Seks dan kesehatan reproduksi Orang Rimb

SEKS DA N KESEHA TA N REP RO DUKSI ORA NG RIM BA 1
Marahalim Siagian
Antropolog

Memang sah-sah saja untuk mempertanyakan
mengapa sejak begitu lama kita mengasosiasikan seks
dengan dosa—seharusnya kita melihat bagaimana asosiasi
itu terbentuk dan tidak menyimpulkan tergesa-gesa
bahwa seks “terkutuk”—namun juga mempertanyakan
mengapa sekarang kita begitu bersemangat menyalahkan
diri sendiri bahwa dulu kita menganggapnya dosa?

∞ Michel Foucault ∞

Seks: memaknai organ tubuh
Tubuh adalah komoditas. Organ-organ tubuh tertentu dalam logika kapitalis jika dieksploitasi akan
menghasilkan uang. Rambut sehat, otot tangan pria, hidung, pipi, perut, betis, bahkan sampai
kuku adalah sarana kontruksi sosial tentang keperkasaan, kecantikan bagi manusia. Namun
konstruksi itu terkait erat dengan budaya yang dikembangkan sebuah komunitas. Anak kecil di
sebuah kota telah diajari sangat dini untuk menggunakan pakaian untuk menutupi organ
tubuhnya, namun pada masyarakat eksotik seperti Orang Rimba anak kecil (budak ebun) yang

telah menyusui, pakaian terlalu dini untuk dikenakan. Pada fase ini organ tubuh belum memiliki
nilai seksualitasnya, baik terhadap si anak maupun komunitasnya.
Umumnya anak laki-laki dipakaian cawat pada usia dua tahun dan terbatas pada organ reproduksi
saja, namun anak perempuan cenderung lebih awal, sangat tergantung pada perkembangan fisik
anak. Lebih khusus, pamakaian kemban untuk seorang anak perempuan yang telah mengalami
perkembangan pesat pada organ payudara (mongkoh) dilakukan oleh wanita yang paling tua pada
komunitas Orang Rimba. Ritualnya dilakukan pada saat matahari mulai terbit atau pada bulan
timbul (terang bulan) dimana wanita paling tua dari komunitas itu akan melantunkan nyanyian
secara khusuk sambil melingkarkan kain di atas payudara si anak.
Anak perempuan (budak gedy) mulai mongkoh, umumnya diperkirakan antara usia 7-9 tahun dan
dia telah diperkenalkan dengan minyak kelapa oleh ibunya untuk dioleskan kerambut, tangan
untuk mempercantik diri agak lebih awal. Minyak kelapa, dipercaya bisa menyuburkan rambut dan
mempercantik organ tubuh lainnya. Bagi Orang Rimba rambut adalah salah satu kontruk
kecantikan dan pemakaian minyak kelapa lebih intensif menjelang tebiye (menstruasi) dan masa
betuna (tunangan)dan, di mana seorang laki-laki Rimba akan menggunakan tenaga, loyalitas
kepada calon mertua dan calon iparnya , dan ketangkasan berburunya pada keluarga perempuan.
Karena rambut perempuan adalah salah satu kontruk kecantikan ada perlakuan yang lebih, seperti
kebiasaan memanjangkannya, menggunakan puo(r)2 bilak anjing dan kulit kopu(r) yang di kikis dan
1


Catatan etnogragis penulis sebagai staf kajian dan pendampingan Orang Rimba Komunitas Konservasi
Indonesia Warsi, 18 Oktober 2001.
2 Huruf “r” pada Orang Rimba cenderung lemah.
Komunitas Konservasi Indonesia-Warsi|

1

diremas hingga mengeluarkan buih dan pada waktu mandi (betimbuk) buih itu dilumuri dirambut.
Aktivitas menghias pada perempuan dilakukan di malam hari dan jika hal ini dengan sengaja
dilakukan dengan terbuka pada seorang remaja (budak bujang) akan dimaknai sebagai simbol
ketertarikan kepada lawan jenis atau melinjang (kasmaran). Konstruk kecantikan yang ideal adalah
jika perempuan tersebut cakap dalam hal; pandai memasak (tokang bemasok), mengambil air
(mencibuk), dan kuat berjalan untuk mengangkut makanan dan barang-barang kebutuhan
domestik. Bagi laki-laki, selain ukuran tubuh yang besar/kekar hal yang ideal untuk ukuran
keperkasaan adalah kemahiran mengorganisir organ tubuh untuk mendapatkan buruan yang
besar, kemahiran menggunakan alat-alat beburu, keberanian, tetapi dipihak lain dia harus makan
“sedit”jika tidak, dia akan dianggap jengki (rakus).
Kontrol Terhadap Seksualitas
Sangat di anggap vulgar jika seorang anak laki-laki dewasa Rimba mengekspresikan perasaan
cintanya terhadap lawan jenisnya secara langsung dan terbuka, dan jika hal ini dilakukan telah

