83025284 NASIONALISME dan id. docx

NASIONALISME
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam arti sederhana, nasionalisme adalah sikap mental dan tingkah laku
individu atau masyarakat yang menunjukkan adanya loyalitas atau pengabdian yang
tinggi terhadap bangsa dan negaranya. Rasa nasionalisme harus ada pada diri setiap
masyarakat suatu negara untuk mencintai negaranya. Setiap warga negara tanpa
terkecuali anak muda atau remaja yang tinggal di dalam negara tersebut harus
mempunyai rasa nasionalisme. Hal itu dapat membangun negara yang kokoh dan
sesuai cita-cita bangsa maupun negara. Jika di dalam diri seseorang tidak ada rasa
untuk mencintai tanah airnya maka negara akan hancur lebur.
Di dalam sikap atau rasa nasionalisme pasti terdapat rasa atau sikap patriotisme
kepada negara. Kedua sikap tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Jika di
dalam diri seseorang hanya terdapat rasa nasionalisme dan tidak ada rasa patriotisme,
maka hal tersebut tidak dapat berjalan dengan lancar. Dan negara tidak akan maju dan
makmur. Jadi, kedua sikap itu harus ada di dalam diri masyarakat suatu negara,
utamanya anak muda, karena mereka adalah generasi negara di masa depan. Maka, di
dalam diri remaja harus ditanamkan rasa nasionalisme dan patriotisme sejak dini, agar
tidak menyesal di kemudian hari.
Akhir-akhir ini banyak kebudayaan Indonesia yang diklaim oleh negara lain

sebagai hasil budaya mereka. Hal itu terjadi karena ulah masyarakat Indonesia
khususnya anak muda yang tidak mempunyai rasa nasionalisme bagi negaranya.
Padahal kebudayaan adalah suatu ciri khas dari sebuah negara yang harus dijaga dan
dilestarikan. Oleh karena itu, penulis ingin meguraikan bagimana cara menanamkan
rasa nasionalisme di dalam diri remaja sejak dini.
Selain itu, dalam karya tulis ini penulis mencoba mengungkapkan permasalahan
yang selalu menjadi konflik yaitu mulai lunturnya rasa nasionalisme di dalam diri anak
muda yang tidak peduli terhadap negara. Kita sebagai generasi muda harus memiliki
rasa nasionalisme dan patriotisme yang tinggi kepada negara.
2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka yang akan
dijadikan rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pendapat para pendiri bangsa tentang Nasionalisme?
2. Bagaimanakah cara menanamkan rasa nasionalisme di dalam diri seorang remaja?
3. Apakah pentingnya atau manfaat dari rasa nasionalisme pada diri remaja?
4. Bagaimanakah seorang remaja dapat menunjukkan rasa nasionalisme pada bangsa
dan negara?
1.3 Batasan Masalah
Di dalam karya tulis ini, penulis batasi pada pembahasan Lunturnya Rasa

Nasionalisme di Kalangan Remaja Indonesia yang berusia 15-18 tahun. Hal ini
digunakan untuk menghindari meluasnya uraian-uraian yang tidak dikehendaki oleh
penulis. Sehingga tidak terjadi kesalahan fatal di dalam penulisan karya tulis ini. Selain
itu penulis batasi pada arus Globalisasi yang berlangsung di kalangan remaja Indonesia

saat ini.
1.4 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan mengenai masalah dalam meningkatkan Rasa
Nasionalisme di Kalangan Anak Muda Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Penulis mengidentifikasi penyebab mengapa masih banyak anak muda yang tidak
memiliki rasa nasionalisme kepada negara.
2. Penulis memberikan cara atau solusi dalam mengatasi masalah lunturnya rasa
nasionalisme di kalangan remaja.
3. Agar pembaca mempertahankan keamanan serta martabat bangsa di mata dunia.
1.5 Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan mengenai masalah dalam meningkatkan Rasa
Nasionalisme di Kalangan Anak Muda Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Memberi informasi kepada pembaca untuk mempertahankan Indonesia dengan rasa
nasionalisme yang tinggi.
2. Supaya remaja Indonesia lebih menghargai hasil karya bangsa Indonesia.

3. supaya remaja Indonesia terhindar dari pengaruh globalisasi negatif.
3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Nasionalisme
Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan
kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan mewujudkan satu
konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Para nasionalis menganggap
negara adalah berdasarkan beberapa "kebenaran politik" (political legitimacy).
Bersumber dari teori romantisme yaitu "identitas budaya", debat liberalisme yang
menganggap kebenaran politik adalah bersumber dari kehendak rakyat, atau gabungan
kedua teori itu.
Ikatan nasionalisme tumbuh di tengah masyarakat saat pola pikirnya mulai
merosot. Ikatan ini terjadi saat manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah
tertentu dan tak beranjak dari situ. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan
dan mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempatnya hidup dan
menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tumbuhnya ikatan ini, yang notabene
lemah dan bermutu rendah. Ikatan inipun tampak pula dalam dunia hewan saat ada
ancaman pihak asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Namun,
bila suasananya aman dari serangan musuh dan musuh itu terusir dari negeri itu,

sirnalah kekuatan ini.
Dalam zaman modern ini, nasionalisme merujuk kepada amalan politik dan
ketentaraan yang berlandaskan nasionalisme secara etnik serta keagamaan, seperti yang
dinyatakan di bawah. Para ilmuwan politik biasanya menumpukan penyelidikan
mereka kepada nasionalisme yang ekstrem seperti nasionalisme sosialisme,
pengasingan dan sebagainya. Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai
sebagian paham negara atau gerakan (bukan negara) yang populer berdasarkan
pendapat warganegara, etnis, budaya, keagamaan dan ideologi. Kategori tersebut
lazimnya berkaitan dan kebanyakan teori nasionalisme mencampuradukkan sebahagian
atau semua elemen tersebut. Nasionalisme abad ini tidak bisa ditarik mundur ke
bentangan abad lalu.
4
Nasionalisme juga bukan lagi produk zaman ini. Ia hanya mewakili kepurbaan.

Makna kepahlawanan juga makin digugat ketika cacat historis kian tersingkap,
sebagaimana tuduhan atas Tuanku Imam Bonjol. Tantangan-tantangan keindonesiaan
tidak terletak pada masa lalu, tapi menghunjam dari masa depan, dengan kecepatan
kinetik. Tapi tantangan itu selalu datang dari satu sumber, yakni ilmu pengetahuan,
dengan teknologi sebagai variasi. Maka, ketika anak-anak muda lebih banyak berbicara
tentang kekuasaan ketimbang mendiskusikan ilmu pengetahuan adalah bagian dari

