pengenalan pola psikologi kognitif dan

PENGENALAN POLA
PLATO mengatakan bentuk paling sederhana dari berpikir adalah pengenalan
terhadap objek yang dilihat. Bentuk paling rumit dari berpikir adalah intuisi
komprehensif dari seseorang yang memandang segala benda sebagai bagian dari suatu
sistem.
Kemampuan kita untuk mengenali jenis-jenis objek yang familiar bagi kita
adalah suatu karakteristik mengagumkan yang dimiliki manusia. Pengenalan pola dan
kemampuan mengenali objek adalah sebuah kemampuan kognitif yang pada umumnya
kita laksanakan dengan mulus, cepat, dan tanpa banyak usaha.
Sebagaimana akan kita pelajari, pengenalan

pola

(pattern recognition)

sehari-hari melibatkan sebuah interaksi rumit antara sensasi, persepsi, memori, dan
pencarian kognitif dengan tujuan pengenalan terhadap pola tersebut. Seberapapun
rumitnya proses pengenalan suatu objek, sesungguhnya proses tersebut diselesaikan
kurang dari sedetik.
Pencatatan indra menyimpan informasi yang diterima melalui system indra dalam
bentuk masih kasar, dan belum diproses sama sekali. Sementara itu proses pengenalan

pola merupakan tahap lanjutan setelah pencatatan indra. Pengenalan pola merupakan
proses transformasi dan pengorganisasian infor-masi yang masih kasar tersebut
sehingga memiliki makna tertentu. Dengan demikian pengenalan pola merupakan
proses mengidentifikasi stimulus indra yang tersusun sacara rumit. Pengenalan pola
melibatkan proses membandingkan stimulus indra dengan informasi yang disimpan
dalam ingatan jangka panjang.
Suatu pola merupakan suatu komposisi yang komplex dari stimulus sensori yang
dikenali observer (manusia) sebagai satu anggota dari sekelompok obyek.
Misal: Bila saya melihat wajah dari teman, mendengar musik, dan merasakan
sepiring bakmi, maka saya dapat mengenali tiap perpsepsi tersebut. Sebagai se-suatu
yang pernah saya alami sebelumnya.
Pertanyaannya : bagaimana bentuk mekanisme kognitif dalam mengenali polapola yang komplek tersebut? Melihat hidung, mata, bibir, pipi, dagu, telinga, rambut
dan kemudian merangkaikan atau melihat keseluruhan wajah dulu, baru mengenali

hidung, mata, bibir, dagu dan seterusnya. Kemampuan mengenal pola-pola dari
informasi sensori yang telah dikenal adalah sifat yang mengesankan dari manusia dan
binatang. Sifat ini membuat kita dapat mengenali teman lama kita antara orang banyak,
membaca huruf-huruf, mengenal seluruh lagu dari beberapa nada dan sebagainya.
1. Ada dua macam pengenalan pola :
(1) Data Driven, yaitu persepsi dari signal-signal sensori yang sederhana

dan
(2) Conceptually Driven,
yaitu persepsi dari pola-pola yang kompleks.

Psikologi Gestalt menjelaskan teori pola dengan prinsip utama yang me-ngatakan
bahwa keseluruhan lebih penting dari pada bagian. Prinsip-prinsip lainnya adalah
proximity, similarity, continuity, dan closure.
Perspektif kanonik adalah penggambaran yang lebih baik dalam menggambarkan
suatu obyek yang dimiliki (ditangkap) individu. Perspektif kanonik (canonic
perspective) adalah sudut pandang terbaik untuk merepresentasikan (menggambarkan)
suatu objek, atau suatu citra (image) yang pertama muncul di pikiran saat Anda
mengingat suatu bentuk.
Bottom-up terjadi apabila proses pengenalan pola dimulai dari bagian-ba-gian
menuju pada pengenalan keseluruhan. Top-down, terjadi bila proses pe-ngenalan pola
dari keseluruhan

menuju

bagian-bagian.


