porosnya. Wyrtki
(1961) mengatakan bahwa di wilayah Indonesia, pada bulan Desember-Maret berkembang angin
muson timur laut di utara dan muson barat laut di selatan katulistiwa, sedangkan selama bulan
Juni-Agustus, berkembang angin muson barat daya. Pada bulan April-September, bertiup angin
muson tenggara sebagai angin lepas pantai dari pantai Barat Laut Australia. Angin ini
memberikan kontribusi pada suplai South Equatoral Current atau Arus Katulistiwa Selatan.

Kuatnya angin muson menyebabkan terbentuk aliran massa air di lapisan permukaan (Wyrtki,
1961).
Sebagian besar massa air dari Counter Current selalu mengalir ke tenggara di sepanjang
pantai barat sumatera. Dari bulan Juli hingga Oktober, ketika angin munson tenggara bertiup
dengan kekuatan penuh menyentuh massa air di selatan jawa, South Equatorial Current mengalir
ke arah barat dan ditekan jauh ke arah utara melebihi 10° LS hingga mencapai Pantai Selatan
Jawa, cabang ini berubah menjadi South Equatorial Current dekat Selat Sunda. Pada awal bulan
Juni, sejak angin muson tenggara mulai bertiup upwelling terjadi disepanjang perbatasan antara
pesisir jawa dan south equatorial current.
Di Selatan Pantai Jawa, permukaan perairan selalu lebih rendah, disebabkan oleh depresi
stasioner pada batas utara South equatorial current. Permukaan laut terendah terjadi pada bulan
Agustus/ September di akhir musim upwelling. Setelah itu pada bulan oktober terjadi kenaikan
permukaan yang cepat, selama angin muson tenggara berkurang. Menunjukan adanya pengisian
massa air di Selatan Jawa. Permukaan air akan terus naik secara bertahap selama bulan
Desember, dan akan tetap stabil hingga bulan April (Wyrtki, 1961).
Purba (2007) menjelaskan dinamika pergerakan air di perairan selatan P. Jawa- P. Sumbawa
pada saat angin Muson Tenggara (Juni-September) terjadi pergerakan Arus Katulistiwa Selatan
(AKS) dan Arus Lintas Indonesia (Arlindo) mengalir ke arah barat. Saat bertiupnya Angin
Muson Tenggara Terjadi proses Upwelling dimana poros AKS bergeser ke utara mendekati P.
jawa – P. Bali dan mendorong Arus Pantai Jawa (APJ) ke barat. Upwelling terjadi karena adanya

proses ekman Pump yaitu akibat naiknya massa air dari lapisan bawah mengisi kekosongan
massa air di pantai (Wyrtki, 1962; Purba, 2007).
Dinamika pergerakan air yang terjadi pada selatan Laut Jawa juga dipengaruhi oleh adanya
arus geostropik. Arus geostropik adalah arus yang ditimbulkan akibat adanya transpor Ekman
yang dibangkitkan oleh angin yang membentuk daerah dengan slope muka air laut yang lebih
1

ASSIGNMENT AKHIR: ITK 521 OSEANOGRAFI FISIK
tinggi dan slope muka air laut yang lebih rendah yang diimbangi oleh gaya Coriolis (Hadi dan
Radjawane, 2009). Sehingga berdasarkan hal tersebut, pergerakan arus pada selatan laut jawa
sangat penting untuk di pelajari karena berkaitan dengan proses terjadinya upwelling.
METODOLOGI
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di perairan selatan Jawa. Data yang digunakan pada praktikum
ini berasal dari World Ocean Atlas (WOA) yang diambil pada situs
http://www.nodc.noaa.gov/OC5/WOA09/woa09data.html. Data yang diambil untuk praktikum
ini adalah data suhu, salinitas dan kedalaman pada bulan September tahun 2009 di perairan
Selatan Laut Jawa (gambar 1). Posisi stasiun tercantum pada tabel 1.

