Letak dan Keadaan Alam dan keadaan

Letak dan Keadaan Alam
Kota Bekasi secara administratif termasuk dalam Provinsi Jawa Barat
dengan batas-batas: sebelah utara dengan Kabupaten Bekasi; sebelah
selatan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok; sebelah barat
dengan Provinsi DKI Jakarta; dan sebelah timur berbatasan dengan
Kabupaten Bekasi. Kota yang luas wilayahnya sekitar 210,49 kilometer
persegi dengan titik koordinat 106°48'281"-107°27'29" Bujur Timur dan
6°10'6"-6°30'6" ini terdiri atas 11 kecamatan. Ke-11 Kecamatan itu
beserta luasnya adalah sebagai berikut: (1) Kecamatan Pondok Gede
dengan luas 16,29 kilometer persegi; (2) Kecamatan Jatisampurna
dengan luas 14,49 kilometer persegi; (3) Kecamatan Pondok Melati
dengan luas 18,56 kilometer persegi; (4) Kecamatan Jatiasih dengan
luas 22 kilometer persegi; (5) Kecamatan Bantar Gebang dengan luas
17,05 kilometer persegi; (6) Kecamatan Mustika Jaya dengan luass
24,73 kilometer persegi; (7) Kecamatan Bekasi Timur dengan luas
13,49 kilometer persegi; (8) Kecamatan Rawa Lumbu dengan luas
15,67 kilometer persegi; (9) Kecamatan Bekasi Selatan dengan luas
14,96 kilometer persegi; (10) Kecamatan Bekasi Barat dengan luas
18,89 kilometer persegi; dan (11) Kecamatan Medan Satria dengan
luas 14,71 kilometer persegi (siidkotabekasi.com).
Topografi Kota Bekasi bervariasi, namun sebagian besar berada pada

dataran rendah dengan kemiringan antara 0-2% dan ketinggian antara
11-81 meter di atas permukaan air laut. Dataran rendah yang
ketinggannya kurang dari 25 meter dari permukaan air laut sebagian
besar berada di Kecamatan Medan Satria, Bekasi Utara, Bekasi
Selatan, Bekasi Timur, dan Pondok Gede. Sedangkan, daerah
berketinggan antara 25-100 meter dari permukaan air laut sebagian
besar berada di Kecamatan Bantargebang, Pondok Melati, dan Jatiasih
(Pemkot Bekasi, 2009).
Adapun iklim yang menyelimutinya sama seperti daerah lainnya di
Indonesia, yaitu tropis yang ditandai oleh adanya dua musim,
penghujan dan kemarau. Musim penghujan biasanya dimulai pada
Oktober--Maret, sedangkan musim kemarau biasanya dimulai pada
bulan April--September. Curah hujannya rata-rata 66 milimeter
perbulan. Sedangkan, temperaturnya rata-rata berkisar 23,6-34,2
Celcius. Sesuai dengan iklimnya yang tropis maka flora yang ada di
sana pada umumnya sama dengan daerah-daerah lain di Indonesia,
seperti: kelapa, bambu, tanaman buah (rambutan, manggis, durian, dan
lain sebagainya), padi, dan tanaman palawija (jagung, kedelai,
mentimun, kacang panjang, dan lain sebagainya). Fauna yang ada di
sana juga pada umumnya sama dengan daerah lain di Indonesia, yaitu:

