PROPOSAL PENELITIAN KUALITATIF IMPLEMENT INDONESIA
PROPOSAL PENELITIAN KUALITATIF
IMPLEMENTASI PROGRAM UNIT PELAYANAN TERPADU
PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN (UPT-P2K) DI
KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2016
Dosen Pengampu: Eko Priyo P, S.IP., M.Si.,M.Res
OLEH:
EVIE PURNAMASARI / 20150520261
ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
1
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Kemiskinan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi
berbagai daerah di Indonesia. Untuk dapat merumuskan kebijakan
penanggulangannya, seringkali dilakukan perhitungan atau pemeringkatan
tingkat kemiskinan di setiap daerah di Indonesia pada setiap periode tertentu.
Jika secara nasional, perhitungan ini biasanya dilakukan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS). Sementara itu, untuk perhitungan di suatu daerah dilakukan
oleh BPS Daerah. Hasil perhitungan ini biasanya digunakan oleh pemerintah
sebagai salah satu acuan dalam pembuatan kebijakan publik dan biasanya data
BPS yang penting akan pemerintah cantumkan juga dalam rencana
pembangunan daerah yang bersangkutan seperti dalam RPJPD dan RPJMD.
Berdasarkan hasil perhitungan dan pengukuran tingkat kemiskinan,
Kabupaten Kebumen mendapatkan predikat Kabupaten termiskin kedua di
Jawa Tengah. Ini merupakan predikat yang tergolong buruk. Di dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kebumen tahun 2016-2021 yang
telah ditetapkan menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen nomor 06
tahun 2016 disebutkan bahwa perkembangan tingkat kemiskinan di Kebumen
selama tahun 2011-2015 masih cukup memprihatinkan.
Pada tahun 2011, angka kemiskinan di Kebumen mengalami
peningkatan, dari 22, 70% (2010) menjadi 24,06% (2011). Kemudian angka
tersebut pada tahun berikutnya hingga tahun 2015 terus mengalami penurunan
yaitu 22,40% (2012), 21,32% (2013), 20,50% (2014), 20,02% (2015).
Meskipun mengalami penurunan, angka kemiskinan tersebut selalu lebih tinggi
dari angka kemiskinan Provinsi Jawa Tengah dan Nasional. Berikut ini peneliti
sajikan data perkembangan tingkat kemiskinan Kabupaten Kebumen, Provinsi
Jawa Tengah dan Nasional dengan menggunakan persentase angka kemiskinan.
2
PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN KABUPATEN
KEBUMEN, PROVINSI JAWA TENGAH, DAN NASIONAL
NO
WILAYAH
Persentase angka kemiskinan berdasarkan tahun
(%)
1
Kabupaten
2010
2011
2012
2013
2014
2015
22,70
24,06
22,40
21,32
20,50
20,02
16,11
16,20
14,98
14,44
13,58
13,32
13,33
12,36
11,37
10,50
9,52
8,57
Kebumen
2
Provinsi
Jawa
Tengah
3
Nasional
(Indonesia)
Table 1Perkembangan Tingkat Kemiskinan Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah, dan Nasional.
Sumber: Perda Kebumen No 06 tahun 2016.
Sementara itu, penduduk miskin di Kebumen ini tersebar ke dalam 26
kecamatan yang ada. Berdasarkan pendataan penduduk miskin yang dilakukan
oleh Tim Koordinasi Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Desa
(TKP2Kdes) dan Bappeda Kabupaten Kebumen, jumlah penduduk miskin di
Kabupaten Kebumen pada tahun 2015 mencapai 223.587 jiwa atau 19,08% dari
jumlah penduduk Kabupaten Kebumen. Kecamatan dengan jumlah penduduk
miskin tertinggi adalah Kecamatan Karanggayam sebanyak 19.686 jiwa dan
yang terendah adalah di Kecamatan Poncowarno sebanyak 1.848 (RPJMD
Kebumen tahun 2016-2021).
Berbagai aspek atau bidang yang dapat kita gunakan untuk melihat
kondisi kemiskinan di Kebumen itu sangat banyak. Yang pertama adalah di
bidang pertanian. Kemiskinan disebabkan oleh sulitnya memprediksi musim
akibat pancaroba; pengurangan subsidi pemerintah terkait benih dan pupuk
kimia; pengolahan pertanian yang masih menggunakan cara tradisional;
keterbatasan lahan yang dimiliki, jarang diadakan sosialisasi atau pelatihan
pertanian yang baik; tidak berimbangnya biaya tanam dengan hasil panen.
3
Terkadang biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan pertanian lebih banyak
daripada penghasilan yang didapatkan dari hasil pertanian, akibatnya para
petani cenderung merugi. Hal – hal tersebut merupakan aspek – aspek utama
yang berpengaruh terhadap profesi yang berkaitan dengan petani. Padahal
sector pertanian merupakan sector unggulan yang dimiliki oleh Kabupaten
Kebumen, tetapi masalah pertanian dan kesejahteraan petani masih begitu
kompleks.
Di bidang ekonomi, kemiskinan disebabkan oleh adanya keterbatasan
modal yang dimiliki masyarakat untuk membuka usaha dan juga mengelolanya.
Keterbatasan modal menjadikan masyarakat yang membuka usahanya tidak
memiliki kemampuan memperbanyak barang produksi dan memperluas pangsa
pasar. Selain itu, barang – barang atau jasa yang ditawarkan juga memiliki
kesamaan dengan barang dagangan lainnya (kurang variative) sehingga
menimbulkan persaingan ekonomi yang ketat dan mempersempit pangsa pasar
para pedagang. Akibatnya adalah masyarakat yang memiliki usaha itu sulit
mencapai target dan melakukan perluasan usaha.
Di bidang Sumber Daya Manusia, kemiskinan di Kebumen disebabkan
oleh kurangnya pemuda yang produktif di daerah. Masih banyak pemuda di
Kebumen yang lebih memilih bekerja di luar kota atau di luar negeri daripada
di daerahnya sendiri dengan asumsi jika bekerja di luar kota atau di luar negeri
akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak. Hal ini mengakibatkan
kurangnya penduduk usia produktif dalam hal ini usia kerja, yang berada di
Kebumen. Di Kebumen lebih banyak penduduk usia sekolah tingkat TK – SMA
dan penduduk kategori usia tua, sehingga peningkatan kemajuan di Kebumen
setiap tahunnya tidak terlalu signifikan dan kemiskinan belum juga teratasi.
Untuk itu sejak tahun 2008 pemerintah Kebumen sudah meluncurkan
berbagai program penanggulangan kemiskinan seperti beasiswa, bantuan
langsung tunai, pemberian sembako, peminjaman modal usaha, program
pelatihan dan penyaluran tenaga kerja, dan sebagainya. Namun hingga tahun
4
2015, permasalahan kemiskinan belum juga teratasi dan masalah menjadi
semakin kompleks. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti:
1. Data penduduk miskin yang kurang akurat dan tidak adanya sinkronisasi
antara data yang satu dengan data lainnya.
2. Program yang tidak tepat sasaran.
3. Minimnya lapangan pekerjaan di Kebumen
4. Banyaknya masyarakat Kebumen yang melakukan urbanisasi ke kota besar
5. Pembangunan yang belum merata.
Kondisi yang demikian menjadikan Pemerintah Daerah Kabupaten
Kebumen lebih gencar melakukan berbagai upaya percepatan penanggulangan
kemiskinan melalui berbagai program yang telah disepakati yang disesuaikan
dengan kondisi kemiskinan di Kebumen.
Salah satu program baru yang
diluncurkan pemda Kebumen adalah dengan membentuk Unit Pelayanan
Terpadu Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (UPT-P2K) yang telah
diresmikan pada 9 September 2015 oleh pemkab Kebumen dan Gubernur Jawa
Tengah, Ganjar Pranowo melalui Peraturan Bupati (Perbup) No. 47 tahun 2015.
Tujuan pembentukan UPT-P2K ini adalah supaya pemerintah dapat
memberikan pelayanan yang optimal dan dapat melaksanakan sinkronisasi
program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Kebumen. Hal ini selaras
dengan grand design penanggulangan kemiskinan di Kebumen yang telah
ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2012 tentang Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (news.detik.com, 09/10/2017)
UPT-P2K dianggap sebagai terobosan baru yang efektif dalam
menanggulangi kemiskinan di Kebumen dikarenakan kegiatan – kegiatan UPTP2K ini relative prospektif seperti sinkronisasi data penduduk miskin sehingga
berbagai factor penyebab ataupun kondisi kemiskinan masyarakat Kebumen
dapat diidentifikasi dengan baik. UPT-P2K juga memiliki kantor yang
berlokasi di Jalan Sarbini nomor 37 Kebumen. Masyarakat ataupun lembaga
dapat melaporkan aduannya ke UPT-P2K di kantor tersebut atau di web UPT5
P2K (news.detik.com, 9/10/2017). Inilah yang kemudian menarik perhatian
peneliti untuk meneliti bagaimana implementasi dari program Unit Pelayanan
Terpadu Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (UPT-P2k) pada tahun 2016.
Dalam penelitian ini, peneliti berusaha mengkaji apakah program UPTP2K pada tahun 2015 terimplementasi dengan baik dan bagaimana efektifitas
dari program UPT-P2K dalam penanggulangan kemiskinan di Kebumen.
Peneliti juga akan mengkaji factor pendorong dan penghambat implementasi
program UPT-P2K di Kebumen pada tahun 2016 dengan menganalisis
menggunakan teori yang ada.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang ada, maka berikut ini rumusan masalah
dalam penelitian ini yang penulis rumuskan dalam bentuk pertanyaan:
1. Bagaimana implementasi program Unit Pelayanan Terpadu Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (UPT-P2K) di Kabupaten Kebumen pada
tahun 2016?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan masalah
yang ada yaitu untuk mengetahui secara mendalam bagaimana implementasi
program Unit Pelayanan Terpadu Percepatan Penanggulangan Kemiskinan di
Kabupaten Kebumen pada tahun 2016.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi
referensi atau masukan bagi perkembangan Ilmu Pemerintahan dan
menambah kajian Ilmu Pemerintahan khususnya dalam hal pengetahuan
6
terkait implementasi program Unit Pelayanan Terpadu Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Kebumen pada tahun 2016.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat
untuk pihak – pihak yang tertarik dan berhubungan dengan penelitian ini.
a) Sebagai masukan bagi UPTP2K Kabupaten Kebumen untuk
mengevaluasi kinerjanya dalam menanggulangi kemiskinan pada tahun
2016.
b) Sebagai referensi bagi organisasi masyarakat (ormas) dan komunitas
yang bergerak dalam menanggulangi kemiskinan yakni, UPTP2K
Kabupaten Kebumen sebagai sumber tempat untuk menyelesaikan dan
mengurangi angka kemiskinan.
c) Bagi peneliti, penelitian ini sebagai cara untuk mengamalkan ilmu dan
memberikan pengetahuan terkait manfaat UPTP2K Kabupaten
Kebumen dalam menanggulangi kemiskinan.
E. KERANGKA TEORI
1. Implementasi Program
a. Pengertian Implementasi Program
Menurut Jones (Priyadila, 2013) sebuah program berisi tindakan
yang diusulkan pemerintah dalam rangka mencapai sasaran pencapaian
problematis yang ditetapkan. Program akan ada apabila kebijakan telah
dirumuskan. Kata program sendiri menegaskan perubahan dari suatu
hipotesis menjadi suatu tindakan pemerintah. Setelah itu, tahap
selanjutnya adalah penerapan. Implementasi program pada pinsipnya
adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya
(Subarsono, 2006). Program merupakan bagian penting dalam suatu
kebijakan public.
7
Untuk memahaminya, kita perlu mendefinisikan terlebih dahulu
apa itu kebijakan public. Kebijakan dapat didefinisikan sebagai
serangkaian rencana program, aktivitas, aksi, keputusan, sikap, untuk
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu oleh para stakeholder
sebagai cara dalam menyelesaikan suatu masalah (Ramdhani, Abdullah;
dan Ramdhani, 2017). Tidak jauh berbeda, Wibawa (Sidik, 2015) juga
mendefinisikan kebijakan sebagai tindakan yang memiliki arah dan
maksud tujuan yang diterapkan oleh seseorang atau beberapa actor guna
mengatasi suatu masalah. Sementara itu, menurut Dye (1975) kebijakan
public didefinisikan sebagai keputusan yang dilakukan oleh pemerintah
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (Sidik, 2015).