St

1
2
3
4

Tabel 1. Koordinat ke-4 stasiun
Station Longitude
Latitude
WOA
[oEast]
[oNorth]
19241
109.5
-12.5
19524
109.5
-11.5
19810
109.5
-10.5

20095
109.5
-9.5

Gambar 1. Posisi stasiun pengambilan data
Metode Pengolahan Data
Data yang diperoleh selanjutanya dibaca dengan menggunakan bantuan perangkat lunak
ODV (Ocean Data View) dan metoda interpolasi menggunakan tabel dalam baku Neumann and
Pierson (1966) dengan menggunakan software microsoft EXCEL. Tahapan pengerjaan pada ke-2
metoda berbeda, tetapi prinsipnya hampir sama Kemudian diolah untuk mendapatkan sebaran
menegak dan melintang dari suhu, salinitas, potensial density anomaly, dan kecepatan
geostropik. Hasil pengolahan data kemudian dianalisis untuk mengetahui fenomena yang terjadi
di Selatan Laut Jawa selama bulan September tahun 2009.

2

ASSIGNMENT AKHIR: ITK 521 OSEANOGRAFI FISIK
Perhitungan Sigma-t (σt)
nilai sigma-t yang dihitung secara manual menggunakan exel menggunakan perhitungan
Knudsen (1901) dalam Neuman dan Pierson (1966). Perhitungan awalnya adalah dengan

mencari nilai sigma-0 sebagai berikut :
σ0 = ∑

Dimana :
B0
= 0.09344586324
B1
= 0.814876576925
B2
= -0.0004824961403
B3
= 0.000006767861356
Kemudian nilai sigma-0 dapat dihitung melalui hasil determinasi dengan menggunakan
fungsi empiris forch (1902) dalam Neuman dan Pierson (1966) sebagai berikut :
σt =



+ ∑




(

)

Dimana :
t
= Temperatur (°C)
= 67.26
A0
a1
= 4,53168426
= -0.545939111
a2
a3
= -0.0019824839871
= -0.000000143803061
a4
A10

= 1.0
= -4.7867E-3
A11
A12
= 9.8185E-5

A20
A21
A22
A23

=0
= 1.8030E-5
= -8.164E-7
= 1.667E-8

Spesifik Volume Anomali
Spesifik volum anomali dihitung berdasarkan Sverdrup (1993) dalam Neuman dan Pierson
(1966) dengan menggunakan bantuan Tabel 1, 2 dan 3 dalam Neuman dan Pierson, ( 1966) hal
495-496). Rumus Spesifik volum anomal adalah sebagai berikut :

 = s,t + s,p + t,p
Arus Geostropik
Kecepatan arus geostropik dirumuskan melalui persamaan :
v =-

.

=- .

.

=- .

( ∆∅ − ∆∅ )

=-

.

( ɸ


ɸ )

3

ASSIGNMENT AKHIR: ITK 521 OSEANOGRAFI FISIK
dimana v

= kecepatan arus geostropik (m/s)
= gaya coriolis (N)
= massa jenis air laut (kg/m3)
= perubahan tekanan terhadap kedalaman
ɸ
= geopotensial anomaly (m2/s2)
ɸ1 − ɸ2 = selisih geopotensial anomaly antara dua stasiun (m2/s2)
= 7.29 x 10-5
= perubahan kedalaman (m)

Arus geostropik relative antara 2 stasiun yang berdekatan ditentukan melalui persamaan:
−10[ ( ) − ( ) ] − [ ( ) − ( ) ]

− =



=

(Neumann&Pierson, 1966; Pond&Pickard, 1983; Stewart 2003)

4

ASSIGNMENT AKHIR: ITK 521 OSEANOGRAFI FISIK
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebaran Suhu
Suhu di permukaan air dipengaruhi oleh kondisi meteorologis. Faktor-faktor meteorology
yang berperan disini adalah curah hujan, penguapan, kelembaban, suhu udara, kecepatan angin
dan intensitas radiasi matahari. Oleh sebab itu suhu di permukaan air mengikuti pulapola
musiman (Nontji, 1987).
Suhu permukaan sampai pada kedalaman 1500 meter pada perairan yang diamati memiliki
kisaran antara 3.4oC – 26oC. berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan
di perairan selatan jawa kisaran suhu permukaan memiliki kisaran yang hampir sama hal ini

