Berjalan Meraup Hidayah | Ma'had al-Mubarok

  Berjalan Penyusun :

  Redaksi al-mubarok.com

  Meraup Hidayah ~ Anugerah bagi Kaum Beriman

  Kaum muslimin yang dirahmati Allah, seorang

  Daftar Isi :

  muslim telah mendapatkan anugerah yang sangat besar dari Allah berupa hidayah. Hidayah untuk

  • Anugerah Bagi Kaum Beriman

  memeluk Islam. Hidayah untuk tunduk mengikuti

  • Meneladani Sang Nabi

  ajaran Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa

  • Ampuni Dosaku…

  sallam. Tentu saja, ini adalah nikmat yang sangat

  • Subhanallahi Wa Bihamdihi - Kebaikan Dunia dan Akhirat besar. Allah berfirman (yang artinya), “Sungguh

  Allah telah memberikan anugerah kepada

  • Diantara Jari Jemari Allah - Keutamaan Doa dan Dzikir orang-orang beriman ketika Allah mengutus di
  • Beramal Sebelum Datangnya Fitnah

  tengah-tengah mereka seorang rasul dari kalangan

  • Sebagian Hadits Tentang Khawarij

  mereka yang membacakan kepada mereka

  • Tujuan Utama Dakwah Islam

  ayat-ayat-Nya, menyucikan mereka, dan

  • Karakter Pengikut Manhaj Salaf

  mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan

  • Menempuh Jalan Keselamatan

  al-Hikmah (as-Sunnah), padahal sebelumnya

  • Keutamaan Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali

  mereka benar-benar berada dalam kesesatan yang

  • Diam Yang Menyelamatkan

  sangat nyata.” (Ali 'Imran : 164)

  • Dosa Besar Yang Paling Besar - Tebarkan Rahmat

  Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, bahwa

  • Keutamaan Kalimat Tauhid

  maksud dari 'menyucikan mereka' adalah dengan

  • Meninggalkan Syirik

  memerintahkan yang ma'ruf dan melarang dari

  • Hak Allah atas Setiap Hamba

  yang mungkar sehingga dengan sebab itu

  • Sepertiga al-Qur’an

  menjadi bersih jiwa-jiwa mereka dan tersucikan

  • Ridha Allah Sebagai Rabb

  dari kotoran dosa dan keburukan yang dahulu

  • Keagungan Syahadat Laa Ilaha illallah

  melekat pada diri mereka ketika masih musyrik

  • Mari Berpuasa…

  dan hidup di masa jahiliyah. Di dalam ayat ini Allah

  • Keutamaan Wudhu dan Sholat - Puasa Itu Untuk-Ku juga menjelaskan salah satu tugas rasul itu adalah
  • Keutamaan Membangun Masjid membacakan kepada umatnya al-Kitab
  • Kewajiban Puasa Ramadhan

  al-Hikmah; yang dimaksud ialah al-Qur'an dan

  • Sedikit Faidah Seputar Hadits Niat

  as-Sunnah (lihat Tafsir Ibnu Katsir, 2/158)

  • Tetesan Faidah Hadits Niat - Dan Tsabit Pun Tinggal di Rumahnya…

  Syaikh as-Sa'di rahimahullah menjelaskan, bahwa

  • Penghapus Dosa

  maksud dari 'menyucikan mereka' adalah

  • Belajar Memahami Ikhlas

  membersihkan diri mereka dari syirik, maksiat,

  • Malu Kepada Allah

  perbuatan dan perilaku yang rendah dan tercela

  • Membela al-Qur’an dengan Cara al-Qur’an

  serta segala macam akhlak yang buruk (lihat Taisir

  • Umat Yang Jujur

  al-Karim ar-Rahman, hlm. 155)

  • Makan dan Minum dengan Tangan Kiri - Bacaan Keluar Kamar Kecil

  Perkara yang ma'ruf itu adalah segala sesuatu

  • Hukum Berjualan di Masjid

  yang telah dikenali dan ditetapkan oleh syari'at

  • Anjuran Sholat Sunnah di Rumah

  berupa ibadah-ibadah dalam bentuk ucapan

  • Berwudhu Untuk Sholat

  maupun perbuatan yang tampak maupun yang tersembunyi. Adapun perkara yang mungkar itu adalah segala hal yang ditolak oleh syari'at berupa berbagai bentuk maksiat, kekafiran, kefasikan, kebohongan, ghibah, namimah, dsb (lihat keterangan Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah dalam Syarh Riyadhus Shalihin, 1/688) Syaikh Utsaimin juga menjelaskan, bahwa sesuatu yang mungkar itu adalah segala hal yang dilarang oleh Allah dan rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa

  sallam. Ia disebut mungkar 'sesuatu yang

  diingkari' karena pelakunya diingkari ketika hendak melakukan perbuatan itu (lihat Syarh

  al-Arba'in an-Nawawiyah, hlm. 333)

  Di dalam keterangan lainnya, Syaikh Utsaimin juga menegaskan bahwasanya perkara yang mungkar itu adalah segala sesuatu yang diharamkan oleh Allah atau rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam (lihat ad-Durrah as-Salafiyah, hlm. 236) Para ulama juga menjelaskan, bahwasanya perkara yang ma'ruf itu mencakup segala bentuk ketaatan, dan ketaatan yang paling agung adalah dengan beribadah kepada Allah semata dan memurnikan ibadah untuk-Nya serta meninggalkan penghambaan kepada selain-Nya. Kemudian setelah itu dikuti segala amal yang wajib dan mustahab. Adapun perkara mungkar meliputi segala sesuatu yang dilarang Allah dan rasul-Nya seperti maksiat, bid'ah, dsb. Dan kemungkaran yang paling besar ialah syirik kepada Allah 'azza

  wa jalla (lihat penjelasan Syaikh Abdussalam

  as-Suhaimi hafizhahullah dalam Kun Salafiyan

  'alal Jaddah, hlm. 62)

