Jurnal Mekanika dan Energi PENS

Jurnal
Mekanika dan
Energi
PENS

www.jurnalpa.eepis-its.edu
Teknik Mekatronika
Vol.2, No.2, 2013
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya

Desain dan Pembuatan Sistem Steering Ornithopter Berdasarkan
Gerakan Ekor dan Kepala
Rizky Dwi Permana P., Dr. Eng. Indra Adji S., S.T., M.Eng., Endah S.Ningrum, S.T., M.T.
Program Studi D4 Teknik Mekatronika
Departemen Mekanika dan Energi
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya
Kampus PENS, Jalan Raya ITS Sukolilo, Surabaya 60111
Tel: (031) 594 7280; Fax: (031) 594 6114
Email: slachemburg@gmail.com,indra@eepis-its.edu,endah@eepis-its.edu

Abstrak

Melakukan heading atau yawing, pitching dan rolling adalah hal yang pasti terjadi dan penting dilakukan oleh berbagai
wahana terbang sebagai penentu arah terbang. Rudder, elevator dan aileron adalah sistem steering pesawat dengan prinsip
kerja yang sangat mendasar namun sangat optimal. Ornithopter yang terbang dengan memanfaatkan kepakan sayapnya
diharuskan mampu mengubah arah menggunakan satu-satunya penentu arah yakni ekor. Ekor juga sebagai pengendali
kestabilan dan ketinggian ornithopter. Bentuk ekor yang sejajar dengan sayap dapat menghasilkan gaya angkat pada
ornithopter akibat sudut serang yang dibentuknya. Dalam hal ini ekor tersebut bekerja sebagai elevator. Untuk melakukan
heading atau yawing, secara sederhana cukup menambahkan rudder yang diletakkan tegak lurus terhadap ekor yang berfungsi
sebagai elevator. Sebagai penggerak nya dapan memanfaatkan fungsi dari motor servo. Dua buah servo dapat memberikan
kombinasi gerakan ekor bahkan kepala. Kepala akan menambah torsi dan membantu tugas ekor sebagai penentu arah. Satu
ekor yang memiliki satu sendi peluru dapat digerakkan mengangguk dan menggeleng dengan kombinasi putaran dua buah
servo. Didalam sebuah transmitter RC dapat diambil satu kontrol V-Tail untuk menciptakan kombinasi putaran dua buah
servo. Hasilnya, gerakan ekor akan lebih fleksibel sesuai dengan jangkauan sendinya.
Kata kunci: Ornithopter, steering, roll, pitch, yaw, sonar, rudder, elevator, aileron, V-Tail

1. PENDAHULUAN
Selama ini bentuk wahana terbang masih banyak memanfaatkan tenaga turbin dan propeler sebagai
penggerak utamanya. Sebagaimana kita ketahui bahwa bentuk dasar dari pesawat adalah tiruan dari bentuk
rangka burung. Burung sendiri terbang tanpa menggunakan turbin atau propeler melainkan kepakan kedua sayap
yang dimilikinya. Seluruh anatomi tubuh burung merupakan awal terbentuknya berbagai macam pesawat mulai
pesawat yang berteknologi rendah hingga berteknologi canggih sekalipun namun hampir tidak ada yang

memiliki mekanisme terbang seperti burung.
Hal tersebut merupakan kesempatan bagi bidang robotik untuk menambah ranah ilmunya dengan
menciptakan ornithopter sebagai robot burung yang nantinya diharapkan dapat menjadi alat yang bermanfaat
dalam berbagai bidang contohnya di bidang intelijen, entertainment, militer, geofisika, dsb.
Pembuatan wahana ini sangatlah perlu beberapa peninjauan. Dari segi desain mekanik yang perlu dipelajari
lebih dalam karena memiliki struktur yang cukup rumit. Untuk mendapatkan gerakan yang terarah, maka
diperlukan sebuah mekanik yang presisi dan ringan agar menghasilkan suatu struktur yang aerodinamis. Sistem
steering harus ada didalam sistem ornithopter sendiri sebagai pengendali kestabilan bahkan ketinggian terbang.
Rudder dan Elevator mutlak diperlukan dalam pengendalian ornithopter ini.

1

Jurnal Mekanika dan Energi PENS, Teknik Mekatronika, Vol.2, No.2, 2013

2. TEORI PENUNJANG
2.1 EMPAT GAYA YANG BEKERJA PADA BURUNG
Untuk mengetahui gaya aerodinamis dari burung, diperlukan empat gaya yang ideal (Prum, 2008). Gambar
1 berikut adalah diagram gaya yang bekerja pada burung.

