TUGAS TERSTRUKTUR ORGANISME PENGGANGU TA

TUGAS TERSTRUKTUR
ORGANISME PENGGANGU TANAMAN

Virus Tungro Pada Tanaman Padi

Oleh :
Nama
NIM
Prodi

: Syarifah Fauziah
: A1L012127
: Agroteknologi

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2013

I. PENDAHULUAN


A.

Latar Belakang

Tanaman tidak akan pernah terpisahkan dengan organisme pengganggu tanaman
(OPT) yang secara ekonomis sangat merugikan petani. OPT dikenal sebagai hama
tanaman penyakit tanaman dan gulma. Kerugian yang disebabkan OPT dapat
dihindari dengan melakukan pengendalian OPT tersebut. Dengan istilah
“pengendalian”, OPT tidak perlu diberantas habis, karena itu tidak mungkin dapat
dilakukan.dengan usaha pengendalian populasi atau tingkat kerusakan karena
OPT ditekan serendah mungkin sehingga tidak dapat merugikan para petani dalam
segi ekonomis.
Padi (bahasa

latin: Oryza

sativa L.)

merupakan


salah

satu

tanaman budidaya terpenting dalam peradaban. Meskipun terutama mengacu pada
jenis tanaman budidaya, padi juga digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis
dari marga (genus) yang sama, yang biasa disebut sebagai padi liar. Padi diduga
berasal dari India atau Indocina dan masuk ke Indonesia dibawa oleh nenek
moyang yang migrasi dari daratan Asia sekitar 1500 SM
Padi merupakan kebutuhan pokok bagi sebagian besar masyarakat
Indonesia. Salah satu kendala produksi padi adalah organisme pengganggu
tanaman (OPT) yang dapat mengakibatkan kerugian serta penurunan kualitas dan
kuantitas komoditas padi. Penyakit tungro disebabkan oleh infeksi ganda yaitu
Rice tungro spherical waikavirus (RTSV) dan Rice tungro bacilliform badnavirus
(RTBV) yang dapat menyebabkan puso atau gagal panen pada areal tanaman padi
yang luas. Virus tungro ditularkan melalui vektor yaitu wereng hijau Nepothettix
virescens Distant.

B.


Rumusan Masalah

1.

Bagaimana klasifikasi dan morfologi virus tungro?

2.

Apa saja gejala yang ditimbulkan oleh tanaman padi yang terjangkit
virus tungro?

C.

3.

Apa dampak negatif virus tungro terhadap pertumbuhan tanaman padi?

4.


Bagaimana cara pengendalian virus tungro secara efektif?

Tujuan

1.

Mengetahui dan morfologi virus tungro

2.

Mengetahui gejala yang ditimbulkan oleh tanaman padi yang terjangkit
virus tungro

3.

Mengetahui dampak negatif virus tungro terhadap pertumbuhan
tanaman padi

4.


Mengetahui pengendalian virus tungro secara efektif?

II. PEMBAHASAN

A.

Klasifikasi dan Morfologi Virus Tungro

Klasifikasi biologi patogen penyebab penyakit tungro adalah sebagai
berikut :
Rice tungro bacilliform virus (RTBV)
Virus classification
·
·
·
·

Group
Family
Genus

Species

:
:
:
:

Group VII (dsDNA-RT)
Caulimoviridae
Tungrovirus
Rice tungro bacilliform virus

Rice tungro spherical virus (RTSV)
Virus classification
·
·
·
·

Group

Family
Genus
Species

:
:
:
:

Group IV ((+)ssRNA)
Sequiviridae
Waikavirus
Rice tungro spherical virus

Morfologi
Morfologi patogen penyebab penyakit tungro adalah sebagai berikut :
Rice tungro bacilliform virus (RTBV)
Morfologinya
·
Bentuk partikel RTBV adalah batang (bacilliform)

·
Diameter RTBV 30-35 nm
·
Panjang RTBV kira-kira 100-300 nm yang bervariasi antara isolate
Rice tungro spherical virus (RTSV)
Morfologinya

·
·

B.