proses destruksi dari idealisme anak-anak muda sendiri. Sebab, bicara tentang
kekuasaan hari ini tidak berbeda jauh dengan kontes menyanyi dan menari, yakni
bergantung pada perolehan SMS yang Anda terima.
Kekuasaan hari ini adalah kekuasaan yang menjauh dari ilmu pengetahuan
sehingga menjadi sangat anti-intelektual. Dengan ilmu pengetahuan, nasionalisme jelas
akan terkapar jatuh. Doctrin sejarah Indonesia yang mengatakan bahwa pembebasan
atas kolonialisme datang dari nasionalisme adalah omong kosong. Tidak ada itu bambu
runcing bisa menang menghadapi meriam. Perlawanan atas nasionalisme pertama dan
utama sekali datang dari penguasaan atas ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuanlah yang
meruntuhkan kolonialisme, sebagaimana juga meruntuhkan kehendak hegemonis Orde
Baru.1
2.2 Nasionalisme Menurut Pendiri Bangsa
Banyak ahli dan para para pendiri bangsa yang mendiskripsikan arti atau makna
”Nasionalisme”, mereka mempunyai pandapat yang berbeda-beda. Baberapa pendiri
bangsa Indonesia yang mendiskripsikan nasionalisme antara lain adalah Ir. Soekarano
dan Mohammad Hatta, mereka adalah Bapak Proklamator Indonesia. Berikut ini adalah
pendapat Beliau mengenai Nasionalisme:2
2.2.1 Menurut Ir. Soekarno
Dalam pidato tentang Dasar Negara Indonesia pada 1 Juni 1945 di Gedung
Pejambon Jakarta, antara lain, dengan tegas menggarisbawahi dasar pertama

Indonesia adalah kebengsaan bukan yang lain. Menurut Soekarno, prinsip
pertama yang harus menggarisbawahi dasar filsafat Indonesia merdeka adalah
nasionalisme. Ia ia menekankan bahwa yang dimaksudnya bukanlah nasionalisme
1 Purwono. Buku dan Perpustakaan : Catatan Memori Bangsa Pembangkit Nasionalisme. 2007: halaman
6
2 Triwamwoto, Petrus Citra. Kewarganegaraan SMA Kelas 1. Grasindo. 2004: halaman 22
5
dalam arti sempit (chauvinisme). Katanya, syarat bangsa harus
mempertimbangkan ”persatuan antara manusia dan tanah”.
Gambar 2.1 Presiden Ir. Soekarno
Indonesia adalah negara kita. Indonesia yang bulat. Pendek kata, bangsa
Indonesia bukan satu-satunya golongan orang yang hidup di dalam suatu daerah
yang sempit, seperti Minangkabau atau Madura atau Yogyakarta atau juga Sunda
dan Bugis, tetapi bangsa Indonesia ialah seluruh manusia yang menurut
geopolitik telah ditentukan tiggal di kesatuan semua pulau Indonesia dari Sabang
sampai Merauke.
Pada tahun 1926 Bung Karno menulis buku dalam Indonesia Muda,
��Nasionalisme, Islam, dan Marxisme��. Dalam tulisannya tersebut beliau lebih
menekannkan aspek nasionalisme. Sejak awal beliau telah memastikan posisinya
dalam tiga kekuatan itu. Menurutnya, suatu ide nasionalisme yang lebih

dipertajam dengan tujuan-tujuan yang jelas akan dapat diterima semua dalam
keadaan pergerakan pada waktu itu dan dengan itu mengorgaisasi kembali

pergerakan. Baginya, gerakan-gerakan Islam, Marxis, dan Nasionalis di Indonesia
berasal dari suatu dasar yang sama, yaitu hasrat kebangsaan untuk melawan
kapitalisme dan imperialisme. 3
2.2.2 Menurut Drs. Mohammad Hatta
Tanah air dalam pikiran Bung Hatta bukanlah sepotong geografi dan sederet
masa lalu, tetapi sesuatu yang berkembang dengan kerja. Pada tahun 1928 ketika
berumur 26 tahun dan masih menjadi mahasiswa di Rotterdam, Bung Hatta
ditangkap pemerintah Belanda karena kegiatan politik. Ia dibawa ke depan
Mahkamah di Den Haag. Dengan yakin Bung Hatta membacakan pleidoi dengan
3 Triwamwoto, Petrus Citra. Kewarganegaraan SMA Kelas 1. Grasindo. 2004: halaman 22-23
6
kalimat penutup, “Hanya satu tanah air yang dapat disebut tanah airku. Ia
berkembang dengan usaha, dan usaha itu ialah usahaku.”
Dalam rapat Indonesische Vereeniging, Bung Hatta dan teman-temannya
menentukan untuk memberi nama tanah air ini “Indonesia”, dan bukan “HindiaBelanda”. Dengan kata itu memasuki kebangsaan sebagai proyek masa depan.
Dengan itu apa yang dahulu disebut “Sumatera”, “Jawa”, “Islam”, atau “Kristen”
telah meleleh.

Gambar 2.2 Drs. Moh. Hatta
Nasionalisme yang dipilih dengan sesuatu yang retrogresif, yang bergerak
ke belakang seraya berpura-pura maju. Menjelang Perang Dunia ke-2, kaum
militer Jepang mengibarkan nama nasionalisme yang seperti itu - nasionalisme
yang mencari akar “keaslian” tidak henti-hentinya. Naziisme Hitler tidak jauh
berbeda. Sebab itulah mereka agresif, karena “keaslian”, seperti halnya
“kemurnian”, tidak mengehendaki percampuran. Sesuatu yang mustahil di abad
ke-20. Dengan kata lain, sebuah nasionalisme yang tidak menutup pintu dengan
keras. Nasionlisme yang tidak memandang jauh, ke belakang dan ke dalam.4
4 Triwamwoto, Petrus Citra. Kewarganegaraan SMA Kelas 1. Grasindo. 2004: halaman 23-24
7
BAB III
METODOLOGI PENULISAN
Penyusunan karya tulis yang berjudul Lunturnya Nasionalisme Remaja Indonesia,
penulis menggunakan metode-metode agar mendapat hasil yang baik dan optimal. Metodemetode
yang digunakan antara lain :
3.1 Study Pustaka
Dalam penulisan karya tulis yang berjudul Lunturnya Nasionalisme Remaja
Indonesia, penulis menggunakan metode diskriptif dalam bentuk Study Pustaka.
Dalam metode Study Pustaka ini penulis memperoleh data dari buku dan Internet.

3.2 Observasi
Dalam metode ini dilakukan beberapa observasi lingkungan yang berkaitan
dengan nasionalisme di kalangan remaja dengan meneliti langsung di SMA Negeri I
Maospati kelas X, XI, dan XII sehingga dapat diketahui secara langsung jumlah
remaja yang peduli dan tidak tentang makna nasionalisme.
3.3 Wawancara
Dalam metode ini, media wawancara sangat diperlukan ketika perancangan dan
pembuatan karya tulis. Baik konsultasi kepada guru pembimbing maupun dengan
sumber-sumber lain yang dapat dijadikan referensi tambahan dan acuan terhadap
tulisan yang dibuat.

8
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS DATA
4.1 Pengaruh Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme di Kalangan Generasi Muda
Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan
muda. Pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begitu kuat. Pengaruh globalisasi
tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai
bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan gejala-gejala yang muncul dalam
kehidupan sehari- hari anak muda sekarang.

