Pedoman kode etik hewan coba

PENDAHULUAN
Autopsi / nekropsi / obduksi / seksi / bedah bangkai, untuk melakukan
pemeriksaan yang cepat dan tepat dalam menetapkan diagnosa pada beberapa sebab
penyakit atau kematian

dari seekor hewan. Biasanya

diagnosa yang akurat harus ditunjang dengan

untuk melengkapi hasil

hasil pemeriksaan dari beberapa

laboratorium penunjang, seperti bakteriolagi, virology, parasitologi, patologi klinik,
toxicology dsb.
Nekropsi tidak akan dapat mengungkapkan semua penyebab dari suatu
penyakit , penyebab kejadian suatu penyakit, kebanyakan berhubungan dengan
manajemen, termasuk pemenuhan nutrisi yang buruk, kekurangan pakan dan minum,
ventilasi yang tidak mencukupi, sanitasi yang buruk, unggas mengalami kedinginan
atau kepanasan, dan populasi yang berlebihan. Keadaan serupa tadi memerlukan
pemeriksaan lapangan untuk menentukan penyebab masalah. Nekropsi seringkali

dilakukan untuk dapat mengidentifikasi proses penyakit infeksius, defisiensi nutrisi,
keracunan, penyakit parasitik, dan tumor.
Nekropsi

(pemeriksaan postmortem) dilakukan untuk menentukan kausa

penyakit dengan melakukan diskripsi lesi makroskopis dan mikroskopis dari jaringan
dan dengan melakukan pemeriksaan serologis dan mikrobiologis yang memadai.
Pemeriksaan postmortem dilakukan bila ditemukan adanya penurunan produksi,
terdapat tanda-tanda yang jelas akan sakit atau diketahui adanya peningkatan jumlah
kematian, dan atas permintaan klien.
Pada umumnya ada 2 macam cara nekropsi yaitu : (1). Seksi lengkap, dimana
setiap organ / jaringan dibuka dan diperiksa. (2) seksi tidak lengkap, bila kematian /
sakitnya hewan diperkirakan menderita penyakit yang sangat menular/ zoonosis
( anthrax, AI, TBC, hepatitis dsb ). Nekropsi harus dilakukan sebelum bangkai
mengalami autolisis, jadi sekurang-kurang 6 – 8 jam setelah kematian.

PEDOMAN UMUM
A. Record / Catatan medis meliputi :
1. Anamnesa, meliputi : nama hewan, alamat , tanggal, waktu kematian,

sejarah penyakitnya ( berapa lama, gejala

klinis, pengobatan,

vaksinasi, angka kematian dsb ), data laboratorium bila ada misal :
pemeriksaan darah, urine , feces dsb.
2. Signaleman: identitas hewan ( ras,

bangsa , jenis kelamin, umur,

warna bulu ).
3. Gejala klinis: yang terjadi selama sakit/ sebelum mati ( diare, muntah,
lesu, nafsu makan dsb)
Pemeriksaan secara umum sebelum dilakukan bedah bangkai :
Kondisi umum : keadaan kulit / bulu, lubang alami , adanya ekto
parasit, warna mukosa, dsb.
Pemeriksaan keadaan luar secara umum : jenis hewan, kelamin, umur,
keadaan gigi, kondisi, kulit. Selaput mukoso mata, rongga mulut, bawah
lidah. Telinga, leher, perut, bagian dalam paha kemungkinana adanya vesikel,
atau lesi yang lain. Persendian, telapak kaki, pangkal ekor, sekitar anus, dan

alat kelamin serta ambing.
B. Tempat , untuk melakukan seksi, tempat harus dibersihkan
a. sehat, dekat dengan air yang. memadai / mengalir dan dekat dengan
tempat untuk mengubur.
C. Peralatan
Nekropsi dapat dilakukan sekalipun dengan alat yang minimal
(seadanya), yaitu:
 Dibutuhkan pisau (4-6 inchi),
 pemotong tulang,
 gunting jaringan (biasanya digunakan scalpel tajam-tumpul),
 pinset,
 gloves,
 spuit disposable (3cc dan 5cc),

 needle (20G, 1 inchi untuk koleksi sampel darah vena sayap, dan 1 ½
inchi untuk koleksi sampel darah dari jantung),
 sanitizer untuk membersihkan peralatan dan meja,
Untuk keperluan pemeriksaan jaringan, diperlukan:
 10 persen larutan buffer formalin netral,
 black marker