diduga adanya percampuran massa air yang kuat pada bulan Agustus. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Wyrtki (1961) bertiupnya angin muson tenggara pada bulan Juli hingga Oktober
dengan kekuatan penuh menjadi alasan kuatnya pengadukan di perairan selatan Laut Jawa
terutama pada lokasi penelitian.
Kedalaman lapisan tercampur pada perairan selatan Jawa berdasarkan hasil sebaran
melintang suhu menunjukan terjadinya stratifikasi yang kuat. Pada kedalaman 0- 50 meter
kisaran suhu antara 25 – 26 oC. Penelitian yang dilakukan oleh Wyrtki (1961) menyaakan bahwa
kedalaman lapisan tercampur di selatan Laut Jawa mencapai 40 meter. Kedalaman lapisan
tercampur makin mendakati pesisir jawa makin rendah, yakni rata-rata nilai suhu pada lapisan
tercampur dari setiap stasiun yaitu 26.23 oC (stasiun satu), 26.21 oC (stasiun dua), 26.08 oC
(stasiun tiga), dan 25.91 oC (stasiun empat) hal ini disebabkan oleh densitas di arah lepas pantai
lebih tinggi dari densitas pesisir jawa sehingga arah massa air cenderung ke arah wilayah
perairan pesisir. Sverdrup (1942) mengemukakan bahwa kondisi suhu permukaan laut juga
sangat bergantung pada dinamika gerakan massa air laut yaitu pola arus permukaan,
menaiknya massa air (upwelling), divergensi dan konvergensi, turbulensi serta sirkulasi global
dari lintang tinggi ke lintang rendah dan sebaliknya.
Suhu air laut selalu mengalami perubahan menurut ruang dan waktu, secara umum
temperatur akan menurun sesuai dengan meningkatnya kedalamann (Pickard, 1990). Sebaran
suhu secara vertikal (Gambar 2 (a) ) dapat digunakan untuk menentukan lapisan temoklin di
lokasi pengambilan data dengan melakukan pengamatan pada kedalaman 100-500 meter. Nilai
absolut gradien penurunan temperaturvertikal pada lapisan termoklin standar (untuk daerah
Samudera Hindia) adalah ≥ 0,05°C/m (Bureau of technical supervision of the P.R of China,
1992). Kisaran suhu di lapisan termoklin adalah 16.03 - 25.81 °C. Semakin menjauhi pantai
lapisan termoklin yang terbentuk semakin dalam.
Di bawah kedalaman 500 meter perbedaan nilai suhu antar stasiun menjadi sangat kecil.
Lapisan ini diidentifikasi sebagai lapisan homogen. Suhu pada lapisan ini memiliki kisaran
antara 3.47- 7.38° C. Menurut Wyrtki (1961), variasi tahunan suhu rata-rata di perairan
Indonesia kurang dari 2°C, kecuali di beberapa tempat seperti Laut Arafuru, Laut Timor, dan
Selatan Jawa yang memiliki variasi lebih besar yaitu 3° - 4°C. Karena pengaruh angin, maka
lapisan teratas sampai ke kedalaman kira-kira 50 - 70 meter terjadi pengadukan sehingga di
lapisan tersebut terdapat suhu hangat sekitar 28 °C yang homogeni dan sering disebut pula
dengan lapisan homogen (Nontji, 1987). Pada lapisan 400 meter, suhu berkisar antara 9-10°C
(Soegiarto dan Birowo, 1975).