sapi, kerbau, kambing, ayam, dan berbagai binatang melata.
Pemerintahan

Kota Bekasi memiliki sejarah pemerintahan yang relatif lama, mulai dari
masa Kerajaan Tarumanagara (tahun 358-669), masa kolonial Belanda,
masa pendudukan Jepang, perang kemerdeaan, hingga masa
sekarang. Menurut catatan sejarah, pada mulanya daerah yang
sekarang menjadi Kota Bekasi merupakan ibu kota Kerajaan
Tarumanagara yang dikenal dengan sebutan Dayeuh Sundasembawa
atau Jayagiri dengan kekuasaan mencakup Sunda Kelapa, Depok,
Cibinong, Bogor hingga ke Sungai Cimanuk di Indramayu. Konon, di
Dayeuh Sundasembawa ini pula lahir Maharaja Tarusbawa (669-723
M), pendiri Kerajaan Sunda dan penurun raja-raja Sunda sampai
generasi ke-40 yaitu Ratu Ragamulya (1567-1579 M) yang merupakan
raja Kerajaan Sunda atau Kerajaan Pajajaran terakhir (Abdurachman,
2011).
Pada masa kolonial Belanda, status Bekasi turun menjadi kawedanaan
(distric) dalam kabupaten (regenschap) Meester Cornelis. Waktu itu,
kehidupan dalam sistem kemasyarakatannya, khususnya di sektor
ekonomi dan pertanian didominasi oleh para tuan tanah yang sebagian

besar merupakan keturunan Tionghoa. Hal ini menyebabkan kondisi
kewedanaan Bekasi seolah-olah berperintahan ganda, yaitu pemerintah
tuan tanah di dalam pemerintahan kolonial.
Saat Jepang mulai berkuasa pada tanggal 8 Maret 1942, pemerintah
pendudukan Jepang melakukan Japanisasi di seluruh sektor
kehidupan, termasuk mengganti Regenschap Meester Cornelis menjadi
Ken Jatinegara yang batas wilayahnya meliputi Gun Bekasi, Gun
Cikarang, dan Gun Matraman. Tetapi sekitar 3,5 tahun kemudian
(setelah Proklamasi Kemerdekaan RI), struktur pemerintahan Bekasi
kembali diubah namanya menjadi Kawedanaan Bekasi. Selain
mengganti “Gun” menjadi “Kawedanaan”, pemerintah Republik
Indonesia juga mengganti kata Jepang “Ken” menjadi “Kabupaten”,
“Son” menjadi “Kecamatan” dan “Kun” menjadi “Desa”.
Pada masa perang kemerdekaan, Kabupaten Jatinegara berhasil
dikuasai pasukan Belanda dan kedudukannya dikembalikan seperti
zaman Regenschap Meester Cornelis, yaitu menjadi kawedanaan
seperti Bekasi. Tujuannya, adalah agar Belanda dapat mengembalikan
kekuasaannya seperti sebelum pendudukan bangsa Jepang.
Seusai perang kemerdekaan, pada tanggal 17 Februari 1950
masyarakat Bekasi menghendaki peningkatan status dari Kawedanaan

menjadi Kabupaten dengan membentuk Panitia Amanat Rakyat Bekasi
atau PARB yang dipelopori oleh para tokoh perjuangan Bekasi, seperti:
K.H. Noer Ali, Supardi M. Hasibuan, Namin, Aminuddin, dan Marzuki
Urmaini. Selanjutnya, bersama sekitar 40.000 rakyat Bekasi lainnya
mereka melakukan unjuk rasa di alun-alun Bekasi untuk menyampaikan

dua buah pernyataan sikap, yaitu: (1) Rakyat Bekasi tetap berdiri di
belakang pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan (2)
Rakyat Bekasi mengajukan usul kepada pemerintah pusat agar Bekasi
menjadi sebuah kabupaten (bekasikota.go.id).
Tuntutan rakyat Bekasi tersebut ternyata dikabulkan oleh Pemerintah
Pusat dengan mengeluarkan Undang-undang Nomor 14 pada tanggal
15 Agustus 1950. Waktu itu, sebagai sebuah kabupaten baru, Bekasi
terdiri atas 4 buah kawedanaan, 13 buah kecamatan, dan 95 buah
desa. Angka-angka tersebut kemudian diabadikan sebagai lambang
Kabupaten Bekasi dengan motto “Swatantra Wibawa Mukti”. Dan untuk
mempermudah jalannya pemerintahan, pada tahun 1960 kantor
kabupaten dipindah dari Jatinegara ke Bekasi (bekasikota.go.id).
Pada masa Orde Baru yang memprioritaskan pembangunan dalam
bidang ekonomi, membuat Ibukota Jakarta menjadi daya tarik tersendiri