Pemrosesan

bottom-up

(bottom-up

processing), yakni teori yang mengajukan gagasan bahwa proses pengenalan diawali
oleh identifkasi terhadap bagian-bagian spesifik dari suatu pola, yang menjadi
landasan bagi pengenalan pola secara keseluruhan.
Bottom Up Processing: Pengenalan pola/bentuk diawali dengan datangnya stimulus

Top Down Processing: Menekankan pada peran konteks, pengalaman masa lalu &
harapan dalam mengidentifikasi sebuah bentuk kedua proses tersebut diperlukan dalam
menjelaskan pengenalan bentuk (Pattern Recognition)
Ide dasar “Template Matching” adalah membandingkan obyek yang dilihat
dengan model/contoh yang sudah ada di otak.
Teori “Distinctive-feature” (“Feature Analysis”) muncul karena adanya kelemahan pada Template Matching. Prinsip dari Feature Analysis : suatu stimulus adalah
kombinasi dari elemen-elemen penting.
Alternatif lain dalam pengenalan pola adalah “Pencocokan Prototipe”. Su-atu
prototipe adalah semacam abstraksi dari pola yang disimpan dalam long term memory

dan merupakan penggambaran terbaik dari suatu pola.

2. Pendekatan-pendekatan tentang Pengenalan Pola Visual
1. Psikologi Gestalt : pengenalan pola berdasarkan pada persepsi atas seluruh pola
dari stimulus. Bagian mempunyai arti karena ia menjadi anggota dari suatu keseluruhan.
2. Proses Bottom-Up/Top-Down :
a. Pengenalan pola dimulai dari bagian-bagian dari pola (bottom-up), dan apabila
digabungkan akan menuju pada pengenalan seluruh pola, atau
b. Pengenalan tentang keseluruhan akan menuju ke pengenalan dari kom-ponenkomponennya (top-down).
3. Template Matching :
Template = model, contoh. Pengenalan pola terjadi bila ada keserasian/ kesamaan
antara stimulus sensori dengan suatu bentuk mental internal yang ada dalam otak.
4. Feature analysis :

Feature = elemen yang penting. Pengenalan pola terjadi setelah ada analisa awal
pada stimulus yang masuk, menurut feature yang sederhana (sama dengan botom-up
feature).
5. Pengenalan Prototype : pengenalan pola terjadi ketika keserasian terjadi antara
pola yang dipersepsi dengan pola abstrak atau pola mental yang ideal


 TEORI GESTALT
Cara kita mengorganisasi dan mengklasifkasi stimuli dipelajari oleh para
penganut psikologi Gestalt selama awal abad ke-20, meskipun persepsi itu sendiri
hanyalah bagian kecil dari keseluruhan teori Gestalt. Psikologi Gestalt menjelaskan
teori pola dengan prinsip utama yang mengatakan bahwa keseluruhan lebih penting dari
pada bagian. Prinsip-prinsip lainnya adalah proximity, similarity, continuity, dan closure
Organisasi pola (pattern organization), melibatkan kerjasama seluruh stimuli
dalam menghasilkan sebuah kesan yang melampaui gabungan seluruh sensasi.
Prinsip Kedekatan/Proximity
Manusia memiliki kecenderungan mengorganisasikan atau membentuk struktur tertentu
terhadap objek-objek visual.

Prinsip Keserupaan/Similarity

Prinsip Searah/Continuity/ Kesinambungan
Ketika kita sedang berusaha menguraikan sebuah stimuli perseptual, kita sedang
menggunakan hukum kontinuitas.