Dari cara berpakaian banyak remaja-remaja kita yang berdandan seperti selebritis
budaya Barat. Mereka menggunakan pakaian yang minim bahan dan memperlihatkan
bagian tubuh. Pada hal cara berpakaian tersebut jelas tidak sesuai dengan kebudayaan
kita. Tak ketinggalan, gaya rambut mereka dicat beraneka warna. Pendek kata orang
lebih suka jika menjadi orang lain dengan cara menutupi identitasnya. Tidak banyak
remaja yang mau melestarikan budaya bangsa dengan mengenakan pakaian yang sopan
sesuai dengan kepribadian bangsa.
Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas
dan dapat diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda, internet sudah menjadi
santapan mereka sehari-hari. Jika digunakan dengan semestinya tentu memperoleh
manfaat yang berguna. Tetapi jika tidak, kita akan rugi. Dan sekarang, banyak pelajar
dan mahasiswa yang menggunakan tidak semestinya. Misal untuk membuka situs
porno. Bukan hanya internet, ada lagi pegangan wajib mereka yaitu handphone. Rasa
sosial terhadap masyarakat menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih sibuk
dengan menggunakan handphone.
Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak kenal sopan
santun dan cenderung cuek tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan. Karena
globalisasi menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka
hati. Contoh nyata adanya geng motor anak muda yang melakukan tindakan kekerasan
yang menganggu ketentraman dan kenyamanan masyarakat.

Jika pengaruh-pengaruh di atas dibiarkan, apa jadinya genersi muda tersebut?
Moral generasi bangsa menjadi rusak, timbul tindakan anarkis antara golongan muda.
9
Hubungannya dengan nilai nasionalisme akan berkurang karena tidak ada rasa cinta
terhadap budaya bangsa sendiri dan rasa peduli terhadap masyarakat. Padahal generasi
muda adalah penerus masa depan bangsa.
Berdasarkan analisa dan uraian di atas pengaruh negatif globalisasi lebih banyak
daripada pengaruh positifnya. Oleh karena itu diperlukan langkah untuk mengantisipasi
pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai nasionalisme sebagai berikut:
1. Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai
produk dalam negeri.
2. Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya.
3. Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.
4. Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti
sebenar- benarnya dan seadil- adilnya.
5. Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial
budaya bangsa.
Dengan adanya langkah-langkah antisipasi tersebut diharapkan mampu
menangkis pengaruh globalisasi yang dapat mengubah nilai nasionalisme terhadap

bangsa. Sehingga kita tidak akan kehilangan kepribadian bangsa dan tetap memiliki
rasa nasionalisme.
4.2 Hasil Pengamatan Nasionalisme di Kalangan Remaja
Dari pengamatan rasa nasionalisme yang ada di kalangan remaja Indonesia,
penulis mengambil sampel dari siswa kelas X, XI, dan XII SMA Negeri I Maospati.
Berikut ini hasil pengamatannya:
1. Dengan adanya perkembangan zaman dan teknologi, kalangan remaja sekarang
banyak terpengaruh dengan arus globalisasi. Apakah Anda setuju apabila internet
dapat merusak moral remaja Indonesia?
0%
10%
20%
30%
40%
50%
Setuju Tidak
Setuju
Tidak
Tahu
Gambar 4.1 Grafik Pengamatan Nomor 1
10
2. Selain dengan hal-hal di atas, handphone juga dapat merusak nilai-nilai
nasionalisme di kalangan remaja Indonesia?
0%
10%
20%
30%
40%
50%
Setuju Tidak
Setuju
Tidak
Tahu
Gambar 4.2 Grafik Pengamatan Nomor 2
3. Sekarang banyak remaja yang mengkonsumsi rokok dan narkoba. Kata mereka,
jika tidak mengkonsumsinya maka mereka tidak gaul dan disebut banci.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Setuju Tidak
Setuju
Tidak
Tahu

Gambar 4.3 Grafik Pengamatan Nomor 3
4. Saat upacara bendera banyak siswa yang tidak khitmad dalam menjalanjkan
upacara tersebut. Sehingga dapat menggangu jalannya upacara dan berkurangnya
rasa nasionalisme.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
Setuju Tidak
Setuju
Tidak Tahu
Gambar 4.4 Grafik Pengamatan Nomor 4
5. Dari pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa sekarang banyak remaja yang
tidak peduli kepada negara, sehingga mereka tidak mempunyai rasa nasionalisme.
11
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu
Gambar 4.5 Grafik Pengamatan Nomor 5
Dari data pengamatan di atas dapat disimpulkan moral dan rasa nasionalisme
remaja Indonesia telah merosot atau menurun dengan tajam.
4.3 Manfaat Rasa Nasionalisme Bagi Remaja Indonesia
Rasa nasionalisme harus ditanamkan sejak dini pada seorang remaja. Hal itu
berguna bagi perkembangan negeri dan bangsa, seperti :
1. Menjaga kelestarian budaya Indonesia.
2. Melindungi wilayah-wilayah kekuasaan Indonesia agar tetap utuh.
3. Menambah rasa persatuan dan kesatuan di kalangan masayarakat khususnya remaja
Indonesia.
4.4 Ciri-Ciri Menurunnya Rasa Nasionalisme Dalam Diri Remaja Indonesia
Saat ini sangat banyak remaja Indonesia yang mengalami penurunan dalam
mengembangkan rasa nasionalisme kepada negara Indonesia. Ciri-ciri dari penurunan
rasa nasionalisme remaja tersebut antara lain, lebih menyukai gaya hidup bangsa barat,
misal mereka selalu ingin hidup bebas tanpa batas atau sekehendanya sendiri untuk
melakukan hal yang melanggar norma dan nilai sosial yang ada di masyarakat. Selain
itu ciri-ciri yang lain adalah mereka bersikap apatis terhadap lingkungan atau merasa
acuh tak acuh pada lingkungan masyarakat.
Ciri-ciri yang terakhir adalah mereka tidak pernah berpartisipasi dalam kehidupan
sosial seperti saat ada sebuah acara di dalam masyarakat mereka tidak pernah mau
untuk mengikuti acara-acara tersebut, misal kegiatan kerja bakti, organisasi remaja

(Karang Taruna) dan kegiatan-kegiatan yang lain yang mereka anggap tidak penting.
12
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisa yang telah dilakukan mengenai
cara mengatasi Lunturnya Nasionalisme Remaja Indonesia, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Banyak remaja Indonesia yang tidak peduli terhadap bangsa dan negara Indonesia.
2. Menurunnya rasa nasionalisme di kalangan remaja Indonesia disebabkan oleh arus
globalisasi negatif yang mewabah di Indonesia.
3. Rasa nasionalisme yang tinggi bermanfaat bagi nusa dan bangsa misal menjaga
wilayah dan kebudayaan Indonesia.
4. Ciri-ciri menurunnya rasa nasionalisme remaja Indonesia adalah lebih menyukai
gaya hidup bangsa barat, apatis terhadap lingkungan, dan tidak pernah
berpartisipasi dalam kehidupan sosial.
5.1 Saran – Saran
Setiap hasil karya tidak ada yang sempurna dan pasti mempunyai beberapa
kekurangan. Adapun saran-saran untuk kemajuan karya tulis yang telah dibuat oleh
penulis adalah sebagai berikut :
1. Agar mendapatkan hasil yang maksimal, setelah melakukan observasi dari suatu
tempat penulis harus memeriksa kembali apakah data-data yang dibutuhkan sudah
cukup.
2.Agar dalam penyampaian tulisan dapat dipahami dengan mudah maka penulis perlu
menjelaskan tiap-tiap bahan observasi secara terperinci.
DAFTAR PUSTAKA
1989. Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid. 3. Jakarta: Cipta Adi Pustaka.
Artikel non personal. 2002. Penyadaran Pentingnya Nasionalisme.
http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/2002October/000578.html
Artikel non Personal. 2007. Nasionalisme Kaum Muda Indonesia.
http://carockroro.multiply.com/journal/item/4/NASIONALISME_K
AUM_MUDA_INDONESIA
Artikel non personal. 2009. Merangsang Spirit Hero Kalangan Muda.
http://www.dutamasyarakat.com/artikel-21843-merangsang-spiritherokalangan-muda.html
Artikel non personal. 2010. Pengaruh Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme di
Kalangan Generasi Muda.
http://rizkicrew.ngeblogs.com/2010/01/04/pengaruh-globalisasiterhadapnilai-nasionalisme-di-kalangan-generasi-muda/
Artikel non personal. Generasi Muda Penentu Masa Depan Bangsa. Integritas
Universitas Mulawarman. Samarinda. Agustus 2008.
Dkk, Wahyuingsih. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan SMA / MA Kelas X Semester 1.
Solo: CV Sindunata.
Jamli, Edison, dkk. 2005. Kewarganegaraan. Jakarta: Bumi Akasara.
Pontoh, Coen Husain. 2003. Akhir Globalisasi. Jakarta: C-Books.

