hukum dan perubahan sosial oleh
DEWAN PIMPINAN CABANG
SEMARANG
PERHIMPUNAN MAHASISWA
HUKUM INDONESIA
(INDONESIA LAW STUDENT
ASSOCIATION)
Sekretariat : Jl. Lamongan Barat II no 80 Sampangan
Cp : 085733977299 (Hasan) Email : [email protected]
Fb: permahi progresif semarang
HUKUM DAN PERUBAHAN SOSIAL1
Hasan2
Teori hukum tidaklah buta terhadap konsekuensi sosial
dan tidak pula kebal dari pengaruh sosial. Dimana kita
mencari landasan-landasan hukum, pengertian yang kita
buat tentang proses hukum, dan dimana kita menempatkan
hukum dalam masyarakat –semuanya sangat
mempengaruhi betuk komunitas politik dan jangkauan
aspirasi-aspirasi sosial3.
Hukum adalah undang-undang. Sebuah pernyataan yang klasik, konvensional, dan
primitif4. Memang benar sebagian besar masyarakat menganggap bahwa hukum adalah
undang-undang, namun antara hukum dan undang-undang itu merupakan suatu hal yang
berbeda. Hukum adalah suatu sistim yang didalamnya terdapat norma-norma sosial
masyarakat, hak dan kewajiban sosial serta adanya nilai-nilai sosiologis dan filosofis di
dalamnya. Bukan hanya sekedar kumpulan huruf dan kata-kata yang dirangkai menjadi
suatu peraturan kemudian dinamakan undang-undang5.
1 Judul diskusi yang disampaikan pada diskusi di universitas Wahid Hasyim Semarang
30/05/1991.
2 Mahasiswa semester ....... (sudah saatnya ditagih skripi). Dalam hal ini penuis adalah
seorang muslim yang taat,yang mau mengerjakan sholat, seperti apa yang diperintahkan
oleh agama yang saya anut. Selain itu penulis juga tidak sombong serta rajin menabung
dan tidak suka buang sampah sembarangan.
3 Nonet, Hukum Responsif,hal 3. Dalam hal ini suatu sistim sosial masyarakat akan
memiliki atau berpengaruh terhadap sisitim hukum yang ada pada tempat atau daerah
tersebut, hali ini karena hukum merupakan suatu hal yang lahir dari hubungan serta
interaksi sosial masyarakat. hukum tidak dapat berdiri sendiri dan hukum selalu
membutuhkan disiplin ilmu lain untuk dapat bekerja sebagai suatu kesatuan sistim
hukum yang utuh.
4 Awaludin marwan, Teori Hukum Kontemporer, hal 1. Lihat juga tentang pandagan
hukum progresif yang mengatakan bahwa hukum bukanlah suatu skema yang final,
hukum harus terus dibedah dengan cara-cara yang progresif.
5 Didalam sosiologi hukum, hukum dipandang tidak hanya sebagai undang-undang saja,
melainkan ada norma-norma yang hidup di masyarakat yang tertuang didalamnya.
Selain itu undang-undang juga harus bersifat humanis, fleksibel dan dapat diterima oleh
masyarakat.
Dalam hal ini hukum tidak merupakan alat penindas yang dilakukan oleh suatu golongan
terhadap golongan lain. Terlebih hukum digunakan sebagai alat untuk mengamini legitimasi
kekuasaan, yang didalamnya terdapat kebusukan-kebusukan serta kebobrokan sang
penguasa6. Hukum memiliki nyawa sendiri dalam dalam memberikan warna serta cara
sebagai alternatif penyelesaian suatu permasalahan atau sengketa yang ada di dalam
masyarakat. Oleh karena itu hukum haruslah mampu menampung kepentingan-kepentingan,
serta hak-hak yang hidup di dalam masyarakat. Dengan kata lain, keadilan menjadi landasan
moral hukum dan sekaligus tolok ukur sistim hukum positif. Keadilan juga bersifat konstitutif,
karena keadilan menjadi unsur mutlak bagi hukum sebagai hukum. Tanpa keadilan, suatu
peraturan tidak pantas menjadi hukum7.