Program merupakan bagian dari kebijakan. Program sebagai
salah bentuk kebijakan. Dan Implementasi program merupakan salah
satu tahapan penting dari suatu program karena program yang telah
dirancang sedemikian rupa tidak akan menghasilkan manfaat yang
berarti bila implementasi tidak berjalan dengan baik. Tahapan dalam
implementasi program dipandang sebagai aktifitas fungsional yang
dilaksanakan setelah aktivitas formulasi, legitimasi dan penganggaran
program (Priyadila, 2013). Menurut Wahab (dalam Irawati, 2014),
“Implementasi sering sekali dianggap sebagai suatu
bentuk pengoperasionalisasian/ penyelenggaraan aktivitas yang
telah ditetapkan berdasarkan undang-undang dan menjadi suatu
kesepakatan bersama diantara beragam banyak pemangku
kepentingan seperti (stakeholders), actor, organisasi (public
atau privat), prosedur, dan juga teknik secara sinergistis yang
juga digerakkan untuk bekerjasama guna untuk menerapkan
kebijakan ke arah tertentu yang dikehendaki”.
Menurut Mazmanian dan Sabatier (1979) dalam Wahab (2008),
implementasi merupakan memahami apa yang senyatanya dapat terjadi
sesudah adanya pemberlakuan atau perumusan suatu program dimana
focus perhatian dari implementasi program adalah kejadian – kejadian
8
serta kegiatan – kegiatan yang timbul setelah pengesahan pedoman –
pedoman kebijaksanaan negara yang mencakup cara – cara untuk
mengadministrasikannya ataupun cara untuk memberi dampak yang
nyata terhadap masyarakat.
Implementasi sebagai bagian dari suatu program yang telah
disahkan, agar apa yang terkandung dalam kebijakan tersebut dapat
diwujudkan dalam keadaan nyata sesuai dengan rencana, baik yang
menyangkut akademis administrasi maupun usaha yang memberikan
dampak pada masyarakat (Zatriyanssa, 2016). Dari pendapat di atas,
penulis menyimpulkan bahwa implementasi merupakan pelaksanaan
suatu program yang telah ditetapkan/disepakati oleh stakeholder yang
bertanggung jawab agar tujuan dari program tersebut tercapai.
Dalam implementasi suatu program tentunya terdapat pihak
utama yaitu pihak yang mengimplementasikan (implementor). Seperti
pendapat Wagner (2008) dalam (Rachman, 2014), bahwa implementor
memiliki peranan yang sangat penting dalam implementasi suatu
kebijakan. Selain itu, keberhasilan dan kegagalan implementasi dapat
ditinjau dari suatu model implementasi.
b. Model Implementasi
Beberapa model implementasi program/kebijakan menurut para
ahli antara lain:
1) Teori George C. Edward III (Subarsono, 2011), yang memandang
bahwa implementasi dari suatu program atau kebijakan dapat
dipengaruhi oleh empat variable, antara lain:
a. Komunikasi, sebagai syarat dari keberhasilan implementasi
suatu program dan kebijakan
yaitu implementor yang
seharusnya mengetahui apa yang seharusnya dilakukan,
9
implementor disini sebagai pihak yang menstranmisikan tujuan
dari program tersebut kepada kelompok sasaran sehingga akan
mengurangi distorsi implementasi
b. Sumberdaya, bila implementor kekurangan sumber daya seperti
manusia,
finansial,
kompetensi
implementor,
maka
implementasi tidak akan berjalan dengan efektif meskipun isi
program telah dikomunikasikan dengan jelas kepada kelompok
sasaran dan stakeholder yang berperan.
c. Disposisi (watak implementor), apabila implementor memiliki
disposisi
yang baik
seperti
jujur, bertanggung jawab,
implementor tersebut tentunya akan dapat menjalankan program
dengan baik sesuai dengan tujuannya. Apabila sang implementor
memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat
program maka proses implementasi kebijakan dan program akan
menjadi tidak efektif.
d. Struktur birokrasi, struktur dalam suatu organisai yang memiliki
tugas untuk mengimplementasikan suatu program/kebijakan itu
memiliki pengaruh yang cukup signifikan. Aspek dari struktur
organisasi ini adalah Standar Operational Procedure (SOP) dan
fragmentasi. Struktur organisasi yang terlalu Panjang biasanya
akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan
red-tape yaitu prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks yang
,menjadikan aktivitas organisasi tidak fleksibel..
2) Teori Merille S. Grindle (Subarsono, 2011), memandang bahwa
keberhasilan dalam implementasi suatu kebijakan dan program
dipengaruhi oleh dua variable utama yaitu isi dari kebijakan (conten
of
policy)
dan
lingkungan
implementasi
(context
of
implementation). Variable tersebut mencakup berbagai hal yakni:
sejauhmana kepentingan kelompok sasaran atau target group
10
termuat dalam isi kebijakan, jenis manfaat yang diterima oleh target
group, sejauh mana perubahan yang diinginkan dari suatu
kebijakan, apakah letak sebuah program sudah tepat, apakah sebuah
kebijakan telah menyebutkan implementornya secara rinci, dan
apakah program tersebut didukung oleh sumberdaya yang memadai.
3) Model implementasi menurut Mazmanian dan Paul Sabatier
(Subarsono, 2011) yang memandang bahwa terdapat tiga kelompok
variable yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu
kebijakan ataupun program yaitu karakteristik dari masalah
(tractability of the problems), karakteristik kebijakan/ Undang –
Undang (ability of statue to structure implementation) dan variebel
lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation).
2. Pengertian Kemiskinan
Chambers (Khomsan, 2015) menyebutkan bahwa kemiskinan
adalah suatu integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1)
kemiskinan (property), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan
menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan
(dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun
sosiologis. Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan
uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti:
tingkat kesehatan, pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum,
kerentanan
terhadap
ancaman
tindak
kriminal,
ketidakberdayaan
menghadapi kekuasaan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan
hidupnya sendiri.
Menurut Chambers (Khomsan, 2015), kemiskinan dapat dibagi
dalam empat bentuk yaitu:
1. Kemiskinan Absolut: jika pendapatannya di bawah garis kemiskinan,
atau tidak cukup untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan,
11
perumahan, dan Pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan
bekerja;
2. Kemiskinan Relatif: Kondisi miskin karena pengaruh kebijakan
pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga
menyebabkan ketimpangan pada pendapatan;
3. Kemiskinan Kultural: Mengacu pada persoalan sikap seseorang atau
masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau
berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak
kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar;
4. Kemiskinan Struktural: Situasi miskin yang disebabkan karena
rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem
sosial budaya dan sosial politik yang tidak mendukung pembebasan
kemiskinan, tetapi sering kali menyebabkan suburnya kemiskinan.
Untuk dapat mengkategorikan apakah penduduk termasuk dalam
kategori miskin atau tidak maka perlu diketahui terlebih dahulu ciri – ciri
kelompok (penduduk) miskin. Ciri – ciri kelompok (penduduk) miskin
menurut Suryawati (dalam Bakhtiar, 2015) antara lain: 1) rata – rata tidak
memiliki factor produksi sendiri seperti tanah, modal, peralatan kerja, dan
keterampilan 2) mempunyai tingkat pendidikan yang rendah, 3)
kebanyakan bekerja atau berusaha sendiri dan bersifat usaha kecil (sektor
informal), setengah menganggur atau menganggur (tidak bekerja), 4)
kebanyakan berada di pedesaan atau daerah tertentu perkotaan (slum area),
dan 5) kurangnya kesempatan untuk mencukupi berbagai kebutuhan seperti
bahan kebutuhan pokok, pakaian, perumahan, fasilitas kesehatan, air
minum, pendidikan, angkutan, fasilitas komunikasi,dan kesejahteraan
sosial lainnya.
BPS
(2002)
menggunakan
14
kriteria
kemiskinan
untuk
mengkategorikan Rumah Tangga Miskin. Kriteria tersebut meliputi
12
beberapa kondisi yaitu: luas lantai rumah, jenis lantai rumah, jenis dinding
rumah, ketiadaan WC, ketiadaan listrik, asal sumber air minum yang
digunakan, bahan bakar untuk memasak, frekuensi konsumsi makanan
bergizi, kemampuan membeli pakaian, frekuensi makan dalam sehari,
besarnya penghasilan bulanan, pendidikan KK, dan nilai kepemilikan
barang yang mudah dijual.
Masyarakat yang dikategorikan dalam Rumah Tangga Miskin
menurut BPS dalam PSE05 adalah masyarakat yang:
1. Luas bangunan (Kurang dari 8 m2 per orang).
2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu
berkualitas rendah atau tembok tanpa diplester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama rumah tangga
lain menggunakan satu jamban.
5. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air yang tidak
terlindung/sungai/air hujan.
6. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
7. Jenis
bahan bakar untuk
memasak
sehari-hari adalah kayu
bakar/arang/minyak tanah.
8. Frekuensi membeli daging, ayam, dan susu dalam seminggu (Hanya
mengonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu).
9. Frekuensi makan dalam sehari (Hanya mampu makan satu/dua kali
dalam sehari).
10. Jumlah stel pakaian baru yang dibeli dalam setahun (Hanya membeli
satu stel pakaian baru dalam setahun).
11. Akses ke puskesmas/poliklinik (Tidak sanggup membayar biaya
pengobatan di puskesmas/poliklinik).
13
12. Pekerjaan (Pekerjaan dengan pendapatan di bawah Rp600.000 per
bulan).
13. Pendidikan terakhir kepala rumah tangga (tidak sekolah/tidak tamat
sekolah dasar (SD)/hanya SD).
14. Kepemilikan beberapa asset (Tidak memiliki tabungan/barang yang
mudah dijual dengan nilai minimal Rp500.000).
Sementara itu menurut Nugroho (1999), penyebutan masyarakat
miskin dapat diketahu berdasarkan kemampuan pendapatannya dalam
memenuhi standar hidup. Pada prinsipnya, standar hidup di suatu
masyarakat tidak sekedar tercukupinya kebutuhan akan pangan, akan tetapi
juga tercukupinya kebutuhan akan kesehatan maupun pendidikan. Tempat
tinggal ataupun pemukiman yang layak merupakan salah satu dari standar
hidup atau standar kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan kondisi ini, suatu
masyarakat disebut miskin apabila memiliki pendapatan jauh lebih rendah
dari rata-rata pendapatan sehingga tidak banyak memiliki kesempatan
untuk mensejahterakan dirinya (Suryawati, dalam Suryadi, 2016)
Penjelasan mengenai kemiskinan yang dialami masyarakat pedesaan
menurut Clifford Geertz (dalam Supomo, 1976: 78), Petani miskin dan tetap
miskin karena berkaitan dengan involusi pertanian dimana pertumbuhan
penduduk seberapa pun jumlahnya dapat ditampung oleh pertanian padi
sawah karena dikerjakan dengan sangat intensif dan rumit. Namun
demikian, menurut Geertz, petani ibaratnya berjalan di air, tidak maju tetapi
sekedar mempertahankan diri agar tidak tenggelam.
F. DEFINISI KONSEPTUAL
a. Implementasi program
Program merupakan bagian dari kebijakan yang berisi tindakan
yang diusulkan oleh berbagai pihak dalam rangka mengatasi suatu
14
problematika.
Implementasi
sebagai
bentuk
pelaksanaan
suatu
program/kebijakan yang telah ditetapkan berdasarkan undang – undang
dengan kesepakatan bersama para stakeholder yang terlibat untuk mencapai
suatu tujuan. Implementasi program merupakan pelaksanaan suatu program
yang telah ditetapkan/disepakati oleh stakeholder yang bertanggung jawab
agar tujuan dari program tersebut tercapai.
b.
Kemiskinan
Kemiskinan merupakan kondisi dimana penduduk (sekelompok
orang) tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya, kondisi masyarakat
yang disebut miskin tersebut dapat diketahui berdasarkan kemampuan
pendapatan mereka dalam memenuhi standar hidup.