Suteng, Bambang, dkk. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk SMA Kelas X.
Jakarta: Erlangga.
Triwamwoto, Petrus Citra. 2004. Kewarganegaraan SMA Kelas 1. Jakarta: PT Grasindo.
ISME INDONESIA
Artikel 1
Relevankah Pendidikan Menengah?
Artikel berikut ini adalah versi asli dari yang dipublikasikan di Opini Kompas, 21 Agustus 2008.
Selama beberapa dekade, pendidikan formal telah menjadi bagian alami dari kehidupan masyarakat
moderen sedemikian sehingga kita melihat sekolah sebagai prasyarat untuk menjalani kehidupan yang
produktif. Mereka yang tidak bersekolah hampir dapat dianggap akan tersisih dari tatanan masyarakat
moderen, tanpa adanya pilihan maupun keberuntungan.
Namun bagaimana sebenarnya pendidikan formal, terutama sekolah menengah, memberikan kontribusi
terhadap masyarakat Indonesia? Dua berita di Kompas mengindikasikan bahwa hanya 17,2% dari 28 juta
penduduk Indonesia usia 19-24, dan 6,2% dari 306.749 murid di SMP Terbuka yang dapat meneruskan ke
jenjang pendidikan tinggi (5 Agustus 2008).
Padahal kebanyakan SMU, terutama SMUN, masih menekankan hafalan terhadap lebih dari selusin mata
pelajaran setiap minggunya dan mempersiapkan siswa untuk Ujian Nasional, dengan harapan
kebanyakan dari lulusan sekolah akan melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. Namun ternyata upaya
ini hanya mencakup 17,2% pemuda-pemudi Indonesia. Lalu apakah fungsi pendidikan di sekolah
menengah bagi 82,8% ‘sisa’nya?
Dalam sebuah kunjungan ke SMAN 1 di Desa Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan
Timur, saya mengamati siswa-siswi di kelas Kimia sedang belajar menghitung lokasi atom pada tabel
periodik untuk mengidentifikasi jenis zatnya. Padahal sekolah tersebut tidak memiliki dana untuk
melangsungkan eksperimen di laboratorium kimia, sehingga kemungkinan besar siswa-siswi tidak akan
pernah melihat zat-zat kimia yang telah mereka identifikasikan.
Walaupun sebagian dari lulusan SMAN 1 berencana melanjutkan ke universitas, lebih banyak yang akan
mencoba memasuki dunia kerja dengan menggunakan ijazah SMA mereka sebagai satu-satunya modal.
Di desa yang berpenduduk 22.117 orang, hanya 7% lulusan SMU dan 1,2% lulusan diploma dan sarjana.
Dengan kata lain, hanya sekitar 14,6% lulusan SMU yang melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya
(Kecamatan Marangkayu, 2008). Lalu apakah gunanya kemampuan untuk mengidentifikasi jenis zat
sebuah atom untuk kehidupan dan masa depan kebanyakan murid disana? Nyaris tidak ada.
Ijazah SMU telah dianggap sebagai paspor untuk memasuki dunia kerja, padahal Survei Angkatan Kerja
Nasional menunjukkan dari 10 juta pengangguran usia kerja, 55% berpendidikan sekolah menengah
(BPS, 2008). Jelas, lulusan sekolah menengah tidak dipersiapkan dan tidak memiliki ketrampilan untuk
memasuki dunia kerja.
Pendidikan menengah di Indonesia sangat terfokus pada pengembangan kemampuan akademik menuju
universitas, dan karenanya tidak – atau lebih tepatnya belum – relevan bagi mayoritas pemuda-pemudi
Indonesia. Pertanyaan yang berikutnya muncul adalah: Lalu, pendidikan menengah seperti apa yang
lebih relevan?
Mengambil Desa Marangkayu sebagai contoh kasus, 78% perekonomian di Kabupaten Kutai Kartanegara
datang dari bidang pertambangan dan penggalian, dan 11% dari pertanian (ProVisi Education, 2007).
Sementara di Desa Marangkayu 28,4% bekerja di bidang pertanian dan perkebunan karet, 5% karyawan,
1,7% wiraswasta, dan 2,8% bekerja di bidang pertukangan, nelayan, dan jasa, sementara sisanya tidak
terdata (Kecamatan Marangkayu, 2008).
Dengan kata lain, sedikitnya 78% sumber perekonomian tidak melibatkan peran dan belum