Keadilan merupakan syarat mutlak dari sebuah sistim hukum yang diterapkan didalam
masyarakat. hukum harus mampu mengikuti perkembangan sosial masyarakat, bukan
masyarakat yang dituntut untuk mengikuti hukum yang ada 8. Oleh karena itu hukum yang
ada didalam masyarakat tidak boleh bertentangan dengan sistim norma yang telah ada di
dalam masyarkat. Hukum sebagai sarana untuk menciptakan suatu kedamaian, keamanan
dan ketentraman dalam kehidupan masyarakat, bukan sebagai alat penindas.
Memang cukup rumit jika membicarakan tentang suatu sistim hukum yang humanis dan
dapat memberikan kenyamanan bagi masyarakat secara luas, hal ini bertolak belakang
dengan sifat hukum saat ini yang ada bahwa hukum harus mempunyai sikap yang tegas dan
memaksa serta dapat diterapkan kepada seluruh lapisan masyarakat. oleh karena itu
dipelukan suatu pendanngan kritis untuk mengawal jalanya hukum yang ada.
Disiplin ilmu yang telah mengaitkan studi hukum dengan maslaahmasalah teori sosialseringkali berselisih, namun bila dilihat lebih cermat,
banyak perselisihan diantara disiplin-disiplin itu memunculkan
kebingungan mengenai istilah, yang seharusnya dihindari sejak awal.
Sebagian aliran pemikiran memandang hukum sebagai fenomena
universal yang umum dijumpai pada semua masyarakat9
6 Hukum seperti ini pernah digunakan oleh rezim nazi Jerman yang menggunakan hukum
sebagai alat pembenaran serta melegalkan genosida (pembasmian ras), pada saat itu
yang menjadi korban atau target dari genosida nazi adalah bangsa yahudi.
7 Tanya, Politik Hukum Agenda Kepentingan Bersama, hal 67
8 Dalam hal ini, kehidupan sosial masyarakat akan terus mengalami perkembangan,
contohnya saja pada jaman dahulu ketika internet belum dikenal oleh masyarakat tidak
ada tindak kejahatan (cyber cyrime), naun dengan berkembanganya waktu dan
kemajuan teknologi kejahatan tidak hanya dilakukan melalui cara-cara konfensional,
namun menggunakan teknologi yang ada untuk melakukan tindak kejahatan tersebut.
Contoh kasus penipuan di dunia maya, prostitusi pada dunia maya dll.
9 Malinowski dalam Roberto M Unger, hal 63
Dalam hal ini penulis membagi hukum kedalam tiga konsep hukum 10 yaitu hukum adat
(Costumary Law), hukum birokratis (Bureaucratic Law), dan hukum agama. Hukum adat
(Costumary Law) yaitu setiap pola interaksi yang muncul berulang-ulang diantara banyak
individu dan kelompok, diikuti pengakuan yang relatif eksplisit dari kelompok dan individu
tersebut bahwa pola-pola interaksi demikian memunculkan ekspektasi perilaku timbal balik
yang harus dipenuhi11. Hukum adat merupakan suatu sistim hukum yang telah ada, tumbuh,
dan berkembangan didalam masyarakat yang berlangsung selama masyarakat itu terbentuk.
Oleh karena itu hukum adat dianggap sebagai suatu sistim hukum yang berasal dari
masyarakat itu sendiri (hukum asli)12. Bahkan didalam hukum adat sistim yang ada dan telah
tertata dengan fleksibel dan dibuat mengalir dengan perkembangan jaman, namun dalam
penerapan yang ada saat ini posisi hukum adat telah terdegradasi dengan hukum nasional
dan hanya di beberapa daerah saja yang menerapkan hukum adat sebagai hukum yang
digunakan dalam kesehari-harian mereka.
Konsep hukum yang kedua adalah konsep hukum birokratis (Bureaucratic Law) atau
biasa disebut dengan hukum pengatur (regulatory law). Didalam hukum birokratis tersebut
proses pebentukan hukumnya dilakukan oleh pemerintah, bukan terbentuk seara alamiah.
Hukum birokratis ini juga digunakan oleh pemerintah untuk mengatur masyarakatnya yang
bertujuan untuk menciptakan suatu tatanan sosial yang teratur. Namun dalam kenyataan
yang ada seringkali konsep hukum seperti ini digunakan oleh golongan tertentu maupun
pemerintah untuk menekan bahkan melakukan kekerasan, sehingga suatu kekuasaan yang
ada di dalam peeintahan seringkali dianggap sebagai suatu pemerintahan yang represif.