yang akhirnya menimbulkan arus urbanisasi secara besar-besaran.
Akibatnya, daya dukung Kota Jakarta pun semakin berkurang dan mulai
bergeser ke daerah-daerah lain di sekitarnya, seperti: Bogor,
Tangerang, dan Bekasi. Wilayah Bekasi sendiri tumbuh menjadi daerah
industri dan pemukiman yang makin lama makin padat.
Untuk memberikan pelayanan secara lebih maksimal kepada warga
masyarakat Bekasi yang semakin kompleks, pada tahun 1981
pemerintah melalui Departemen Dalam Negeri mengeluarkan PP
(Peraturan Pemerintah) Nomor 48 berkaitan dengan peningkatan status
Kecamatan Bekasi menjadi Kota Administratif Bekasi yang meliputi 4
kecamatan (Bekasi Barat, Bekasi Selatan, Bekasi Timur), 18 buah
kecamatan, dan 8 buah desa. Adapun pengesahannya dilakukan oleh
Menteri Dalam Negeri pada tanggal 20 april 1982 sekaligus melantik
Drs. Andi R. Sukardi menjadi Walikota menggantikan Drs. H. Kailani AR
(Camat sebelumnya).
Sekitar satu dasawarsa kemudian, tepatnya tahun 1996 keluarlah UU
Nomor 9 yang mengatur perubahan status Kota Administratif Bekasi
menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bekasi. Berdasarkan pasal 3
dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1996 tersebut, wilayah
Kotamadya Bekasi meliputi Kecamatan Bekasi Utara berkedudukan di

Kelurahan Perwira, Kecamatan Bekasi Barat berkedudukan di
Kelurahan Bintarajaya, Kecamatan Bekasi Selatan berkedudukan di
Kelurahan Pekayonjaya, Kecamatan Bekasi Timur berkedudukan di
Kelurahan Margahayu, Kecamatan Pondok Gede berkedudukan di
Kelurahan Jatiwaringin, Kecamatan Jatiasih berkedudukan di Desa
Jatiasih, Kecamatan Bantar Gebang berkedudukan di Desa
Bantargebang,
dan
Kecamatan
Pembantu
Jatisampurna
(Abdurachman, 2011).

Oleh karena perkembangan kota semakin pesat, pemerintah
melakukan pemekaran terhadap Kotamadya Bekasi melalui Surat
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2848/POUD tanggal 3
Februari 1998 dan Surat Keputusan Gubernur Kelapa Daerah Tingkat I
Jawa Barat Nomor 50 tahun 1998. Dalam pemekaran tersebut status 6
desa diubah menjadi kelurahan sehingga secara keseluruhan menjadi
35 buah kelurahan dan 17 buah desa.

Satu tahun kemudian, dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor
22 tahun 1999 tentang otonomi daerah, maka nomenklatur Kotamadya
Daerah Tingkat II Bekasi berganti lagi menjadi Kota Bekasi.
Konsekuensinya, terjadi arus urbanisasi yang mengakibatkan
dibentuknya dua kecamatan baru karena bertambahnya jumlah
penduduk. Dadar pembentukan kecamatan baru tersebut, yaitu
Kecamatan Rawa Lumbu dan Medan Satria, adalah Peraturan Daerah
Nomor 14 tahun 2000. Kemudian, berdasarkan Perda Kota Bekasi
Nomor 2 tahun 2002 tentang penetapan kelurahan, maka seluruh desa
yang ada di Kota Bekasi berganti status menjadi kelurahan, sehingga
jumlahnya menjadi 52 kelurahan. Dan terakhir, berdasarkan Perda
Pemko Bekasi Nomor 4 tahun 2004 tentang pembentukan wilayah
administrasi kecamatan dan kelurahan, maka saat ini wilayah
adminstrasi Kota Bekasi menjadi 12 kecamatan dan 56 kelurahan.
Sama seperti daerah lain di Indonesia, sebagai sebuah daerah otonom
Kota Bekasi juga memiliki lambang kota serta visi dan misi agar sesuai
dengan arah pembangunan yang akan dicapai. Adapun lambang Kota
Bekasi berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 1 tahun
1998 adalah perisai dengan warna dasar hijau muda dan biru langit
dengan sesanti “Kota Patriot” yang berarti semangat pengabdian dalam