5

ASSIGNMENT AKHIR: ITK 521 OSEANOGRAFI FISIK
(a)

(b)

Gambar 2. Sebaran Suhu Menegak (a) dan Melintang (b)

Sebaran Salinitas
Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola edaran air, penguapan,
curah hujan dan aliran sungai. Di perairan lepas pantai yang dalam, angin dapat melakukan
pengadukan massa air lapisan alas sehingga membentuk lapisan homogen dengan ketebalan 50 70 meter atau lebih bergantung pada intensitas pengadukan. Di perairan dangkal, lapisan
homogen ini be'rlanjut sampai ke dasar.
Pada perairan Indonesia, sebaran salinitas di pemukaan laut sangat berfluktuasi tergantung
dari struktur geografi, masukan air tawar dari sungai-sungai besar, curah hujan, penguapan dan
sirkulasi massa air serta sirkulasi monsoon. Selain itu perubahan musim juga memegang peranan
penting dalam perubahan salinitas pemukaan laut di perairan Indonesia (Wyrtki, 1961).
Hasil pengukuran salinitas pada Gambar 3 berkisar 34,18 psu – 34,70 psu. Sebaran
melintang salinitas menunjukan nilai pada permukaan semakin kecil ketika mendekati pantai.
Hal ini terjadi karena pada perairan yang dekat dengan pantai mendapat masukan air tawar dari
daratan. Menurut King (1963), salinitas pada perairan bebas (laut lepas) memiliki perubahan
relatif lebih kecil dibandingkan perairan pantai. Hal ini disebabkan perairan pantai banyak
memperoleh masukan air tawar dari muara-muara sungai terutama pada waktu musim
penghujan. Nilai salinitas permukaan tertinggi berada pada stasiun 4 dengan nilai salinitas 34.71
psu. Kisaran nilai ini agak berbeda dengan nilai salinitas yang pernah diukur oleh Soeriaatmadja
(1957) pada perairan selatan Laut Jawa yaitu sebesar 33.8 psu.
Berdasarkan sebaran vertikal, salinitas maksimum terdapat pada kedalaman 500 meter,
dengan nilai salinitas terbesar berada pada stasiun 1 sebesar 34.712. Kisaran salinitas pada
kedalaman 500 meter adalah 34.67-34.70. Ciri salinitas maksimum tersebut menunjukan
karakteristik dari massa air Indonesian Uper Water (IUW). Karakteristik massa air Hindia,
terutama massa air IUW berada pada kisaran nilai salinitas 34.6-35 (Emery, 2010)

6

ASSIGNMENT AKHIR: ITK 521 OSEANOGRAFI FISIK
Kemudian pada kedalaman 1000, nilai salinitas menurun dan menunjukan nilai minimum dengan
kisaran nilai antara 34.63-34.61. Nilai salinitas tersebut menunjukan karakteristik massa air
NIIW (North Indian Intermediate Water). Massa air ini memiliki kisaran salinitas ~34.65 (Bray
et al., 1997) hampir sama dengan kisaran salinitas pada daerah pengukuran serta berada pada
lapisan dalam.
Distribusi salinitas ditentukan oleh proses-proses yang berlangsung di permukaan laut dan
oleh arus dan percampuran. Masuknya massa air bersalinitas tinggi dari Samudera Pasifik ke
perairan Indonesia, menyebabkan sebaran salinitas permukaan di perairan Indonesia meningkat
dari barat ke timur dan berkisar antara 30- 35 psu (Wyrtki, 1961). Keadaan sebaran salinitas
permukaan memperlihatkan perbedaan-perbedaan musiman dengan variasinya relatif lebih besar
dibandingkan dengan suhu.
Lapisan air permukaan pada umumnya menyebar hingga kedalaman tertentu sebelum
mencapai kedalaman yang lebih dingin di bawahnya. Pada permukaan air terjadi
pencampuran massa air yang diakibatkan oleh adanya angin, arus dan pasut sehingga
merupakan lapisan homogen (Wyrtki, 1961), kemudian berbalik arah dari utara-barat selama
musim barat (Desember-Februari) dengan salinitas rendah dan suhu tinggi akibat pengaruh
asupan massa air tawar yang berasal dari aliran sungai dan berlangsungnya musim penghujan.