Bentuk partikel RTSV adalah bulat (spherical)
Diameter RTSV 30 nm

Gejala yang Ditimbulkan Oleh Tanaman Padi yang Terjangkit Virus

Tungro
Virus tungro merupakan salahsatu penyakit penting pada tanaman padi
karena memiliki potensi kerusakan tinggi. Penyakit ini disebabkan infeksi ganda

dari rice virus tungro bacilliform virus (RTBV) dan rice virus tungro spherical
virus (RTSV), dengan perantara wereng hijau (Nephtettix virescens Distant)
semipersisten (Cabunagan dan Hibino 1986). Penyakit ini disebabkan oleh wereng
hijau sebagai vector utama yang paling efektif, monophagus pada tanaman padi
dan spesies dominan di dareh tropis (Rachim,2000). Tanaman padi sehat yang
tidak terinfeksi virus tungro banyak mengandung khlorofil yang digunakan untuk
tanaman fotosintesis dan menghasilkan makanan bagi tumbuhan. Daun tanaman
padi tidak banyak mengandung protein sehingga kandungan asam amonianya
rendah. Pada tanaman padi yang sakit atau terinfeksi virus tungro maka DNA dari
virus akan menginfeksi sel tanaman dan mengambil alih funsi DNA tanaman
dalam melakukan sintesis protein, yakni digunakan virus untuk mereplikasi
bagian DNA virus. Tanamn padi yang tidak terinfeksi virus tungro tumbuh dengan
baik, warna daun hijau dan tanamannya relative tinggi dan rata. Tanaman padi
yang terinfeksi virus tungro tumbuh agak kerdil, daun muda warna kekuningan
dari ujung daun, dan daun yang kuning tersebut Nampak agak melintir, daun
yang agak tua warna kuning hingga orange-kuning, anakannya lebih sedikit, dan
tinggi tanaman tidak merata. Pada persemaiaan, penularan virus tungro terlihat
daun ketiga yang berwarna kekuningan dan agak melintir.

Gambar 1. Tanaman Padi Sehat


Gambar 2. Persemaian terinfeksi virus
tungro

Gambar 3. Tanaman dewasa terinfeksi virus tungro.

C.

Dampak Negatif Virus tungro Pada Tanaman Padi

Padi merupakan kebutuhan bahan pokok penduduk Indonesia. Untuk itu
usaha pengembangan tanaman padi di Indonesia perlu ditingkatkan terus menerus
dengan cara yang lebih intensif. Dalam pengembangan pertanian, khususnya
tanaman padi sering dijumpai berbagai kendala, seperti musim, serangan hama
dan penyakit, kebijakan pemerintah sampai harga jual yang rendah. Adanya
serangan hama dan penyakit seperti wereng coklat maupun tungro masih menjadi
kendala utama bagi petani (IRRI Rice Knowledge Bank, 2009). Petani seakan
sudah kehilangan akal untuk mengatasi dua serangan ini. Kerugian yang
ditimbulkan tidak sedikit dan mengancam produksi beras nasional. Potensi hasil
optimal suatu varietas padi tidak akan tercapai apabila terserang tungro bahkan

tidak akan diperoleh hasil apabila infeksi tungro terjadi sejak fase vegetative atau
tahap persemaian(Hasanuddin, 2002). DiIndonesia, kehilangan hasil akibat
serangan tungro dalam kurun waktu 1996-2000 mencapai 12.078 ton/tahun atau
senilai Rp. 12-15 milyar (Soetarto et al., 2001). Akibat serangan ini, produksi bisa
turun dari serangan rendah (15%)
(Badan Litbang Pertanian, 2009).

sampai

serangan

berat

(79%)

Dari hasil analisis yang dilakukan oleh Pengamat Hama dan Penyakit
(PHP) dari Dinas Pertanian Jawa Timur, diketahui bahwa penyebab utama
penurunan produksi padi di wilayah kecamatan Rembang ini akibat adanya
serangan virus Tungro yang dibawa oleh Wereng Hijau (Nephotettix sp.). Berbagai
upaya pengendalian virus dan vektornya (wereng hijau) ini telah dilakukan oleh
petani di kecamatan Rembang, meliputi eradikasi, rotasi tanaman, dan
pengendalian menggunakan pestisida kimia sintetik, akan tetapi sampai saat ini
hasilnya belum tampak. Hal ini dibuktikan dengan adanya penurunan produksi
padi yang sampai saat ini masih mencapai 40 %.