mensejahterakan kebanyakan warga Desa Marangkayu. Dapatkah pendidikan menengah mencoba
mengatasi kesenjangan antara kualitas sumber daya manusia dengan kemampuan untuk mengolah
sumber alam lokal? Bukankah pekerjaan kebanyakan penduduk di bidang pertanian dan perkebunan
karet seharusnya dapat dijadikan sumber pembelajaran?
Saya tidak menyarankan agar semua sekolah menengah di Kabupaten Kutai Kartanegara berbondongbondong memfokuskan perhatiannya pada bidang pertambangan, penggalian, dan pertanian. Namun
dari pemahaman yang lebih mendalam tentang sumber daya alam lokal, pembelajaran di sekolah dapat
bersifat lebih kontekstual dan bermakna bagi keberlangsungan kehidupan dan kemajuan komunitas
lokal.
Misalnya, dalam pelajaran Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi, siswa dapat meneliti asal usul keberadaan
Desa Marangkayu, latar belakang sosial ekonomi, jenis pekerjaan, dan permasalahan sosial. Dalam
pelajaran Geografi siswa dapat mendatangi lahan-lahan pertambangan, perminyakan, pertanian, dan
perkebunan untuk mengkaji perbedaan antar lahan. Kegiatan tersebut dapat dikaitkan dengan pelajaran
Biologi yang mengkaji kondisi dan masalah lingkungan, ekosistem, jenis tanaman dan binatang lokal, dll.
Kemampuan siswa dalam mewawancara, menganalisa, dan membuat laporan mengasah ketrampilan
interpersonal, berpikir, dan berbahasa Indonesia. Pengetahuan tentang sumber daya lokal, dari rumputrumput ilalang, berbagai jenis daun, dan batu-batuan dapat dijadikan bahan dasar untuk pelajaran
Kesenian dan Teknik Ketrampilan, yang hasilnya dapat dijual ke kota terdekat untuk menjajagi
kemampuan berwiraswasta.
Kegiatan-kegiatan tersebut bertujuan memberikan ketrampilan dan pengetahuan lokal yang
memungkinkan sebagian besar siswa untuk langsung terjun ke dunia kerja, tanpa mengesampingkan
pengetahuan akademik bagi mereka yang mampu dan memiliki kesempatan untuk melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Dari pembahasan contoh kasus di atas, tersirat bahwa solusi untuk permasalahan pendidikan menengah
yang lebih relevan membutuhkan kajian mengenai kondisi lokal sehingga solusinya bersifat kontekstual
terhadap komunitas. Kondisi komunitas yang berbeda membutuhkan solusi yang berbeda pula.
Pendidikan menengah yang kita kenal sekarang baru memberikan tawaran solusi yang diseragamkan
dengan menggunakan sebagian kecil penduduk Indonesia sebagai tolak ukur. Sementara untuk mayoritas
penduduk, masih perlu dikaji dan dirumuskan bentuk-bentuk pendidikan yang lebih relevan, yang
kemungkinan besar belum kita kenal sekarang.
Diposkan oleh Dewi Susanti
Artikel 2
Komunitas Pendidikan Menengah Berbasis TIK Diluncurkan
lenny
BERITAJAKARTA.COM — 14-10-2008
Semakin majunya era teknologi informasi dan komunikasi membuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
berpikir keras agar pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) tidak
ketinggalan. Karenanya, Pemprov DKI mencanangkan Komunitas Pendidikan Menengah Berbasis
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Jakarta di dalam pendidikan SMA dan SMK Negeri.
Pencanangan komunitas ini diluncurkan langsung Fauzi Bowo, Gubernur DKI Jakarta melalui pesan
singkat kepada seluruh kepala sekolah yang hadir di Balai Agung, Selasa (14/10).
Kemudian Fauzi Bowo diberikan sebuah spidol oleh ROCI buatan seorang pelajar SMA Negeri di Jakarta.
Spidol itu dipakai gubernur untuk menandatangi plakat yang disediakan Dinas Pendidikan Menengah dan
Tinggi (Dikmenti) DKI Jakarta. Setelah peluncuran ini, artinya pelajar SMA dan SMK DKI tidak ketinggalan

dengan negara maju dan berkembang lainnya. Seperti di Korea Selatan telah ada Cyber Korea 2001,
Jepang dengan e-Japan Priority Program, Malaysia dengan Smart School dan negara-negara Eropa yang
membangun e-Europe.
Meski baru diluncurkan sekarang, sebenarnya kegiatan pendidikan berbasis TIK telah diawali dengan
berbagai kegiatan sejak 2003 antara lain pelaksanaan sistem software administrasi sekolah (SAS) offline
dan online pada 2004 dan 2006, dan pemberian fasilitas kepemilikan laptop bagi guru pada 2006. Selain
itu penambahan perangkat dan jaringan terus dilakukan. Hingga saat ini seluruh SMA/SMK negeri dan
lebih dari 70 persen sekolah swasta sudah tersambung dengan jaringan internet.
Komputer yang terhubung ke internet lebih dari 10 ribu unit, dan 100 sekolah terpasang hotspot, 200
ruang guru dilengkapi LCD. Sedangkan guru yang telah memiliki laptop ada sekitar 7 ribu guru. AKhir
tahun ini diharapkan seluruh SMA/SMK swasta sudah terhubung ke jaringan internet. Saat ini, terdapat
116 SMA negeri, 62 SMK negeri, 346 SMA swasta, dan 606 SMK swasta. Seluruh SMA dan SMK Negeri,
komputernya telah terkoneksi dengan jaringan internet. Sedangkan untuk SMA dan SMK swasta baru, 60
persen terkoneksi dengan jaringan internet. Saat ini hanya ada 200 ruang kelas yang memakai LCD
Projector dari puluhan ribu kelas di SMA dan SMK negeri dan swasta di Jakarta.
“Suatu dosa besar, jika Pemprov DKI dan berbagai instansi pemerintah lainnya tidak bisa menyiapkan
murid-murid dalam pendidikan berbasis teknologi”
- Fauzi Bowo, Gubernur DKI Jakarta
Fauzi Bowo Gubernur DKI Jakarta menekankan, pemanfaatan TIK untuk SMA dan SMK baik negeri
maupun swasta, harus diarahkan untuk peningkatan dan perluasan kesempatan belajar, peningkatan
mutu pendidikan dan daya saing, serta peningkatan akuntabilitas dan citra publik. “Suatu dosa besar, jika
Pemprov DKI dan berbagai instansi pemerintah lainnya tidak bisa menyiapkan murid-murid dalam
pendidikan berbasis teknologi,” katanya dalam acara Pencanangan Komunitas Pendidikan Menengah
Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Prov DKI Jakarta di Balai Agung, Selasa (14/10).
Karena, murid-murid SMA dan SMK harus siap menjadi basis pengetahuan terhadap ilmu pengetahuan
di masa mendatang. Sebab dengan TIK, secara langsung telah memengaruhi cara belajar siswa untuk
mengolah berbagai informasi dari berbagai tempat. “Program ini bertujuan meningkatkan sektor
informasi TIK terutama di bidang pendidikan yang akan menjadi kunci sukses negara di masa depan,”
ujar dia. Hingga tahun ini, di DKI Jakarta telah ada 10 ribu komputer sekolah telah terhubung internet.
Sejumlah sekolah telah dilengkapi dengan wi-fi dan hotspot.
Kendati demikian, terang mantan Wakil Gubernur era Sutiyoso ini, 30 persen SMA masih memiliki sistem
komputer yang out of date dan perlu di-upgrade. 30 persen SMA dan SMK telah memiliki laboratorium
komputer, tetapi 15 persen diantaranya laboratorium komputernya sangat minim sarananya.
Sementara itu, Margani Mustar, Kepala Dikmenti DKI menyatakan, pencanangan komunitas berbasis TIK
ini merupakan upaya untuk membangun kultur yang memotivasi siswa agar mampu mandiri dalam
berpikir dan belajar. Pencanangan ini merupakan wujud kolaborasi antara dinas pendidikan menengah
dan tinggi, sudin dikmenti, sekolah, telkom, microsoft, oracle education foundation, one`s beyond dan
yayasan yang berkecimpung dibidang pendidikan lainnya. “Target ke depan, setiap kelas ada LCD
Projector dan komputer. Kemudian ada ruangan khusus untuk multimedia dan local area networking
untuk memungkinkan pembelajaran online siswa se-Jakarta,” harap Margani.
Pencanangan Komunitas Pendidikan Menengah Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) bukan
untuk menghilangkan sisi humanisme para siswa, melainkan hanya untuk pembangunan kultur