menabrak benteng adat yang berlaku. Misalnya, jika seorang laki-laki dewasa merasa suka
terhadap seorang gadis hal itu akan diutarakan dahulu kepada orang tuanya. Orang tuannya akan
memberikan barang seperti beras, lauk, atau barang lainnya yang menyimbolkan rasa suka
anaknya terhadap orang tua si gadis. Sementara kedua anak tersebut tidak bisa berbuat apa-apa
sebelum tawaran dari laki-laki tersebut diterima oleh orang tua perempuan. Jika tawaran itu
diterima, si laki-laki akan pindah ketempat perempuan dalam waktu yang relatif lama dan
menjadikan kerabat perempuan sebagai induk semangnya.
Secara rumit ada mekanisme adat yang menjangkau cukup luas prilaku pelanggaran, lebih spesifik
mekanisme itu diwujudkan dalam sistem denda kain. Denda itu efektif terhadap beberapa
tindakan pelanggaran seperti menginjak kain perempuan dan duduk apalagi tidur di tempat si
perempuan (cempolo kaki), tindakan menyentuh dengan unsur nafsu seksual (cempolo tangon),
tindakan mengintip orang mandi atau nyubuk perempuan mandi (cempolo mato) dan biasanya
pelanggaran akan diadili secara terbuka---tentunya ini memberikan rasa malu yang sangat tinggi
bagi si pelaku dan hukum itu menemukan efektifitasnya. Konon, hukum ini lebih represif dari yang
berlaku sekarang dengan ancaman memotong tangan, kaki atau melumuri mata dengan cabai.
Untuk yang terahir ini masih berlaku di Hulu Makekal, jika terjadi kehamilan di luar nikah apalagi
melarikan seorang gadis, mereka akan di hukum dengan pukulan rotan atau kayu, mata mereka,
terutama laki-laki dilumuri cabai, dipertontonkan di depan publik. Hal ini jelas menimbulkan
kegerian dan si terhukum akan baru selera makan setelah satu atau dua minggu.
Di sisi lain dari situasi hukuman dan akibatnya, ada forum dimana pembicaraan tentang seks-mencecaruton, dimana laki-laki Orang Rimba menceritakan topik seks lebih rileks dan lebih luas.

Dari forum seperti itu pula anggota komunitas mendapat pengetahuan seks atau lewat cerita
seorang laki-laki tentang istrinya yang mengalami kemandulan. Sedang bagi usia yang lebih muda,
pantun adalah media kecil untuk mengungkapkan perasaan hati secara lebih aman dan halus.
Seorang laki-laki lajang Rimba mengutarakan kekecewaannya terhadap gadis yang berpaling
darinya dengan:
Bena- bena menyambung kuau
Kalau tersambung ‘kan tali tikar
Bena-bena kundang ku melagak
Kalau telagak kundang lain
Dengan pantun lain tapi maksud yang hampir sama:
Komunitas Konservasi Indonesia-Warsi|

2

Derian tampuknya tinggi
Tumbuh di olak jalan ke talang
Lah kemana rimba nan sunyi
Situ peletak badan’ku malang
Atau sebuah sikap merajuk karena tidak mendapat jodoh:
Pisang linci masak di linci

Pisang dulang masak di dulang
Awak malang duduk menyepi
Kalau merusak kampung orang
Sikap mengejek karena cinta di tolak dengan pantun terhadap gadis:
Kayu aro rampak bebungo
Tiba di julu lerai bungonye
Kau kayo tampak betua
Kami buruk apa gunannya.
Karena penolakan langsung sesuatu yang tidak biasa, seorang gadis cenderung memakai orang
lain sebagai alat menyampaiakan ketidaksukaannya tersebut. Namun jelas perlakuaan seperti itu
tetap menyinggung perasaan dan dengan pantun pula sikap gadis tersebut di balas:
Masang jalo di bumbun kepur
Dapat anak binti kualo
Awak baring nyerupo tidur
Awak taaning cerita burung
Namun pantun tidak hanya didominasi laki-laki saja, perempuan yang mengalami kegagalan
cintanya karena orang tua mereka tidak menyetujuinya, meluapkan kekecewaannya dengan
pantun:

Bukon pula salah di padi

Salah di tanah lekuk lembing
Bukan pulo salah di kami
Salah di urang tuo tidak berunding
Tampaknya saya harus meninggalkan pantun-pantun ini dan kembali ke arus utama pembahasan.
Tindakan yang sah untuk melakukan tindakan seksual lazimnya pada acara bebalai , kedua
mempelai dibaringkan ditengah peserta yang didominasi orang yang sudah menikah/tua dengan
posisi bertatapan mata dalan jarak yang dekat, barangkali pada saat itulah kedua mempelai saling
berciuman dan perkawinan mengesahkan semua tindakan seksual yang dilakukan laki-laki
terhadap istrinya secara lebih dominan.
Kesehatan Reproduksi
Kesehatan reproduksi yang dimaksudkan terbatas pada bagaimana Orang Rimba memberlakukan
pantangan-pantangan makanan yang dikaitkan dengan kesehatan organ reproduksi, kehamilan,
dan kelahiran. Pantangan ini diberlakukan sangat ekstensif kepada kaum perempuan saja. Secara
ekspilisit beberapa pantangan itu dikaitkan dengan kesehatan fisik perempuan seperti; buahbuahan yang rasanya asam; salak, jeruk, tayoi, manggo, becong, jitan remanai, ranggong, rombuton,
cimpoi, derion maro, jika dikonsumsi dipercaya akan membuat tubuh perempuan kurus atau kucut
tetapi tidak saja karena unsur asam berpotensi terhadap gangguan kesuburan wanita namun juga
Komunitas Konservasi Indonesia-Warsi|

3


karena dewa mereka melarannya. Selain buah, ikan juga sangat diseleksi untuk dikonsumsi
perempuan; pangkah, sebodo mangkuh, kaya rana, pancit, membiyang, sejulung, saluang pantu,
lambak, dan ringo. Demikian juga dengan burung, hanya beberapa jenis burung besar tetapi
hampir semua burung kecil yang bisa dikonsumsi. Tersebut diantaranya; berbak, burung cabe,
slenyap, burung lilin, cicap. Sedangkan burung besar diantaranya kuou, betaji, dan siulon. Alasan
yang sama mereka berikan untuk pantangan beberapa jenis burung tersebut—dewa akan marah.
Secara lebih rinci pantangan ini masih bisa dikategorikan pada: orang hamil-orang tidak hamil. Bagi
orang hamil umumnya jenis ikan tersebut tidak bisa dimakan apalagi jika ikan tersebut mati karena
di tuba. Mereka juga percaya bahwa louq (babi, rusa, tenuk) yang mati 3 di jerat, ditembak akan
membawa kematian bagi bayi yang dikandung ibunya jika buruan itu dimakannya. Sedangkan
untuk jenis buah yang dipantangkan tersebut di atas tidak berlaku pada saat mengidam—masa
kehamilan.
Bagi laki-laki pantangan makan terbatas pada beberapa jenis ikan seperti; hudang, becat yang
dipercaya membuat buah pelir laki-laki bengkak atau burut . Selain itu pohon tebu yang telah
rebah ke tanah dan batangnya mengeluarkan banyak tunas dipercaya akan membawa kemandulan
atau mati pucuk. Bagi laki-laki pantangan ini berlaku seumur hidupnya sedangkan bagi perempuan
ia akan terbebas sejak masa monopause atau sewaktu masih anak kecil dibawah umur sepuluh
tahun.
Lahirnya seorang bayi dalam berbagai masyarakat tradisional akan memberi jaminan adat akan
dilanjutkan, tanah-tanah dikerjakan, bagi orang tua, ada yang mengurus mereka jika mereka sudah