D.

Pengendalian Virus Tungro Secara Efektif

Berbagai usaha pengendalian tungro telah dilakukan, di antaranya melalui
pengelolaan tanaman terpadu yang meliputi penanaman varietas tahan, pemilihan
waktu tanam yang tepat, pola tanam serempak, pergiliran varietas, tanam dengan
sistem tanam benih langsung (tabela), manipulasi faktor lingkungan dan
penggunaan insektisida (Muis et al., 1990). Sejak tahun 1983 telah diterapkan
paket teknologi pengendalian terpadu tungro dengan 3 komponen utama yaitu: 1)
penentuan waktu tanam, 2) pergiliran varietas menurut gen ketahanannya terhadap
wereng hijau dan 3) penggunaan insektisida pada keadaan tertentu. Paket tersebut
telah direkomendasikan untuk diterapkan di seluruh daerah endemis tungro di
Indonesia, namun demikian pelak-sanaannya masih mengalami kendala
disebabkan oleh keragaman kondisi lingkungan dan sosioekonomi petani (Muis at
al., 1989).
Ketersediaan faktor-faktor penyebab terjadinya seranga tungro sangat
bervariasi dari musim ke musim, dengan demikian waktu tanam dan varietas yang
dipilih sangat erat hubungannya dengan timbulnya penyakit tungro (Muis dan
Hasanuddin, 1985). Oleh karena itu pengendalian tungro harus dilakukan secara
komprehensif dengan memperhatikan berbagai aspek seperti penyebaran virus
tungro, fluktuasi populasi wereng hijau, perubahan kondisi lingkungan dan sosial
ekonomi petani (Hasanuddin et al., 2001). Pengendalian terpadu yang

mengintegrasikan berbagai komponen pengendalian secara sistematik dan
harmonis dalam satu paket teknologi pengendalian tungro diharapkan dapat
diterapkan pada segala kondisi lingkungan dan sosial ekonomi petani.
Oleh sebab itu maka diterapkan teknologi pengendalian tungro terpadu
bertujuan untuk menghindarkan pertanaman dari serangan tungro (escape
strategy) dengan komponen utama waktu tanam tepat, penggunaan varietas tahan
dan pergiliran varietas tahan. Namun demikian teknologi ini kurang sesuai untuk
daerah-daerah dengan pola tanam yang tidak serempak, maka strategi yang
dikembangkan adalah pengendalian tungro dengan eliminasi RTSV. Diketahui
bahwa RTSV memegang peranan penting dalam penularan virus tungro, maka
dengan eliminasi RTSV akan menghambat atau mencegah penularan tungro dan
diharapkan dapat diterapkan pada daerah dengan segala pola tanam (Widiarta et
al., 2004).

1. Waktu Tanam Tepat
Waktu tanam berhubungan erat dengan pola fluktuasi populasi wereng hijau.
Waktu tanam tepat diidentifikasi berdasarkan pola fluktuasi populasi wereng
hijau, keberadaan virus tungro dan curah hujan. Pola fluktuasi populasi wereng
hijau di suatu tempat akan berbeda dari musim ke musim tergantung keadaan
curah hujan sehingga akan terjadi puncak populasi pada waktu atau bulan tertentu
(Sogawa, 1976)