G. DEFINISI OPERASIONAL
a. Implementasi Program
Indikator keberhasilan implementasi suatu program menurut
Grindle (1980):
1. Isi kebijakan (content of policy)
a. Isi program yang berkaitan dengan kepentingan kelompok sasaran
program.
b. Manfaat yang diterima oleh target program.
c. Pihak pelaksana program.
d. Sumberdaya untuk melaksanakan program.
e. Ketepatan letak program yang dilaksanakan.
2. Lingkungan implementasi (context of the implementation)
a. Kekuasaan para stakeholder implementasi.
b. Strategi para stakeholder dalam implementasi.
c. Respon dari target implementasi.
d. Karakteristik intitusi di lingkungan implementesai.
b. Kemiskinan
15
Indikator yang peneliti gunakan untuk mengukur kemiskinan
adalah menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam PSE05 bahwa terdapat
14 variabel-variabel untuk mengukur kemiskinan, antara lain:
1. Luas bangunan.
a. Kurang dari 8 m2 per orang.
2. Jenis lantai.
a. Terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
3. Jenis dinding.
a. Terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah atau tembok
tanpa diplester.
4. Fasilitas buang air besar.
a. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama rumah
tangga lain menggunakan satu jamban
5. Sumber air minum.
a. Air
minum
berasal
dari
sumur/mata
air
yang
tidak
terlindung/sungai/air hujan.
6. sumber penerangan.
a. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
7. Jenis bahan bakar untuk memasak.
a. Bahan
bakar
untuk
memasak
sehari-hari
adalah
kayu
bakar/arang/minyak tanah.
8. Frekuensi membeli daging, ayam, dan susu dalam seminggu.
a.
Hanya mengonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.
9. Frekuensi makan dalam sehari.
a. Hanya mampu makan satu/dua kali dalam sehari.
10. Jumlah stel pakaian baru yang dibeli dalam setahun.
a. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
11. Akses ke puskesmas/poliklinik.
16
a. Tidak
sanggup
membayar
biaya
pengobatan
di
puskesmas/poliklinik.
12. Pekerjaan.
a. Pekerjaan dengan pendapatan di bawah Rp600.000 per bulan.
13. Pendidikan terakhir kepala rumah tangga.
a. Pendidikan terakhir kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat
sekolah dasar (SD)/hanya SD.
14. Kepemilikan beberapa aset.
a. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai
minimal Rp500.000.
H. LITERATUR REVIEW
Berdasarkan hasil penelusuran peneliti terkait penelitian sebelumnya,
peneliti menemukan beberapa penelitian yang setema. Yang pertama adalah
Tesis dengan judul “Pelaksanaan Proyek Penanggulangan Kemiskinan di
Perkotaan (P2KP) sebagai upaya peningkatan pendapatan masyarakat di
Kabupaten Kebumen: Studi Kasus pada Kecamatan Gombong dan Sruweng”
oleh Agus Rianto (2007) dari Magister Ekonomi Pembangunan UGM. Tesis ini
menggunakan metode kuantitatif dengan menganalisis tentang pengaruh
proyek penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP) terhadap peningkatan
pendapatan masyarakat dalam upaya mengatasi kemiskinan dan mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi kelangsungan dana yang digulirkan. Lokasi
penelitian dilakukan pada Kelurahan Gombong Kecamatan Gombong dan Desa
Penusupan Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen. Hasil penelitian ini
menunjukkan P2KP mampu meningkatkan pendapatan masyarakat peserta
program, peningkatan pendapatan dipengaruhi oleh jumlah dana bantuan
langsung ekonomi produktif, jenis usaha dagang dan tempat tinggal (Rianto,
2007).
17
Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan dan persamaan terkait
penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh Agus Rianto. Hal ini dapat dilihat dari apa yang dianalisis dan
metode analisis yang digunakan serta lokasi penelitian. Apa yang dianalisis itu
hampir sama yaitu pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di
Kebumen, hanya saja program yang dianalisis itu berbeda, Agus Rianto
menganalisis program proyek penanggulangan kemiskinan di perkotaan
(P2KP), sedangkan peneliti menganalisis program Unit Pelayanan Terpadu
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (UPT-P2K) dengan metode kualitatif
dan lokasi penelitian tidak hanya di Kelurahan Gombong dan Desa Penusupan
melainkan di Kabupaten Kebumen secara keseluruhan.
Yang kedua adalah Tesis berjudul “Pengaruh pelaksanaan program
PNPM MANDIRI RESPEK dalam upaya Penanggulangan Kemiskinan di
Kabupaten Papua” oleh Henny Kusustin Kartika Jati (2014) dari Magister
Ekonomi Pembangunan UGM. Sama dengan penelitian yang akan peneliti
lakukan, Henny Kusustin dalam tesisnya meneliti tentang pelaksanaan program
penanggulangan kemiskinan, perbedaannya adalah pada program yang diteliti
dan lokasi yang diteliti. Dari Tesis tersebut dapat diketahui jika kemiskinan
yang terjadi di Papua disebabkan oleh kurangnya kuantitas dan kualitas sarana
dan prasarana yang memicu adanya kesenjangan dan keterbelakangan serta
kemiskinan masyarakat Papua. Program RESPEK (Rencana Strategis
Pembangunan Kampung) merupakan program dari Gubernur Provinsi Papua
Bernabas Suebu dalam menanggulangi kemiskinan (Jati, 2014).
Tujuan
umum
dari
program
tersebut
adalah
mempercepat
penanggulangan kemiskinan secara berkesinambungan menuju kemandirian
masyarakat dengan meningkatkan potensi dan kapasitas masyarakat serta
kapasitas kelembagaan masyarakat. Tujuan tersebut selaras dengan tujuan
pemerintah pusat pada saat itu, untuk itu pemerintah Papua dan pemerintah
pusat berkolaborasi secara terus menerus sejak tahun 2007 dalam
18
menanggulangi kemiskinan di Papua. Hasilnya adalah kemiskinan di Papua
dari tahun 2007 hingga tahun 2012 mengalami penurunan. Jadi, berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Henny Kusustin tersebut, kita dapat mengambil
kesimpulan bahwa program-program pengentasan kemiskinan yang bersifat
sistematis berkelanjutan dan partisipatif yang dijalankan oleh pemerintah
secara umum mampu menurunkan angka kemiskinan di Indonesia.
Yang ketiga adalah penelitian “Karakteristik Kemiskinan dan
Penanggulangannya di Kabupaten Sidoarjo” yang dilakukan oleh Sanajhihitu
Sangadji, Totok Wahyu Abadi, dan Luluk Fauziah dari Ilmu Administrasi
Negara dan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
Penelitiannya dilakukan pada tahun 2015 dengan tujuan untuk menganalisis
dan
menjabarkan
karakteristik
kemiskinan,
program
dan
kebijakan
penanggulannya di Kabupaten Sidoarjo. Inilah yang membedakan dengan
penelitian yang akan peneliti lakukan, dalam hal ini peneliti akan meneliti
terkait implementasi suatu program penanggulangan kemiskinan di Kebumen,
sedangkan penelitian tersebut berfokus pada karakteristik kemiskinan, program
dan kebijakan penanggulanganya di Sidoarjo. Tetapi, dari penelitian tersebut
kita dapat mengetahui bahwa program penanggulangan kemiskinan akan efektif
dan tepat sasaran serta benar – benar memberi dampak positif kepada
masyarakat jika program tersebut disesuaikan dengan karakteristik dan
penyebab dari kemiskinan yang terjadi.
Yang keempat adalah penelitian dengan judul “Pengukuran Kinerja
Implementasi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan di Desa Wisata Brayut”
oleh Nila Agistiani Rachman dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Penelitian ini berkaitan dengan PNPM
Mandiri Pariwisata di Desa Wisata Brayut. Dalam penelitian ini, Nila Agistiani
Sebagai peneliti menggunakan dua indicator pengukuran untuk mengukur
kinerja implementasi kebijakan penanggulangan kemiskinan di Desa Wisata
Brayut. Indikator yang pertama adalah policy output yang terdiri dari indicator
19
cakupan, bias, akses dan kesesuaian program dengan kebutuhan. Yang kedua
adalah policy outcomes yang terdiri dari initial outcome, intermediate outcome,
dan long term outcome. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengukuran
dengan menggunakan policy output menghasilkan kesimpulan bahwa
implementasi PNPM Mandiri Pariwisata di Desa Wisata Brayut berkinerja
rendah karena tidak ada indicator yang dapat terlaksana secara efektif. Dengan
menggunakan indicator yang digunakan disimpulkan bahwa PNPM Mandiri
Pariwisata tersebut merupakan program gagal dikarenakan tujuan dari
kebijakan tersebut tidak dapat tercapai (Rachman, 2014).
Persamaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah sama –
sama meneliti terkait dengan program penanggulangan kemiskinan. Tetapi
program yang diteliti itu berbeda dan perbedaan juga terletak pada apa yang
diteliti, jika peneliti akan meneliti implementasi program penanggulangan
kemiskinan, Nilai Agistiani telah melakukan penelitian pada pengukuran
implementasi program penanggulangan kemiskinan.
Literatur review yang kelima adalah penelitian yang berjudul “Faktor –
Faktor
Pendorong
Keberhasilan
Pemerintah
Kabupaten
Siak
dalam
Penanggulangan Kemiskinan di Kecamatan Mempura Kabupaten Siak tahun
2011 – 2015” oleh Endang Setiowati. Penelitian ini merupakan penelitian
dengan tujuan untuk mengetahui factor – factor yang menjadi pendorong
keberhasilan Pemkab Siak dalam menanggulangi kemiskinan di Kecamatan
Mempuran Kabupaten Siak Sri Indrapura. Hasil penelitian ini menunjukkan
adanya SDM dan koordinasi yang baik yang dilakukan oleh Tim
Penanggulangan Kemiskinan Daerah menghasilkan program – program
kemiskinan dapat berjalan sesuai dengan harapan serta angka kemiskinan di
Kecamatan Mempura berkurang (Setiowati, 2015).
20
Table 2 Ringkasan Literatur Review
NO
1
JUDUL
Pelaksanaan
PENULIS
ISI
Proyek Agus Rianto, Menganalisis tentang pengaruh
Penanggulangan
2007
proyek
penanggulangan
Kemiskinan di Perkotaan
kemiskinan di perkotaan (P2KP)
(P2PK
terhadap peningkatan pendapatan
sebagai
peningkatan
upaya
pendapatan
masyarakat
dalam
upaya
masyarakat di Kabupaten
mengatasi
kemiskinan
dan
Kebumen: Studi Kasus pada
mengetahui
faktor-faktor
yang
Kecamatan Gombong dan
mempengaruhi kelangsungan dana
Sruweng.
yang digulirkan dengan Studi
kasus pada Kecamatan Gombong
dan
Sruweng,
Kabupaten
Kebumen.
Hasil penelitian ini menunjukkan
P2KP
mampu
meningkatkan
pendapatan masyarakat peserta
program, peningkatan pendapatan
dipengaruhi oleh jumlah dana
bantuan
langsung
ekonomi
produktif, jenis usaha dagang dan
tempat tinggal.
2
Pengaruh
pelaksanaan Henny
program PNPM MANDIRI Kusustin
RESPEK
dalam
upaya Kartika
Penanggulangan
2014
Program
RESPEK
(Rencana
Strategis Pembangunan Kampung)
Jati, merupakan program dari Gubernur
Provinsi Papua Bernabas Suebu
Kemiskinan di Kabupaten
dalam menanggulangi kemiskinan.
Papua
Tujuan
umum
dari
21
program
tersebut selaras dengan tujuan
pemerintah
pusat
sehingga
pemerintah Papua dan pemerintah
pusat
melakukan
kerjasama.
Hasilnya adalah kemiskinan di
Papua dari tahun 2007 hingga
tahun 2012 mengalami penurunan.
3
Karakteristik
Kemiskinan
dan Penanggulangannya di
Kabupaten Sidoarjo
Sanajhihitu
Sangadji,
Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis
dan
menjabarkan
Totok Wahyu karakteristik kemiskinan, program
Abadi, Luluk
dan kebijakan penanggulannya di
Fauziah, 2015 Kabupaten
Sidoarjo.
Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa
kemiskinan
di
Sidoarjo
lebih
bersifat kultural baik di wilayah
rural maupun di perkotaan.
4
Pengukuran
Implementasi
Kinerja Nila Agistiani Penelitian ini mengukur Kinerja
Kebijakan
Penanggulangan
Rachman,
2013
Implementasi
Kebijakan
Penanggulangan Kemiskinan di
Kemiskinan di Desa Wisata
Desa
Wisata
Brayut
menggunakan
Brayut
dengan
indicator
policy
output dan policy outcomes. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa
pengukuran dengan menggunakan
dua
indicator
tersebut
menghasilkan kesimpulan bahwa
PNPM Mandiri Pariwisata tersebut
merupakan
program
22
gagal
dikarenakan tujuan dari kebijakan
tersebut tidak dapat tercapai.
5
Faktor – Faktor Pendorong
Keberhasilan
Kabupaten
Pemerintah
Siak
dalam
Endang
Setiowati,
2015
Peneliti meneliti factor – factor
yang
menjadi
pendorong
keberhasilan Pemkab Siak dalam
Penanggulangan
menanggulangi
Kemiskinan di Kecamatan
Kecamatan Mempuran Kabupaten
Mempura Kabupaten Siak
Siak
tahun 2011 – 2015
penelitian ini menunjukkan adanya
Sri
kemiskinan
Indrapura.
di
Hasil
SDM dan koordinasi yang baik
yang
dilakukan
Penanggulangan
oleh
Tim
Kemiskinan
Daerah menghasilkan program –
program
kemiskinan
dapat
berjalan sesuai dengan harapan
serta
angka
kemiskinan
Kecamatan Mempura berkurang
23
di
I. METODE PENELITIAN
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Metode penelitian
kualitatif merupakan metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
postpositivisme. Filsafat postpositivisme sebagai paradigma interpretif dan
konstruktif yang memandang realitas social sebagai sesuatu yang
holistic/utuh, kompleks, dinamis, penuh makna, dan hubungan gejalanya
bersifat interaktif (reciprocal) (Sugiyono, 2017). Metode kualitatif
digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang
mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti
yang merupakan nilai dari data yang tampak. Untuk itu hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono,
2017). Penelitian deskriptif sendiri bertujuan untuk (Rahmat, 1985, P.25):
1. Mengumpulkan informasi aktual secara rinci melukiskan gejala yang
ada
2. Mengidentifikasi masalah atau memerikasa kondisi dan praktek yang
berlaku
3. Membuat evaluasi atau perbandingan
4. Menentukan apa yang dilakukan organisasi lain untuk menghadapi
masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk
menetapkan rencana dan kepuasaan di masa yang akan datang.
Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Tujuan penggunaan
metode penelitian kualitatif dalam penelitian ini adalah untuk membuat
deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat, mengetahui secara
mendalam mengenai implementasi program Unit Pelayanan Terpadu
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (UPT-P2K) di Kebumen pada
tahun 2016.
b. Lokasi Penelitian
24
Lokasi penelitian ditetapkan dengan tujuan agar lingkup
permasalahan yang akan diteliti lebih terfokus, sehingga penelitian yang
dilakukan lebih terarah. Dalam penelitian ini terdapat 2 lokasi utama yaitu
Kantor Unit Pelayanan Terpadu Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
(UPT-P2K) dan juga daerah permukiman masyarakat Kebumen.
c. Unit Analisis Penelitian
Unit analisis adalah objek analisis yang dijadikan objek penelitian.
Penelitian ini tentang implementasi program Unit Pelayanan Terpadu
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (UPT-P2K) di Kebumen pada
tahun 2016. Untuk itu peneliti dalam menyusun datanya dengan
mewawancarai para stakeholder terkait yaitu anggota Unit Pelayanan
Terpadu Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (UPT-P2K) dan
penduduk miskin di Kebumen supaya dapat memperoleh data yang relevan
untuk dianalisis.
d. Jenis Data
Data yang dipakai dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu
data primer dan sekunder.
1. Data Primer
Data primer adalah data dan sumber data yang diperoleh langsung
dari sumber asli (tidak melalui perantara). Data primer dapat berupa
opini subjek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi
terhadap suatu benda (fisik), kejadian dan kegiatan, hasil pengujian.
Nama Data
Sumber Data
Teknik Pengumpulan
Data
Program Unit
Ketua pengelola Unit
Wawancara secara
Pelayanan Terpadu
Pelayanan Terpadu
mandalam (in-dept
Percepatan
Percepatan
interview)
Penanggulangan
Penanggulangan
25
Kemiskinan (UPT-
Kemiskinan (UPT-
P2K)
P2K).
Implementasi program
Anggota pelaksana
UPT-P2K di Kebumen Unit Pelayanan
Terpadu Percepatan
Wawancara secara
mandalam (in-dept
interview)
Penanggulangan
Kemiskinan (UPTP2K) dan penduduk
miskin di Kebumen.
Dampak implementasi 1. Penduduk Miskin
Wawancara secara
program UPT-P2K
mendalam (in-dept
terhadap kemiskinan
di Kebumen
2. H. Supangat., SE
di Kebumen.
interview), observasi.
(Kepala Dinas
Sosial dan
Pengendalian
Penduduk dan
Keluarga
Berencana
Kabupaten
Kebumen)
2. Data Sekunder
Data sekunder sebagai pendukung data primer, peneliti dapatkan
dari berbagai surat kabar, artikel, website, e-book, jurnal dan hasil
penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan implementasi
program Unit Pelayanan Terpadu Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan (UPT-P2K) di Kabupaten Kebumen pada Tahun 2016.
e. Teknik Pengumpulan Data
26
Untuk
dapat
memperoleh
data
yang
valid
dan
dapat
dipertanggungjawabkan, maka peneliti menggunakan teknik pengumpulan
data sebagai berikut:
1) Studi Dokumen atau Bahan Pustaka
Dokumentasi merupakan catatan atau karya seseorang
tentang sesuatu yang sudah berlalu. Dokumentasi itu dapat berbentuk
teks tertulis, artefacts, gambar, maupun foto (Yusuf, 2015).
Dokumentasi digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan
data yang telah diolah baik dalam bentuk teks tertulis, artefacts,
gambar, maupun foto tentang implementasi program Unit Pelayanan
Terpadu Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (UPT-P2K) di
Kabupaten Kebumen pada Tahun 2016 yang dapat membantu dalam
data penelitian.
2) Wawancara
Wawancara adalah salah satu teknik yang dapat digunakan
untuk mengumpulkan data penelitian. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa wawancara (interview) adalah suatu kejadian atau
suatu proses interaksi antara pewawancara (interviewer) dan sumber
informasi atau orang yang diwawancarai (interviewees) melalui
komunikasi langsung (Yusuf, 2015). Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan teknik wawancara secara mendalam (indepth
interview). Wawancara mendalam adalah proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil
bertatap muka antara pewawancara dan informan (Bungin, 2007).
Wawancara digunakan untuk memperoleh informasi tentang
implementasi
program
Unit
Pelayanan Terpadu Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (UPT-P2K) di Kabupaten Kebumen
pada Tahun 2016.
f. Teknik Analisis Data
27
Teknik analisis data merupakan cara yang digunakan oleh
peneliti dalam proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara dan studi dokumentasi yang
dilakukan. Karena penelitian ini adalah penelitian kualitatif makan
analisis data dalam penelitian ini bersifat induktif (Sugiyono, 2017).
Terdapat tiga analisis data yang dilakukan oleh peneliti yaitu:
1. Analisi Sebelum di Lapangan
Peneliti melakukan analisis ini sebelum terjun ke
lapangan yaitu dengan menganalisis hasil studi terdahulu dan
menganalisis data sekunder. Analisis hasil studi terdahulu
penulis cantumkan dalam literature review proposal penelitian
ini.
2. Analisis Data Selama di Lapangan dan Setelah di Lapangan
Analisis data di lapangan merupakan analisis data
yang dilakukan peneliti pada saat pengumpulan data
berlangsung. Sedangkan analisis data setelah di lapangan
adalah analisis data yang dilakukan setelah pengambilan data
di lapngan. Teknik yang digunakan peneliti disini adalah teknik
analisis data model Miles dan Huberman. Langkah – langkah
dalam teknik analisis ini terdiri dari reduksi data, penyajian
data, dan kesimpulan/verifikasi. Reduksi data adalah kegiatan
pemilihan, penyederhanaan data – data yang diperoleh. Dalam
hal ini peneliti melakukan pemilihan data – data yang akan
peneliti gunakan dan tidak akan digunakan. Tentunya data
yang dimaksud di sini adalah data yang berkaitan dengan
implementasi program Unit Pelayanan Terpadu Percepatan
Penanggulangan
Kemiskinan (UPT-P2k)
di
Kabupaten
Kebumen tahun 2016.
28
Penyajian data merupakan kegiatan penyajian data
dengan bentuk uraian singkat atau bagan supaya memudahkan
peneliti
memahami
apa
yang
terjadi.
Sedangkan
kesimpulan/verifikasi merupakan proses proses penarikan
kesimpulan oleh peneliti berdasarkan analis yang dilakukan
oleh peneliti terhadap data – data dalam penelitian
implementasi program Unit Pelayanan Terpadu Percepatan
Penanggulangan
Kemiskinan (UPT-P2k)
di
Kabupaten
Kebumen tahun 2016.
29
J. DAFTAR PUSTAKA
Jati, H. K. (2014). Pengaruh pelaksanaan program PNPM MANDIRI RESPEK
dalam upaya Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Papua.
Thesis. Universitas Gajah Mada.
Khomsan, A. (2015). Indikator Kemiskinan dan Misklasifikasi Orang Miskin.
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Priyadila, B. (2013). Implementasi Kebijakan Dana Bantuan Operasional
Sekolah di Kabupaten Kudus Tahun 2011 (Studi Kasus Dinas
Pendidikan Kabupaten Kudus). Yogyakarta.
Rachman, N. A. (2014). Pengukuran Kinerja Implementasi Kebijakan
Penanggulangan Kemiskinan di Desa Wisata Brayut. Jurnal
Kebijakan & Administrasi Publik, 18(2), 145–164.
Ramdhani, Abdullah; dan Ramdhani, M. A. (2017). Konsep Umum
Pelaksanaan Kebijakan Publik. Jurnal Publik, 11, 1–12.
Rianto, A. (2007). Pelaksanaan Proyek Penanggulangan Kemiskinan di
Perkotaan
(P2KP) sebagai upaya peningkatan pendapatan
masyarakat di Kabupaten Kebumen: Studi Kasus pada Kecamatan
Gombong dan Sruweng. Thesis. Universitas Gajah Mada.
Setiowati, E. (2015). Faktor-Faktor Pendorong Keberhasilan Pemerintah
Kabupaten Siak Dalam Penanggulangai Kemiskinan Di Kecamatan
Mempura Kabupaten Siak (Tahun 2011-2015). Jom Fisip Vol. 5 No.
1 – April 2018, 5(10).
Sidik, F. (2015). Implementasi Program Jaminan Pendidikan Daerah di Kota
Yogyakarta. Jurnal Kebijakan & Administrasi Publik, 19(1), 27–42.
Subarsono, A. . (2011). Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori, dan
30
Aplikasi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung: Penerbit Alfabeta.
tanggulangi-jumlah-warga-miskin-perangkat-desa-kebumen-bisa-laporonline
@
news.detik.com.
(n.d.).
Retrieved
from
https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/3014573/tanggulangijumlah-warga-miskin-perangkat-desa-kebumen-bisa-lapor-online
diakses tanggal 9 Oktober 2017 Pukul 20.25 WIB.
Yusuf, A. M. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, & Penelitian
Gabungan. Jakarta: Prenadamedia Group.
Zatriyanssa, Afin, 2016. Skripsi: Implementasi Peraturan UU N0 24 Tahun
2011 Terhadap Kepuasan Layanan BPJS Kesehatan Tahun 20142014 (Studi Kasus di RSU PKU Muhammadiyah Bantul), Jurusan
Ilmu Pemerintahan, FISIPOL UMY, Yogyakarta.
Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen No 06 Tahun 2016
Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2012 tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan
RPJMD Kabupaten Kebumen tahun 2016 - 2021
31
IMPLEMENTASI PROGRAM UNIT PELAYANAN TERPADU
PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN (UPT-P2K) DI
KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2016
Dosen Pengampu: Eko Priyo P, S.IP., M.Si.,M.Res
OLEH:
EVIE PURNAMASARI / 20150520261
ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
1
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Kemiskinan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi
berbagai daerah di Indonesia. Untuk dapat merumuskan kebijakan
penanggulangannya, seringkali dilakukan perhitungan atau pemeringkatan
tingkat kemiskinan di setiap daerah di Indonesia pada setiap periode tertentu.
Jika secara nasional, perhitungan ini biasanya dilakukan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS). Sementara itu, untuk perhitungan di suatu daerah dilakukan
oleh BPS Daerah. Hasil perhitungan ini biasanya digunakan oleh pemerintah
sebagai salah satu acuan dalam pembuatan kebijakan publik dan biasanya data
BPS yang penting akan pemerintah cantumkan juga dalam rencana
pembangunan daerah yang bersangkutan seperti dalam RPJPD dan RPJMD.
Berdasarkan hasil perhitungan dan pengukuran tingkat kemiskinan,
Kabupaten Kebumen mendapatkan predikat Kabupaten termiskin kedua di
Jawa Tengah. Ini merupakan predikat yang tergolong buruk. Di dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kebumen tahun 2016-2021 yang
telah ditetapkan menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen nomor 06
tahun 2016 disebutkan bahwa perkembangan tingkat kemiskinan di Kebumen
selama tahun 2011-2015 masih cukup memprihatinkan.
Pada tahun 2011, angka kemiskinan di Kebumen mengalami
peningkatan, dari 22, 70% (2010) menjadi 24,06% (2011). Kemudian angka
tersebut pada tahun berikutnya hingga tahun 2015 terus mengalami penurunan
yaitu 22,40% (2012), 21,32% (2013), 20,50% (2014), 20,02% (2015).
Meskipun mengalami penurunan, angka kemiskinan tersebut selalu lebih tinggi
dari angka kemiskinan Provinsi Jawa Tengah dan Nasional. Berikut ini peneliti
sajikan data perkembangan tingkat kemiskinan Kabupaten Kebumen, Provinsi
Jawa Tengah dan Nasional dengan menggunakan persentase angka kemiskinan.
2
PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN KABUPATEN
KEBUMEN, PROVINSI JAWA TENGAH, DAN NASIONAL
NO
WILAYAH
Persentase angka kemiskinan berdasarkan tahun
(%)
1
Kabupaten
2010
2011
2012
2013
2014
2015
22,70
24,06
22,40
21,32
20,50
20,02
16,11
16,20
14,98
14,44
13,58
13,32
13,33
12,36
11,37
10,50
9,52
8,57
Kebumen
2
Provinsi
Jawa
Tengah
3
Nasional
(Indonesia)
Table 1Perkembangan Tingkat Kemiskinan Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah, dan Nasional.
Sumber: Perda Kebumen No 06 tahun 2016.
Sementara itu, penduduk miskin di Kebumen ini tersebar ke dalam 26
kecamatan yang ada. Berdasarkan pendataan penduduk miskin yang dilakukan
oleh Tim Koordinasi Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Desa
(TKP2Kdes) dan Bappeda Kabupaten Kebumen, jumlah penduduk miskin di
Kabupaten Kebumen pada tahun 2015 mencapai 223.587 jiwa atau 19,08% dari
jumlah penduduk Kabupaten Kebumen. Kecamatan dengan jumlah penduduk
miskin tertinggi adalah Kecamatan Karanggayam sebanyak 19.686 jiwa dan
yang terendah adalah di Kecamatan Poncowarno sebanyak 1.848 (RPJMD
Kebumen tahun 2016-2021).
Berbagai aspek atau bidang yang dapat kita gunakan untuk melihat
kondisi kemiskinan di Kebumen itu sangat banyak. Yang pertama adalah di
bidang pertanian. Kemiskinan disebabkan oleh sulitnya memprediksi musim
akibat pancaroba; pengurangan subsidi pemerintah terkait benih dan pupuk
kimia; pengolahan pertanian yang masih menggunakan cara tradisional;
keterbatasan lahan yang dimiliki, jarang diadakan sosialisasi atau pelatihan
pertanian yang baik; tidak berimbangnya biaya tanam dengan hasil panen.
3
Terkadang biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan pertanian lebih banyak
daripada penghasilan yang didapatkan dari hasil pertanian, akibatnya para
petani cenderung merugi. Hal – hal tersebut merupakan aspek – aspek utama
yang berpengaruh terhadap profesi yang berkaitan dengan petani. Padahal
sector pertanian merupakan sector unggulan yang dimiliki oleh Kabupaten
Kebumen, tetapi masalah pertanian dan kesejahteraan petani masih begitu
kompleks.
Di bidang ekonomi, kemiskinan disebabkan oleh adanya keterbatasan
modal yang dimiliki masyarakat untuk membuka usaha dan juga mengelolanya.
Keterbatasan modal menjadikan masyarakat yang membuka usahanya tidak
memiliki kemampuan memperbanyak barang produksi dan memperluas pangsa
pasar. Selain itu, barang – barang atau jasa yang ditawarkan juga memiliki
kesamaan dengan barang dagangan lainnya (kurang variative) sehingga
menimbulkan persaingan ekonomi yang ketat dan mempersempit pangsa pasar
para pedagang. Akibatnya adalah masyarakat yang memiliki usaha itu sulit
mencapai target dan melakukan perluasan usaha.
Di bidang Sumber Daya Manusia, kemiskinan di Kebumen disebabkan
oleh kurangnya pemuda yang produktif di daerah. Masih banyak pemuda di
Kebumen yang lebih memilih bekerja di luar kota atau di luar negeri daripada
di daerahnya sendiri dengan asumsi jika bekerja di luar kota atau di luar negeri
akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak. Hal ini mengakibatkan
kurangnya penduduk usia produktif dalam hal ini usia kerja, yang berada di
Kebumen. Di Kebumen lebih banyak penduduk usia sekolah tingkat TK – SMA
dan penduduk kategori usia tua, sehingga peningkatan kemajuan di Kebumen
setiap tahunnya tidak terlalu signifikan dan kemiskinan belum juga teratasi.
Untuk itu sejak tahun 2008 pemerintah Kebumen sudah meluncurkan
berbagai program penanggulangan kemiskinan seperti beasiswa, bantuan
langsung tunai, pemberian sembako, peminjaman modal usaha, program
pelatihan dan penyaluran tenaga kerja, dan sebagainya. Namun hingga tahun
4
2015, permasalahan kemiskinan belum juga teratasi dan masalah menjadi
semakin kompleks. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti:
1. Data penduduk miskin yang kurang akurat dan tidak adanya sinkronisasi
antara data yang satu dengan data lainnya.
2. Program yang tidak tepat sasaran.
3. Minimnya lapangan pekerjaan di Kebumen
4. Banyaknya masyarakat Kebumen yang melakukan urbanisasi ke kota besar
5. Pembangunan yang belum merata.
Kondisi yang demikian menjadikan Pemerintah Daerah Kabupaten
Kebumen lebih gencar melakukan berbagai upaya percepatan penanggulangan
kemiskinan melalui berbagai program yang telah disepakati yang disesuaikan
dengan kondisi kemiskinan di Kebumen.
Salah satu program baru yang
diluncurkan pemda Kebumen adalah dengan membentuk Unit Pelayanan
Terpadu Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (UPT-P2K) yang telah
diresmikan pada 9 September 2015 oleh pemkab Kebumen dan Gubernur Jawa
Tengah, Ganjar Pranowo melalui Peraturan Bupati (Perbup) No. 47 tahun 2015.
Tujuan pembentukan UPT-P2K ini adalah supaya pemerintah dapat
memberikan pelayanan yang optimal dan dapat melaksanakan sinkronisasi
program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Kebumen. Hal ini selaras
dengan grand design penanggulangan kemiskinan di Kebumen yang telah
ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2012 tentang Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (news.detik.com, 09/10/2017)
UPT-P2K dianggap sebagai terobosan baru yang efektif dalam
menanggulangi kemiskinan di Kebumen dikarenakan kegiatan – kegiatan UPTP2K ini relative prospektif seperti sinkronisasi data penduduk miskin sehingga
berbagai factor penyebab ataupun kondisi kemiskinan masyarakat Kebumen
dapat diidentifikasi dengan baik. UPT-P2K juga memiliki kantor yang
berlokasi di Jalan Sarbini nomor 37 Kebumen. Masyarakat ataupun lembaga
dapat melaporkan aduannya ke UPT-P2K di kantor tersebut atau di web UPT5
P2K (news.detik.com, 9/10/2017). Inilah yang kemudian menarik perhatian
peneliti untuk meneliti bagaimana implementasi dari program Unit Pelayanan
Terpadu Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (UPT-P2k) pada tahun 2016.
Dalam penelitian ini, peneliti berusaha mengkaji apakah program UPTP2K pada tahun 2015 terimplementasi dengan baik dan bagaimana efektifitas
dari program UPT-P2K dalam penanggulangan kemiskinan di Kebumen.
Peneliti juga akan mengkaji factor pendorong dan penghambat implementasi
program UPT-P2K di Kebumen pada tahun 2016 dengan menganalisis
menggunakan teori yang ada.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang ada, maka berikut ini rumusan masalah
dalam penelitian ini yang penulis rumuskan dalam bentuk pertanyaan:
1. Bagaimana implementasi program Unit Pelayanan Terpadu Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (UPT-P2K) di Kabupaten Kebumen pada
tahun 2016?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan masalah
yang ada yaitu untuk mengetahui secara mendalam bagaimana implementasi
program Unit Pelayanan Terpadu Percepatan Penanggulangan Kemiskinan di
Kabupaten Kebumen pada tahun 2016.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi
referensi atau masukan bagi perkembangan Ilmu Pemerintahan dan
menambah kajian Ilmu Pemerintahan khususnya dalam hal pengetahuan
6
terkait implementasi program Unit Pelayanan Terpadu Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Kebumen pada tahun 2016.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat
untuk pihak – pihak yang tertarik dan berhubungan dengan penelitian ini.
a) Sebagai masukan bagi UPTP2K Kabupaten Kebumen untuk
mengevaluasi kinerjanya dalam menanggulangi kemiskinan pada tahun
2016.
b) Sebagai referensi bagi organisasi masyarakat (ormas) dan komunitas
yang bergerak dalam menanggulangi kemiskinan yakni, UPTP2K
Kabupaten Kebumen sebagai sumber tempat untuk menyelesaikan dan
mengurangi angka kemiskinan.
c) Bagi peneliti, penelitian ini sebagai cara untuk mengamalkan ilmu dan
memberikan pengetahuan terkait manfaat UPTP2K Kabupaten
Kebumen dalam menanggulangi kemiskinan.
E. KERANGKA TEORI
1. Implementasi Program
a. Pengertian Implementasi Program
Menurut Jones (Priyadila, 2013) sebuah program berisi tindakan
yang diusulkan pemerintah dalam rangka mencapai sasaran pencapaian
problematis yang ditetapkan. Program akan ada apabila kebijakan telah
dirumuskan. Kata program sendiri menegaskan perubahan dari suatu
hipotesis menjadi suatu tindakan pemerintah. Setelah itu, tahap
selanjutnya adalah penerapan. Implementasi program pada pinsipnya
adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya
(Subarsono, 2006). Program merupakan bagian penting dalam suatu
kebijakan public.
7
Untuk memahaminya, kita perlu mendefinisikan terlebih dahulu
apa itu kebijakan public. Kebijakan dapat didefinisikan sebagai
serangkaian rencana program, aktivitas, aksi, keputusan, sikap, untuk
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu oleh para stakeholder
sebagai cara dalam menyelesaikan suatu masalah (Ramdhani, Abdullah;
dan Ramdhani, 2017). Tidak jauh berbeda, Wibawa (Sidik, 2015) juga
mendefinisikan kebijakan sebagai tindakan yang memiliki arah dan
maksud tujuan yang diterapkan oleh seseorang atau beberapa actor guna
mengatasi suatu masalah. Sementara itu, menurut Dye (1975) kebijakan
public didefinisikan sebagai keputusan yang dilakukan oleh pemerintah
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (Sidik, 2015).