Prinsip Ketertutupan/Closure


Prinsip Prägnanz / Simplicity

 TEMPLATE MATCHING
Asumsi :
1.Apa yang diperoleh retina sebagai gambaran dari suatu obyek dikirim ke otak
secara persis.
2.Ada usaha di otak yang membandingkan gambar tersebut secara langsung
dengan beberapa macam pola yang disimpan dalam otak.
Ide dasar : sistem persepsi mencoba membandingkan huruf yang dilihat dengan
beberapa model/contoh (template) di otak.
Sebuah teori

mula-mula tentang cara otak mengenali pola dan objek disebut teori

pencocokan template (template matching). Sebuah template, dalam konteks pengenalan
pola pada manusia, merujuk pada suatu konstruk internal yang, ketika disesuaikan atau
dicocokkan dengan stimuli sensorik, menyebabkan terjadinya pengenalan terhadap
objek.
Ide yang menganalogikan pengenalan pola sebagai ‘lubang kunci dan kunci yang
tepat’ ini mengajukan gagasan bahwa pengalaman sepanjang hidup kita


telah

membentuk sejumlah besar template, dan masing-masing template terasosiasi dengan
sebuah makna yang spesifik.
Template : bentuk dasar
Orang sudah mempunyai template tentang suatu bentuk di dalam memory, untuk
mengenali kita tinggal membandingkan/mencocokkan  menekankan pada bentuk
nyata, sama persis/cocok.
Teori ini tidak adekuat lagi/ditolak karena mempunyai kelemahan :

 tidak memperhitungkan kompleksitas & fleksibilitas yang artinya;
1.Diperlukan suatu sistem yang standart dan spesifik agar pencocokan model
dapat berlangsung dan model dapat berlangsung dan model dapat dikenali.
2.Apabila kita menyimpan banyak model/tamplate maka otak kita akan men-jadi
penuh, dan untuk mengenal suatu pola diperlukan waktu yang relatif lama. Pada
kenyataannya, pada diri manusia pengenalan suatu pola dapat terjadi dengan flexibel
dan relatif cepat, contoh : Kita dapat mengenal :
- BESAR ...................................Karakter yang BESAR
- kecil ...................................Karakter yang KECIL

- BeSaR KecIL ............................Karakter yang ber -UKURAN YAnG aNeh
- (huruf ditulis dalam kondisi trbalik )...Dengan suatu usaha kita dapat mengenali
karakter yang berbeda.
Tamplate Matching Dalam Komputer
Tamplate matching merupakan dasar dari sistem pengkodean dalam kehidupan
sehari-hari. Sebagai contoh :
1.Hampir semua bank di U.S menggunakan suatu sistem untuk mengidentifikasikan account dengan digit-digit khusus yang dicetak pada bagian bawah selembar
check.
2.Banyak supermarket menggunakan kode-kode yang dicetak pada pembung-kus
barang, untuk mempercepat proses checkout dan sekaligus menjaga ba-rang dari
pencurian.
Kode-kode tersebut merupakan identifikasi item, selanjutnya komputer me-ngirim
besarnya harga barang tersebut ke tape mesin hitung.
Cara kerja : Kode-kode dikonversikan oleh scanner menjadi impuls-impuls listrik
yang membentuk pola-pola signal yang dikirim ke komputer, yang kemudian

mengidentifikasikan pola-pola tersebut dengan cara mencocok-kannya dengan template
(analog) dalam memori komputer tersebut.
 DISTINCTIVE FEATURE (FEATURE ANALYSIS)
Disebabkan karena adanya kelemahan dari template matching. Prinsip dasar :

Stimulus adalah suatu kombinasi dari elemen-elemen yang penting (features).
Features dari alphabet bisa terdiri dari :
- Garis horizontal - Garis dengan sudut lb-kr 45 derajat
- Garis vertical - Garis lengkung
Contoh : huruf A terdiri dari : dua garis membentuk sudut 45 derajat dan satu garis
horizontal.
Kelebihan Features Analysis daripada Template Matching antara lain
1. Karena sifatnya yang lebih sederhana, maka sistem ini dapat mengatasi
kelemahan template matching.
2. Ada kemungkinan untuk menspesifikasikan hubungan yang paling kritis
diantara features dalam suatu pola.
Contoh : Pada huruf A, 2 garis yang bersudut 45 saling memotong pada puncak,
satu garis horizontal memotong ke dua garis tersebut. De-tail-detail lain tidak penting,
jadi walaupun bentuknya agak lain, huruf tersebut akan tetap berbunyi A.
3. Dalam model Features, kita tidak harus mempunyai satu contoh (template)
untuk tiap pola yang mungkin terjadi, akan tetapi cukup mengenali feature-feature yang
penting saja.
4. Penggunaan features akan mengurangi jumlah template yang dibutuhkan.
5. Karena banyak pola yang bisa diwakili oleh feature yang sama, maka hal ini
merupakan pengiritan.