  Dari beberapa nukilan dan petikan faidah keterangan di atas, dapatlah kita tarik kesimpulan-kesimpulan yang sangat berharga bagi kita. Diantaranya adalah; bahwa Rasulullah

  shallallahu 'alaihi wa sallam diutus kepada umat

  manusia untuk menegakkan amar ma'ruf dan nahi mungkar. Dengan inilah akan tersucikan jiwa dan perilaku manusia dari segala perbuatan dan sifat-sifat tercela. Semua bentuk sifat dan perbuatan tercela dilarang oleh agama dan disebut sebagai hal yang mungkar. Dan diantara kemungkaran itu yang paling berat dan paling berbahaya adalah syirik kepada Allah jalla wa 'ala. Dengan demikian, mendakwahkan tauhid merupakan bagian dari amar ma'ruf yang paling wajib dan paling utama. Termasuk dalam nahi mungkar juga adalah dengan melarang berbagai bentuk perbuatan dan keyakinan yang tidak ada tuntunannya alias bid'ah. Oleh sebab itulah dakwah Islam -dakwah menuju kejayaan Islam- tidak mungkin terwujud kecuali dengan mendidik manusia dengan tauhid serta membersihkan mereka dari segala kotoran syirik dan bid'ah. Dakwah inilah yang dahulu telah mempersatukan para sahabat -generasi terbaik umat ini- di bawah asuhan tangan Nabi akhir zaman sang teladan terbaik shallallahu 'alaihi wa

  sallam. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Malik rahimahullah, “Tidak akan memperbaiki keadaan generasi akhir umat ini kecuali dengan apa-apa yang telah memperbaiki keadaan generasi awalnya.”

  Dan suatu hal yang telah dimaklumi bersama, bahwasanya untuk menegakkan dakwah dibutuhkan bekal ilmu. Ilmu tentang syari'at, ilmu tentang metode berdakwah yang benar, dan ilmu tentang keadaan orang-orang yang didakwahi. Para ulama kita telah menegaskan, bahwa barangsiapa melakukan suatu amalan tanpa ilmu maka tentu kerusakan yang ditimbulkannya jauh lebih besar daripada kebaikan yang dia hasilkan. Demikian pula dakwah. Barangsiapa berdakwah atau menegakkan amar ma'ruf dan nahi mungkar tanpa ilmu niscaya keburukan yang ditimbulkan olehnya akan lebih besar atau lebih banyak daripada kebaikan yang didapatkan.

  ~ Meneladani Sang Nabi

  Allah berfirman (yang artinya), “Sungguh telah ada

  bagi kalian pada diri Rasulullah teladan yang indah (uswah hasanah) yaitu bagi orang yang mengharapkan Allah dan hari akhir serta banyak mengingat Allah.” (al-Ahzab : 21)

  Muhammad bin 'Ali at-Tirmidzi rahimahullah mengatakan, “Beruswah kepada rasul maksudnya adalah meneladani beliau, mengikuti sunnah/ajarannya, dan meninggalkan tindakan

  turunkan kepadamu adz-Dzikr (al-Qur'an) supaya kamu jelaskan kepada manusia apa-apa yang telah diturunkan kepada mereka itu, dan mudah-mudahan mereka mau memikirkan.”

  “Barangsiapa taat kepadaku niscaya dia masuk surga, dan barangsiapa yang durhaka kepadaku maka dia lah orang yang enggan -masuk surga-.”

  (HR. Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu)

  ~ Kedudukan Hadits Nabi

  Allah berfirman (yang artinya), “Sungguh Allah

  telah memberikan karunia kepada orang-orang beriman, ketika Allah utus di tengah-tengah mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, dia membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah (as-Sunnah), dan sesungguhnya mereka itu sebelumnya benar-benar berada dalam kesesatan yang amat nyata.” (Ali

  'Imran : 164) Sesungguhnya hadits/sabda Nabi merupakan penjelas bagi ayat-ayat al-Qur'an. Allah Ta'ala berfirman (yang artinya), “Dan telah Kami

  • sambil melihat Hajar Aswad-, “Demi Allah!Sesungguhnya kamu ini adalah batu, tidak bisa mendatangkan manfaat dan mudharat. Kalaulah bukan karena aku melihat Rasulullah

  (an-Nahl : 44) Apa-apa yang disampaikan oleh Nabi shallallahu

  'alaihi wa sallam pada hakikatnya adalah wahyu

  dari Allah. Sehingga hadits adalah wahyu

  • meskipun lafalnya dari Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam- sebagaimana al-Qur'an adalah wahyu. Allah Ta'ala berfirman (yang artinya), “Dan

  tidaklah dia -Muhammad- itu berbicara dari hawa nafsunya. Tidaklah yang dia ucapkan melainkan wahyu yang diwahyukan kepadanya.” (an-Najm :

  3-4)

  Kembali Kepada al-Qur'an dan Hadits

  Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Hai

  Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

  radhiyallahu'anhu)

  Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah

  “Barangsiapa menaatiku sungguh dia telah menaati Allah, dan barangsiapa durhaka kepadaku sungguh dia telah durhaka kepada Allah...” (HR.

  Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

  menentang rasul setelah jelas baginya petunjuk dan dia mengikuti selain jalan orang-orang beriman, Kami akan membiarkan dia terombang-ambing dalam kesesatan yang dia pilih, dan Kami akan memasukkannya ke dalam neraka Jahannam, dan sungguh Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (an-Nisaa' : 115)

  Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa

  asy-Syifaa, hlm. 487)

  niscaya aku pun tidak akan menciummu.” (lihat

  shallallahu 'alaihi wa sallam menciummu maka

  Sesungguhnya aku takut apabila aku tinggalkan sedikit saja dari ajaran beliau maka aku menjadi sesat/menyimpang.” (HR. Bukhari dan Muslim) Umar bin Khaththab radhiyallahu'anhu berkata

  'alaihi wa sallam, kecuali hal itu pasti aku kerjakan.

  (an-Nuur : 63) Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu'anhu berkata, “Aku tidak akan pernah membiarkan sesuatu yang dahulu diamalkan oleh Rasulullah shallallahu

  takut orang-orang yang menyelisihi dari perintah/ajaran rasul itu, karena mereka akan tertimpa suatu fitnah/malapetaka, atau akan menimpa mereka azab yang sangat pedih.”