pemanfaatan TIK. Untuk mewujudkan masyarakat yang berpengetahuan, maka masyarakat harus selalu
dapat mengakses informasi. Dengan tersedianya infrastruktur TIK, sekolah harus membentuk jejaring
antar institusi pendidikan agar dapat saling menukar pengetahuan dan sumber daya.
Artikel 3
Selasa, 2008 November 04
PERLUNYA PENINJAUAN ULANG PENETAPAN KELULUSAN UJIAN NASIONAL
Berbagai peristiwa pendidikan aspek negatif seputar pelaksanaan Ujian Nasional Sekolah Lanjutan Atas
(SLA) tanggal 22 s.d. 24 April 2008 antara lain : ditemukannya kecurangan UN di empat propinsi oleh
Inspektorat Jendral Departemen Pendidikan Nasional (Sindo 25 April 2008), Penangkapan pelaku
kecurangan UN oleh Detasemen khusus anti teror 88 (sindo, 28 April 2008), sebuah perlakuan terhadap
tenaga pendidik bak teroris sangat memprihatinkan dan menyedihkan bagi kami sesama pendidik..
Wakil rakyatpun mengingatkan melalui Komisi X Anwar Arifin, hendaknya pemerintah perlu mengadakan
pemetaan kualitas sekolah (Sindo 26 April 2008) dan kebijakan UN perlu di evaluasi (Sindo 29 April
2008).
Ki Hajar Dewantara (dalam Karya Kihajar Dewantara, Bagian Pertama: Pendidikan, cetakan ke 2, 1977
hlm. 3) mengatakan bahwa:
“Untuk mendapatkan system pengajaran yang akan berfaedah bagi perikehidupan bersama, haruslah
system itu disesuaikan dengan hidup dan pemnghidupan rakyat. Oleh karena itu wajiblah kita
menyelidiki segala kekurangan dan kekecewaan dalam hidup kita berhubung dengan sifat masyarakat
seperti kita kehendaki.”
Berbagai peristiwa pendidikan aspek negative tersebut tidak akan terjadi bila pemerintah menetapkan
kebijakan UN dengan tepat dan lebih memahami kondisi pendidikan di Indonesia dan kondisi rakyat saat
ini.
Hasil Akriditasi sebagai dasar Penetapan Standar kelulusan
Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional Republik Indonesia (UUSPN RI) Nomor 20 tahun 2003, Bab
XVI, pasal 58 ayat 2 menyebutkan bahwa: Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga dan
program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan
sistemik untuk mencapai standar nasional pendidikan. Lembaga mandiri yang ditetapkan oleh
pemerintah untuk melaksanakan Ujian Nasional adalah Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Penilaian kelayakan program dan satuan pendidikan pada pendidikan formal dan non formal pada setiap
jenjang dan jenis pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan maka di laksanakan Sistem
Akreditasi (UUSPN-RI Nomor 20 tahun 2003 Bab XVI Pasal 60, (1); Bab yang sama pada ayat 2 myebutkan
bahwa: Akreditasi dilakukan sebagai bentuk akuntabilitas public dilakukan oleh pemerintah dan atau
lembaga yang berwenang. Lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah untuk melaksanakan akreditasi
adalah Badan Akreditasi Nasional (BAN), untuk pelaksanaan akreditasi tingkat satuan pendidikan dasar
dan menengah dilaksanakan oleh Badan Akreditasi Sekolah (BAS).
Keragaman kualifikasi mutu satuan pendidikan di tanah air perlu diperhitungkan dalam penentuan
standar kelulusan. Satuan pendidikan yang berada di sebuah kota di mana tenaga pendidik/kependidikan
yang sangat mapan dan berpengalaman, sarana dan prasarana satuan pendidikan sangat memadai dan
warga belajar yang relative lebih siap belajar baik segi mental, ekonomi, akan berbeda dengan satuan
pendidikan yang berada di pelosok, daerah pinggiran dimana satuan pendidikan tersebut sangat kurang
akan tenaga pendidik/kependidikan berpengalaman, sarana dan prasarana serba minim, warga melajar
membeli buku pun tidak mampu dan masih diberi beban orang tua untuk membantu mencari nafkah
keluarga. Berdasarkan hasil akreditasi, keragaman kualifikasi mutu satuan pendidikan ini akan terangkum
oleh BAN sebagai “peta” kualifikasi mutu satuan pendidikan.

Sampai saat ini menurut pengamatan penulis penentuan standar kelulusan UN antara BSNP dan BAN
belum ada sinerji yang signifikan. Hasil akreditasi yang dilakukan oleh BAN pada satuan pendidikan
merupakan sebuah peta kualifikasi system pendidikan nasional yaitu berapa jumlah satuan pendidikan
berstandar internasional, satuan pendidikan yang terakreditasi dengan nilai A, B, C, D, E. kualifikasi hasil
akreditasi inilah yang seharusnya dijadikan BSNP untuk menentukan standar kelulusan UN, dan sekaligus
dapat dijadikan pemetakan kualifikasi mutu system satuan pendidikan di tanah air, misalnya satuan
pendidikan bertaraf internasional, standar kelulusan minimal 7,00 atau lebih tinggi, satuan pendidikan
dengan hasil akreditasi A, standar kelulusan minimal 6,00 atau lebih tinggi, hasil akriditasi B standar
kelulusan minimal 5,00 atau lebih tinggi, hasil akriditasi C standar kelulusan minimal 4,00 atau lebih
tinggi, hasil akriditasi D standar kelulusan minimal 3,00 atau lebih tinggi, dan seterusnya, sekaligus diikuti
dengan kualifikasi sertifikat/ijasah kategori A,B,C.D. Memang tidak ada pasal dalam UUSPN –RI yang
menyebutkan tentang hasil akreditasi sebagai penetapan kelulusan sistem evaluasi pada satuan
pendidikan, namun alangkah bijaksananya bila hasil akreditasi sebagai dasar penentuan standar
kelulusan UN, sekaligus sebagai bahan instrospeksi para pimpinan satuan pendidikan untuk
mengevaluasi diri di dilevel kualifikasi berapa lembaga yang ia pimpin, serta secara alami akan
mendorong satuan-satuan pendidikan yang berada di level kualifikasi lebih rendah untuk mencapai
jenjang kualifikasi lebih tinggi.
Penetapan kelulusan Satuan Pendidikan kejuruan
Pendidikan Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) menganut pola Pendidikan Sistem Ganda (PSG), agar
terjadi link and match antara pendidikan di SMK dengan di Institusi pasangan, maka pendidikan di
rancang, dilaksanakan dan di evaluasi antara sekolah dengan institusi pasangannya . Kurukulum produktif
yang di pakai dasar pembelajaran di SMK adalah “kurikulum sinkronisasi”. Pembelajaran basic training
dilaksanakan di SMK sedangkan pembelajaran profesional training di laksanakan di Institusi Pasangan
dalam hal ini Dunia Usaha/Industri. Pembelajaran di akhiri dengan uji kompetensi yang dilakukan oleh
industri sebagai Qualiy Control, untuk mengevaluasi sejauhmana pencapaian penguasaan kompetensi
siswa sesuai dengan program keahlian yang di tempuhnya. Dengan demikian untuk menentukan
kelulusan siswa SMK hendaknya tidak sekedar ditentukan dari nilai UN Matematika. Bahasa Indoonesia,
dan Bahasa Inggris lebih ditekankan pada Penguasaan siswa terhadap kompetensi yang di buktikan
dengan Sertifikasi profesi. Permasalahannya adalah Bagaimana menyiapkan Lembaga Sertifikasi Profesi
(LSP) di tiap-tiap daerah yang diakui baik secara nasional maupun internasional. UN bahasa inggris
hendaknya lebih dikembangkan sebagai sertifikasi kemampuan siswa berbahasa ingris dalam hal ini Test
of English as International Communication (TOEIC), permasalahannya bagaimana kita dapat membentuk
English Test Center (ETC) yang dapat diakui baik secara nasional maupun internasional di setiap daerah.
Artikel 4
UPAYA PENINGKATAN MUTU LULUSAN SMK DI KABUPATEN BEKASI
Permasalahan yang dihadapi Sekolah Menegah Kejuruan teknologi Industri di Bekasi khususnya adalah
belum diakuinya lulusan SMK untuk siap bekerja di industri baik dari segi kompetensi, etos kerja
profesionalitas, dan daya saing (Asosiasi Pengusaha Indonesia Cabang Bekasi dalam pertemuan
Pembentukan Majelis Pendidikan Kejuruan kabupaten Bekasi). Hal tersebut disebabkan karena :
Mutu lulusan SMK asal Bekasi dari tahun ke tahun belum memenuhi standar yang ipersyaratkan Dunia
Usaha/Industri
Upaya peningkatan mutu.
Upaya untuk meningkatkan mutu lulusan SMK di Bekasi, perlu disepakati paradikma berfikir, bagaimana
mencapai peningkatan mutu lulusan SMK tersebut?
Untuk menyiapkan pembelajaran agar siswa mempunyai Kompetensi yang diakui oleh dunia