Percobaan Kinney membuktikan bahwa orang memilih item-item dengan feature
yang sama dalam merespon, misal :

Huruf C dan G ------ cenderung sering kacau
Huruf G diperlihatkan dengan cepat, ternyata terdapat 29 macam kesalahan :
21 menyebut C 1 menyebut B
6 menyebut O 1 menyebut 9, dan tidak ada kesalahan lain
 Teori Attribute Frequency/ Prototipe
Percobaan Solso dan McCarthy membuktikan bahwa suatu prototipe adalah
sinonim dengan “contoh yang terbaik” dari satu set pola. Selanjutnya dapat ju-ga
dijelaskan bahwa prototipe adalah suatu pola yang menggambungkan fea-ture-feature
yang paling sering terekspresi (terlihat) dalam saru seri contoh. Feature- feature yang
berupa komponen geometri adalah bagian-bagian yang membentuk prototipe.
Pencocokan Prototipe
Alternatif lain dari template matching dan feature analisis dalam pengenal-an pola
adalah pecocokan prototipe. Berbeda dengan template dan feature (yang spesifik) yang
harus kita kenali, teori prototipe mengatakan bahwa terjadi beberapa abstraksi dari pola
yang disimpan dalam LTM, dan abstraksi ini disajikan sebagai prototipe. Namun
demikian prototipe bukan hanya sekedar suatu abstraksi dari satu set stimulus, tetapi
prototipe adalah representasi (penggambaran) yang paling baik dari suatu pola. Bukti

bahwa pencocokan secara prototipe ada disekeliling kita. Contoh : kita tetap bisa
mengenal sebuah VW, walaupun berbeda dalam warna, ataupun bila mempunyai embelembel (asesories) yang berbeda dengan model yang ideal yang terdapat dalam kepala
kita.
Diasumsikan bahwa, alih-alih membentuk template yang spesifk atau bahkan
membentuk fitur-fitur berbagai ragam pola yang harus kita identifkasi, kita akan
menyimpan sejumlah jenis pola-pola abstraksi dalam memori, dan abstraksi tersebut
berperan

sebagai

suatu prototipe. Sebuah pola yang diindera

selanjutnya

akan

dibandingkan dengan prototipe dalam memori, dan jika terdapat kesamaan antara
keduanya, pola tersebut akan dikenali.

Teori Prototipe :  Ada model ideal/abstrak/prototype dalam memory kita.
Ketika kita melihat suatu objek  membandingkan dengan prototype.
 Tidak harus sama persis (menekankan pada bentuk dasar)  memungkinkan
modifikasi bentuk.  Orang membentuk prototype berdasarkan kesamaan, tidak
identik.
Abstraksi Informasi Visual
Pencocokan template dapat terjadi pada satu tahap pengenalan/identifkasi visual, namun
pada tahap yang lain, kita mungkin menggunakan pencocokan prototipe. Gagasan
ini menyatakan bahwa suatu prototipe adalah sebuah abstraks dari suatu rangkaian
stimuli yang mencakup sejumlah besar bentuk-bentuk serupa dari pola yang sama.
Sebuah prototipe memungkinkan kita mengenali suatu pola sekalipun pola

tersebut

tidak identik dengan (artinya, hanya menyerupai) prototipe yang bersangkutan.
Pseudomemori
Dalam sebuah eksperimen mengenai pembentukan prototipe dengan menggunakan
prosedur Franks dan Bransford, Solso dan McCarthy (1981b) menemukan bahwa para
partisipan kerap melakukan suatu kekeliruan, yakni “mengenali” prototipe sebagai
suatu bentuk stimulus yang