  31) Allah berfirman (yang artinya), “Hendaklah merasa

  kalian benar-benar mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali 'Imran :

  yang menyelisihinya baik berupa ucapan maupun perbuatan.” (lihat asy-Syifaa, hlm. 479) Allah berfirman (yang artinya), “Katakanlah; Jika

  orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah rasul serta ulil amri diantara kalian. Kemudian apabila kalian berselisih dalam suatu perkara hendaklah kalian kembalikan kepada Allah dan Rasul, jika kalian benar-benar beriman kepada

  Allah dan hari akhir, hal itu lebih baik bagi kalian dan lebih bagus hasilnya.” (an-Nisaa': 59)

  sesungguhnya aku telah menzalimi diriku dengan banyak kezaliman. Dan tidak ada yang bisa mengampuni dosa selain Engkau. Oleh sebab itu ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu, dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (HR. Bukhari dan Muslim) (lihat Fiqh al-Ad'iyyah wal Adzkar oleh Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah, 3/158) Bahkan, menjelang wafatnya Nabi shallallahu

  artinya, “Maha Suci Engkau ya Allah, dan dengan senantiasa memuji-Mu. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan -yang benar- selain Engkau, aku mohon ampunan kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu.” (HR. Abu Dawud dan disahihkan al-Albani dalam Sahih at-Targhib) (lihat Fiqh

  'Sub-haanakallahumma wabihamdika asyhadu anlaa ilaha illa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaik'

  majelis/pertemuan beliau pun berdoa di akhirnya,

  wa sallam apabila selesai dari suatu

  “Ya Allah, ampunilah aku dan rahmatilah aku, dan kumpulkanlah diriku bersama ar-Rafiq al-A'la (teman-teman yang termulia).” (HR. Bukhari dan Muslim) (lihat Fiqh al-Ad'iyyah wal Adzkar, 3/226) Telah menjadi kebiasaan Nabi shallallahu 'alaihi

  war-hamnii, wa al-hiqnii bir rafiiqil a'laa' artinya,

  ampunan dari-Nya. Sebagaimana diriwayatkan oleh 'Aisyah radhiyallahu'anha bahwa beliau mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa menjelang wafatnya, 'Allahummaghfirlii

  'alaihi wa sallam berdoa kepada Allah memohon

  zhulman katsiiraa, wa laa yaghfirudz dzunuuba illa anta, faghfir lii maghfiratan min 'indik war-hamnii, innaka antal ghafuurur rahiim' artinya, “Ya Allah,

  Imam Ibnu Katsir rahimahullah di dalam tafsirnya (2/345) berkata, “Ini adalah perintah dari Allah

  Allah, ampunilah dosaku semuanya; yang kecil maupun yang besar, yang awal hingga yang terakhir, yang tampak maupun yang tersembunyi.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu) Salah satu bacaan doa yang diajarkan untuk dibaca ketika sholat -bisa dibaca ketika sujud atau setelah tasyahud- ialah doa yang diajarkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu'anhu. Doa itu berbunyi 'Allahumma inni zhalamtu nafsii

  lii dzanbii kullah, diqqahu wa jillah, awwalahu wa aakhirah, wa 'alaaniyyatahu wa sirrah' artinya, “Ya

  oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di dalam sujudnya, yaitu beliau membaca 'Allahummaghfir

  wal Adzkar (3/149) sebuah doa yang sering dibaca

  Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah menyebutkan di dalam bukunya Fiqh al-Ad'iyyah

  al-Qur'an al-'Azhim [2/346]) ~ Ampuni Dosaku...

  diperselisihkan oleh umat manusia; dalam hal pokok-pokok ataupun cabang-cabang agama, hendaklah persengketaan itu dikembalikan kepada al-Kitab dan as-Sunnah... Sehingga apapun yang telah ditetapkan oleh Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya serta dipersaksikan/dibuktikan oleh keduanya akan kebenarannya maka itulah kebenaran/al-Haq. Dan tidak ada setelah kebenaran melainkan itu adalah kesesatan...” Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Telah sepakat para ulama terdahulu [salaf] dan belakangan [kholaf] bahwasanya maksud dari kembali kepada Allah adalah dengan mengembalikan kepada Kitab-Nya, sedangkan kembali kepada Rasul adalah dengan mengembalikan kepada beliau semasa hidupnya dan kepada Sunnahnya setelah beliau wafat.” (lihat dalam adh-Dhau' al-Munir 'ala at-Tafsir [2/236]) Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengomentari ayat di atas, “Hal ini menunjukkan bahwa barangsiapa yang tidak mau berhukum dalam hal-hal yang diperselisihkan kepada al-Kitab dan as-Sunnah serta tidak merujuk kepada keduanya dalam menyelesaikan masalah itu, pada hakikatnya dia bukanlah orang yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir.” (lihat Tafsir

  'azza wa jalla, bahwasanya segala perkara yang

  al-Ad'iyyah wal Adzkar, 3/305) Wahai saudaraku -semoga Allah berikan taufik kepada kami dan anda- lihatlah bagaimana manusia yang paling berilmu dan paling bertakwa seperti Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam saja senantiasa beristighfar dan bertaubat kepada Allah. Padahal beliau adalah beliau.... Lalu bagaimana lagi dengan kita ini; bukankah kita lebih butuh kepada istighfar dan taubat?!

  ~ Subhanallahi Wa Bihamdihi Bismillah.

  Ibnu Hajar rahimahullah membawakan hadits dalam Bulughul Maram dari Abu Hurairah

  radhiyallahu'anhu : Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mengucapkan 'subhanallahi wa bihamdih' seratus kali niscaya akan terhapus dosa-dosanya (dosa-dosa kecil) walaupun ia seperti banyaknya buih lautan.”