perjuangan bangsa.
Di dalam lambang tersebut terdapat gambar-gambar atau lukisanlukisan sebagai berikut: (a) bambu runcing berdiri tegak dan berujung
lima melambangkan hubungan vertikal manusia dengan penciptanya
serta semangat patriotisme rakyat Bekasi dalam merebut dan
mempertahankan kemerdekaan Indonesia; (b) persegi lima
melambangkan ketahanan fisik dan mental masyarakat Bekasi dalam
menghadapi segala macam ancaman, gangguan, dan tantangan; (c)
segi empat melambangkan Prasasti Perjuangan Kerawang-Bekasi; (d)
pilar melambangkan batas wilayah; (e) padi berjumlah 50 butir
melambangkan 50 kelurahan/desa dan buah-buahan (tujuh besar, satu
kecil) melambangkan tujuh buah kecamatan serta satu buah kecamatan
pembantu); (f) tali simpul sejumlah 10 buah yang mengikat ujung
tangkai padi dan buah-buahan serta tiga buah anak tangga penyangga
bambu runcing melambangkan tanggal dan bulan Hari Jadi Kota

Bekasi; (g) dua garis gelombang laut melambangkan dinamika
masyarakat dan pemerintah daerah yang tidak akan pernah berhenti
membangun daerahnya; dan (h) Warna kuning pada lambang
mengandung arti kemuliaan, biru langit bermakna wawasan dan
kejernihan pikiran, putih bermakna kesucian perjuangan, merah

bermakna keberanian untuk berkorban, hijau muda bermakna harapan
masa depan, dan warna hitam bermakna ketegaran patriot sejati
(Humas Sekda Kota Bekasi: 13).

Sementara Visinya adalah “Bekasi Maju, Sejahtera, dan Ihsan”. “Bekasi
Maju” menggambarkan pembangunan Kota Bekasi dan kehidupan
warga yang dinamis, inovatif dan kreatif yang didukung ketersediaan
prasarana dan sarana sebagai bentuk perwujudan kota yang maju.
“Bekasi Sejahtera” menggambarkan derajat kehidupan warga Kota
Bekasi yang meningkat dengan terpenuhinya kebutuhan dasar
pendidikan, kesehatan, keterbukaan kesempatan kerja dan berusaha,
serta lingkungan fisik, sosial, dan religius sebagai bentuk perwujudan
masyarakat yang sejahtera. “Bekasi Ihsan” menggambarkan situasi
terpelihara dan menguatnya nilai, sikap, dan perilaku untuk berbuat baik
dalam lingkup individu, keluarga dan masyarakat Kota Bekasi.
Kedisiplinan, ketertiban sosial, keteladanan dan partisipasi masyarakat
dalam pembangunan tumbuh seiring dengan meningkatnya tata kelola
pemerintahan yang baik untuk mewujudkan kehidupan yang beradab.
Sedangkan misinya adalah: (1) Menyelenggarakan tata kelola
kepemerintahan yang baik. Misi ini bermakna bahwa tata kelola

kepemerintahan dalam mewujudkan Visi Kota Bekasi dilakukan melalui
fungsi pengaturan, pelayanan, pemberdayaan masyarakat, dan
pembangunan, menempatkan aparatur sebagai pamong praja yang
menjunjung tinggi integritas terhadap amanah, tugas, dan
tanggungjawab, berdasarkan 10 (sepuluh) prinsip Good Governance,
yakni: partisipasi masyarakat, tegaknya supremasi hukum,
transparansi, kesetaraan, daya tangkap kepada stakeholders,
berorientasi pada visi, akuntabilitas, pengawasan, efektivitas dan
efisiensi, serta profesionalisme; (2) Membangun prasarana dan sarana
yang serasi dengan dinamika dan pertumbuhan kota. Misi ini bermakna
bahwa pembangunan prasarana diarahkan untuk terpenuhinya
kelengkapan dasar fisik lingkungan kota bagi kehidupan yang layak,
sehat, aman, dan nyaman; terpenuhinya sarana perkotaan untuk
mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial,
budaya, dan ekonomi; dan terpenuhinya kelengkapan penunjang
(utilitas) untuk pelayanan warga kota. Misi ini juga mengarahkan
pembangunan prasarana dan sarana yang meningkat dan serasi untuk
memenuhi kehidupan warga kota yang dinamis, inovatif, dan kreatif,