Suatu kekuasaan pemerintahan dibilang represif jika kekuasaan itu
tdak memperhatikan kepentingan-kepentingan orang-orang yang
diperintah, yaitu ketika suatu kekuasaan dilaksanakan tidak untuk
kepentingan mereka yang diperintah, atau dengan mengingkari
legitimasi mereka. Sebagai akibatnya, posisi mereka yang diperintah
menjadi rentan dan lemah13.
Dalam konsep hukum ini banyak kepentingan-kepentingan yang masuk ketika
pembuatan sistim perundang-undanganya, oleh karena itu beerapa pihak mengatakan
bahwa undang-undang itu cacat sejak lahir, karena didalamnnya terdapat kepentingankepentingan pembuatnya, sehingga tidak lagi murni dari hati nurani yang memperhatikan
nasib masyarakat secara keseluruhan14.
10 Baca: Unger, Teori Hukum Kritis kajian tentang posisi hukum daalam masyarakat
modern.
11 Ibid hal 63.
12---13 Opc hal 33
14 Baca: Hukum Progresif, satjipto rahardjo. Undang-undang itu dibuat oleh DPR, DPR itu
berasal dari partai politik, setiap partai politik memiliki kepentingan yang berbeda-beda
Pada konsep hukum yang ke tiga adalah konsep hukum agama. Hukum agama
ditentukan oleh aturan-aturan teologis yang isinya tidak dapat diperhitungkan secara
langsung oleh penguasa15. Sebagai contoh bahwa hukum agama itu ditentukan oleh
aturan-aturan teologis terbukti degan adanya kepercayaan16 akan adanya halal dan haram
dalam islam serta adanya aturan-aturan lain yang bertujuan untuk menciptakan keteraturan
sosial (Unger, 2008:66).
Pandangan kaum liberal terhadap hukum
Dalam sebuah demokrasi ini berarti bahwa kedaulatan hukum tidak akan bertahan
kecuali is menjadi bagian dari tradisi moral masyarakatnya, cita-cita yang diyakini bersama
dan yang diterima secara mutlak oleh mayoritas 17. Berkaca dari pernyataan tersebut jelas
bahwa bagi kaum liberal,18 hukum tidaklah menjadi semacam alat yang digunakan untuk
mengekang kebebasan sosial. Oleh karena itu hukum harus mengikuti tradisi moral
masyarakat, dalam hal ini hukumlah yang dituntut untuk mengikuti masyarakat, bukan
masyarakat yang dipaksa untuk tunduk secara ortodoks pada hukum (masyarakat yang
masuk pada hukum).
Hampir sama seperti pernyataan pada konsep hukum adat (Costumary Law), kaum
liberal berpandangan bahwa sistim perundang-undangan atau peraturan merupakan produk
proses evolusi, dimana manusia berinteraksi secara terus menerus dengan lingkunganya 19.
Oleh karena itu kaum liberal sangat mengunggulkan kebebasan individu dan hukum ada
hanyalah untuk melindungi kebebasan tersebut dari benturan atas kebebasan orang lain.
Kedaulatan hukum sebagai sebuah prinsip meta-hukum 20. Ajaran meta hukum bisa
digambarkan bahwa dalam suatu keadaan tentang konsep hukum “kita tidak mungkin bisa
menyusun secara sintetis seperangkat aturan-aturan moral baru”. Kita harus menerima
yang cenderung mengamankan kepentingan politiknya, sehingga produk hukum yang
diciptakanya pun tidak jauh dari interfevsi kepentingan politiknya, inilah yang dinamakan
hukum itu cacat sejak lahir.
15 opc, hal 66
16 Kepercayaan tersebut seperti halnya adanya dosa, serta mitos adanya neraka
(untuk orang-orang jahat) dan surga (yang diciptakan oleh Tuhan untuk orangorang yang baik, seperti Mas Hasan) yang hingga saat ini masih belum bisa
dibuktikan dan dijeaskan secara ilmiah. Atau jangan-jangan surga dan neraka itu
memang hanya mitos yang dibuat oleh orang-orang kuno untuk menciptakan
keteraturan sosial belaka? Entahlah.