  (Muttafaq 'alaih) Makna ucapan subhanallah (maha suci Allah) adalah : tersucikannya Allah dari segala sesuatu yang tidak pantas baginya, baik berupa sekutu, teman/istri, anak, dan segala sesuatu yang tidak layak bagi-Nya. Yang dimaksud dosa-dosa di sini adalah dosa-dosa kecil, karena dosa besar tidak bisa terhapus kecuali dengan taubat. Keutamaan semacam ini hanya diperoleh bagi orang-orang yang komitmen dalam beragama, bukan bagi orang-orang yang senantiasa memperturutkan segala keinginan hawa nafsunya dan suka menerjang larangan-larangan Allah (lihat keterangan Imam ash-Shan'ani rahimahullah dalam Subul as-Salam, 4/2097-2098) Imam Bukhari rahimahullah mencantumkan hadits ini di dalam Sahih-nya dalam kitab ad-Da'awaat dan memberi judul dengan bab 'Keutamaan Tasbih'. Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan bahwa istilah tasbih juga digunakan untuk menyebut segala bentuk ucapan dzikir dan bisa juga dipakai untuk menyebut sholat sunnah. Keutamaan yang disebutkan di dalam hadits tersebut bisa diraih apabila terpenuhi dua syarat :

  Pertama; menjauhi segala bentuk dosa besar

  yaitu dengan menunaikan segala kewajiban dan meninggalkan semua keharaman. Kedua; tidak terus-menerus dalam melakukan dosa kecil (lihat keterangan Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihi

  hafizhahullah dalam Min-hatul Malik al-Jalil,

  11/320-321) Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihi hafizhahullah juga menerangkan bahwa yang dimaksud oleh hadits ini adalah orang yang mengucapkan kalimat tersebut -subhanallahi wa bihamdihi- sebanyak seratus sekali secara berturut-turut, bukan secara terpisah-pisah atau dicicil. Bacaan ini bisa dibaca ketika awal siang atau di pagi hari, bisa juga dibaca ketika sore hari atau di awal malam (lihat

  Min-hatul Malik al-Jalil Syarh Shahih Muhammad ibn Isma'il, 11/321)

  Di dalam bacaan dzikir ini telah tergabung dua bentuk dzikir yaitu tasbih dan tahmid. Sehingga di dalam bacaan ini kita diajari untuk menyucikan Allah dari segala sifat kekurangan dan aib serta untuk memuji Allah atas segala nikmat yang dilimpahkan-Nya kepada kita (lihat keterangan Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah dalam Tas-hil al-Ilmam, 6/316) Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah menjelaskan bahwa pujian atau al-hamd adalah menyebut-nyebut sifat-sifat terpuji pada Dzat yang disanjung -yaitu Allah- yang disertai dengan perasaan cinta dan pengagungan kepada-Nya (lihat Syarh Manhaj al-Haq, hlm. 19) Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah juga menjelaskan bahwa ucapan tahmid -alhamdulillah atau wa bihamdihi dsb- mengandung penetapan segala macam kesempurnaan pada diri Allah baik dalam hal nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, maupun perbuatan-perbuatan-Nya (lihat kitab beliau Fadha'il al-Kalimat al-Arba', hlm. 23) Suatu pujian tidaklah dikatakan pujian yang sempurna kepada Allah kecuali apabila disertai dengan kecintaan dan ketundukan kepada-Nya. Suatu pujian yang tidak diiringi dengan kecintaan dan ketundukan maka itu bukanlah pujian yang sempurna (lihat keterangan Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di rahimahullah dalam Taisir

  al-Lathif al-Mannan, hlm. 10) Disebutkan dalam hadits sahih riwayat Imam Muslim, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa

  sallam bersabda, “Bahwa ucapan yang paling Allah cintai adalah 'subahanallahi wa bihamdihi'.”

  1/128) Ucapan alhamdulillah merupakan doa yang paling utama, sedangkan ucapan laa ilaha illallah adalah kalimat dzikir yang paling utama. Dari Jabir bin

  mukmin melihat dosa-dosanya seperti orang yang duduk di bawah gunung; dia khawatir gunung itu akan hancur menimpa dirinya...” Semoga catatan singkat ini bermanfaat bagi kita.

  Kita tidak boleh meremehkan dosa walaupun itu bukan dosa besar. Karena dosa-dosa kecil itu apabila dibiarkan akan membinasakan pelakunya, terlebih lagi jika kita juga meremehkannya. Ibnu Mas'ud radhiyallahu'anhu berkata, “Seorang

  Dan yang tidak kalah penting daripada itu adalah bahwa kalimat ini -subhanallahi wa bihamdihi- memberikan faidah bagi kita untuk selalu bersyukur kepada Allah atas nikmat-Nya yang tidak terhingga dan untuk terus beribadah kepada-Nya dengan ikhlas serta menjauhi syirik. Kita pun harus cinta dan tunduk kepada Allah dengan sepenuhnya. Di sisi lain kita harus terus bertaubat dari dosa dan kesalahan kita, karena dosa-dosa itu akan terhapus dengan sempurna jika kita meninggalkan dan bertaubat dari dosa besar maupun dosa kecil.

  Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Majah) Apabila kita telah memahami bahwa di dalam kalimat subhanallah terkandung penyucian atas diri Allah dari segala hal yang tidak pantas bagi-Nya -dan salah satunya adalah penyucian Allah dari segala bentuk sekutu dan sesembahan tandingan- jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya di dalam kalimat subhanallah telah terkandung pula makna kalimat laa ilaha illallah. Sebagaimana Allah juga terpuji karena keesaan-Nya dalam hal ibadah; sehingga kita memuji-Nya. Oleh sebab itulah -wallahu a'lam- mengapa di dalam hadits di atas -dalam riwayat Muslim- disebutkan bahwa kalimat subhanallahi wa bihamdihi merupakan ucapan yang paling dicintai oleh Allah.

  'alaihi wa sallam bersabda, “Dzikir yang paling utama adalah laa ilaha illallah sedangkan doa yang paling utama adalah alhamdulillah.” (HR.