denqan memperhatikan prinsip pengelolaan, pengendalian, dan

pelestarian lingkungan hidup, dalam mewujudkan kota yang maju,
tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan; (3) Meningkatkan
kehidupan sosial masyarakat melalui layanan pendidikan, kesehatan,
dan layanan sosial lainnya. Misi ini bermakna bahwa layanan
pendidikan, kesehatan, dan layanan sosial lainnya diarahkan untuk
meningkatkan derajat kehidupan sosial masyarakat, seiring dengan
terbangunnya kehidupan keluarga sejahtera, terkelolanya persoalan
dan dampak sosial perkotaan, meningkatnya partisipasi perempuan dan
peran serta pemuda dalam pembangunan, aktivitas olahraga
pendidikan, rekreasi. dan prestasi. serta aktualisasi budaya daerah
sebagai fungsi sosial, normatif, dan apresiatif; (4) Meningkatkan
perekonomian melalui pengembangan usaha mikro, kecil, dan
menengah, peningkatan investasi, dan penciptaan iklim usaha yang
kondusif. Misi ini bermakna bahwa upaya untuk meningkatkan
perkonomian ditempuh melalui peningkatan kapasitas dan perluasan
sektor usaha bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM),
pengembangan industri kreatif, peningkatan daya tarik investasi, dan
penciptaan iklim usaha yang kondusif, yang bermuara pada
pembentukan lapangan kerja baru dan kesempatan berusaha,
terbentuknya daya saing perekonomian kota, dan laju pertumbuhan
ekonomi yang meningkat; dan (5) Mewujudkan kehidupan masyarakat
yang aman, tertib, tenteram, dan damai. Misi ini bermakna bahwa
dinamika pembangunan dan kehidupan warga Kota Bekasi harus
diimbangi dengan upaya pengendalian terhadap potensi kerawanan
sosial, gangguan ketertiban, penegakan perda, penanggulangan
bencana, kesatuan dan ketahanan bangsa, kerukunan hidup dan umat
beragama, serta meningkatnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan
pembangunan (bekasikota.go.id, Humas Sekda Kota Bekasi: 20-26).
Kependudukan
Penduduk Kota Bekasi berjumlah 2.447.930 jiwa. Tingkat kepadatannya
rata-rata 1.213 jiwa perkilometer persegi. Jumlah penduduk
perempuannya ada 1.197.495 jiwa, sedangkan jumlah penduduk lakilakinya 1.250.435 jiwa dengan rasio jenis kelamin 102,81. Mereka
tersebar di 12 kecamatan dengan penyebaran dan kepadatan relatif
sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Penduduk terkonsentrasi di
beberapa kecamatan tertentu, seperti Kecamatan: Bekasi utara,
Pondokgede, Bekasi Barat, dan Jatiasih. Kepadatan tertinggi terdapat
di Kecamatan Bekasi Utara yang mencapai 16.897 jiwa per kilometer
persegi. Sedangkan, kepadatan terendah berada di Kecamatan
Jatisampurna yang “hanya” sebesar 7.061 jiwa per kilometer persegi
(Kota Bekasi dalam Angka 1012: 61).
Jika dilihat berdasarkan golongan usia, penduduk yang berusia 0-4
tahun ada 224.350 jiwa, kemudian yang berusia 5-9 tahun ada 220.452

jiwa, berusia 10-14 tahun ada 200.461 jiwa, berusia 15-19 tahun ada
215.577 jiwa, berusia 20-24 tahun ada 237.625 jiwa, berusia 25-29
tahun ada 262.453 jiwa, berusia 30-34 tahun ada 238.057 jiwa, berusia
35-39 tahun ada 209.195, berusia 40-44 tahun ada 181.789 jiwa,
berusia 45-49 tahun ada 149.081 jiwa, berusia 50-54 tahun ada
113.114 jiwa, berusia 55-59 tahun ada 73.596 jiwa, berusia 60-64 tahun
ada 40.380 jiwa, dan yang berusia 65 tahun ke atas ada 56.792 jiwa. Ini
menunjukkan bahwa penduduk Kota Bekasi sebagian besar berusia
produktif. Golongan umur tersebut secara rinci dapat dilihat pada tabel
1 di bawah ini.
Tabel 1
Penduduk Kota Bekasi
Berdasarkan Golongan Umur