17 Miller, Kondisi Kebebasan Liberalisme Klasik F.A Hayek, freedom institute, hal79
18 Kaum liberal adalah kaum yang lebih mengutamakan kebebasan individu, contoh
negara yang menggunakan paham liberalis adalah Amerika.
19 Ibid hal 80
20 Istilah ini sering digunakan oleh F. A Hayek. Namun dia sendiri tidak menjelaskan
secara terperinci apa yang dimaksud denganmeta hukum itu sendiri. Namun penulis
akan sedikit menjelaskan tentang apa pemikiran tentang meta-hukum itu.
hampir semua “yang berkembangan dengan sendirinya dan secara spontan” 21. Hal itu
mungkin saja terjadi karena pada dasar yang paling dasar bahwa peradaban manusia itu
memiliki kehidupanya sendiri, dan kehidupan manusia itu beragam antara satu tempat
dengan manusia di tempat yang lain. Oleh karena itu segala upaya perbaikan yang
dilakukan tidak bisa dikontrol sepenuhnya oleh pembuat konsep hukum tersebut.
Kau liberal sangat percaya bahwa konsep hukum harus dilihat dengan tujuan bukan
untuk seperangkat aturan-aturan moral baru, tapi untuk mengenali semua aturan-aturan
yang mendukug kemajua peradaban; dan dalam hal ini ia memiliki dasar dan landasan22.
Pandangan kaum liberal dalam tulisan ini, penulis menggunakan pemikiran F. A
Hayek23 sebagai inspirasi dalam memandang kaum liberalis. Demikian sebuah catatan kecil
dari penulis untuk didiskusikan....................
21 konsep hukum yang dibuat oleh suatu lebaga tidak mungkin bisa menggeser
kebiasaan dan prilaku masyarakat yang telah berlangsung selama kurun waktu yang ada
dan selama masyarakat sosial itu ada.
22 Iid. Hal 82
23 Friedrich August Hayek (lahir di Vienna, 8 Mei 1899 – meninggal di Freiburg , 23
Maret 1992 pada umur 92 tahun) adalah seorang ahli ekonomi dan filsafat dari London
School of Economics, Inggris yang mendapat Penghargaan Nobel untuk bidang Ekonomi
tahun 1974.
SEMARANG
PERHIMPUNAN MAHASISWA
HUKUM INDONESIA
(INDONESIA LAW STUDENT
ASSOCIATION)
Sekretariat : Jl. Lamongan Barat II no 80 Sampangan
Cp : 085733977299 (Hasan) Email : [email protected]
Fb: permahi progresif semarang
HUKUM DAN PERUBAHAN SOSIAL1
Hasan2
Teori hukum tidaklah buta terhadap konsekuensi sosial
dan tidak pula kebal dari pengaruh sosial. Dimana kita
mencari landasan-landasan hukum, pengertian yang kita
buat tentang proses hukum, dan dimana kita menempatkan
hukum dalam masyarakat –semuanya sangat
mempengaruhi betuk komunitas politik dan jangkauan
aspirasi-aspirasi sosial3.
Hukum adalah undang-undang. Sebuah pernyataan yang klasik, konvensional, dan
primitif4. Memang benar sebagian besar masyarakat menganggap bahwa hukum adalah
undang-undang, namun antara hukum dan undang-undang itu merupakan suatu hal yang
berbeda. Hukum adalah suatu sistim yang didalamnya terdapat norma-norma sosial
masyarakat, hak dan kewajiban sosial serta adanya nilai-nilai sosiologis dan filosofis di
dalamnya. Bukan hanya sekedar kumpulan huruf dan kata-kata yang dirangkai menjadi
suatu peraturan kemudian dinamakan undang-undang5.
1 Judul diskusi yang disampaikan pada diskusi di universitas Wahid Hasyim Semarang
30/05/1991.
2 Mahasiswa semester ....... (sudah saatnya ditagih skripi). Dalam hal ini penuis adalah
seorang muslim yang taat,yang mau mengerjakan sholat, seperti apa yang diperintahkan
oleh agama yang saya anut. Selain itu penulis juga tidak sombong serta rajin menabung
dan tidak suka buang sampah sembarangan.