2. Penggunaan Varietas Tahan
Komponen yang paling penting dan mudah di lakukan dalam strategi
pengendalian tungro adalah penggunaan varietas tahan (Sama, 1985), bahkan
paling efektif dalam usaha pengendalian tungro pada berbagai ekosistem di
Indonesia (Daradjat et al., 1999). Varietas tahan sangat efektif dan efisien

mengendalikan tungro karena dapat mengurangi peran RTSV sehingga wereng
hijau tidak dapat menularkan virus batang

Namun ketahanan varietas bersifat

spesifik lokasi yang berarti bahwa suatu varietas menunjukkan tahan terhadap
strain virus di daerah tertentu tetapi tidak tahan terhadap strain virus di daerah lain
(Baehaki dan Suharto, 1985)

3. Pergiliran Varietas
Pergiliran varietas tahan akan memperpanjang durasi ketahanan varietas
dan mengurangi tekanan seleksi wereng hijau. Pergiliran varietas memerlukan
informasi tingkat adaptasi wereng hijau terhadap varietas tahan (Widiarta et al.,
2004). Varietas tahan tidak boleh ditanam terus-menerus karena dapat
meningkatkan tekanan seleksi vektor dan memungkinkan berkembangnya wereng
hijau biotipe baru (Sama, 1985; Daradjat et al., 1999). Koloni wereng hijau
sangat mudah beradaptasi terhadap varietas tahan bila telah berhasil terbentuk
hingga enam generasi (Siwi dan Suzuki, 1991), bahkan dapat terjadi setelah
generasi ke-3 dan generasi selanjutnya, khususnya generasi ke-6, aspek biologi
wereng hijau tidak berbeda nyata apabila berada dalam varietas peka (Taulu et al.,
1987).

4. Kultur Teknis
Pengelolaan tanaman terpadu dalam pengendalian tungro meliputi
beberapa komponen yaitu tanam serempak, sebar benih sebelum puncak
kepadatan populasi wereng hijau, sebar benih setelah lahan dibersihkan, tanam
dengan cara legowo dan manipulasi faktor lingkungan (Muis et al., 1990). Tungro
akan selalu ada pada daerah dengan pola tanam tidak serempak dan penanaman
sepanjang tahun. Pola tanam serempak akan memutus siklus perkembangan
vektor dan keberadaan sumber inokulum. Serangan tungro tidak akan terjadi
apabila tidak tersedia sumber inokulum walaupun ditemukan adanya vektor dan
sebaliknya walaupun kepadatan populasi vektor sangat rendah namun apabila

tersedia sumber inokulum maka akan terjadi serangan tungro. Vektor dewasa pada
pola tanam tidak serempak lebih aktif memencar dibandingkan pada pola tanam
serempak (Aryawan et al., 1993 dalam Widiarta et al., 2004).

5. Penggunaan Insektisida
Penggunaan insektisida dalam mengendalikan tungro bertujuan untuk
eradikasi vektor pada pertanaman yang terserang tungro agar tidak menyebar ke
pertanaman lain dan mencegah terjadinya infeksi virus pada pertanaman sehat.
Insektisida sistemik bentuk butiran lebih efektif dalam mencegah infeksi tungro
oleh vektor seperti carbofuran, aminosulfan dan UC54229 (Habibuddin et al.,
1987). Insektisida imidacloprit atau tiametoksan dapat digunakan pada persemaian
untuk manghambat penularan tungro oleh vektor. Penggunaan insektisida hayati
dengan jamur entomopatogen diketahui dapat mengurangi dan menekan
pemencaran vektor.

Namun demikian insektisida mempunyai kemampuan

terbatas dalam mengendalikan wereng hijau infektif. Diketahui bahwa masa
inokulasi (inoculation feeding) virus tungro sangat pendek yaitu 7 menit waktu
tercepat dan 30 menit waktu terlambat sehingga sebelum wereng hijau mati
karena insektisida, virus telah ditularkan (Ling, 1968 dalam Widiarta et al., 2004).
Aplikasi insektisida dengan daya bunuh cepat hanya efektif menekan keberadaan
tungro pada pertanaman padi dengan pola tanam serempak karena terbatasnya
wereng hijau migran yang infektif (Widiarta et al., 1998 dalam Widiarta et al.,
2004). Yang perlu diperhatikan dalam aplikaisi insektisida dalam pengendalian
tungro adalah ketepatan bahan aktif yang dipakai, ketepatan dosis yang
digunakan, ketepatan waktu aplikasi dan ketepatan dalam perhitungan ekonomi.