Gambar 1: Empat Gaya yang Bekerja pada Burung Terbang-Weight, Lift, Drag dan Thrust

Sumber: Richard O. Prum, Leonardo and the Science of Bird Flight, 2008, Yale University, New Haven. Hal:111-112.

Ada dua gaya luar yang bekerja pada burung terbang. Weight adalah gaya yang mengarah ke bawah, gaya
ini timbul secara alamiah karena terjadi akibat pengaruh gravitasi bumi dan menciptakan massa pada tubuh
burung. Yang kedua adalah drag, yaitu gaya gesek yang terjadi akibat gerakan maju dari burung terhadap udara
yang mengalir di permukaan tubuhnya. Gaya drag ini yang menjadi impedansi bagi pergerakan ornithopter saat
terbang.
Burung juga menghasilkan gaya lain dari kepakan sayapnya. Salah satu gaya yang dihasilkan oleh kepakan
sayap adalah lift. Gaya lift bekerja secara vertical menghasilkan gaya aerodinamis yang menyebabkan burung
dapat terbang dan melayang di udara bebas. Selain mampu menghasilkan gaya lift, kepakan sayap burung juga
menghasilkan gaya thrust. Gaya thrust adalah gaya yang menyebabkan tubuh burung untuk bergerak maju.
Gambar 2 berikut adalah aliran udara yang menyebabkan adanya empat gaya tersebut.
(a)

(b)

Gambar 2: (a) Kondisi Sayap Saat Melayang (b) Kondisi Saat Sayap Mengepak
Sumber: Richard O. Prum, Leonardo and the Science of Bird Flight, 2008, Yale University, New Haven. Hal:113

Ditinjau dari dua karakter gaya tadi, gaya luar dan gaya dalam bekerja saling berlawanan. Maka dapat

disimpulkan bahwa untuk terbang, burung harus memiliki usaha yang menghasilkan gaya dalam lebih besar
daripada gaya luarnya.
Yang perlu ditinjau lebih lanjut untuk dapat melawan gaya luar tersebut yaitu bagaimana burung dapat
menciptakan gaya lift dan thrust. Untuk mendapatkan gaya tersebut, perlu tinjauan lebih lanjut tentang struktur
sayap (Prum, 2008).
Bentuk fisik dari burung terbang dapat dianalisa dengan melihat mekanika fluida dengan cara
mengidentifikasi beberapa perbedaan gaya yang bekerja pada burung terbang. Teori penerbangan menyediakan
sarana untuk memperkirakan tingkah laku penerbangan yang diinginkan dan morfologi sayap yang optimal, ekor
dan rangka burung (Thomas & Hedenstrom, 1999). Gaya aerodinamis yang bekerja pada sayap mengacu pada
prinsip Bernoulli.
2.2 SUMBU PUTAR ORNITHOPTER
Jika perhitungan center of gravity telah didapatkan, maka langkah selanjutnya adalah menetapkan CG
tersebut sebagai sumbu putar. Sumbu putar ini berfungsi ketika ornithopter memiliki sumbu putar yang sama
dengan pesawat terbang, yaitu roll, pitch dan yaw. Setiap wahana terbang akan berputar terhadap center of
gravity yang terletak di titik massa rata-rata tubuh ornithopter (Benson, 2008).

2

Jurnal Mekanika dan Energi PENS, Teknik Mekatronika, Vol.2, No.2, 2013


Roll (gulingan) adalah putaran yang menyebabkan bagian samping benda berada pada posisi yang
berlawanan. Gerakan roll akan menghasilkan suatu kemiringan antara sisi kiri dan sisi kanan pada benda terbang.
Pitch (anggukan) adalah putaran yang menyebabkan bagian depan dan belakang benda berada di posisi yang
berlawanan. Gerakan pitch dapat menghasilkan gerak naik dan turun pada pesawat terbang. Yaw (gelengan)
adalah putaran yang menyebabkan perpindahan ujung depan benda dan ujung belakang benda bergerak
melingkar ke kanan dan ke kiri. Gerakan ini dapat membelokkan pesawat terbang ke kanan atau ke kiri. Gambar
3 berikut adalah diagram gerak roll, pitch dan yaw terhadap center of gravity.