3 Nonet, Hukum Responsif,hal 3. Dalam hal ini suatu sistim sosial masyarakat akan
memiliki atau berpengaruh terhadap sisitim hukum yang ada pada tempat atau daerah
tersebut, hali ini karena hukum merupakan suatu hal yang lahir dari hubungan serta
interaksi sosial masyarakat. hukum tidak dapat berdiri sendiri dan hukum selalu
membutuhkan disiplin ilmu lain untuk dapat bekerja sebagai suatu kesatuan sistim
hukum yang utuh.
4 Awaludin marwan, Teori Hukum Kontemporer, hal 1. Lihat juga tentang pandagan
hukum progresif yang mengatakan bahwa hukum bukanlah suatu skema yang final,
hukum harus terus dibedah dengan cara-cara yang progresif.
5 Didalam sosiologi hukum, hukum dipandang tidak hanya sebagai undang-undang saja,
melainkan ada norma-norma yang hidup di masyarakat yang tertuang didalamnya.
Selain itu undang-undang juga harus bersifat humanis, fleksibel dan dapat diterima oleh
masyarakat.
Dalam hal ini hukum tidak merupakan alat penindas yang dilakukan oleh suatu golongan
terhadap golongan lain. Terlebih hukum digunakan sebagai alat untuk mengamini legitimasi
kekuasaan, yang didalamnya terdapat kebusukan-kebusukan serta kebobrokan sang
penguasa6. Hukum memiliki nyawa sendiri dalam dalam memberikan warna serta cara
sebagai alternatif penyelesaian suatu permasalahan atau sengketa yang ada di dalam
masyarakat. Oleh karena itu hukum haruslah mampu menampung kepentingan-kepentingan,
serta hak-hak yang hidup di dalam masyarakat. Dengan kata lain, keadilan menjadi landasan
moral hukum dan sekaligus tolok ukur sistim hukum positif. Keadilan juga bersifat konstitutif,
karena keadilan menjadi unsur mutlak bagi hukum sebagai hukum. Tanpa keadilan, suatu
peraturan tidak pantas menjadi hukum7.
Keadilan merupakan syarat mutlak dari sebuah sistim hukum yang diterapkan didalam
masyarakat. hukum harus mampu mengikuti perkembangan sosial masyarakat, bukan
masyarakat yang dituntut untuk mengikuti hukum yang ada 8. Oleh karena itu hukum yang
ada didalam masyarakat tidak boleh bertentangan dengan sistim norma yang telah ada di
dalam masyarkat. Hukum sebagai sarana untuk menciptakan suatu kedamaian, keamanan
dan ketentraman dalam kehidupan masyarakat, bukan sebagai alat penindas.
Memang cukup rumit jika membicarakan tentang suatu sistim hukum yang humanis dan
dapat memberikan kenyamanan bagi masyarakat secara luas, hal ini bertolak belakang
dengan sifat hukum saat ini yang ada bahwa hukum harus mempunyai sikap yang tegas dan
memaksa serta dapat diterapkan kepada seluruh lapisan masyarakat. oleh karena itu
dipelukan suatu pendanngan kritis untuk mengawal jalanya hukum yang ada.
Disiplin ilmu yang telah mengaitkan studi hukum dengan maslaahmasalah teori sosialseringkali berselisih, namun bila dilihat lebih cermat,
banyak perselisihan diantara disiplin-disiplin itu memunculkan
kebingungan mengenai istilah, yang seharusnya dihindari sejak awal.
Sebagian aliran pemikiran memandang hukum sebagai fenomena
universal yang umum dijumpai pada semua masyarakat9
6 Hukum seperti ini pernah digunakan oleh rezim nazi Jerman yang menggunakan hukum
sebagai alat pembenaran serta melegalkan genosida (pembasmian ras), pada saat itu
yang menjadi korban atau target dari genosida nazi adalah bangsa yahudi.
7 Tanya, Politik Hukum Agenda Kepentingan Bersama, hal 67
8 Dalam hal ini, kehidupan sosial masyarakat akan terus mengalami perkembangan,
contohnya saja pada jaman dahulu ketika internet belum dikenal oleh masyarakat tidak
ada tindak kejahatan (cyber cyrime), naun dengan berkembanganya waktu dan
kemajuan teknologi kejahatan tidak hanya dilakukan melalui cara-cara konfensional,
namun menggunakan teknologi yang ada untuk melakukan tindak kejahatan tersebut.