Program merupakan bagian dari kebijakan. Program sebagai
salah bentuk kebijakan. Dan Implementasi program merupakan salah
satu tahapan penting dari suatu program karena program yang telah
dirancang sedemikian rupa tidak akan menghasilkan manfaat yang
berarti bila implementasi tidak berjalan dengan baik. Tahapan dalam
implementasi program dipandang sebagai aktifitas fungsional yang
dilaksanakan setelah aktivitas formulasi, legitimasi dan penganggaran
program (Priyadila, 2013). Menurut Wahab (dalam Irawati, 2014),
“Implementasi sering sekali dianggap sebagai suatu
bentuk pengoperasionalisasian/ penyelenggaraan aktivitas yang
telah ditetapkan berdasarkan undang-undang dan menjadi suatu
kesepakatan bersama diantara beragam banyak pemangku
kepentingan seperti (stakeholders), actor, organisasi (public
atau privat), prosedur, dan juga teknik secara sinergistis yang
juga digerakkan untuk bekerjasama guna untuk menerapkan
kebijakan ke arah tertentu yang dikehendaki”.
Menurut Mazmanian dan Sabatier (1979) dalam Wahab (2008),
implementasi merupakan memahami apa yang senyatanya dapat terjadi
sesudah adanya pemberlakuan atau perumusan suatu program dimana
focus perhatian dari implementasi program adalah kejadian – kejadian
8
serta kegiatan – kegiatan yang timbul setelah pengesahan pedoman –
pedoman kebijaksanaan negara yang mencakup cara – cara untuk
mengadministrasikannya ataupun cara untuk memberi dampak yang
nyata terhadap masyarakat.
Implementasi sebagai bagian dari suatu program yang telah
disahkan, agar apa yang terkandung dalam kebijakan tersebut dapat
diwujudkan dalam keadaan nyata sesuai dengan rencana, baik yang
menyangkut akademis administrasi maupun usaha yang memberikan
dampak pada masyarakat (Zatriyanssa, 2016). Dari pendapat di atas,
penulis menyimpulkan bahwa implementasi merupakan pelaksanaan
suatu program yang telah ditetapkan/disepakati oleh stakeholder yang
bertanggung jawab agar tujuan dari program tersebut tercapai.
Dalam implementasi suatu program tentunya terdapat pihak
utama yaitu pihak yang mengimplementasikan (implementor). Seperti
pendapat Wagner (2008) dalam (Rachman, 2014), bahwa implementor
memiliki peranan yang sangat penting dalam implementasi suatu
kebijakan. Selain itu, keberhasilan dan kegagalan implementasi dapat
ditinjau dari suatu model implementasi.
b. Model Implementasi
Beberapa model implementasi program/kebijakan menurut para
ahli antara lain:
1) Teori George C. Edward III (Subarsono, 2011), yang memandang
bahwa implementasi dari suatu program atau kebijakan dapat
dipengaruhi oleh empat variable, antara lain:
a. Komunikasi, sebagai syarat dari keberhasilan implementasi
suatu program dan kebijakan
yaitu implementor yang
seharusnya mengetahui apa yang seharusnya dilakukan,
9
implementor disini sebagai pihak yang menstranmisikan tujuan
dari program tersebut kepada kelompok sasaran sehingga akan
mengurangi distorsi implementasi
b. Sumberdaya, bila implementor kekurangan sumber daya seperti
manusia,
finansial,
kompetensi
implementor,
maka
implementasi tidak akan berjalan dengan efektif meskipun isi
program telah dikomunikasikan dengan jelas kepada kelompok
sasaran dan stakeholder yang berperan.
c. Disposisi (watak implementor), apabila implementor memiliki
disposisi
yang baik
seperti
jujur, bertanggung jawab,
implementor tersebut tentunya akan dapat menjalankan program
dengan baik sesuai dengan tujuannya. Apabila sang implementor
memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat
program maka proses implementasi kebijakan dan program akan
menjadi tidak efektif.
d. Struktur birokrasi, struktur dalam suatu organisai yang memiliki
tugas untuk mengimplementasikan suatu program/kebijakan itu
memiliki pengaruh yang cukup signifikan. Aspek dari struktur
organisasi ini adalah Standar Operational Procedure (SOP) dan
fragmentasi. Struktur organisasi yang terlalu Panjang biasanya
akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan
red-tape yaitu prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks yang
,menjadikan aktivitas organisasi tidak fleksibel..
2) Teori Merille S. Grindle (Subarsono, 2011), memandang bahwa
keberhasilan dalam implementasi suatu kebijakan dan program
dipengaruhi oleh dua variable utama yaitu isi dari kebijakan (conten
of
policy)
dan
lingkungan
implementasi
(context
of
implementation). Variable tersebut mencakup berbagai hal yakni:
sejauhmana kepentingan kelompok sasaran atau target group
10
termuat dalam isi kebijakan, jenis manfaat yang diterima oleh target
group, sejauh mana perubahan yang diinginkan dari suatu
kebijakan, apakah letak sebuah program sudah tepat, apakah sebuah
kebijakan telah menyebutkan implementornya secara rinci, dan
apakah program tersebut didukung oleh sumberdaya yang memadai.
3) Model implementasi menurut Mazmanian dan Paul Sabatier
(Subarsono, 2011) yang memandang bahwa terdapat tiga kelompok
variable yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu
kebijakan ataupun program yaitu karakteristik dari masalah
(tractability of the problems), karakteristik kebijakan/ Undang –
Undang (ability of statue to structure implementation) dan variebel
lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation).
2. Pengertian Kemiskinan
Chambers (Khomsan, 2015) menyebutkan bahwa kemiskinan
adalah suatu integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1)
kemiskinan (property), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan
menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan
(dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun
sosiologis. Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan
uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti:
tingkat kesehatan, pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum,
kerentanan
terhadap
ancaman
tindak
kriminal,
ketidakberdayaan
menghadapi kekuasaan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan
hidupnya sendiri.
Menurut Chambers (Khomsan, 2015), kemiskinan dapat dibagi
dalam empat bentuk yaitu:
1. Kemiskinan Absolut: jika pendapatannya di bawah garis kemiskinan,
atau tidak cukup untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan,
11
perumahan, dan Pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan
bekerja;
2. Kemiskinan Relatif: Kondisi miskin karena pengaruh kebijakan
pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga
menyebabkan ketimpangan pada pendapatan;
3. Kemiskinan Kultural: Mengacu pada persoalan sikap seseorang atau
masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau
berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak
kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar;
4. Kemiskinan Struktural: Situasi miskin yang disebabkan karena
rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem
sosial budaya dan sosial politik yang tidak mendukung pembebasan
kemiskinan, tetapi sering kali menyebabkan suburnya kemiskinan.
Untuk dapat mengkategorikan apakah penduduk termasuk dalam
kategori miskin atau tidak maka perlu diketahui terlebih dahulu ciri – ciri
kelompok (penduduk) miskin. Ciri – ciri kelompok (penduduk) miskin
menurut Suryawati (dalam Bakhtiar, 2015) antara lain: 1) rata – rata tidak
memiliki factor produksi sendiri seperti tanah, modal, peralatan kerja, dan
keterampilan 2) mempunyai tingkat pendidikan yang rendah, 3)
kebanyakan bekerja atau berusaha sendiri dan bersifat usaha kecil (sektor
informal), setengah menganggur atau menganggur (tidak bekerja), 4)
kebanyakan berada di pedesaan atau daerah tertentu perkotaan (slum area),
dan 5) kurangnya kesempatan untuk mencukupi berbagai kebutuhan seperti
bahan kebutuhan pokok, pakaian, perumahan, fasilitas kesehatan, air
minum, pendidikan, angkutan, fasilitas komunikasi,dan kesejahteraan
sosial lainnya.
BPS
(2002)
menggunakan
14
kriteria
kemiskinan
untuk
mengkategorikan Rumah Tangga Miskin. Kriteria tersebut meliputi
12
beberapa kondisi yaitu: luas lantai rumah, jenis lantai rumah, jenis dinding
rumah, ketiadaan WC, ketiadaan listrik, asal sumber air minum yang
digunakan, bahan bakar untuk memasak, frekuensi konsumsi makanan
bergizi, kemampuan membeli pakaian, frekuensi makan dalam sehari,
besarnya penghasilan bulanan, pendidikan KK, dan nilai kepemilikan
barang yang mudah dijual.
Masyarakat yang dikategorikan dalam Rumah Tangga Miskin
menurut BPS dalam PSE05 adalah masyarakat yang:
1. Luas bangunan (Kurang dari 8 m2 per orang).
2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu
berkualitas rendah atau tembok tanpa diplester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama rumah tangga
lain menggunakan satu jamban.
5. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air yang tidak
terlindung/sungai/air hujan.
6. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
7. Jenis
bahan bakar untuk
memasak
sehari-hari adalah kayu
bakar/arang/minyak tanah.
8. Frekuensi membeli daging, ayam, dan susu dalam seminggu (Hanya
mengonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu).
9. Frekuensi makan dalam sehari (Hanya mampu makan satu/dua kali
dalam sehari).
10. Jumlah stel pakaian baru yang dibeli dalam setahun (Hanya membeli
satu stel pakaian baru dalam setahun).
11. Akses ke puskesmas/poliklinik (Tidak sanggup membayar biaya
pengobatan di puskesmas/poliklinik).
13
12. Pekerjaan (Pekerjaan dengan pendapatan di bawah Rp600.000 per
bulan).
13. Pendidikan terakhir kepala rumah tangga (tidak sekolah/tidak tamat
sekolah dasar (SD)/hanya SD).
14. Kepemilikan beberapa asset (Tidak memiliki tabungan/barang yang
mudah dijual dengan nilai minimal Rp500.000).
Sementara itu menurut Nugroho (1999), penyebutan masyarakat
miskin dapat diketahu berdasarkan kemampuan pendapatannya dalam
memenuhi standar hidup. Pada prinsipnya, standar hidup di suatu
masyarakat tidak sekedar tercukupinya kebutuhan akan pangan, akan tetapi
juga tercukupinya kebutuhan akan kesehatan maupun pendidikan. Tempat
tinggal ataupun pemukiman yang layak merupakan salah satu dari standar
hidup atau standar kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan kondisi ini, suatu
masyarakat disebut miskin apabila memiliki pendapatan jauh lebih rendah
dari rata-rata pendapatan sehingga tidak banyak memiliki kesempatan
untuk mensejahterakan dirinya (Suryawati, dalam Suryadi, 2016)
Penjelasan mengenai kemiskinan yang dialami masyarakat pedesaan
menurut Clifford Geertz (dalam Supomo, 1976: 78), Petani miskin dan tetap
miskin karena berkaitan dengan involusi pertanian dimana pertumbuhan
penduduk seberapa pun jumlahnya dapat ditampung oleh pertanian padi
sawah karena dikerjakan dengan sangat intensif dan rumit. Namun
demikian, menurut Geertz, petani ibaratnya berjalan di air, tidak maju tetapi
sekedar mempertahankan diri agar tidak tenggelam.
F. DEFINISI KONSEPTUAL
a. Implementasi program
Program merupakan bagian dari kebijakan yang berisi tindakan
yang diusulkan oleh berbagai pihak dalam rangka mengatasi suatu
14
problematika.
Implementasi
sebagai
bentuk
pelaksanaan
suatu
program/kebijakan yang telah ditetapkan berdasarkan undang – undang
dengan kesepakatan bersama para stakeholder yang terlibat untuk mencapai
suatu tujuan. Implementasi program merupakan pelaksanaan suatu program
yang telah ditetapkan/disepakati oleh stakeholder yang bertanggung jawab
agar tujuan dari program tersebut tercapai.
b.
Kemiskinan
Kemiskinan merupakan kondisi dimana penduduk (sekelompok
orang) tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya, kondisi masyarakat
yang disebut miskin tersebut dapat diketahui berdasarkan kemampuan
pendapatan mereka dalam memenuhi standar hidup.