III. KESIMPULAN

Penyakit tungro disebabkan oleh infeksi ganda yaitu Rice tungro spherical
waikavirus (RTSV) dan Rice tungro bacilliform badnavirus (RTBV) yang dapat
menyebabkan puso atau gagal panen pada areal tanaman padi yang luas. Virus
tungro ditularkan melalui vektor yaitu wereng hijau Nepothettix virescens Distant.
Tanaman padi yang terinfeksi virus tungro tumbuh agak kerdil, daun muda warna
kekuningan dari ujung daun, dan daun yang kuning tersebut. Pengendalian tungro
harus dilakukan dengan mengintegrasikan seluruh komponen pengendalian secara
terpadu yang meliputi waktu tanam tepat, penggunaan varietas tahan, pergiliran
varietas, kultur teknis dalam pengelolaan tanaman terpadu dan penggunaan
insektisida yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Baehaki, S.E. dan H. Suharto. 1985. Penyakit Tungro. Makalah temu lapang
pengendalian penyakit tungro di Banyumas, 18-19 September 1985.

Daradjat A.A, N Widiarta, and A. Hasanuddin. 1999. Breeding for rice tungro
resistane in Indonesia. In: Chancelor T.C.B,O. Azzam, and K.L.Heong
(ed). Rice Tungro Diseace Management. IRRI. Los Banos.
Hibino, H. and R.C. Cabunagan. 1986. Rice Tungro Associated Viruses and Their
Relation to Host Plats and Vektor Leafhopper. Tropcal Agricultural
Research Series. 19 : 173-182
IRRI Rice Knowledge Bank, 2009.
Muis, A., A. Hasanuddin dan R.C. Cabunagan. 1989. Peranan waktu tanam dan
varietas terhadap penyakit tungro. Kongres Nasional X dan Seminar Ilmiah
PFI, Denpasar 14-16 Nopember 1989.
Muis, A. dan A. Hasanuddin. 1985. Pengaruh waktu tanam dan tingkat ketahanan
varietas padi terhadap penyakit tungro. Hasil Penelitian Penyakit Tanaman
1983/1984. Balai Penelitian Tanaman Pangan Maros. Hal: 40-45
Pusat penelitian dan pengembangan pertanian. 1995. Laporan Serangan Tungro di
Jawa Tengah. Puslitbang. Bogor.
Sama, S. 1985. Penerapan konsep pergiliran varietas dalam pengelolaan penyakit
tungro. Makalah temu lapang pengendalian penyakit tungro di Banyumas,
18-19 September 1985.
Siwi, SS, Zusuki Y. 1991. The green leafhopper (Nephotettix spp.): vector of rice
tungro virus disease in Southeast Asia, particularly in Indonesia and its
management. Indonesian Agricultural Research & DevelopmentJournal.
13(1):8-15.
Sogawa, K. 1976. Rice tungro virus and its vectors in tropical Asia. Rev. Plant
Protec. 9. p. 25-46

Taulu, L.A., S. Sosromarsono, I.N. Oka and E. Guhardja. 1987. Adaptation of
green leafhopper, Nephotettix virescens (Distant) to several varieties of rice.

Proceeding of the Workshop on Rice Tungro Virus. AARD – Maros
Research Insitute for Food Crops. p: 56-62.
Widiarta, I.N., Burhanuddin, A.A. Daradjat dan A. Hasanuddin. 2004. Status dan
Program Penelitian Pengendalian Terpadu Penyakit Tungro. Prosiding
Seminar

Nasional

Status

Program

Penelitian

Tungro

Mendukung

Keberlanjutan Produksi Padi Nasional. Makassar, 7-8 September 2004.