(a)

(b)

Gambar 3. Sebaran Salinitas Menegak (a) dan Melintang (b)
Sebaran Sigma-t ( Potensial density Anomali )
Densitas potensial adalah densitas pengukuran yang dihasilkan dari pengukuran yang
tidak pempertimbangkan pengaruh tekanan. Sedangkan densitas insitu adalah densitas
pengukuran dengan pempertimbangkan pengaruh tekanan (σt,s,p). Berdasarkan sebaran
melintang, terlihat adanya stratifikasi massa air berdasarkan nilai densitas potensialnya. Densitas
potensial pada perairan yang terukur berkisar antara 22.2 – 27.5 km/m3. Sama seperti salinitas,
pada lapisan permukaan nilai σt semakin kecil ke arah pantai, sedangkan pada lapisan dalam,
nilai densitas semakin besar ke arah pantai dan semakin kecil ke arah lepas pantai. Pola sebaran
densitas potensial (gambar 5) mirip dengan pola sebaran suhu (gambar 3).
7

ASSIGNMENT AKHIR: ITK 521 OSEANOGRAFI FISIK
Lapisan tercampur terlihat berada pada kedalaman 0-50 meter. Densitas potensial pada
lapisan tercampur (0-50 meter). Dengan nilai rata-rata berturut-turut adalah sebagai berikut : 22.3
km/m3 (stasiun 1), 22.4 km/m3 (stasiun2), 22.4 km/m3 (stasiun 3), 22.5 km/m3 (stasiun 4). Hal ini
kemungkinan disebabkan adanya masukan air tawar dari daratan yang mempengaruhi nilai
densitas pada lapisan permukaan sehingga densitas pada dekat pantai menjadi lebih rendah
dibandingkan pada lepas pantai.
Lapisan piknoklin dapat terpantau pada kedalaman antara 50- 400 meter. Nilai densitas
potensial pada kedalaman ini berkisar antara 22.3-26.9 km/m3. Selisih nilai densitas potensial
antar stasiun terbesar terjadi pada kedalaman ini (gambar 5-kiri bawah). Pada kedalaman
tersebut, nilai densitas memiliki variasi yang besar per kedalaman maupun per lintang. Nilai
densitas potensial rata-rata per stasiun berturut-turut adalah 24.47 (stasiun 1), 25.52 (stasiun 2),
25.60 (stasiun 3), 25.69 (stasiun 4). Selisih densitas antar stasiun pada tiap kedalaman di bawah
kedalaman 500 meter, sangat kecil dan dapat dikatakan sebagai kedalaman homogen. Pada
kedalaman 1500 meter, selisih densitas sangat kecil atau hampir sama pada setiap staiun.
(a)

(b)

Gambar 4. Sebaran Potential Density Anomaly (t) Menegak
(a) dan Melintang (b)

Sebaran Melintang Anomali Kedalaman Dinamik
Dalam penentuan kedalaman dinamik teriebih dahulu harus dtentukan suatu papar acuan
(reference level) yang merupakan level of no motion, yaitu suatu kedalaman dimana tidak ada
gerak dari massa air relatif antara dua stasiun (Defant, 1941 dalam Neumann dan Pierson, 1966).
Dari hasil yang diperoleh bahwa rataan kedalaman dinamik di permukaan berkisar 2.23
dyn.m sampai nilai nya 0 dyn.m pada kedalaman 1500 m. Pada setiap kedalaman nilai
kedalaman dinamiknya semakin berkurang sampai mencapai paparan acuan (level of no motion).
Pada kedalaman 600-700 m kedalaman dinamiknya berkisar 0.63 dyn.m Pada kedalaman 1400 m
kedalaman dinamiknya sudah berkurang sangat jauh berkisar 0,064 dyn.m.