 kertas label.
Bila hendak mengkoleksi serum, dibutuhkan pula tube tempat koleksi
darah dan vial serum.
Gunakan gloves dan masker apabila spesimen diperkirakan sebagai
suspek penderita penyakit zoonotik, sebagaimana penyakit tersebut
merupakan penyebab hewan itu sakit atau mati.
D. Cara euthanasia / membunuh hewan, harus dilakukan senyaman
mungkin.
Merupakan suatu tindakan dengan maksud : mengurangi penderitaan
hewan , membantu dalam mendiagnosa penyakit, dan mencegah meluasnya
penyakit pada hewan lain / pada manusia.
Euthanasia dilakukan pada : hewan yang sangat tua , penyakit yang
sulit disembuhkan, akibat kecelakaan berat, biasanya dilakukan pada hewan
kesayangan .
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam eutanasia :
1. Hewan tidak boleh merasa sakit
2. Hindari terjadinya perdarahan dan pengeluaran kotoran.
3. Hindari terjadinya luka pada tubuhnya.
4. Hewan tidak boleh berteriak dan meronta-ronta.
Beberapa cara yang biasanya dilakukan dalam euthanasia :

1. tembakan pada kepala
2. dengan arus listrik
3. Emboli dengan : Mg SO4 jenuh , Pheno-barbital, Chloral hydrat,
dengan cara disuntikan IV.

4. Ditidurkan dengan Chloroform dengan cara perinhalasi dsb.
5. dengan alat burdizzo forcep
6. khusus untuk unggas bisa dengan emboli udara ke dalam jantung.

PROSEDUR NEKROPSI PADA HEWAN LABORATORIUM.
1. Lokasi pengambilan darah :
 Tikus/mencit : kantus media orbita mata atau lewat vene lateral ekor
 Kelinci : vena marginal auricularis
2. Cara eutanasi :
Tikus/mencit : dengan larutan eter ( dengan kaps yang dibasahi eter,
masukkan dalam suatu tempat yang sesuai besar hewan cobanya (toples),
kemudian tikus dimasukkan dalam tempat tersebut, ditunggu sampai mati ).
Kelinci : dengan cara emboli, injeksi intravena larutan jenuh Mg SO4.
Bisa dengan ditidurkan dengan cara, kapas yang telah diberi eter secukupnya,
masukkan kantong plastik, kemudian dihirupkan sedikit demi sedikit sampai

kelinci tertidur, terus dihisapkan sampai mati.
Untuk keperluan penelitian hendaknya dipersiapkan tujuan nekropsi,
dipersiapkan peralatan yang diperlukan , apakah untuk pemeriksaan
bakteriologi, virologi, pemeriksaan histopatologi, atau immunohistopatologi.
3. Prosedur nekropsi secara umum :
a. Untuk memudahkan , tikus dipreparir pada meja operasi, dengan
meletakan terlentang, supaya tidak bergeser, difiksasi pada telepak
kaki depan dan belakang dengan menyematkam jarum pentul/ paku
kecil.
b. Pengeluaran organ sesuai keperluan si peneliti, organ apa yang
dikehendaki.
c. Dengan kepala jauh dari sekan, insisi dimulai dari dinding abdomen,
memotong kulit dan muskulusnya, irisan dilanjutkan kesisi kanan dan
kiri, terus kearah cranial, memotong costae sehingga rongga thorak
terbuka.
d. Selanjutnya diambil organ apa yang diperlukan .

4. Tehnik pengambilan Sampel Histopatologi
Saat nekropsi dilakukan, ingat dua hal : kualitas spesimen yang
dijadikan bahan pemeriksaan histopatologi (studi mikroskopis)akan lebih baik

jika diperhatikan cara penyimpanannya dan apabila timbul keraguan maka
potong sebagian dan simpan serta awetkan. Hal berikut harus dijalankan untuk
menjamin kualitas spesimen yang antara lain dengan:
1. Jaringan yang telah disimpan dalam formalin adalah berasal dari
hewan yang baru mati.
2. Paling tidak gunakan 10x volume buffer formalin 10% dari jumlah
jaringan yang diambil untuk preparat histopatologi.
3. Hanya gunakan kontainer yang dapat terbuka lebar. Sebaiknya
tempatkan kontainer formalin ditempat yang tertutup rapat saat
diperjalanan.
4. Hindari jaringan yang dibekukan dalam freezer baik sebelum dan
sesudah difiksasi dalam formalin.
5. Jaringan sebaiknya hanya setebal ¼ inchi (0,5 cm).
6. Potong hati, atau organ lain sesuai kebutuhan, pada satu sisi yang
sama, kemudian difiksasi dengan pengawet (formalin 10%).