usaha/industri atau bertaraf nasional, mempunyai profesionalisme , etos kerja dan daya saing yang
tinggi, maka diperlukan: (1) Siswa yang siap Belajar (2) Guru yang profesional, mempunyai kompetensi
yang diakui secara nasional maupun internasional, (3) Isi (Content) yang akan diajarkan harus dikemas
dalam bentuk paket belajar atau modul yang dirancang untuk pembelajaran induvidu, (4) Peralatan dan
bahan penunjang Pembelajaran (5) Kerjasama Industri (6) Setting, penataan/pemanfaatan Ruang belajar
yang menunjang pembelajaran serta tempat dimana terjadinya belajar apakah di sekolah atau di
industri. (7) Perlunya Lembaga Sertifikasi Profesi.
Berdasarkan paradikma berfikir tersebut, maka analisis upaya peningkatan mutu berdasarkan indicatorindikator pada paradikma di atas.:
1) Kesiapan siswa, Masyarakat asli Kabupaten Bekasi umumnya merupakan masyarakat agraris yang
menggantungkan hidupnya dari pertanian /alam dan bercirikan hidup yang santai, dimana budaya
tersebut sangat berbeda dengan budaya industri yang bercirikan disiplin dan penuh dengan persaingan,
hal tersebut merupakan masalah tersendiri terhadap kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran.
Maka kegiatan yang harus dilakukan sekolah adalah : Seleksi penerimaan siswa baru seketat mungkin
untuk mendapat calon siswa unggulan, membuat kualifikasi mutu tamatan yang dipersiapkan untuk
mengisi berbagai kualifikasi bidang garapan
2). Guru yang Profesional.
Guru yang profesional tidak cukup hanya memiliki kualifikasi pendidikan strata dari Lembaga Pendidikan
Tenaga Keguruan (LPTK) saja, melainkan harus memiliki kompetensi yang selalu berkembang sesuai
dengan tuntutan tugasnya. Secara umum terdapat 2 kompetensi yang harus dimiliki guru yaitu : (1)
penguasaan kompetensi program keahlian yang mendapat pengakuan dari industri/asosiasi profesi (2)
penguasaan kompetensi dalam melaksanakan pembelajaran, yaitu suatu kompetensi merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran. Untuk meningkatkan mutu guru dinas pendidikan harus
melaksanakan program magang/ on the job training guru di industri baik dalam maupun luar negeri
3). Isi Pesan..
Dalam pembelajaran dengan pendekatan Competency Based Training (CBT), pembelajaran bersifat
individu dengan memperhatikan kecepatan bejar siswa. Isi pembelajaran yang berupa kompetensi/sub
kompetensi harus dikemas dalam bentuk modul/paket belajar, dan bila terdapat siswa yang gagal, maka
siswa tersebut harus diadakan remedial sebelum menginjak pada sub kompetensi yang baru, pola
pembelajaran tradisional klasikal harus ditinggalkan..
4. Material Pembelajaran
Isi pesan yang akan disajikan oleh guru harus dikemas dalam pembelajaran individu (individual learning).
Konsekwensi penbelajaran individu adalah diperlukannya pengadaan bahan praktek, modul/paket
belajar per kompetensi/sub kompetensi sesuai jumlah siswa. Dinas pendidikan diharapkan segera
memprogramkan pembuatan modul/paket belajar ,pengadaan bahan praktek dan peralatan standart
industri diklat produktif sesuai rasio siswa yang dibiayai APBD.
4) Penataan Ruangan
Untuk menunjang pencapaian pembelajaran berbasis kompetensi, maka diperlukan ruangan belajar yang
nyaman, bengkel yang standar industri dan laboratorium yang menunjang baik laboratorium sains
maupun laboratorium program keahlian, tanpa sarana tersebut, maka tidak akan mungkin terjadi proses
belajar yang maksimal, untuk itu pengadaan sarana dan peralatan sangat menentukan mutu lulusan
SMK.
5). Kerjasama Sekolah dengan industri.
Pola pendekatan pembelajaran SMK menggunakan pendekatan system ganda (PSG), dimana
pembelajaran dirancang, dilaksanakan dan di evaluasi oleh SMK beserta institusi pasangannya. Maka
Penggalangan Kerjasama industri baik dalam maupun luar negeri sangat diperlukan
6). Pengembangan Bahasa inggris dengan pendekatan komunikasi.