8

ASSIGNMENT AKHIR: ITK 521 OSEANOGRAFI FISIK
Penumpukan massa air pada stasiun 1 disebabkan karena bertiupnya angin munson tenggara
mendorong sirkulasi permukaan, maka transport ekaman akan dibelokan ke arah selatan (kiri
dari arah angin) yaitu ke arah Barat Daya akibat pengaruh gaya coriolis yang bekerja pada
bagian selatan bumi, sehingga massa air tertumpuk pada wilayah lepas pantai (stasiun 1). Secara
keseluruhan, stasiun 1 memiliki kedalaman dinamik yang lebih besar jika dibandingkan dengan
stasiun 4, kecuali pada kedalaman 1500 meter atau kedalaman level of no motion. Hal inilah
yang menyebabkan kekosongan massa air permukaan. Adanya perbedaan gradien tekanan antara
stasiun 1 dan stasiun 4 menyebabkan massa air akan menuju keseimbangan dan transport gradien
tekanan ke arah pantai mengisi kekosongan massa air yang tertransport ke lepas pantai, sehingga
terjadilah upwelling.
Perairan barat Sumatera dan Selatan jawa, juga dipengaruhi oleh massa air Pasifik yang
keluar dari Indonesia ke Samudera Hindia. Pada selatan Jawa, selama bulan Mei hingga
September, arus mengalir ke arah barat yang ditandai dengan adanya coastal upwelling yang
kuat. Di sepanjang pesisir, ITF, angin lokal (mosun) dan batas timur Kelvin waves merupakan
faktor-faktor yang menggerakan arus di wilayah ini (Church at al , 1998)

Gambar 5. Sebaran Melintang Anomali Kedalaman Dinamika Disetiap Stasiun
Kecepatan dan arah arus geostropik
Pond dan Pickard (1983) menyatakan bahwa permukaan isobar yang membentuk lereng
terhadap paras papar (level surface) dapat menimbulkan gaya yang bekerja pada partikel massa
air. Kecepatan arus geostropik semakin kecil dengan pertambahan kedalaman (gambar 6).
Kedalaman 1500 meter dianggap sebagai level of no motion, dimana pada kedalaman 1500 tidak
ada gradieen tekanan horisontal dan tidak ada kecepatan arus geostropik. Sebaran vertikal arus
goestropik mirip dengan sebaran suhu di lautan. Gambar menunjukan pola vertikal arus
geostropik yang dihasilkan dengan menggunakan Excel dan ODV. Berdasarkan pola tersebut,
terlihat bahwa kecepatan yang dihasilkan baik dengan menggunakan Excel maupun ODV
menunjukan nilai yang sama.

9

ASSIGNMENT AKHIR: ITK 521 OSEANOGRAFI FISIK

(a)

(b)

Gambar 6. Kecepatan Arus Geostropik (a) Hasil Excel (b) Hasil ODV
Kesimpulan
Suhu permukaan sampai pada kedalaman 1500 meter pada perairan yang diamati memiliki
kisaran antara 3.4oC – 26oC. Pada kedalaman 0- 50 meter kisaran suhu antara 25 – 26 oC. nilai
suhu pada lapisan tercampur dari setiap stasiun yaitu 26.23 oC (stasiun satu), 26.21 oC (stasiun
dua), 26.08 oC (stasiun tiga), dan 25.91 oC (stasiun empat).
Hasil pengukuran salinitas berkisar 34,18 psu – 34,70 psu. Berdasarkan sebaran vertikal,
salinitas maksimum terdapat pada kedalaman 500 meter, dengan nilai salinitas terbesar berada
pada stasiun 1 sebesar 34.712. Kisaran salinitas pada kedalaman 500 meter adalah 34.67-34.70.
Berdasarkan sebaran melintang, terlihat adanya stratifikasi massa air berdasarkan nilai
densitas potensialnya. Densitas potensial pada perairan yang terukur berkisar antara 22.2 – 27.5
km/m3. Densitas potensial pada lapisan tercampur (0-50 meter). Dengan nilai rata-rata berturutturut adalah sebagai berikut : 22.3 km/m3 (stasiun 1), 22.4 km/m3 (stasiun2), 22.4 km/m3 (stasiun
3), 22.5 km/m3 (stasiun 4). Lapisan piknoklin dapat terpantau pada kedalaman antara 50- 400
meter. Nilai densitas potensial rata-rata per stasiun berturut-turut adalah 24.47 (stasiun 1), 25.52
(stasiun 2), 25.60 (stasiun 3), 25.69 (stasiun 4). Selisih densitas antar stasiun pada tiap
kedalaman di bawah kedalaman 500 meter, sangat kecil dan dapat dikatakan sebagai kedalaman
homogen. Pada kedalaman 1500 meter, selisih densitas sangat kecil atau hampir sama pada
setiap staiun.
Dari hasil yang diperoleh bahwa rataan kedalaman dinamik di permukaan berkisar 2.23
dyn.m sampai nilai nya 0 dyn.m pada kedalaman 1500 m. Pada setiap kedalaman nilai
kedalaman dinamiknya semakin berkurang sampai mencapai paparan acuan (level of no motion).
Pada kedalaman 600-700 m kedalaman dinamiknya berkisar 0.63 dyn.m Pada kedalaman 1400 m
kedalaman dinamiknya sudah berkurang sangat jauh berkisar 0,064 dyn.m.
Kecepatan arus geostropik semakin kecil dengan pertambahan kedalaman. Kedalaman 1500
meter dianggap sebagai level of no motion, dimana pada kedalaman 1500 tidak ada gradieen
tekanan horisontal dan tidak ada kecepatan arus geostropik.
10