Contoh kasus penipuan di dunia maya, prostitusi pada dunia maya dll.
9 Malinowski dalam Roberto M Unger, hal 63
Dalam hal ini penulis membagi hukum kedalam tiga konsep hukum 10 yaitu hukum adat
(Costumary Law), hukum birokratis (Bureaucratic Law), dan hukum agama. Hukum adat
(Costumary Law) yaitu setiap pola interaksi yang muncul berulang-ulang diantara banyak
individu dan kelompok, diikuti pengakuan yang relatif eksplisit dari kelompok dan individu
tersebut bahwa pola-pola interaksi demikian memunculkan ekspektasi perilaku timbal balik
yang harus dipenuhi11. Hukum adat merupakan suatu sistim hukum yang telah ada, tumbuh,
dan berkembangan didalam masyarakat yang berlangsung selama masyarakat itu terbentuk.
Oleh karena itu hukum adat dianggap sebagai suatu sistim hukum yang berasal dari
masyarakat itu sendiri (hukum asli)12. Bahkan didalam hukum adat sistim yang ada dan telah
tertata dengan fleksibel dan dibuat mengalir dengan perkembangan jaman, namun dalam
penerapan yang ada saat ini posisi hukum adat telah terdegradasi dengan hukum nasional
dan hanya di beberapa daerah saja yang menerapkan hukum adat sebagai hukum yang
digunakan dalam kesehari-harian mereka.
Konsep hukum yang kedua adalah konsep hukum birokratis (Bureaucratic Law) atau
biasa disebut dengan hukum pengatur (regulatory law). Didalam hukum birokratis tersebut
proses pebentukan hukumnya dilakukan oleh pemerintah, bukan terbentuk seara alamiah.
Hukum birokratis ini juga digunakan oleh pemerintah untuk mengatur masyarakatnya yang
bertujuan untuk menciptakan suatu tatanan sosial yang teratur. Namun dalam kenyataan
yang ada seringkali konsep hukum seperti ini digunakan oleh golongan tertentu maupun
pemerintah untuk menekan bahkan melakukan kekerasan, sehingga suatu kekuasaan yang
ada di dalam peeintahan seringkali dianggap sebagai suatu pemerintahan yang represif.
Suatu kekuasaan pemerintahan dibilang represif jika kekuasaan itu
tdak memperhatikan kepentingan-kepentingan orang-orang yang
diperintah, yaitu ketika suatu kekuasaan dilaksanakan tidak untuk
kepentingan mereka yang diperintah, atau dengan mengingkari
legitimasi mereka. Sebagai akibatnya, posisi mereka yang diperintah
menjadi rentan dan lemah13.
Dalam konsep hukum ini banyak kepentingan-kepentingan yang masuk ketika
pembuatan sistim perundang-undanganya, oleh karena itu beerapa pihak mengatakan
bahwa undang-undang itu cacat sejak lahir, karena didalamnnya terdapat kepentingankepentingan pembuatnya, sehingga tidak lagi murni dari hati nurani yang memperhatikan
nasib masyarakat secara keseluruhan14.
10 Baca: Unger, Teori Hukum Kritis kajian tentang posisi hukum daalam masyarakat
modern.
11 Ibid hal 63.
12---13 Opc hal 33
14 Baca: Hukum Progresif, satjipto rahardjo. Undang-undang itu dibuat oleh DPR, DPR itu
berasal dari partai politik, setiap partai politik memiliki kepentingan yang berbeda-beda
Pada konsep hukum yang ke tiga adalah konsep hukum agama. Hukum agama
ditentukan oleh aturan-aturan teologis yang isinya tidak dapat diperhitungkan secara
langsung oleh penguasa15. Sebagai contoh bahwa hukum agama itu ditentukan oleh
aturan-aturan teologis terbukti degan adanya kepercayaan16 akan adanya halal dan haram
dalam islam serta adanya aturan-aturan lain yang bertujuan untuk menciptakan keteraturan
sosial (Unger, 2008:66).