  Abdillah radhiyallahu'anhu, Rasulullah shallallahu

  radhiyallahu'anhuma berkata, “Ucapan alhamdulillah merupakan kalimat setiap orang yang bersyukur.” (lihat Tafsir al-Qur'an al-'Azhim,

  (lihat Kitab adz-Dzikr wa ad-Du'aa' karya Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah, hlm. 10) Dianjurkan pula untuk membaca 'subhanallahi wa

  Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan dalam tafsirnya, bahwa sahabat Ibnu 'Abbas

  Ma'alim at-Tanzil, hlm. 9)

  Suatu pujian yang disebut dengan al-hamd bisa mengandung dua makna; pujian atas nikmat dan ini termasuk dalam cakupan syukur, atau bermakna pujian atas kesempurnaan sifat yang dimiliki oleh Allah. Syukur terwujud dengan adanya nikmat, sementara pujian/hamd terwujud dengan adanya limpahan nikmat maupun sebab-sebab yang lain. Oleh sebab itu hamd/pujian lebih luas daripada syukur. Dengan demikian setiap orang yang ber-tahmid/memuji Allah -dengan lisan- sedang bersyukur kepada-Nya, tetapi tidak setiap orang yang bersyukur dalam keadaan ber-tahmid dengan lisan; karena syukur juga bisa berbentuk keyakinan hati dan amal perbuatan badan (lihat keterangan Imam al-Baghawi rahimahullah dalam tafsirnya

  'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa membaca ketika pagi dan sore 'subhanallahi wa bihamdihi' seratus kali maka tidak ada seorang pun yang datang pada hari kiamat dengan sesuatu yang lebih utama daripada apa yang dia bawa kecuali orang yang melakukan seperti apa yang dia lakukan atau menambah padanya.” (lihat Kitab adz-Dzikr wa ad-Du'aa', hlm. 13)

  berdasarkan hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, Rasulullah shallallahu

  bihamdihi' seratus kali setiap pagi dan sore

  Wallahul muwaffiq.

  ~ Kebaikan Dunia dan Akhirat Bismillah.

  beliau panjatkan ini demi kebaikan orang-orang yang membaca risalahnya dan mendengar pembacaan kitab itu… Apabila Allah telah menjadi penolong seorang hamba di dunia dan di akhirat maka Allah akan membimbingnya keluar dari berbagai kegelapan menuju cahaya; dari kegelapan syirik menuju cahaya tauhid, dari kegelapan kekafiran menuju cahaya iman, dari gelapnya bid’ah menuju terangnya sunnah, dan dari gelapnya maksiat menuju cahaya ketaatan… Di dalam doa nabi tersebut juga terkandung faidah peringatan akan bahaya neraka dan sebab-sebab yang menjerumuskan manusia ke dalamnya, serta motivasi untuk menempuh jalan-jalan yang akan mengantarkan manusia untuk bahagia di dunia dan di akhirat. Oleh sebab itu setiap pagi ba’da subuh Nabi shallallahu ‘alaihi

  Maka, sebenarnya Allah menghendaki kita untuk bahagia dengan memerintahkan kita beribadah kepada-Nya dan meninggalkan syirik. Allah turunkan Kitab-Nya untuk membimbing manusia agar meniti jalan menuju bahagia. Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengkuti

  Oleh sebab itu para ulama merumuskan tiga pilar bahagia; yaitu mensyukuri nikmat, bersabar menghadapi musibah, dan bertaubat dari dosa-dosa. Ringkasnya kebahagiaan itu hanya bisa diraih dengan ketaatan beribadah kepada Allah. Ibadah yang tegak di atas keikhlasan. Ibadah yang berlandaskan kecintaan dan pengagungan. Ibadah yang menumbuhkan rasa takut dan harap di dalam hati pelakunya. Ibadah yang dikerjakan murni demi mencari wajah Allah, bukan karena ingin mendapatkan ucapan terima kasih atau imbalan atas kebaikannya.

  Hal ini seolah menjadi bantahan bagi sebagian orang yang menilai bahwa kebahagiaan sejati itu diukur dengan keelokan rupa dan kebugaran tubuh. Sebab pada hakikatnya kebahagiaan hakiki adalah yang berangkat dan mengalir dari dalam hati.

  shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada jasad atau rupa kalian; akan tetapi Allah melihat kepada hati dan amal-amal kalian.” (HR. Muslim).

  bermanfaat, rezeki yang baik dan amal yang diterima; karena inilah sebab-sebab kebahagiaan hamba. Karena itulah tidak heran mengapa Nabi

  wa sallam juga berdoa meminta ilmu yang

  rahimahullah di bagian awal risalahnya Qawa’id Arba’, “Semoga Allah menjadi penolongmu di dunia dan di akhirat…” Betapa indah doa yang

  Salah satu doa yang sering dibaca oleh Rasul

  dunia itu mencakup ilmu yang bermanfaat, amal salih, iman, tauhid, kesehatan dan keselamatan/afiyat, rezeki yang halal, dan istri yang salihah (lihat Minhatul Malik, 11/289) Sebagian ulama yang lain menafsirkan bahwa kebaikan dunia itu secara ringkas terangkum dalam dua hal; yaitu ilmu dan ibadah. Sedangkan kebaikan di akhirat adalah surga. Hadits tersebut juga memberikan faidah bahwa semestinya seorang muslim memiliki cita-cita yang tinggi; yaitu meraih kebaikan di dunia dan di akhirat. Oleh sebab itu hendaknya seorang muslim memperbanyak doa ini diantara doa-doa yang ia panjatkan setiap harinya kepada Allah. Doa ini mengingatkan kita akan sebuah doa yang dipanjatkan oleh Syaikh Muhammad at-Tamimi

  hafizhahullah menjelaskan bahwa kebaikan di

  bin Malik radhiyallahu’anhu yang tercantum di dalam Sahih Muslim. Doa ini berisi permintaan kepada Allah agar memberikan kepada kita kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari rahimahullah dalam Sahihnya di kitab ad-Da’awaat. Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihi

  hasanah dst.’ sebagaimana diriwayatkan oleh Anas

  disebutkan ‘Allahumma aatinaa fid dun-ya

  shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ‘Rabbana aatina fid dun-ya hasanah wa fil akhirati hasanah wa qinaa ‘adzaban naar…’ dalam sebagian riwayat

  petunjuk-Ku niscaya tidak akan sesat dan tidak pula celaka.” (Thaha : 123)