ASSIGNMENT AKHIR: ITK 521 OSEANOGRAFI FISIK
DAFTAR PUSTAKA
Bearman. G. Editor. Ocean Circulation , The Open University, England, 1993.
Bureau of technical supervision of the P.R of China. 1992. The Specification for Oceanographic
Survey, Oceanographic Survey Data Processing (GB/T 12763.7—91). Standards press of
China.P. 68-70
Bray, N.A., S.E. Wijffels, J.C. Chong, M. Fieux, S. Hautala, G. Meyers, W.M.L. Morawitz,
Characteristicso f the Indo-Pacific throughflowi n the eastern Indian Ocean, Geophys. Res.
Lea., 24: 21, 2569-2572, 1997.
Church J. A., Bethoux J.P. Theocharis A. 1998. Semienclosed Seas, Islands and Australia.
Dalam: The Global Coastal Ocean - Regional Studies and Syntheses. Brink K. H.,
Robinson A. R. : UNESCO/IOC.pp 79-104
Emery, J. 2001. Water Types and Water Masses. Dalam: Encyclopedia of Ocean Sciences
Elements of Physical Oceanography. Thorpe, A.S. :Elsevier. pp 523-531
Hadi, S. dan I.M. Radjawane. 2009. Arus laut. Diktat kuliah. Prodi Oseano-grafi, ITB.
164hlm.
King, C. A. M. 1963. An Introduction to Oceanography. McGraw Hill Book Company, Inc.
San Francisco. New York.
Neumann, G. dan W. J. Pierson Jr. 1966. Principle of Physical Oceanography. Prentice-Hall, Inc.
Englewood Cliff. 545p
Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.
Pickard, G.L. and W.J. Emery. 1990. Descriptive Physcal Oceanography : An Introduction 5th
(SI) Enlarged Edition. Pergamon Press. Oxford. 336 p.
Pond, S dan G.L Pickard. 1983. Introductory dynamical Oceanography. Second edition. New
York: Pergamon Press
Purba, M., 2007. Dinamika Perairan Selatan Pulau jawa – P. Sumbawa Saat Munsoon Tengara.
Torani, Vol 17(2) Edisi Juni 2007 : 140-150. Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan. IPB.
Soeriaatmadja E. 1970. The Coastal Current South of Java. Mar. Res. Ind 3: 41-55.
Stewart, R. H. 2003. Introduction to Physical Oceanography, pdf version. Dept. of
Oceanography. Texas A & M University.
Tangdong Qu, Meyers G. 2005. Seasonal Characteristic of Circulation in the Southeastern
Tropical Indian Ocean. Notes and Correspondence. Pp 255-267
Tomczcak, M dan Godfrey, J.S., 1994. Regional Oceanography; An Introduction. Pergamon.
Unesco 1983. Algorithms for computation of fundamental properties of seawater, 1983. _Unesco
Tech. Pap. in Mar. Sci._, No. 44, 53 pp.
Wyrkti, K. 1961. Physical Oceanography of South East Asian Water. Naga Report. Vol 2.
Scripps Institution of Oceanography. The University of California. La Jolla. California.

11