G. DEFINISI OPERASIONAL
a. Implementasi Program
Indikator keberhasilan implementasi suatu program menurut
Grindle (1980):
1. Isi kebijakan (content of policy)
a. Isi program yang berkaitan dengan kepentingan kelompok sasaran
program.
b. Manfaat yang diterima oleh target program.
c. Pihak pelaksana program.
d. Sumberdaya untuk melaksanakan program.
e. Ketepatan letak program yang dilaksanakan.
2. Lingkungan implementasi (context of the implementation)
a. Kekuasaan para stakeholder implementasi.
b. Strategi para stakeholder dalam implementasi.
c. Respon dari target implementasi.
d. Karakteristik intitusi di lingkungan implementesai.
b. Kemiskinan
15
Indikator yang peneliti gunakan untuk mengukur kemiskinan
adalah menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam PSE05 bahwa terdapat
14 variabel-variabel untuk mengukur kemiskinan, antara lain:
1. Luas bangunan.
a. Kurang dari 8 m2 per orang.
2. Jenis lantai.
a. Terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
3. Jenis dinding.
a. Terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah atau tembok
tanpa diplester.
4. Fasilitas buang air besar.
a. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama rumah
tangga lain menggunakan satu jamban
5. Sumber air minum.
a. Air
minum
berasal
dari
sumur/mata
air
yang
tidak
terlindung/sungai/air hujan.
6. sumber penerangan.
a. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
7. Jenis bahan bakar untuk memasak.
a. Bahan
bakar
untuk
memasak
sehari-hari
adalah
kayu
bakar/arang/minyak tanah.
8. Frekuensi membeli daging, ayam, dan susu dalam seminggu.
a.
Hanya mengonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.
9. Frekuensi makan dalam sehari.
a. Hanya mampu makan satu/dua kali dalam sehari.
10. Jumlah stel pakaian baru yang dibeli dalam setahun.
a. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
11. Akses ke puskesmas/poliklinik.
16
a. Tidak
sanggup
membayar
biaya
pengobatan
di
puskesmas/poliklinik.
12. Pekerjaan.
a. Pekerjaan dengan pendapatan di bawah Rp600.000 per bulan.
13. Pendidikan terakhir kepala rumah tangga.
a. Pendidikan terakhir kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat
sekolah dasar (SD)/hanya SD.
14. Kepemilikan beberapa aset.
a. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai
minimal Rp500.000.
H. LITERATUR REVIEW
Berdasarkan hasil penelusuran peneliti terkait penelitian sebelumnya,
peneliti menemukan beberapa penelitian yang setema. Yang pertama adalah
Tesis dengan judul “Pelaksanaan Proyek Penanggulangan Kemiskinan di
Perkotaan (P2KP) sebagai upaya peningkatan pendapatan masyarakat di
Kabupaten Kebumen: Studi Kasus pada Kecamatan Gombong dan Sruweng”
oleh Agus Rianto (2007) dari Magister Ekonomi Pembangunan UGM. Tesis ini
menggunakan metode kuantitatif dengan menganalisis tentang pengaruh
proyek penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP) terhadap peningkatan
pendapatan masyarakat dalam upaya mengatasi kemiskinan dan mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi kelangsungan dana yang digulirkan. Lokasi
penelitian dilakukan pada Kelurahan Gombong Kecamatan Gombong dan Desa
Penusupan Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen. Hasil penelitian ini
menunjukkan P2KP mampu meningkatkan pendapatan masyarakat peserta
program, peningkatan pendapatan dipengaruhi oleh jumlah dana bantuan
langsung ekonomi produktif, jenis usaha dagang dan tempat tinggal (Rianto,
2007).
17
Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan dan persamaan terkait
penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh Agus Rianto. Hal ini dapat dilihat dari apa yang dianalisis dan
metode analisis yang digunakan serta lokasi penelitian. Apa yang dianalisis itu
hampir sama yaitu pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di
Kebumen, hanya saja program yang dianalisis itu berbeda, Agus Rianto
menganalisis program proyek penanggulangan kemiskinan di perkotaan
(P2KP), sedangkan peneliti menganalisis program Unit Pelayanan Terpadu
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (UPT-P2K) dengan metode kualitatif
dan lokasi penelitian tidak hanya di Kelurahan Gombong dan Desa Penusupan
melainkan di Kabupaten Kebumen secara keseluruhan.
Yang kedua adalah Tesis berjudul “Pengaruh pelaksanaan program
PNPM MANDIRI RESPEK dalam upaya Penanggulangan Kemiskinan di
Kabupaten Papua” oleh Henny Kusustin Kartika Jati (2014) dari Magister
Ekonomi Pembangunan UGM. Sama dengan penelitian yang akan peneliti
lakukan, Henny Kusustin dalam tesisnya meneliti tentang pelaksanaan program
penanggulangan kemiskinan, perbedaannya adalah pada program yang diteliti
dan lokasi yang diteliti. Dari Tesis tersebut dapat diketahui jika kemiskinan
yang terjadi di Papua disebabkan oleh kurangnya kuantitas dan kualitas sarana
dan prasarana yang memicu adanya kesenjangan dan keterbelakangan serta
kemiskinan masyarakat Papua. Program RESPEK (Rencana Strategis
Pembangunan Kampung) merupakan program dari Gubernur Provinsi Papua
Bernabas Suebu dalam menanggulangi kemiskinan (Jati, 2014).
Tujuan
umum
dari
program
tersebut
adalah
mempercepat
penanggulangan kemiskinan secara berkesinambungan menuju kemandirian
masyarakat dengan meningkatkan potensi dan kapasitas masyarakat serta
kapasitas kelembagaan masyarakat. Tujuan tersebut selaras dengan tujuan
pemerintah pusat pada saat itu, untuk itu pemerintah Papua dan pemerintah
pusat berkolaborasi secara terus menerus sejak tahun 2007 dalam
18
menanggulangi kemiskinan di Papua. Hasilnya adalah kemiskinan di Papua
dari tahun 2007 hingga tahun 2012 mengalami penurunan. Jadi, berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Henny Kusustin tersebut, kita dapat mengambil
kesimpulan bahwa program-program pengentasan kemiskinan yang bersifat
sistematis berkelanjutan dan partisipatif yang dijalankan oleh pemerintah
secara umum mampu menurunkan angka kemiskinan di Indonesia.
Yang ketiga adalah penelitian “Karakteristik Kemiskinan dan
Penanggulangannya di Kabupaten Sidoarjo” yang dilakukan oleh Sanajhihitu
Sangadji, Totok Wahyu Abadi, dan Luluk Fauziah dari Ilmu Administrasi
Negara dan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
Penelitiannya dilakukan pada tahun 2015 dengan tujuan untuk menganalisis
dan
menjabarkan
karakteristik
kemiskinan,
program
dan
kebijakan
penanggulannya di Kabupaten Sidoarjo. Inilah yang membedakan dengan
penelitian yang akan peneliti lakukan, dalam hal ini peneliti akan meneliti
terkait implementasi suatu program penanggulangan kemiskinan di Kebumen,
sedangkan penelitian tersebut berfokus pada karakteristik kemiskinan, program
dan kebijakan penanggulanganya di Sidoarjo. Tetapi, dari penelitian tersebut
kita dapat mengetahui bahwa program penanggulangan kemiskinan akan efektif
dan tepat sasaran serta benar – benar memberi dampak positif kepada
masyarakat jika program tersebut disesuaikan dengan karakteristik dan
penyebab dari kemiskinan yang terjadi.
Yang keempat adalah penelitian dengan judul “Pengukuran Kinerja
Implementasi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan di Desa Wisata Brayut”
oleh Nila Agistiani Rachman dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Penelitian ini berkaitan dengan PNPM
Mandiri Pariwisata di Desa Wisata Brayut. Dalam penelitian ini, Nila Agistiani
Sebagai peneliti menggunakan dua indicator pengukuran untuk mengukur
kinerja implementasi kebijakan penanggulangan kemiskinan di Desa Wisata
Brayut. Indikator yang pertama adalah policy output yang terdiri dari indicator
19
cakupan, bias, akses dan kesesuaian program dengan kebutuhan. Yang kedua
adalah policy outcomes yang terdiri dari initial outcome, intermediate outcome,
dan long term outcome. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengukuran
dengan menggunakan policy output menghasilkan kesimpulan bahwa
implementasi PNPM Mandiri Pariwisata di Desa Wisata Brayut berkinerja
rendah karena tidak ada indicator yang dapat terlaksana secara efektif. Dengan
menggunakan indicator yang digunakan disimpulkan bahwa PNPM Mandiri
Pariwisata tersebut merupakan program gagal dikarenakan tujuan dari
kebijakan tersebut tidak dapat tercapai (Rachman, 2014).
Persamaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah sama –
sama meneliti terkait dengan program penanggulangan kemiskinan. Tetapi
program yang diteliti itu berbeda dan perbedaan juga terletak pada apa yang
diteliti, jika peneliti akan meneliti implementasi program penanggulangan
kemiskinan, Nilai Agistiani telah melakukan penelitian pada pengukuran
implementasi program penanggulangan kemiskinan.
Literatur review yang kelima adalah penelitian yang berjudul “Faktor –
Faktor
Pendorong
Keberhasilan
Pemerintah
Kabupaten
Siak
dalam
Penanggulangan Kemiskinan di Kecamatan Mempura Kabupaten Siak tahun
2011 – 2015” oleh Endang Setiowati. Penelitian ini merupakan penelitian
dengan tujuan untuk mengetahui factor – factor yang menjadi pendorong
keberhasilan Pemkab Siak dalam menanggulangi kemiskinan di Kecamatan
Mempuran Kabupaten Siak Sri Indrapura. Hasil penelitian ini menunjukkan
adanya SDM dan koordinasi yang baik yang dilakukan oleh Tim
Penanggulangan Kemiskinan Daerah menghasilkan program – program
kemiskinan dapat berjalan sesuai dengan harapan serta angka kemiskinan di
Kecamatan Mempura berkurang (Setiowati, 2015).
20
Table 2 Ringkasan Literatur Review
NO
1
JUDUL
Pelaksanaan
PENULIS
ISI
Proyek Agus Rianto, Menganalisis tentang pengaruh
Penanggulangan
2007
proyek
penanggulangan
Kemiskinan di Perkotaan
kemiskinan di perkotaan (P2KP)
(P2PK
terhadap peningkatan pendapatan
sebagai
peningkatan
upaya
pendapatan
masyarakat
dalam
upaya
masyarakat di Kabupaten
mengatasi
kemiskinan
dan
Kebumen: Studi Kasus pada
mengetahui
faktor-faktor
yang
Kecamatan Gombong dan
mempengaruhi kelangsungan dana
Sruweng.
yang digulirkan dengan Studi
kasus pada Kecamatan Gombong
dan
Sruweng,
Kabupaten
Kebumen.
Hasil penelitian ini menunjukkan
P2KP
mampu
meningkatkan
pendapatan masyarakat peserta
program, peningkatan pendapatan
dipengaruhi oleh jumlah dana
bantuan
langsung
ekonomi
produktif, jenis usaha dagang dan
tempat tinggal.
2
Pengaruh
pelaksanaan Henny
program PNPM MANDIRI Kusustin
RESPEK
dalam
upaya Kartika
Penanggulangan
2014
Program
RESPEK
(Rencana
Strategis Pembangunan Kampung)
Jati, merupakan program dari Gubernur
Provinsi Papua Bernabas Suebu
Kemiskinan di Kabupaten
dalam menanggulangi kemiskinan.
Papua
Tujuan
umum
dari
21
program
tersebut selaras dengan tujuan
pemerintah
pusat
sehingga
pemerintah Papua dan pemerintah
pusat
melakukan
kerjasama.
Hasilnya adalah kemiskinan di
Papua dari tahun 2007 hingga
tahun 2012 mengalami penurunan.
3
Karakteristik
Kemiskinan
dan Penanggulangannya di
Kabupaten Sidoarjo
Sanajhihitu
Sangadji,
Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis
dan
menjabarkan
Totok Wahyu karakteristik kemiskinan, program
Abadi, Luluk
dan kebijakan penanggulannya di
Fauziah, 2015 Kabupaten
Sidoarjo.
Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa
kemiskinan
di
Sidoarjo
lebih
bersifat kultural baik di wilayah
rural maupun di perkotaan.
4
Pengukuran
Implementasi
Kinerja Nila Agistiani Penelitian ini mengukur Kinerja
Kebijakan
Penanggulangan
Rachman,
2013
Implementasi
Kebijakan
Penanggulangan Kemiskinan di
Kemiskinan di Desa Wisata
Desa
Wisata
Brayut
menggunakan
Brayut
dengan
indicator
policy
output dan policy outcomes. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa
pengukuran dengan menggunakan
dua
indicator
tersebut
menghasilkan kesimpulan bahwa
PNPM Mandiri Pariwisata tersebut
merupakan
program
22
gagal
dikarenakan tujuan dari kebijakan
tersebut tidak dapat tercapai.
5
Faktor – Faktor Pendorong
Keberhasilan
Kabupaten
Pemerintah
Siak
dalam
Endang
Setiowati,
2015
Peneliti meneliti factor – factor
yang
menjadi
pendorong
keberhasilan Pemkab Siak dalam
Penanggulangan
menanggulangi
Kemiskinan di Kecamatan
Kecamatan Mempuran Kabupaten
Mempura Kabupaten Siak
Siak
tahun 2011 – 2015
penelitian ini menunjukkan adanya
Sri
kemiskinan
Indrapura.
di
Hasil
SDM dan koordinasi yang baik
yang
dilakukan
Penanggulangan
oleh
Tim
Kemiskinan
Daerah menghasilkan program –
program
kemiskinan
dapat
berjalan sesuai dengan harapan
serta
angka
kemiskinan
Kecamatan Mempura berkurang
23
di
I. METODE PENELITIAN
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Metode penelitian
kualitatif merupakan metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
postpositivisme. Filsafat postpositivisme sebagai paradigma interpretif dan
konstruktif yang memandang realitas social sebagai sesuatu yang
holistic/utuh, kompleks, dinamis, penuh makna, dan hubungan gejalanya
bersifat interaktif (reciprocal) (Sugiyono, 2017). Metode kualitatif
digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang
mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti
yang merupakan nilai dari data yang tampak. Untuk itu hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono,
2017). Penelitian deskriptif sendiri bertujuan untuk (Rahmat, 1985, P.25):
1. Mengumpulkan informasi aktual secara rinci melukiskan gejala yang
ada
2. Mengidentifikasi masalah atau memerikasa kondisi dan praktek yang
berlaku
3. Membuat evaluasi atau perbandingan
4. Menentukan apa yang dilakukan organisasi lain untuk menghadapi
masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk
menetapkan rencana dan kepuasaan di masa yang akan datang.
Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Tujuan penggunaan
metode penelitian kualitatif dalam penelitian ini adalah untuk membuat
deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat, mengetahui secara
mendalam mengenai implementasi program Unit Pelayanan Terpadu
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (UPT-P2K) di Kebumen pada
tahun 2016.
b. Lokasi Penelitian
24
Lokasi penelitian ditetapkan dengan tujuan agar lingkup
permasalahan yang akan diteliti lebih terfokus, sehingga penelitian yang
dilakukan lebih terarah. Dalam penelitian ini terdapat 2 lokasi utama yaitu
Kantor Unit Pelayanan Terpadu Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
(UPT-P2K) dan juga daerah permukiman masyarakat Kebumen.
c. Unit Analisis Penelitian
Unit analisis adalah objek analisis yang dijadikan objek penelitian.
Penelitian ini tentang implementasi program Unit Pelayanan Terpadu
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (UPT-P2K) di Kebumen pada
tahun 2016. Untuk itu peneliti dalam menyusun datanya dengan
mewawancarai para stakeholder terkait yaitu anggota Unit Pelayanan
Terpadu Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (UPT-P2K) dan
penduduk miskin di Kebumen supaya dapat memperoleh data yang relevan
untuk dianalisis.
d. Jenis Data
Data yang dipakai dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu
data primer dan sekunder.
1. Data Primer
Data primer adalah data dan sumber data yang diperoleh langsung
dari sumber asli (tidak melalui perantara). Data primer dapat berupa
opini subjek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi
terhadap suatu benda (fisik), kejadian dan kegiatan, hasil pengujian.
Nama Data
Sumber Data
Teknik Pengumpulan
Data
Program Unit
Ketua pengelola Unit
Wawancara secara
Pelayanan Terpadu
Pelayanan Terpadu
mandalam (in-dept
Percepatan
Percepatan
interview)
Penanggulangan
Penanggulangan
25
Kemiskinan (UPT-
Kemiskinan (UPT-
P2K)
P2K).
Implementasi program
Anggota pelaksana
UPT-P2K di Kebumen Unit Pelayanan
Terpadu Percepatan
Wawancara secara
mandalam (in-dept
interview)
Penanggulangan
Kemiskinan (UPTP2K) dan penduduk
miskin di Kebumen.
Dampak implementasi 1. Penduduk Miskin
Wawancara secara
program UPT-P2K
mendalam (in-dept
terhadap kemiskinan
di Kebumen
2. H. Supangat., SE
di Kebumen.
interview), observasi.
(Kepala Dinas
Sosial dan
Pengendalian
Penduduk dan
Keluarga
Berencana
Kabupaten
Kebumen)
2. Data Sekunder
Data sekunder sebagai pendukung data primer, peneliti dapatkan
dari berbagai surat kabar, artikel, website, e-book, jurnal dan hasil
penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan implementasi
program Unit Pelayanan Terpadu Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan (UPT-P2K) di Kabupaten Kebumen pada Tahun 2016.
e. Teknik Pengumpulan Data
26
Untuk
dapat
memperoleh
data
yang
valid
dan
dapat
dipertanggungjawabkan, maka peneliti menggunakan teknik pengumpulan
data sebagai berikut:
1) Studi Dokumen atau Bahan Pustaka
Dokumentasi merupakan catatan atau karya seseorang
tentang sesuatu yang sudah berlalu. Dokumentasi itu dapat berbentuk
teks tertulis, artefacts, gambar, maupun foto (Yusuf, 2015).
Dokumentasi digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan
data yang telah diolah baik dalam bentuk teks tertulis, artefacts,
gambar, maupun foto tentang implementasi program Unit Pelayanan
Terpadu Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (UPT-P2K) di
Kabupaten Kebumen pada Tahun 2016 yang dapat membantu dalam
data penelitian.
2) Wawancara
Wawancara adalah salah satu teknik yang dapat digunakan
untuk mengumpulkan data penelitian. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa wawancara (interview) adalah suatu kejadian atau
suatu proses interaksi antara pewawancara (interviewer) dan sumber
informasi atau orang yang diwawancarai (interviewees) melalui
komunikasi langsung (Yusuf, 2015). Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan teknik wawancara secara mendalam (indepth
interview). Wawancara mendalam adalah proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil
bertatap muka antara pewawancara dan informan (Bungin, 2007).
Wawancara digunakan untuk memperoleh informasi tentang
implementasi
program
Unit
Pelayanan Terpadu Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (UPT-P2K) di Kabupaten Kebumen
pada Tahun 2016.
f. Teknik Analisis Data
27
Teknik analisis data merupakan cara yang digunakan oleh
peneliti dalam proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara dan studi dokumentasi yang
dilakukan. Karena penelitian ini adalah penelitian kualitatif makan
analisis data dalam penelitian ini bersifat induktif (Sugiyono, 2017).
Terdapat tiga analisis data yang dilakukan oleh peneliti yaitu:
1. Analisi Sebelum di Lapangan
Peneliti melakukan analisis ini sebelum terjun ke
lapangan yaitu dengan menganalisis hasil studi terdahulu dan
menganalisis data sekunder. Analisis hasil studi terdahulu
penulis cantumkan dalam literature review proposal penelitian
ini.
2. Analisis Data Selama di Lapangan dan Setelah di Lapangan
Analisis data di lapangan merupakan analisis data
yang dilakukan peneliti pada saat pengumpulan data
berlangsung. Sedangkan analisis data setelah di lapangan
adalah analisis data yang dilakukan setelah pengambilan data
di lapngan. Teknik yang digunakan peneliti disini adalah teknik
analisis data model Miles dan Huberman. Langkah – langkah
dalam teknik analisis ini terdiri dari reduksi data, penyajian
data, dan kesimpulan/verifikasi. Reduksi data adalah kegiatan
pemilihan, penyederhanaan data – data yang diperoleh. Dalam
hal ini peneliti melakukan pemilihan data – data yang akan
peneliti gunakan dan tidak akan digunakan. Tentunya data
yang dimaksud di sini adalah data yang berkaitan dengan
implementasi program Unit Pelayanan Terpadu Percepatan
Penanggulangan
Kemiskinan (UPT-P2k)
di
Kabupaten
Kebumen tahun 2016.
28
Penyajian data merupakan kegiatan penyajian data
dengan bentuk uraian singkat atau bagan supaya memudahkan
peneliti
memahami
apa
yang
terjadi.
Sedangkan
kesimpulan/verifikasi merupakan proses proses penarikan
kesimpulan oleh peneliti berdasarkan analis yang dilakukan
oleh peneliti terhadap data – data dalam penelitian
implementasi program Unit Pelayanan Terpadu Percepatan
Penanggulangan
Kemiskinan (UPT-P2k)
di
Kabupaten
Kebumen tahun 2016.
29
J. DAFTAR PUSTAKA
Jati, H. K. (2014). Pengaruh pelaksanaan program PNPM MANDIRI RESPEK
dalam upaya Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Papua.
Thesis. Universitas Gajah Mada.
Khomsan, A. (2015). Indikator Kemiskinan dan Misklasifikasi Orang Miskin.
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Priyadila, B. (2013). Implementasi Kebijakan Dana Bantuan Operasional
Sekolah di Kabupaten Kudus Tahun 2011 (Studi Kasus Dinas
Pendidikan Kabupaten Kudus). Yogyakarta.
Rachman, N. A. (2014). Pengukuran Kinerja Implementasi Kebijakan
Penanggulangan Kemiskinan di Desa Wisata Brayut. Jurnal
Kebijakan & Administrasi Publik, 18(2), 145–164.
Ramdhani, Abdullah; dan Ramdhani, M. A. (2017). Konsep Umum
Pelaksanaan Kebijakan Publik. Jurnal Publik, 11, 1–12.
Rianto, A. (2007). Pelaksanaan Proyek Penanggulangan Kemiskinan di
Perkotaan
(P2KP) sebagai upaya peningkatan pendapatan
masyarakat di Kabupaten Kebumen: Studi Kasus pada Kecamatan
Gombong dan Sruweng. Thesis. Universitas Gajah Mada.
Setiowati, E. (2015). Faktor-Faktor Pendorong Keberhasilan Pemerintah
Kabupaten Siak Dalam Penanggulangai Kemiskinan Di Kecamatan
Mempura Kabupaten Siak (Tahun 2011-2015). Jom Fisip Vol. 5 No.
1 – April 2018, 5(10).
Sidik, F. (2015). Implementasi Program Jaminan Pendidikan Daerah di Kota
Yogyakarta. Jurnal Kebijakan & Administrasi Publik, 19(1), 27–42.
Subarsono, A. . (2011). Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori, dan
30
Aplikasi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung: Penerbit Alfabeta.
tanggulangi-jumlah-warga-miskin-perangkat-desa-kebumen-bisa-laporonline
@
news.detik.com.
(n.d.).
Retrieved
from
https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/3014573/tanggulangijumlah-warga-miskin-perangkat-desa-kebumen-bisa-lapor-online
diakses tanggal 9 Oktober 2017 Pukul 20.25 WIB.
Yusuf, A. M. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, & Penelitian
Gabungan. Jakarta: Prenadamedia Group.
Zatriyanssa, Afin, 2016. Skripsi: Implementasi Peraturan UU N0 24 Tahun
2011 Terhadap Kepuasan Layanan BPJS Kesehatan Tahun 20142014 (Studi Kasus di RSU PKU Muhammadiyah Bantul), Jurusan
Ilmu Pemerintahan, FISIPOL UMY, Yogyakarta.
Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen No 06 Tahun 2016
Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2012 tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan
RPJMD Kabupaten Kebumen tahun 2016 - 2021
31