pernah ditampilkan sebelumnya (padahal prototipe belum

pernah ditampilkan); bahkan partisipan merasa lebih yakin dibandingkan saat
mereka mengidentifkasi bentuk-bentuk yang memang sudah pernah mereka lihat
sebelumnya. Fenomena ini disebut pseudomemori (pseudomemory) atau memori semu.
Teori-teori Pembentukan Prototipe
Dalam

teori

tendensi

sentral

(central-tendency

theory),

sebuah

prototipe

dikonseptualisasikan mewakili nilai rata-rata (mean) suatu set eksemplar.
Teori kedua, yang disebut teori frekuensi atribut (attribute-frequency theory),
mengajukan gagasan bahwa sebuah prototipe mewakili mode atau kombinasi atributatribut yang paling sering dialami seseorang.

Studied Faces

PENGENALAN POLA PADA PARA PAKAR
Para Pemain Catur
Chase dan Simon (1973a, 1973b) mempelajari problem ini dengan menganalisis pola
rumit yang dihasilkan oleh buah-buah catur di atas sebuah papan catur. Selain itu, para
peneliti tersebut menganalisis perbedaan antara maestro-maestro catur dengan para
pemain amatir. Dalam studi tersebut, pola tersusun dari kumpulan sejumlah objek
(jadi bukan ftur-ftur yang membentuk objek). Secara intuitif, kita mengetahui bahwa
perbedaan kognitif antara seorang maestro catur dengan Seorang pemain amatir terletak
pada seberapa banyak langkah yang dapat direncanakan seorang maestro dibandingkan
seorang amatir.
PENGENALAN OBJEK—PERAN PENGAMAT
Sejauh ini kita telah mempelajari cukup banyak bidang dalam bab mengenai pengenalan
objek ini: pemrosesan bottom-up dan pemrosesan top-down; pencocokan template;
simulasi komputer dalam pengenalan objek; analisis ftur; komponen-komponen
fsiologis dalam pengenalan objek; pencocokan prototipe; struktur kognitif;
identifkasi huruf, bentuk, wajah; dan persoalan catur. Dalam sebagian besar topik
tersebut, kita mungkin kesulitan menentukan letak pemrosesan fungsi-fungsi yang
spesifk dalam pengenalan objek di otak, tanpa melibatkan sistem-sistem kognitif
yang lain.
PENGENALAN POLA DI OTAK
Telah diketahui bahwa kedua hemisfer otak memiliki “keistimewaan” yang
berbeda, atau, dengan istilah lain, memiliki ketidaksimetrisan fungsional. Kendali
motorik dan pusat bahasa terletak di hemisfer kiri (pada orang nonkidal). Keahlian
spasial (yang berhubungan dengan ruang) berpusat di hemisfer kanan.
Pengenalan Pola dipengaruhi:
Pada dasarnya factor kontekstual sangat mempengaruhi proses pengenalan pola.
Adapun factor kontekstual tersebut menyangkut keterkaitan objek persepsi dengan

serangkaian objek-objek yang lain baik dalam bentuk sebuah gambar peristiwa atau
situasi maupun sebuah kata atau kalimat.
a. Object Superiority Effect
Sebuah objek akan lebih cepat dikenal apabila objek tersebut merupakan bagian
dari rangkaian objek-objek yang lain, dan bukan berdiri sendiri yang terpisah dengan
yang lain (in isolation) atau lebih gampangnya sebuah objek atau gambar lebih mudah
dikenali apabila dirangkai dengan objek-objek lain di dalam sebuah peristiwa
Misal ; orang lebih tepat menaksir pan-jang sebuah garis apabila garis itu
merupakan bagian dari sebuah gambar segi-tiga daripada garis itu disajikan secara
terpisah atau sendirian.
b. Word Superiority Effect
Sebuah huruf akan lebih cepat dikenal apabila huruf itu merupakan bagian dari
sebuh kata dan dirangkai dalam satu kata bermakna, atau kalimat daripada disajikan
sendiri. Demikian juga sebuah kata akan lebih cepat dikenal apabila kata itu merupakan
bagian dari sebuah kalimat daripada sendirian.