Gambar 3: Diagram Gerakan Roll, Pitch , dan Yaw
Sumber: http://www.gizmag.com/smartbird-roboticseagull/18228/picture/132312/
(diakses pada tanggal 30 Juni 2012 jam 20:00 WIB)

Dari diagram sumbu tersebut maka dapat dilihat bagaimana putaran roll, pitch dan yaw terhadap center of
gravity. Dalam mengendalikan arah dari ornithopter diperlukan sebuah fungsi rudder dan elevator. Fungsi dari
alat-alat tersebut akan diaplikasikan pada ekor ornitopther. Ekor burung sesungguhnya dapat melakukan gerak
roll untuk dapat membelokkan tubuhnya. Pada ornithopter yang akan dibuat kali ini, untuk membelokkan tubuh,
maka diperlukan bentuk ekor yang mirip dengan bentuk ekor pesawat yakni terdapat rudder. Untuk menaikkan
dan menurunkan tubuh ornithopter, sama halnya dengan ekor pesawat terbang yakni menggunakan ekor sebagai
elevator. Lebih kurang bentuk ekor ornithopter terlihat pada gambar 4 berikut.


Struktur
ekor
Gambar 4: Bentuk Ekor Sebagai Rudder dan Elevator
Sumber: Festo, Aerodynamic Lightweight Design with Active Torsion, Festo AG & Co. KG, Esslingen, 2011, hal:1

Burung sesungguhnya tidak memilki rudder seperti layaknya pesawat, namun fungsi ekor burung dengan
struktur yang sedemikian rupa memiliki kemampuan untuk membelokkan angin kearah samping sehingga
fungsinya seperti rudder.
2.2.1 RUDDER
Pada pesawat terbang, rudder digunakan sebagai pengendali gerak yaw. Rudder digunakan dalam
mengarahkan pesawat ke kanan atau ke kiri. Rudder membentuk sudut defleksi dan menghasilkan sudut
serang (angle of attack). Sudut serang itu lah yang menghasilkan perbedaan tekanan pada sisi rudder dan
terdapat torsi antara titik pusat gravitasi dan titik penempatan rudder. Semakin besar sudut serang yang
dibuat, maka tekanan yang menghempas di salah satu sisi rudder akan semakin besar pula torsi yang
dihasilkan sehingga momen yaw juga semakin besar. Gaya yang bekerja pada rudder terlihat pada gambar 5
berikut.

3

Jurnal Mekanika dan Energi PENS, Teknik Mekatronika, Vol.2, No.2, 2013


Gambar 5: Letak Rudder Terhadap Center of Gravity
Sumber: http://www.grc.nasa.gov/WWW/k-12/airplane/rud.html
(diakses pada tanggal 29 Juni 2012 jam 12:01 WIB)

Beberapa variabel yang menentukan besarnya sudut belok yaitu jarak antara titik pusat gravitasi
terhadap rudder, luas penampang rudder, dan sudut defleksi pada rudder (McCormick,1995). Gaya pada
rudder dapat dimodelkan dengan persamaan sebagai berikut:
.................................................................................................................... (1)
................................................................................................. (2)
........................................................................................................................... (3)
Dimana:
Tyaw= Momen yaw (Nm)
Ftail= Gaya pada rudder (N)
L= Jarak center of gravity ke rudder (m)
ρ= Kerapatan udara
v= Kecepatan udara pada benda (m/s)
cl= Koefisien lift
s= Luasan rudder (m2)
θ= Sudut serang (derajat)

Rudder pada robot burung diaplikasikan pada ekor. Ekor burung sebenarnya tidak memiliki rudder ,
namun pada proyek akhir ini rudder ditambahkan pada ujung ekor robot burung agar robot tersebut mampu
melakukan putaran yaw dengan baik.
2.2.2 ELEVATOR
Prinsip kerja elevator sama saja dengan rudder, yaitu menghasilkan momen agar pesawat dapat
mengubah arah. Perbedaan antara rudder dan elevator yaitu pada fungsinya. Elevator digunakan untuk
mengendalikan pitch. Gambar 6 berikut menunjukkan gaya yang bekerja pada elevator.