PENGAMBILAN DAN PENGIRIMAN SPESIMEN UNTUK PEMERIKSAAN
LABORATORIUM
Guna menegakan diagnosa yang pasti kausa penyakit atau kematian dari
hewan, diperlukan pemeriksaan lanjutan berdasakan perubahan makroskopis yang

ditemukan, dan analisis dari anamnesa.
Untuk bahan penelitian, sampel atau organ diambil sesuai kebutuhan.
Pedoman Umum
1. Semua meterial, harus diberi lebel yang jelas tentang : jenis organ /
jaringannya, tanggal pengambilan, species hewannya, bahan pengawetnya,
yang ditulis dalam dengan jelas pada surat pengantarnya.( terlampir )
2. Pot / plastik tempat spesimen, ditulis kode / jenis hewannya/ identitas yang
lain, sesuai dengan surat pengantarnya.
3. Sertakan hasil nekropsi yang tampak, dalam lampiran tersebut.
4. Untuk spesimen keperluan pemeriksaan bakeriolgi, virologi, parasit harus
dalam pengawet yang benar, dan sampai di laboratorium dalam keadaan yang
baik.
Beberapa Cara pengiriman Spesimen dan Pengawetnya.
Untuk pemeriksaan histopatologi.
 Tujuan :
Mengetahui perubahan morfologi secara makroskopis / mikroskopis
dari

jaringan tersangka hewan sakit/ mati , guna menentukan penyebab/


kausanya.

Sedang

untuk

keperluan

penelitian,

hasil

pemeriksaan

histopatologik apapun yang adalah yang akan dijadikan hasil dari penelitian
tersebut.
Hasil

nekropsi


dapat

secara

langsung

mengetahui

kausanya,

berdasarkan adanya perubahan morfologis yang pasti / patognomonis.
 Cara :
Spesimen hendaknya diambil secepat mungkin, setelah kematian.
Keterlambatan dalam pengambilan spesimen (lebih dari 8 jam),
mengakibatkan autolisis sel-selnya. Setiap potongan spesimen, ambil jaringan
yang tampak patologis dan sehat, dipotong kurang lebih 1cm sampai 2cm,

dengan ketebalan 1 cm. Masukkan dalam larutan fiksasi : buffer formalin 10
%, dengan perbandingan


jumlah specimen dan larutan adalah

1 : 10,

sebelumnya, dicuci dulu. Bila langsung dimasukan dalam alkohol akan
mengerutkan jaringan.

Cara Pembuatan Preparat Histopatologi
Organ difiksasi buffer formalin 10%

Dipotong kecil-kecil ± 1×1×1

Cuci air mengalir ±30’

Dehidrasi

Alkohol 70%
Alkohol 80%
Alkohol 90%
Alkohol 96%
Alkohol absolut I
Alkohol absolut II
Alkohol absolut III
Xylol I
Xylol II
Xylol III
Paraffin I
Paraffin II
Paraffin III

Blocking

Mikroturn

Pewarnaan

Mounting

Pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE)
(Setelah jaringan dipotong di mikroturn dan dilekatkan pada objek glass)
Xylol I (5’)
Xylol II (4’)
Xylol III (3’)
Alkohol absolut I (3’)
Alkohol absolut II (2’)
Alkohol absolut III (3’)
Alkohol 96% (2’)
Alkohol 90% (2’)
Alkohol 80% (1’)
Alkohol 70% (1’)

Cuci air mengalir (5’)

HE (4-10)

Cuci air mengalir (10’)

Eosin (3-8’)

Alkohol 70% (1’)
Alkohol 80% (2’)
Alkohol 90% (3’)
Alkohol absolut I (3’)
Alkohol absolut II (3’)
Alkohol absolut III (5’)
Xylol I (3’)
Xylol II (4’)
Xylol III (5’)

Dibersihkan dan ditutup dengan cover glass

METODE PEMERIKSAAN HASIL
Data diperoleh dari hasil pengamatan dibawah mikroskop, dengan pembesaran
100 atau 400 kali, dideskripsikan semua bentuk lesi , selanjutnya di lakukan skoring
(penilaiaN), sesuai bentuk perubahan yang ada, selanjutnya dilakukan analisa datanya.

TINJAUAN PUSTAKA
1. Butcher G.D , Richard D.M, 2003. Avian Necroppsy Techniques.
http://edist.ifas.edu.
2. Carlyle JT

, Chester A.G, 1954. Veterynary Necropsy Prosedures.

Philadelphia London Montreal J.B. LIPPINCOTT COMPANY.
3. Davis M.F, Teresa Y.M. Poultry Necropsy Basics. VME-0012-01. November
2008.
4. Samkhan dan Sri Niati. 2006 Tata Cara Penanganan Dan Pengirimam Contoh
ke Laboratorium. Dalam : Bultin Laboratorium Veteriner.. Vol : 6 No:3. Edisi
Tahun : September 2003. ISSN : 0853-7968