N
o

Golongan
Umur

Laki-laki

Perempuan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
0
1
1
1
2
1
3
1
4

0-4
5-9
10 - 14
15 - 19
20 – 24
25 – 29
30 – 34
35 – 39
40 – 44
45 – 49
50 – 54
55 – 59
60 – 64
65 – ke atas

115.431
113.840
102.770
104.903
116.891
131.109
119.458
106.405
91.830
75.036
59.801
41.663
21.758
27.361

108.919
106.612
97.691
110.674
120.734
131.344
118.599
102.790
89.959
74.045
53.313
31.933
18.622
29.431

Jumlah

224.35
0
220.45
2
200.46
1
215.57
7
237.62
5
262.45
3
238.05
7
209.19
5
181.78
9
149.08
1
113.11
4
73.596
40.380
56.792
Sumber: Kota Bekasi dalam Angka 2012

Pendidikan dan Kesehatan
Sebagai sebuah kota satelit dari Provinsi DKI Jakarta, Bekasi tentu saja
memiliki sarana pendidikan dan kesehatan yang memadai bagi
masyarakatnya. Adapun sarana pendidikan yang terdapat di kota ini,
diantaranya adalah: 716 buah Taman Kanak-kanak yang menampung
36.836 orang murid dengan jumlah tenaga pengajar sebanyak 3.325
orang; 627 buah Sekolah Dasar dengan jumlah siswa sebanyak
240.938 orang dan10.595 orang tenaga pengajar; 209 buah Sekolah
Menengah Pertama dengan jumlah siswa sebanyak 81.754 orang dan
3.960 orang tenaga pengajar; 92 buah Sekolah Menengah Atas dengan
jumlah siswa sebanyak 35.302 orang dan 2.097 orang tenaga pengajar;
97 buah Sekolah Menengah Kejuruan dengan jumlah siswa sebanyak
45.462 orang dan 1.554 orang tenaga pengajar; 276 buah Madrasah
Raudhatul Athfal dengan jumlah siswa sebanyak 11.017 orang dan
1.313 orang tenaga pengajar; 132 buah Madrasah Ibtidaiyah dengan
jumlah siswa sebanyak 20.620 orang dan 1.640 orang tenaga pengajar;
73 buah Madrasah Tsanawiyah dengan jumlah siswa sebanyak 16.965
orang dan 1.565 orang tenaga pengajar; 25 buah Madrasah Aliyah
dengan jumlah siswa sebanyak 3.286 orang dan 553 orang tenaga
pengajar; dan 82 buah Pondok Pesantren dengan jumlah santri
sebanyak 7.775 orang dan 486 ustadz pengajar.
Sedangkan untuk sarana kesehatan terdapat 38 buah rumah sakit, 31
buah puskesmas, dan 28 buah puskesmas pembantu. Berdasarkan
data yang tercatat pada Balap Pusat Statistik Kota Bekasi tahun 2012
tercatat 822 tenaga kesehatan, terdiri dari: 3 dokter spesialis, 2 dokter
spesialis gigi, 138 dokter umum, 85 dokter gigi, 10 apoteker, 19 asisten
apoteker, 36 tenaga gizi, 227 perawat umum, 38 perawat gigi, 209
bidan, 13 tenaga kesehatan masyarakat, 18 tenaga sanitasi, dan 19
tenaga teknis medis (Kota Bekasi dalam Angka 1012).
Perekonomian
Salah satu hal yang membuat Kota Bekasi berkembang dengan pesat
adalah karena adanya perkembangan dalam bidang industri, terutama
industri pengolahan, perdagangan, hotel, dan restoran. Hal ini membuat
mata pencaharian penduduknya pun semakin beragam dan tidak hanya
bertumpu pada sektor pertanian. Menurut data dari BPS Kota Bekasi
tahun 2012, dari luas secara keseluruhan yang mencapai 21.049 ha,
hanya sebagian kecil saja yang saat ini masih digunakan sebagai lahan
pertanian yaitu sekitar 505 ha atau 3,15%. Selebihnya, merupakan
lahan kering yang digunakan untuk bangunan dan halaman (15.072
ha), kebun (4.285 ha), dan kolam atau empang seluas (69 ha).
Dengan lahan yang relatif kecil tersebut, tanaman pangan, buahbuahan dan hasil kebun lain yang dihasilkan hanyalah berupa padi,
jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, sawi, kacang panjang, bayam,