  • seorang periwayat- pun membaca ayat (yang artinya), “Wahai Rabb kami, janganlah Engkau

  kita betapa pentingnya memperhatikan keadaan hati. Sebab baiknya hati akan membuahkan baiknya ucapan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, rusaknya hati akan membuahkan kerusakan pada ucapan dan perilaku. Oleh sebab itu setiap muslim butuh kepada pertolongan Allah agar meluruskan dan meneguhkan hatinya di atas kebenaran. Sebab tanpa bantuan dari Allah tidak akan mungkin hatinya bisa tegak di atas Islam dan Sunnah. Di dalam hadits ini juga terkandung pelajaran bahwasanya doa memiliki pengaruh yang besar terhadap kehidupan seorang hamba. Bahkan doa itulah wujud penghambaan kepada Allah. Doa ada dua macam; doa berisi pujian dan sanjungan atau biasa disebut dengan doa ibadah atau doa tsanaa', yang kedua adalah doa berisi permintaan atau permohonan yang biasa disebut dengan istilah

  minal fitan, maa zhahara minhaa wa maa bathan'

  ketika waktu-waktu terkabulnya doa misalnya diantara adzan dan iqomah, atau ketika sebelum salam ketika sholat, atau ketika sujud, atau ketika di sepertiga malam terakhir, atau bisa juga dibaca di rumah ketika sedang bersama keluarga yaitu istri dan anak-anak. Tidak dipungkiri bahwasanya keberadaan istri, anak-anak dan harta menjadi fitnah/cobaan bagi hati manusia. Betapa banyak orang yang hanyut dalam penyimpangan karena fitnah-fitnah ini. Oleh sebab itu sudah selayaknya kita juga berlindung kepada Allah dari segala macam fitnah yang menyesatkan, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Seperti doa yang dibaca oleh para sahabat 'Na'uudzu billahhi

  shallallahu 'alaihi wa sallam. Doa ini bisa dibaca

  sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi

  muqollibal quluub tsabbit qolbii 'ala diinik'

  ini termasuk doa mas'alah. Adapun doa berupa pujian misalnya adalah 'alhamdulillah', inilah yang disebut dengan doa tsanaa'. Dianjurkan untuk sering membaca doa ini 'Yaa

  doa mas'alah. Doa yang disebutkan dalam hadits

  shallallahu 'alaihi wa sallam menunjukkan kepada

  Kepada Allah semata kita mohon taufik dan keteguhan hati di atas kebenaran.

  al-Albani (lihat Sahih Sunan Tirmidzi, 3/447) Di dalam hadits yang agung ini, Rasulullah

  sesatkan hati kami setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami.” Hadits ini disahihkan

  Ummu Salamah, tidaklah ada seorang anak Adam melainkan hatinya berada diantara dua jari dari jari-jemari Allah. Siapa saja yang Allah kehendaki akan Allah luruskan, dan siapa yang Allah kehendaki maka Allah akan simpangkan.” Mu'adz

  'ala diinik'?! Maka beliau pun menjawab, “Wahai

  artinya 'Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu'.” Ummu Salamah mengatakan : Aku pun berkata, “Wahai Rasulullah, betapa seringnya anda berdoa dengan membaca 'Yaa muqollibal quluub, tsabbit qolbii

  muqollibal quluub, tsabbit qolbii 'ala diinik' yang

  Imam Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya dari Syahr bin Hausyab, dia berkata : Aku berkata kepada Ummu Salamah, “Wahai Ibunda kaum beriman, apakah doa yang paling banyak dibaca oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika berada di sisimu?” maka beliau menjawab, “Doa yang paling sering beliau baca adalah 'Yaa

  ~ Diantara Jari Jemari Allah

  yang artinya, “Kami berlindung kepada Allah dari fitnah-fitnah; yang tampak maupun yang tersembunyi.” (HR. Muslim) Seorang hamba hendaknya menggantungkan hatinya kepada Allah semata. Karena Allah lah yang mampu membolak-balikkan hati dan mengarahkannya menuju kebaikan atau penyimpangan. Apabila manusia cenderung kepada kebatilan maka Allah pun menyesatkan hati mereka menuju keburukan. Sebaliknya, jika mereka cenderung mengabdi kepada Allah dan tunduk kepada-Nya niscaya Allah akan berikan petunjuk dan bimbingan kepada mereka menuju jalan-Nya. Hal ini juga menunjukkan kepada kita betapa besar nikmat hidayah bagi seorang hamba. Inilah nikmat paling agung yang akan mengantarkan pemiliknya menuju surga. Dari hadits ini kita juga bisa mengambil faidah bahwasanya menjadi kewajiban bagi seorang kepala rumah tangga untuk memberikan teladan kebaikan kepada keluarganya dan menjelaskan kepada mereka hal-hal yang mendatangkan kebaikan bagi dunia dan akhirat mereka.