Gambar 6: Letak Elevator Terhadap Center of Gravity
Sumber: http://www.grc.nasa.gov/WWW/k-12/airplane/elv.html
(diakses pada tanggal 29 Juni 2012)

Pemodelan elevator secara matematis juga sama dengan rudder
persamaan berikut:

sebagaimana ditunjukkan pada

................................................................................................................... (4)
.................................................................................................. (5)
........................................................................................................................... (6)


4

Jurnal Mekanika dan Energi PENS, Teknik Mekatronika, Vol.2, No.2, 2013

Dimana:
Tpitch= Momen pitch (Nm)
Ftail= Gaya pada elevator (N)
L= Jarak center of gravity ke rudder (m)
ρ= kerapatan udara
v= Kecepatan udara pada benda (m/s)
cl= koefisien lift
s= Luasan rudder (m2)
θ= Sudut defleksi rudder (derajat)
Prinsip kerja elevator ini sebenarnya adalah hasil adopsi dari struktur ekor burung. Oleh karena itu,
pembuatan elevator robot burung ini berarti kembali mengaplikasikan struktur alami burung. Struktur ini
akan berguna saat robot bergerak mancapai suatu ketinggian saat melayang
3. SISTEM PERANCANGAN
3.1 PERANCANGAN MEKANIK
Desain Ekor dan Kepala

Ekor dan kepala robot burung bergerak dengan tenaga dari motor mini servo, namun gerakannya terbatas
karena tidak dapat melakukan gerak roll. Gerakan ekor diikuti dengan gerakan kepala dengan arah gerak yang
sama. Kepala dan ekor ditunjukkan pada gambar 7 berikut.

Gambar 7: Desain Ekor dan Kepala Robot Burung

Dari gambar diatas nantinya akan terdapat pengait berupa pushrod yang menggerakkan ekor dan kepala
sehingga bagian tersebut dapat bergerak berdasarkan prinsip sendi peluru. Dengan mekanisme seperti itu maka
kepala dan ekor dapau bergerak mengangguk dan menggeleng. Untuk bentuk ekor sendiri mengadaptasi fungsi
dari rudder dan elevator seperti terlihat pada gambar 8 berikut.

Gambar 8: Ekor Sebagai Rudder dan Elevator

Detail ukuran rudder dan elevator tercantum pada lampiran 3. Luasan rudder dan elevator didapatkan
melalui software Autodesk Inventor. Pada lampiran tersebut diketahui bahwa luasan rudder dan elevator masingmasing 0,00288705 m2 dan 0,016798 m2.
Untuk perhitungan rudder dan elevator dilakukan melalui beberapa tahap yaitu:
1. mendapatkan center of gravity dari seluruh tubuh,
2. mendapatkan center of gravity dari ekor masing-masing rudder dan elevator,
3. mendapatkan masing-masing luasan rudder dan elevator,
5


Jurnal Mekanika dan Energi PENS, Teknik Mekatronika, Vol.2, No.2, 2013

4. memperkirakan kecepatan angin yang akan menghempas rudder dan elevator,
5. penghitungan gaya yang bekerja pada rudder dan elevator menggunakan rumus (2.8) untuk rudder
dan rumus (2.11) untuk elevator,
6. karena bentuk sirip ekor berbentuk datar tanpa menggunakan airfoil maka cl didapatkan dengan rumus
(2.9),
7. didapatkan momen yang terjadi menggunakan rumus (2.7) untuk rudder dan (2.10) untuk elevator,
8. Untuk mendapatkan percepatan sudut, didapatkan dari hubungan T=I.α, dimana I adalah momen
inersia dan α adalah percepatan sudut,
9. Momen inersia didapatkan dari I=m.L2, dimana I adalah momen inersia, m adalah massa, dan L adalah
lengan antara center of gravity ornithopter (terletak di 30% dari panjang chord) dan center of gravity
ekor. Khusus ekor, center of gravity dari rudder dan elevator berbeda, karena bentuknya berbeda.
Pada robot ini, letak center of gravity telah ditentukan berada di 67 cm dari ujung depan sayap karena
panjang chord adalah 20 cm. Gambar 9 Berikut adalah letak center of gravity dari rudder terhadap center of
gravity ornithopter. Center of gravity dari rudder didapatkan dari analisa yang dilakukan melalui software
Autodesk Inventor.