tua. Pada momentum yang sama rasa senang menanti bayi yang lahir juga menimbulkan
kecemasan yang tinggi. Secara mengagumkan Claude Levi- Strauss mendeskripsi proses kelahiran
seorang bayi pada Indian Cuna di Republik Panama dengan bantuan syaman. Dalam deskripnya ia
menyebut sejumlah dewa; Muu, sebagai kekuatan yang bertanggung jawab atas terbentuknya
fetus, dan dukun pribumi: nele, inatuledi dan absogedi. Secara sangat singkat, ada pertarungan
antara Muu yang menyelewengkan kekuasaannya dan menangkap purba atau jiwa si calon ibu.
Syaman melantunkan nyanyian tentang pencarian purba si ibu yang telah hilang dan yang akan
dikembalikan sesudah sekian banyak pengalaman yang berbeda-beda, seperti mengatasi sejumlah
halangan, kemenangan atas binatang-binatang bias, dan suatu perlombaan besar yang diadakan
oleh syaman beserta semua pelindungnya untuk melawan Muu dan putra-putrinya yang sangat
menghalangi kelahiran, dan secara simbolik pertarungan itu adalah rasa sakit dan kerumitan di
seputar vagina sebelum bayi lahir. (terjemahan dari, The Effectiveness of Symbols, dalam
Struktural Anthtropology, Harmondsworth, Penguin Books, 1972. hal. 186-205)
Kelahiran merupakan waktu-waktu sakit dan penderitaan, pendarahan dan kelauranya cairan
tubuh dengan ancaman kematian senantiasa mengancam. Orang Rimba secara khas pula
menyambut kelahiran dengan sangat berbeda dengan masyarakat umumnya. Pada waktu yang
kritis, bagi si ibu menjelang kelahiran bayinya ia akan dibantu wanita-wanita yang berpengalaman
dalam menangani kelahiran. Secara khusus mereka mengenal bidan yang merupakan aktor utama
dalam proses persalinan tersebut. Sejumlah laki-laki yang cukup dewasa dengan ketua
rombongnya bersama wanita pula membawa si wanita hamil kesebuah tempat yang di namai tano

paranaon . Suatu tempat yang berdasarkan pengalaman masa lampau mendapatkan anak yang
sehat dan selamat. Setelah melampau masa kelahiran salah seorang kerabat terdekatnya memutus
tali ari bayi dan mengikatnya dengan simpul. Jumlah simpul umumnya 3, 5, 7. di daerah Air Hitam
3

Mati dalam pengertian ini jika bintang yang dijerat (louq) telah menjadi bangkai saat diambil dari
jerat.
Komunitas Konservasi Indonesia-Warsi|

4

umumnya ditemukan 3 ikatan, di Makekal Hilir biasannya 5 ikatan sedang di hulu sebanyak 7 ikatan
dengan jarak dua centi meter. Bayi yang sehat akan dimandikan secara berulang-ulang dan
dilakukan pada sungai yang umumnya besar. Mereka menyiapkan tangga yang bilangannya ganjil
dan bilangan anak tangga yang paling sedikit setidaknya 5, artinya harus ditemukan pematang
sungai yang agak tinggi. Sebuah “kurungan” kecil yang terbuat dari kulit kayu yang di taruh di air
dipersiapkan pula untuk bayi tempat ia dimandikan berulang-ulang. Jika cukup sehat para
perempaun Orang Rimba telah membawa ibu dan bayinya ke komunitasnya dalam waktu 1-3
minggu.
Selama minggu-minggu pertama, kedua, dan ketiga sejumlah laki-laki akan terjaga dan

menghidupkan api untuk menghangatkan si bayi, hingga pada ahirnya ia bertambah kuat dan
mulai diberikan asi dan nasi yang dilumatkan pada usia dua bulan. Pada fase ini ibu juga
mendapatkan perlakuan istimewa ia akan lebih diperhatiakan dan dikunjungi, hanya diperbolehkan
memakan nasi beserta lauk yang enak terutama babi, rusa, dan ikan.
Pasca kelahiran itu sendiri merupakan potensi untuk mendatangkan penyakit. Mereka mengenal
beberapa penyakit yang dialami si ibu setelah masa persalinan.
-Kena sindai, adalah penyakit yang dialami setelah melahirkan yang cirinya kuku panjang-panjang .
Sindai dalam kepercayaan Orang Rimba adalah hantu, dan hantu hanya bisa di usir dengan mantramantra.



Plejang Anjing, penyakit yang di derita si ibu setelah melahirkan yang cirinya badan kurus
kemudian bengkak-bengkak dan jika ditekan mudah lecet.
Salo Makon, penyakit yang diderita si ibu akibat salah makan. Penyakit ini dicirikan dengan
perasaan panas pada dada si ibu. Salah makan ini salah satunya disebabkan karena makan
perut ikan.

Anak akan menyusui selama 1,5-2 tahun dan benar-benar telah bisa berjalan dengan baik, dan
kehidupan dilanjutkan dengan bertambahnya seorang anggota baru komunitas. ***


Komunitas Konservasi Indonesia-Warsi|

5