  ~ Keutamaan Doa dan Dzikir

  Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, Nabi

  sallam sering sekali berdoa dengan membaca 'Yaa Muqollibal quluub, tsabbit qolbii 'alaa diinik'

  hasan sahih oleh al-Albani dalam Sahih Sunan Tirmidzi no. 3388) Dari Anas bin Malik radhiyallahu'anhu, beliau berkata : Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa

  “Tidaklah seorang hamba membaca pada waktu pagi atau sore di setiap harinya bacaan 'bismillahilladzi laa yadhurru ma'asmihi syai'un fil ardhi wa laa fis samaa' wa huwas samii'ul 'aliim' sebanyak tiga kali melainkan dia akan terlindung dari bahaya apapun.” (HR. Tirmidzi, dinyatakan

  (HR. Tirmidzi, dinyatakan hasan oleh al-Albani dalam Sahih Sunan Tirmidzi no. 3383) Dari Utsman bin Affan radhiyallahu'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

  “Seutama-utama dzikir adalah laa ilaha illallah, dan seutama-utama doa adalah alhamdulillah.”

  al-Albani dalam Sahih Sunan Tirmidzi no. 3382) Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu'anhuma, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

  shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang ingin dikabulkan doanya ketika dalam keadaan sempit dan susah hendaklah dia memperbanyak doa ketika dalam keadaan lapang.” (HR. Tirmidzi, dinyatakan hasan oleh

  sahih oleh al-Albani dalam Sahih Sunan Tirmidzi no. 3380) Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, Rasulullah

  shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah suatu kaum duduk dalam sebuah majelis sementara mereka tidak mengingat Allah di dalamnya dan juga tidak bersalawat kepada nabi mereka kecuali hal itu akan mendatangkan penyesalan bagi mereka. Apabila Allah berkehendak niscaya Allah akan mengazab mereka, dan apabila Allah berkehendak maka Allah akan mengampuni mereka.” (HR. Tirmidzi, dinyatakan

  dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam Sahih Sunan Tirmidzi no. 3377)

  Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, Nabi

  shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Maukah kukabarkan kepada kalian tentang suatu amalan kalian yang terbaik dan paling suci di sisi Penguasa kalian (Allah) dan yang paling bisa mengangkat derajat kalian, bahkan lebih baik bagi kalian dari berinfak dengan emas dan perak dan lebih baik daripada ketika kalian bertemu dengan musuh kalian sehingga kalian memenggal leher mereka atau mereka memenggal leher kalian?!” mereka menjawab, “Tentu saja mau.” Beliau bersabda, “Yaitu berdzikir kepada Allah ta'ala.” (HR. Tirmidzi,

  sahih oleh al-Albani dalam Sahih Sunan Tirmidzi no. 3375) Dari Abud Darda' radhiyallahu'anhu, Nabi

  “Hendaknya lisanmu terus-menrus basah karena dzikir kepada Allah.” (HR. Tirmidzi, dinyatakan

  dan dinyatakan hasan oleh al-Albani dalam Sahih Sunan Tirmidzi no. 3373) Dari Abdullah bin Busr radhiyallahu'anhu, bahwa ada seorang lelaki yang berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya syari'at Islam telah banyak pada diriku. Oleh sebab itu ajarkanlah kepadaku sesuatu yang bisa mengokohkanku.” Beliau bersabda,

  shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang tidak meminta kepada Allah maka Allah akan murka kepadanya.” (HR. Tirmidzi,

  dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam Sahih Sunan Tirmidzi no. 3372) Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, Rasulullah

  shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Doa adalah hakikat dari ibadah.” (HR. Tirmidzi,

  3370) Dari an-Nu'man bin Basyir radhiyallahu'anhu, Nabi

  shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada suatu perkara yang lebih mulia bagi Allah ta'ala daripada doa.” (HR. Tirmidzi, dinyatakan hasan oleh al-Albani dalam Sahih Sunan Tirmidzi no.

  artinya, “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.” Kemudian ada seorang lelaki berkata, “Wahai Rasulullah, apakah anda mengkhawatirkan keadaan kami, sementara kami telah beriman kepadamu dan membenarkan ajaran yang anda bawa?!” beliau menjawab, “Sesungguhnya hati-hati itu berada

  diantara jari-jemari ar-Rahman 'azz wa jalla; Dia lah yang akan membolak-balikkannya.” (HR. Ibnu

  inni a'uudzu bika minal khubutsi wal khobaa'its'

  shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya kalimat yang paling Allah cintai adalah 'subhanallahi wa bihamdih' yang artinya, “Maha Suci Allah dan dengan senantiasa memuji-Nya.”.” (HR. Muslim no. 2731)

  Allah aku berlindung kepada-Mu dari keburukan amalan yang aku perbuat dan dari keburukan apa-apa yang tidak aku perbuat.” (HR. Muslim no. 2716) Dari Abu Dzar radhiyallahu'anhu, Rasulullah

  shallallahu 'alaihi wa sallam biasa membaca doa 'Allahuma inni a'uudzu bika min syarri maa 'amiltu wa min syarri maa lam a'mal' yang artinya, “Ya

  Dari 'Aisyah radhiyallahu'anha, adalah Rasulullah

  shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah berkata : Aku mengikuti persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Aku akan senantiasa bersama-Nya selama dia berdoa kepada-Ku.” (HR. Muslim no. 2675)

  Allah sesungguhnya aku telah menzalimi diriku dengan banyak kezaliman dan tiada yang bisa mengampuni dosa-dosa selain Engkau, oleh sebab itu ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu dan rahmatilah aku, sesungguhnya Engkau lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (HR. Bukhari no. 5880) Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, Rasulullah

  zhulman katsiiraa wa laa yaghfirudz dzunuuba illa anta faghfir lii maghfiratan min 'indik war-hamnii, innaka antal ghofuurur rohiim' yang artinya, “Ya

  baca di dalam sholatku.” Beliau pun bersabda, “Ucapkanlah 'Allahumma inni zhalamtu nafsii

  sallam, “Ajarkan kepadaku sebuah doa untuk aku

  artinya, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari setan lelaki dan setan perempuan.” (HR. Bukhari no. 5876) Dari Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu'anhu, beliau berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa

  buang air maka beliau membaca doa 'Allahumma

  Majah, dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam Sahih Sunan Ibni Majah no. 3107) Dari Jabir radhiyallahu'anhu, Rasulullah shallallahu

  sallam apabila hendak masuk kamar kecil atau

  “Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami, dan kepada-Nya lah dibangkitkan.” (HR. Bukhari no. 5866) Dari Anas bin Malik radhiyallahu'anhu, beliau berkata : Kebiasaan Nabi shallallahu 'alaihi wa

  'alhamdulillaahilladzi ahyaanaa ba'da maa amaatana wa ilaihin nusyuur' yang artinya,

  menyebut nama-Mu aku hidup dan mati.” Dan apabila bangun tidur beliau membaca

  'bismika ahyaa wa amuut' yang artinya, “Dengan

  tempat tidurnya maka beliau membaca doa

  wa sallam apabila hendak berbaring menuju

  Bukhari no. 5861) Dari Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallahu'anhu beliau berkata : Kebiasaan Nabi shallallahu 'alaihi

  shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah, sungguh aku benar-benar memohon ampunan kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali.” (HR.

