Kelas Sosial dan Kesehatan Mental

Kelas Sosial, Kemiskinan
dan Kesehatan Mental
Kesehatan Mental Komunitas

Rizqy Amelia Zein
Departemen Psikologi Kepribadian dan Sosial

Pengantar
• Studi-studi epidemiologis yang menginvestigasi determinan sosial dari timbulnya
suatu penyakit mulai banyak dilakukan sejak tahun 1950an.
– Salah satu model teoritik yang amat populer saat itu adalah health belief model (HBM) 
digunakan untuk menjelaskan motivasi masyarakat USA utk melakukan screening Tuberkulin.

• Menariknya, studi Sosiologi yang mengaitkan antara kelas sosial dengan insiden
Skizofrenia telah dilakukan sejak tahun 1939 (Faris & Dunham).
– Sejalan dengan populernya tren studi human ecology di Chicago School of Sociology (Park 1936).

• Sejak studi awalnya, para sosiolog sepakat bahwa social gap adalah determinan
yang penting dalam menjelaskan prevalensi gangguan mental berat.
– Masyarakat yang tersubordinasi secara sosial adalah yang paling rentan menderita gangguan
mental. (Ingat pertemuan minggu lalu!)


Life course perspective
• Pendekatan life-span berguna untuk menjelaskan kaitan antara status sosioekonomi
dengan berbagai macam indikator kesehatan.
– Pendekatan life-span dapat memberikan infomasi mengenai pengaruh variabel sosioekonomi
pada titik waktu/periode tertentu dalam hidup individu, yang berpengaruh pada outcome
kesehatan mental.
– Pendekatan ini mengasumsikan variabel sosioekonomi tidak secara singular mempengaruhi
health outcome. Melainkan hasil interaksi over-time dengan variabel sosioekonomi lainnya.
– Contohnya: Scottish Longitudinal Study (West & Sweating 2004) menghasilkan temuan bahwa
remaja wanita di Skotlandia cenderung mengalami distres Psikologis selama 10 tahun di awal
masa remajanya akibat adanya ekspektasi untuk meraih pendidikan yang tinggi dan kecemasan
mengenai identitas personal.

…cont’d
• “The more data we have which show how early circumstances contribute to health
in later life, the clearer it becomes that ‘social class’ at any given point is but a very
partial indicator of a whole sequence, a ‘probabilistic cascade’ of events which need
to be seen in combination if the effects of social environment on health are to be
understood. Different individuals have arrived at any particular level of income,

occupational advantage or prestige which have different life histories behind them.
Variables such as height, education and ownership of additional consumer goods act
as indicators of these past histories” (Barley, et al. 1998).
• Memahami faktor sosiodemografis/sosioekonomi pada satu titik tertentu dalam
perkembangan individu, bagaimana faktor-faktor ini dibentuk oleh posisi kelas
sosial, dan dampaknya pada well-being akan merefleksikan kaitan yang jelas antara
kesenjangan dan kesehatan mental.

The causal chain
Mengapa Joko dirawat di RSJ?
Karena ia mengalami delusi dan hampir membunuh kakaknya.
Apa yang menjadi penyebab timbulnya delusi pada diri Joko?
Istrinya meninggalkannya setelah 25 tahun berumah tangga.
Mengapa istri Joko meninggalkannya?
Joko yang bekerja sebagai pengemudi ojek online tidak mampu lagi membiayai
pengeluaran rumah tangga dan biaya sekolah anak-anaknya.
Kalau tidak mampu mencukupi kebutuhannya sehari-hari, mengapa Joko bekerja
sebagai pengemudi ojek online?
Joko sebelumnya bekerja sebagai buruh pabrik dan baru saja kehilangan
pekerjaannya. Ia sulit mendapatkan pekerjaan baru, sehingga terpaksa menjadi

pengemudi ojek online.

…and the chain continues
Mengapa Joko sulit mendapatkan pekerjaan baru?
Ia hanya lulusan SMP. Ia sempat sekolah SMA tapi kemudian tidak selesai.
Mengapa sekolahnya tidak selesai?
Ibunya tak sanggup membiayai, sedangkan ayahnya seorang pemabuk dan penjudi
yang setiap hari berlaku kasar pada anak-anaknya.

Kesenjangan dan kesehatan (1)
Kesenjangan kondisi kesehatan yang berkaitan dengan status sosioekonomi dapat
dijelaskan oleh empat faktor (Black Report, DHSS 1980)
• Artefact explanation: kesenjangan kondisi kesehatan dianggap sebagai ‘artefak’
yang ditemukan bukti empiriknya melalui official statistics, seperti sensus dan survei
resmi yang dilakukan oleh pemerintah.
• Selection explanation: long term illness yang dialami individu di usia dewasa akan
menghadang mobilitas sosial dan merenggangkan kesenjangan lebih jauh lagi,
terlebih apabila penyakit yang diderita menimbulkan disabilitas. Artinya, status
kesehatan juga dapat berpengaruh pada status sosioekonomi, tidak hanya
sebaliknya. (ingat studi the Global Burden of Disease-nya IHME).

• Cultural/behavioral explanation: gaya hidup dan perilaku berisiko (merokok, minum
minuman keras, dll) yang dilakukan individu, dapat mengarah pada kesenjangan
status kesehatan.

