Fungsi dan Peran Pajak Dalam Memajukan P

Ditengah keraguan masyarakat akan peranan pajak dalam memajukan pendidikan di
Indonesia, sebenarnya pemerintah telah memberikan keringanan pajak terhadap institusi
pendidikan. Hal ini mengingat pentingnya pendidikan bagi kemajuan bangsa dan masih
terbatasnya anggaran negara untuk bidang pendidikan.
Dalam peranannya tersebut, pemerintah memberikan insentif bagi organisasi nirlaba yang
menginvestasikan penghasilan yang diperolehnya pada pengembangan dunia pendidikan.
Terhadap laba yang diperoleh oleh organisasi pendidikan tersebut yang diinvestasikan
kembali dalam bentuk sarana dan prasarana pendidikan, tidak dikenakan Pajak Penghasilan
(PPh). Artinya, apabila organisasi pendidikan tersebut mendapatkan laba, laba yang
seharusnya dikenakan pajak (PPh) tidak akan dikenakan PPh jika laba tersebut ditanamkan
kembali dalam bentuk sarana dan prasarana. Pemerintah memberikan jangka waktu selama
4 (empat) tahun sejak laba tersebut diperoleh, untuk ditanamkan kembali.
Akan tetapi, setelah lewat dari 4 (empat) tahun laba tersebut tidak digunakan untuk
membangun sarana dan prasarana pendidikan maka akan dikenakan pajak penghasilan pada
tahun pajak berikutnya setelah lewat jangka waktu 4 (empat) tahun tersebut. Hal ini
sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf m Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh). Selanjutnya dasar pelaksanaannya diatur
melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2009 tentang Sisa Lebih yang
Diterima atau Diperoleh Badan Lembaga atau Nirlaba yang Bergerak dalam Bidang
Pendidikan dan atau Bidang Penelitian dan Pengembangan yang Dikecualikan dari Objek
Pajak Penghasilan. Petunjuk teknisnya diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER44/PJ./2009 tentang Pelaksanaan Pengakuan Sisa Lebih yang Diterima atau Diperoleh Badan

atau Lembaga Nirlaba yang Bergerak dalam Bidang Pendidikan dan atau Bidang Penelitian
danPengembangan yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan. Sementara itu, sarana
dan prasarana pendidikan tersebut meliputi sebagai berikut:
1.

Pembelian atau pembangunan gedung dan prasarana pendidikan, penelitian dan
pengembangan termasuk pembelian tanah sebagai lokasi pembangunan gedung dan
prasarana tersebut;

2.

Pengadaan sarana dan prasarana kantor, laboratorium dan perpustakaan;

3.

Pembelian pembangunan asrama mahasiswa, rumah dinas guru, dosen atau
karyawan, dan

4.


Sarana prasarana olahraga, sepanjang berada di lingkungan lokasi lembaga
pendidikan formal.Sebagai ilustrasi, jika sebuah organisasi nirlaba yang menyelenggarakan
pendidikan tersebut mencatatkan laba sebesar Rp 10 miliar pada tahun 2011, organisasi
tersebut dapat menggunakan fasilitas pajak yaitu yang seharusnya pada tahun 2011
dikenakan PPh sebesar Rp 2,5 miliar (25% x Rp 10 miliar) tetapi tidak akan dikenakan PPh
jika organisasi tersebut menggunakan laba sebesar Rp 10 miliar tersebut dalam jangka
waktu 4 tahun untuk menambah bangunan kelas atau menambah buku perpustakaan.
Artinya, organisasi nirlaba yang menyelenggarakan pendidikan tersebut terbebas dari
tagihan PPh. Namun, jika sampai dengan tahun 2015 (4 tahun setelah 2011) laba tersebut
tidak digunakan semuanya, maka laba tersebut akan dikenakan PPh.

Adapun badan nirlaba yang menyelenggarakan pendidikan tersebut wajib menyampaikan
pemberitahuan mengenai rencana fisik sederhana dan rencana biaya pembangunan dan
pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan atau penelitian dan
pengembangan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat badan nirlaba tersebut
terdaftar dengan tindasan kepada instansi yang membidanginya.
Selain insentif tersebut, pemerintah memiliki peranan lain dalam pengembangan dunia
pendidikan, terhadap sumbangan dari pihak ketiga yang langsung digunakan untuk
investasi di bidang pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf j dan huruf
l UU PPh. Dalam UU PPh diatur bahwa terhadap Wajib Pajak yang memberikan sumbangan

dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia serta sumbangan
fasilitas pendidikan maka sumbangan tersebut menjadi biaya yang dapat mengurangi
penghasilan kena pajak Wajib Pajak tersebut sesuai dengan persyaratan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 tentang Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional,
Sumbangan Penelitian dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan
Pembinaan Olahraga, dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial yang Dapat Dikurangkan
dari Penghasilan Bruto.
Insentif pemerintah yang lain di bidang pendidikan adalah dalam rangka pemberian
beasiswa. Penerima beasiswa yang mengikuti pendidikan formal dan atau pendidikan
nonformal di dalam negeri dan atau di luar negeri dikecualikan dari objek PPh. Hal ini
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.03/2008 tentang Beasiswa
yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2009.
Adapun lebih lanjut diatur bahwa komponen beasiswa tersebut terdiri dari biaya
pendidikan yang dibayarkan ke sekolah, biaya ujian dan biaya penelitian yang berkaitan
dengan bidang studi yang diambil. Selain itu, komponen tersebut juga dapat berupa biaya
untuk pembelian buku dan atau biaya hidup yang wajar sesuai dengan daerah lokasi
tempat belajar.
Sementara itu, bagi perusahaan pemberi beasiswa, biaya pemberian beasiswa sesuai Pasal
6 ayat (1) huruf g UU PPh, dapat dibebankan sebagai biaya dengan memperhatikan

kewajarannya.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya insentif atau
keringanan pajak yang diberikan oleh pemerintah, diharapkan dapat memberikan payung
hukum untuk menguatkan kerja sama badan nirlaba di bidang pendidikan dengan pihak
lain. Ketentuan tersebut sekaligus untuk menghindari pengelolaan pendidikan sebagai
investasi dan komersialisasi, sehingga penambahan dana pendidikan tidak lagi

mengandalkan iuran dari siswa atau mahasiswa.