Pandangan kaum liberal terhadap hukum
Dalam sebuah demokrasi ini berarti bahwa kedaulatan hukum tidak akan bertahan
kecuali is menjadi bagian dari tradisi moral masyarakatnya, cita-cita yang diyakini bersama
dan yang diterima secara mutlak oleh mayoritas 17. Berkaca dari pernyataan tersebut jelas
bahwa bagi kaum liberal,18 hukum tidaklah menjadi semacam alat yang digunakan untuk
mengekang kebebasan sosial. Oleh karena itu hukum harus mengikuti tradisi moral
masyarakat, dalam hal ini hukumlah yang dituntut untuk mengikuti masyarakat, bukan
masyarakat yang dipaksa untuk tunduk secara ortodoks pada hukum (masyarakat yang
masuk pada hukum).
Hampir sama seperti pernyataan pada konsep hukum adat (Costumary Law), kaum
liberal berpandangan bahwa sistim perundang-undangan atau peraturan merupakan produk
proses evolusi, dimana manusia berinteraksi secara terus menerus dengan lingkunganya 19.
Oleh karena itu kaum liberal sangat mengunggulkan kebebasan individu dan hukum ada
hanyalah untuk melindungi kebebasan tersebut dari benturan atas kebebasan orang lain.
Kedaulatan hukum sebagai sebuah prinsip meta-hukum 20. Ajaran meta hukum bisa
digambarkan bahwa dalam suatu keadaan tentang konsep hukum “kita tidak mungkin bisa
menyusun secara sintetis seperangkat aturan-aturan moral baru”. Kita harus menerima
yang cenderung mengamankan kepentingan politiknya, sehingga produk hukum yang
diciptakanya pun tidak jauh dari interfevsi kepentingan politiknya, inilah yang dinamakan
hukum itu cacat sejak lahir.
15 opc, hal 66
16 Kepercayaan tersebut seperti halnya adanya dosa, serta mitos adanya neraka
(untuk orang-orang jahat) dan surga (yang diciptakan oleh Tuhan untuk orangorang yang baik, seperti Mas Hasan) yang hingga saat ini masih belum bisa
dibuktikan dan dijeaskan secara ilmiah. Atau jangan-jangan surga dan neraka itu
memang hanya mitos yang dibuat oleh orang-orang kuno untuk menciptakan
keteraturan sosial belaka? Entahlah.
17 Miller, Kondisi Kebebasan Liberalisme Klasik F.A Hayek, freedom institute, hal79
18 Kaum liberal adalah kaum yang lebih mengutamakan kebebasan individu, contoh
negara yang menggunakan paham liberalis adalah Amerika.
19 Ibid hal 80
20 Istilah ini sering digunakan oleh F. A Hayek. Namun dia sendiri tidak menjelaskan
secara terperinci apa yang dimaksud denganmeta hukum itu sendiri. Namun penulis
akan sedikit menjelaskan tentang apa pemikiran tentang meta-hukum itu.
hampir semua “yang berkembangan dengan sendirinya dan secara spontan” 21. Hal itu
mungkin saja terjadi karena pada dasar yang paling dasar bahwa peradaban manusia itu
memiliki kehidupanya sendiri, dan kehidupan manusia itu beragam antara satu tempat
dengan manusia di tempat yang lain. Oleh karena itu segala upaya perbaikan yang
dilakukan tidak bisa dikontrol sepenuhnya oleh pembuat konsep hukum tersebut.
Kau liberal sangat percaya bahwa konsep hukum harus dilihat dengan tujuan bukan
untuk seperangkat aturan-aturan moral baru, tapi untuk mengenali semua aturan-aturan
yang mendukug kemajua peradaban; dan dalam hal ini ia memiliki dasar dan landasan22.
Pandangan kaum liberal dalam tulisan ini, penulis menggunakan pemikiran F. A
Hayek23 sebagai inspirasi dalam memandang kaum liberalis. Demikian sebuah catatan kecil
dari penulis untuk didiskusikan....................
21 konsep hukum yang dibuat oleh suatu lebaga tidak mungkin bisa menggeser
kebiasaan dan prilaku masyarakat yang telah berlangsung selama kurun waktu yang ada
dan selama masyarakat sosial itu ada.
22 Iid. Hal 82
23 Friedrich August Hayek (lahir di Vienna, 8 Mei 1899 – meninggal di Freiburg , 23
Maret 1992 pada umur 92 tahun) adalah seorang ahli ekonomi dan filsafat dari London
School of Economics, Inggris yang mendapat Penghargaan Nobel untuk bidang Ekonomi
tahun 1974.