  Majah, dinyatakan hasan oleh al-Albani dalam Sahih Sunan Ibni Majah no. 3114) Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, Rasulullah

  'alaihi wa sallam bersabda, “Mintalah kepada Allah ilmu yang bermanfaat dan berlindunglah kepada Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat.” (HR. Ibnu

  Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang banyak berdzikir kepada Allah dan senantiasa berdoa kepada-Nya dalam keadaan senang maupun susah.

  • -fitnah atau maraknya pembunuhan- seperti berhijrah kepadaku.” (HR. Muslim). Hal ini juga

  110)

  “Wahai manusia, hendaklah kalian berpegang teguh dengan ketaatan -kepada penguasa muslim- dan al-jama’ah (persatuan di bawah penguasa muslim). Sesungguhnya itu adalah tali Allah yang diperintahkan untuk kita pegangi. Apa-apa yang kalian benci di dalam persatuan itu lebih baik daripada apa-apa yang kalian sukai di dalam perpecahan.” (lihat dalam Basha’ir fil Fitan, hlm.

  Imam al-Ajurri rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu, beliau berkata,

  keburukan. Semua pintu dan jalan yang akan menjerumuskan manusia ke dalam fitnah dan keburukan haruslah dibendung. Membendung fitnah itu adalah dengan menjauhi segala bentuk ucapan dan perbuatan yang semakin menyulut atau menyalakan api fitnah. Oleh sebab itu para ulama menegaskan terlarangnya mengkritik penguasa di muka publik melalui aksi-aksi demonstrasi, unjuk rasa, dan lain sebagainya. Karena pada akhirnya hal itu akan melahirkan dampak negatif yang lebih besar. Diantara dampaknya adalah ghibah, namimah, kerusuhan, perpecahan, bahkan pertumpahan darah.

  saddu dzari’ah atau menutup celah-celah

  menunjukkan kepada kita bahwasanya ikut menceburkan diri ke dalam fitnah dan pergolakan politik melawan penguasa muslim bukanlah termasuk amal salih dan ibadah. Sebab syari’at memerintahkan kita untuk tetap mendengar dan taat kepada penguasa muslim bagaimana pun kondisinya selama bukan dalam hal maksiat. Di sinilah kita mengenal kaidah para ulama yaitu

  (HR. Muslim) Salah satu bentuk atau akibat fitnah/kekacauan itu adalah terjadinya pertumpahan darah diantara kaum muslimin karena tindakan memberontak kepada pemerintah muslim. Hal ini bisa kita lihat dalam sejarah seperti pemberontakan yang dilakukan oleh Khawarij ataupun terjadinya perang dalam kondisi fitnah. Hal ini menyebabkan rusaknya hubungan diantara kaum muslimin

  fitnah-fitnah; yang tampak dan yang tersembunyi.”

  yang artinya, “Kami berlindung kepada Allah dari

  minal fitan; maa zhahara minhaa wa maa bathan

  sebagaimana dinukil oleh Imam Tirmidzi (lihat dalam Basha’ir fil Fitan hlm. 117 karya Syaikh Dr. Muhammad Isma’il al-Muqoddam) Dari hadits dan atsar di atas banyak hal yang bisa kita ambil pelajaran. Diantaranya adalah bahwa fitnah atau kerusakan yang menerpa seorang muslim akan menyebabkan rusaknya agama. Oleh sebab itu kita diperintahkan untuk berlindung dari fitnah-fitnah yang menyesatkan. Sebagaimana yang diucapkan oleh para sahabat na’udzu billaahi

  hari seorang muslim masih menetapkan terjaganya kesucian darah, kehormatan dan harta saudaranya tetapi pada sore hari dia berubah menjadi menghalalkannya. Dan pada sore hari dia masih menjaga kesucian darah, kehormatan dan harta saudaranya lalu keesokan harinya dia berubah menjadi menghalalkannya.” Demikian

  Tirmidzi dan Ahmad) Hasan al-Bashri rahimahullah menjelaskan salah satu maksud hadits ini. Beliau berkata, “Pada pagi

  “Bersegaralah beramal sebelum datangnya fitnah-fitnah seperti potongan malam yang gelap gulita. Pada pagi hari seorang masih beriman tetapi di sore harinya menjadi kafir. Atau pada sore hari beriman tetapi keesokan harinya menjadi kafir. Dia menjual agamanya demi mencari perhiasan/kesenangan dunia.” (HR. Muslim,

  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

  ~ Beramal Sebelum Datangnya Fitnah

  • antara rakyat dan penguasa- dan rusaknya persatuan. Dan sebagaimana diketahui bahwasanya pembunuhan kepada sesama muslim adalah salah satu bentuk kekafiran ashghar. Oleh sebab itu para ulama Ahlus Sunnah melarang kudeta kepada pemerintah muslim; walaupun ia zalim dan ahli maksiat. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Taimiyah rahimahullah, bahwa bersabar menghadapi ketidakadilan penguasa adalah salah satu pokok diantara pokok-pokok Ahlus Sunnah. Dalam kondisi fitnah, melakukan amal-amal salih dan beribadah kepada Allah adalah perisai yang akan melindungi dari terpaan fitnah. Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Beribadah ketika terjadi kekacauan
  •   Dalam kitabnya Minhajus Sunnah, Ibnu Taimiyah

      Minhatul Malik al-Jalil, 12/419)

      menjawab, “Celaka kamu, siapakah yang akan

      “Wahai Muhammad! Berbuat adillah.” Beliau

      kepada orang-orang. Maka lelaki itu berkata,

      sallam sedang mengambilnya untuk diberikan