Bahasa inggris merupakan bahasa internasional yang harus dikuasai oleh tamatan SMK, hal tersebut
guna menunjang pekerjaannya dalam lapangan kerja. Dan dalam era Global ini bila siswa telah
menguasai bahasa inggris sangat mungkin lulusan tersebut di eksport sebagai tenaga kerja ahli tingkat
menengah ke luar negeri, Peng embangan bahasa inggris harus diarahkan pada pendekatan komunikasi,
hal tersebut membutuhkan tegaga guru yang bersertifikasi TOIEC dan Lab Bahasa Inggris di setiap SMK.
Fungsi English Test Center yang berperan menguji dan mensertifikan kemampuan siswa dalam berbahasa
Inggris di tingkatkan agar diakui secara internasional (Test of English asInternational CommunicationTOEIC)
7. Pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP)
Pemerintah telah membentuk Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) yang berada di Jakarta,
kepanjangan tangan BNSP yang berada di daerah adalah lembaga sertifikasi Profesi (LSP), lembaga inilah
yang berfungsi untuk mensertifikasi setiap calon tenaga ahli baik lulusan SMK maupun tenaga industri
yang akan bekerja di perusahaan/industri dalam maupun luar negeri yang mempersyaratkan sertifikasi
sebagai syarat rekruitmen tenaga kerjanya. Dinas Pendidikan harus segera membentuk LSP- BNSP yang
keberadaannya di akui secara nasional maupun internasional.
Artikel 5
Dunia Pendidikan Menengah Nasional Mensikapi Tantangan Jaman
Posted by pataka on May 2nd, 2005
(Berbagai Paradigma Serta Perubahan Budaya Menyongsong Era Informasi, Globalisasi dan Otonomi
Pendidikan)
Pengantar
Proses demokratisasi di Indonesia telah menimbulkan keterkejutan budaya (cultural shock). Secara
alamiah, manusia cenderung mencari kemapanan sehingga tidak menyukai perubahan, apalagi yang
berlangsung sangat cepat. Sedangkan Indonesia selama tiga dasa warsa didominasi iklim kekuasaan
otoritarian, sentralistik dan status quo. Sehingga masa reformasi adalah periode yang dipenuhi
kontradiksi di semua bidang kehidupan.
Namun, manusia dikaruniai kemampuan beradaptasi, sehingga reformasi merupakan tempat untuk
melakukan dan menerima perubahan. Dan ini merupakan esensi upaya untuk tetap bertahan hidup,
naluri survival.
Keterkejutan ini menciptakan kesadaran baru, selama ini kita ternyata hidup di alam mimpi indah namun
realitanya tertinggal dari bangsa lain. Bangsa kita ibarat baru saja lahir kembali, belajar mandiri secara
instan sembari saling cakar. Di sisi lain SDA yang dibanggakan dan diandalkan ternyata telah dikuras
untuk kemakmuran sebagian orang saja, praktis tidak ada lagi potensi tersisa selain tumpukan hutang,
bom politik, sosial, ekonomi, budaya, hukum, keamanan dan berbagai masalah yang tanpa ujung
pangkal.
Hanya sedikit anak muda bangsa yang mampu bertahan dalam perubahan ini, sebagian besar menyerah
karena tidak memiliki daya. PHK dan pengangguran, kemiskinan terjadi di seluruh negeri. Fakta
menunjukkan SDM Indonesia ternyata sangat lemah. Padahal di era globalisasi dan abad informasi yang
penuh dengan ketidakpastian dan persaingan, hanya SDM berkualitas yang bisa diandalkan untuk tetap
survive. Bahkan bangsa ini telah mengalami krisis moral, kepercayaan dan identitas.
Maka kita harus berupaya bangkit dengan segala keterbatasan. Untuk itu kita harus memiliki semangat
dan wawasan luas, yang sedini mungkin harus ditanamkan melalui mekanisme pendidikan untuk seluruh
bangsa, terutama generasi muda. Terlepas apakah kita terlambat atau tidak, upaya memperbaiki budaya
dan SDM harus menjadi prioritas, karena itulah potensi / modal terbesar kita saat ini. Dan ini hanya bisa
dilakukan melalui pendidikan
Untuk menghadapi era informasi dan globalisasi dimana terjadi perubahan radikal dalam peradaban
manusia, diperlukan pensikapan dan pemahaman terhadap perubahan. Artinya dunia pendidikan,

sebagai tulang punggung pengelolaan dan pengembangan SDM, harus mau meninggalkan status quo
dan belajar mengadopsi berbagai paradigma baru.
Proses Ini harus disadari sebagai suatu proses revolusi budaya dan cara berpikir yang membutuhkan
keyakinan kuat, keteguhan hati, kejujuran, kreatifitas dan optimisme serta keberanian. Terutama untuk
mengakui kelemahan dan kesalahan serta tentu saja pikiran dan hati yang terbuka terhadap semua
masukan dari siapapun. Dan yang lebih penting lagi, adalah komitmen untuk bekerja keras menjadikan
porses ini suatu kenyataan.
Bila kita ingin bangsa ini survive, maka semua ini bukanlah suatu pilihan, melainkan justru harus disadari
bahwa hanya inilah satu-satunya jalan yang harus ditempuh.
Paradigma Perubahan Budaya, Penddikan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Iptek adalah produk budaya, sehingga iklim kultural dan pola pikir suatu bangsa sangat menentukan
perkembangan Iptek. Negara maju adalah contoh, dimana budaya yang demokratis berpengaruh kuat
terhadap kemajuan Iptek. Indonesia punya kultur yang luhur yang seharusnya mampu mendorong suatu
kemajuan.
Selama ini budaya justru disalahgunakan sebagai alat untuk menguasai dan membatasi. Untuk itu
diperlukan reformasi dunia pendidikan untuk merubah budaya yang salah arah tersebut. Mengapa dunia
pendidikan ? Karena melalui dunia pendidikan proses penyadaran dapat dilakukan secara sistemik.
Kedua menyangkut sebagian besar generasi muda bangsa yang bakal menjadi jaminan bangsa ini di
masa depan. Ketiga dengan pendidikanlah generasi muda dan masyarakat akan memahami pentingnya
Iptek.
Semula dunia pendidikan kita dikooptasi kekuasaan sebagai alat indoktrinasi bangsa maka di masa
sekarang dunia pendidikan harus ditempatkan pada posisi yang proporsional sesuai amanat pembukaan
konstitusi kita. Yaitu mengemban misi mencerdaskan kehidupan bangsa untuk memberi kesejahteraan
lahir dan batin. Slogannya adalah mencetak SDM yang berkualitas sekaligus memiliki imtaq.
Tahun 2003 pasar bebas ASEAN dimulai dan akan diikuti masuknya SDM asing dengan kualifikasi
internasional untuk mengisi pasar profesional di negeri kita. Inilah tantangan yang nyata. Akibatnya pasar
dunia kerja yang sudah sempit akan makin ketat persaingannya. Padahal angkatan kerja yang dihasilkan
oleh dunia pendidikan kita saat ini boleh dibilang tidak memiliki keunggulan yang dapat diandalkan,
apalagi pengalaman.
Perubahan budaya dengan pendekatan top down melalui kebijakan pemerintah memerlukan proses
panjang dan tidak terjamin keberhasilannya. Sedang waktu kita sangat terbatas. Oleh karena itu
masyarakat harus proaktif melakukan stimulasi langsung di lingkungan pendidikan. Dengan cara
demikian perubahan budaya untuk menciptakan iklim kondusif bagi bangkitnya kembali dunia
pendidikan nasional dapat dipercepat.
Langkah konkretnya adalah dengan mewujudkan semangat otonomi pendidikan seluas-luasnya. Dalam
proses ini diperlukan keberanian para pelaku di jajaran struktural, peserta didik, keluarga dan masyarakat
luas untuk melakukan inovasi dan improvisasi. Pemerintah tidak lagi menempatkan diri sebagai otorita
melainkan sebagai fasilitator dan pengayom sekaligus penjamin kontinuitas proses demokratisasi ini.
Sinergi diantara komponen ini diharapkan akan cepat menciptakan demokratisasi kependidikan yang kita
harapkan.
Sekolah, Lembaga Pendidikan Utama
Sebagaimana kita melihat piramid