mentimun, cabe, terong, kangkung, rambutan, jambu biji, duku, sawo,
pisang, pepaya, jahe, pandan, dan kencur. Pada tahun 2012, produksi
tanaman padi menghasilkan sekitar 5.950,79 ton, kangkung 4.348 ton,
sawi 3.614,4 ton, bayam 3.556,65 ton, rambutan 2.006,87 ton, jambu
biji 987,74 ton, jahe 366,47 kwintal per ha, dan selebihnya berupa
sawo, pisang, dan pepaya sekitar 600 ton.
Selain pertanian dan perkebunan, Kota Bekasi juga menghasilkan
tambahan dari sektor perikanan dan peternakan. Pada tahun 2011 hasil
perikanan Kota Bekasi mencapai 1.310,05 ton dengan jenis ikan lele
yang paling banyak diproduksi yaitu sekitar 531,85 ton. Sedangkan dari
sektor peternakan menghasilkan 1.104.525 ekor ayam ras pedaging,
172.358 ekor ayam buras, 118.500 ekor ayam petelur, dan 7.294 ekor
itik.
Agama dan Kepercayaan
Agama yang dianut oleh Masyarakat Kota Bekasi sangat beragam,
yaitu: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan aliran Kepercayaan.
Ada korelasi positif antara jumlah pemeluk suatu agama dengan jumlah
sarana peribadatan. Hal itu tercermin dari banyaknya sarana
peribadatan yang berkaitan dengan agama Islam (mesjid, musholla dan
langar). Berdasarkan data yang tertera pada Badan Pusat Statistik Kota
Bekasi, jumlah mesjid yang ada di sana mencapai 1.032 buah,
musholla 695 buah, dan langgar mencapai 957 buah. Sarana
peribadatan yang berkenaan dengan penganut agama Kristen dan
Katolik mencapai 97 buah, agama Budha mencapai 11 buah (10 buah
vihara dan 1 buah kelenteng), dan agama Hindu hanya ada satu buah
pura. Sementara data yang berkaitan dengan sarana peribadatan atau
gedung pertemuan bagi penganut aliran kepercayaan belum ada.
Salah satu aliran kepercayaan di Kota Bekasi adalah aliran Kebatinan
Perjalanan. Para penganutnya berjumlah beberapa ribu orang dan
sebagian besar tersebar di empat kecamatan, yaitu: Jatiasih,
Jatisampurna, Mustika Jaya, dan Bantargebang. Berikut adalah profil
dari keempat kecamatan yang merupakan wilayah persebaran aliran
kebatinan Perjalanan di Kota Bekasi. (gufron)
Sumber:
Abdurachman, Aan, Kota Bekasi (1950-2010), dalam http://sertifikasikearsipan.blogspot.com/2011/09/seri-sejarah-perkotaan.html, diakses
tanggal 22 Desember 2013
“Sejarah Kota Bekasi”. http://www.bekasikota.go.id/read/65/sejarahkota-bekasi, diakses 22 Desember 2013
“Saat

Ini,

Penduduk

Kota

Bekasi

Diprediksi

2,5

Juta

Jiwa”.

http://www.bekasikota.go.id/read/6879/saat-ini-penduduk-kotabekasidiprediksi-25-juta-jiwa, diakses 22 Desember 2013
“Profil Setiap Kecamatan Bekasi”. http://www.siidkotabekasi.com/kotabekasi/profil-setiap-kecamatan-bekasi.html. Diakses 20 Desember 2013