Kesenjangan dan kesehatan (2)
• Materialist explanation: kesenjangan status
sosioekonomi merupakan penyebab adanya
perbedaan tingkat exposure terhadap risiko
kesehatan yang dialami individu.
Contohnya: orang yang berpendapatan
rendah akan tinggal di daerah kumuh dan
paling mungkin terpapar kuman
Tuberkulosis, daripada orang yang
berpendapatan lebih tinggi.

Stratifikasi sosial – bagaimana mengukurnya?
(1)

• Prinsipnya, setiap kultur punya definisi yang berbeda mengenai kelas sosial, namun
ada usaha yang ekstensif untuk mengoperasionalisasi kelas sosial.

• Skema tujuh kelas sosial di Inggris Raya (Savage, et al. 2013):
– Elite: kelompok terkaya, dimana kelompok ini memiliki privilege secara ekonomi, sosial dan
kultural sekaligus.
– Established middle class: kelompok terkaya setelah elite, hanya sedikit lebih rendah privilege
kulturalnya dibanding elite.
– Technical middle class: resourceful secara ekonomi, tapi lemah dalam privilege sosial dan
kultural, cenderung terisolasi secara sosial dan ada kecenderungan cultural apathy.
– New affluent workers: kelompok dengan usia yang cenderung muda dan aktif mengeksplorasi
dominasi secara kultural dan sosial, dengan pendapatan cenderung menengah.
– Traditional working class: cenderung memiliki skor rendah pada privilege sosial, kultural dan
ekonomi. Biasanya merupakan orang-orang tua (60an) yang memiliki properti dengan harga yang
mahal.

Stratifikasi sosial – bagaimana mengukurnya?
(2)
– Emergent service workers: terdiri dari anak-anak muda urban yang cenderung miskin, tapi
memiliki privilege secara sosial dan kultural  mahasiswa, fresh graduate.
– Precariat/precarious proletariat: kelompok termiskin yang nyaris tak memiliki modal ekonomi,
sosial maupun kultural. Orang-orang marjinal  homeless.


• Menariknya, orang dengan gangguan mental tidak termasuk kelas manapun, karena
sebenarnya mereka dianggap ‘diluar’ tujuh kelas diatas. Oleh karena itu, mereka
amat rentan terstigmatisasi.
– Akibatnya, ODGM memiliki modal sosial dan kultural yang amat terbatas (Pescosolido, et al.
2013), memiliki usia harapan hidup yang lebih pendek dan cenderung mengalami gangguan
kesehatan (fisik) daripada individu non-ODGM (Chang, et al. 2011).

• Peneliti lain menggolongkan ODGM dengan episode psikotik dalam precariat
– Karena Skizofrenia membawa konsekuensi ekslusi sosial yang lebih ekstrim.

Kemiskinan dan gangguan mental (1)
• Tidak semua jenis gangguan
mental selalu ditemukan pada
kelompok termiskin.
• Affective disorder, misalnya,
ditemukan pada individu di semua
kelas sosial. Namun korelasi
antara angka kejadian Skizofrenia
dengan rendahnya SES ditemukan
sangat kuat (Rogers & Pilgrim

2014).

Kemiskinan dan gangguan mental (2)
Studi yang dilakukan oleh Faris dan
Dunham (1939) menghasilkan social
isolation of theory dalam menjelaskan
etiologi Skizofrenia.
• Penderita Skizofrenia yang berasal dari
kelompok termiskin yang tinggal di pusat
kota jumlahnya tujuh kali lebih banyak
daripada yang berasal dari kelas menengah
dan tinggal di pinggiran kota (suburban).
• Precipitating event penderita Skizofrenia
merupakan kombinasi antara kemiskinan
dan rendahnya kohesi sosial.
• Individu yang paling rentan mengalami
Skizofrenia adalah individu yang mengalami
isolasi sosial di masa kanak-kanak.

Kemiskinan dan gangguan mental (2)

• Riset-riset yang dilakukan setelah WW II menghasilkan temuan yang kontradiktif
dengan Faris & Dunham (1939).
– Intinya isolasi sosial dan kemiskinan bukan etiologi Skizofrenia, tetapi merupakan akibat yang
ditimbulkan dari menderita Skizofrenia  hipotesis social drift (Dunham 1957; Weinberg, 1960)

• Lalu, mengapa Skizofrenia banyak diderita oleh orang-orang miskin?
• Ada dua competing hypotheses yang menjelaskan kaitan antara kemiskinan dengan
insiden Skizofrenia, yaitu:
– The drift hypothesis: gangguan mental yang dialami individu membuat dirinya menjadi
penyandang disabilitas, sehingga menurunkan kompetensi sosialnya dan membuat mereka tak
mungkin lagi berkompetisi dengan orang yang normal – oleh karena itu, mereka terdesak
menjadi kelompok yang termiskin.
– The opportunity stress hypothesis: gangguan mental merupakan outcome dari perasaan frustasi
yang dirasakan individu dari kelas sosial terbawah yang memiliki resource ekonomi, sosial dan
kultural yang paling terbatas.

• Mental health & Poverty: Unlocking the potential | Crick Lund |
TEDxCapeTown
• Struggling with Severe Mental Illness: The Story of Maisie