Gambar 9: Jarak Antara Center of Gravity dari Ornithopter dan Center of Gravity dari Rudder

Pada tabel 1 berikut adalah hasil perhitungan torsi rudder berdasarkan perubahan sudut serang.
Tabel 1: Perhitungan Torsi Rudder

m=0.18 Kg; L= 0,27 m; ρ= 1,2 Kg/m3; v= 3 m/s; s= 0,00288705 m2
Fyaw(N)=
Tyaw(Nm)= α(m/s2)=
θ
θ
cl=2π.θ
(derajat)
(rad)
Tyaw /I
5
10
15
20
25
30

0.087
0.174
0.261
0.349
0.436
0.523

0,548
1,097
1,645
2,194
2,742
3,291

0,008
0,017
0,025
0,034
0,042
0,051

0,002
0,005
0,007
0,009
0,011
0,013

0,176
0,352
0,528
0,704
0,880
1,056

Gambar 10 berikut adalah letak center of gravity dari elevator terhadap center of gravity ornithopter. Center
of gravity dari elevator didapatkan dari analisa yang dilakukan melalui software Inventor.

Gambar 10: Jarak Antara Center of Gravity dari Ornithopter dan Center of Gravity dari Elevator

6

Jurnal Mekanika dan Energi PENS, Teknik Mekatronika, Vol.2, No.2, 2013

Pada tabel 2 berikut adalah hasil perhitungan torsi elevator berdasarkan perubahan sudut serang.
Tabel 2: Perhitungan Torsi Elevator

m=0.18 Kg; L= 0,238 m; ρ= 1,2 Kg/m3; v= 3 m/s; s= 0,016798 m2
Fyaw(N)=
Tyaw(Nm)= α(m/s2)=
θ
θ
cl=2π.θ
(derajat)
(rad)
Tyaw /I
5
10
15
20
25
30

0.087
0.174
0.261
0.349
0.436
0.523

0,548
1,097
1,645
2,194
2,742
3,291

0,050
0,100
0,150
0,201
0,248
0,299

0,012
0,024
0,036
0,047
0,060
0,071

1,161
2,322
3,484
4,645
5,807
6,968

Hasil pada tabel tersebut menunjukkan adanya perubahan torsi beserta percepatan sudut akibat perubahan
sudut serang. Semakin besar sudut serang, maka percepatan sudut yang dihasilkan juga bertambah besar.

3.2 PENGUJIAN MEKANIK
Setelah dilakukan pengujian servo maka hasilnya dapat digunakan sebagai acuan dalam membangun sistem
steering. Pada pengujian kali ini akan ditunjukkan bagaimana fitur V-Tail dapat dimanfaatkan untuk sistem
steering yang diterapkan pada robot PENS Smartbird. Gambar 11 berikut menunjukkan posisi awal kepala dan
ekor saat tidak digerakkan.

Gambar 11: Posisi Kepala dan Ekor Netral

3.1.2 HASIL PERCOBAAN
Posisi Menunduk dan Mendongak
Pada gerak menunduk, motor servo dikombinasikan sedemikian rupa sehingga kepala terdorong dan
membentuk gerakan menunduk. Gambar 12 berikut adalah kombinasi putaran servo dan hasil gerakan
kepalanya. Posisi kepala dan ekor yang seperti itu akan menyebabkan robot mengarah kebawah

Gambar 12: Posisi Kepala dan Ekor Menunduk

. Gerak mendongak memiliki kombinasi putaran servo yang berkebalikan dengan gerak menunduk.
Gambar 13 dibawah ini adalah kombinasi putaran servo dan hasil gerakan kepalanya.

7

Jurnal Mekanika dan Energi PENS, Teknik Mekatronika, Vol.2, No.2, 2013

Gambar 13: Posisi Kepala dan Ekor Mendongak

Posisi kepala dan ekor yang seperti ini akan menyebabkan robot terbang kearah atas. Sudut
maksimal yang dihasilkan untuk mendongak dan menunduk sebesar 30 o.
Posisi Menggeleng Ke Kanan dan Ke Kiri
Gerakan menggeleng ke kanan dan ke kiri adalah hasil dari kombinasi putaran servo yang saling
berlawanan dengan sudut yang sama. Gambar 14 berikut adalah gerakan menggeleng ke kiri dan ke kanan
hasil dari kombinas gerakan servo.

(a)

(b)
Gambar 14: Kepala dan Ekor Menggeleng: (a) Ke Kanan (b) Ke Kiri

Gerakan ini sangat penting dalam bermanuver di udara, karena robot harus dapat berbelok ke kanan
dan ke kiri untuk menentukan arah gerak robot saat terbang. Sudut maksimal yang dihasilkan untuk
menggeleng sebesar 30o.
4. KESIMPULAN
Setelah melakukan tahap perancangan dan pembuatan sistem yang kemudian dilanjutkan dengan tahap
pengujian dan analisa maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
1. Ekor pada ornithopter merupakan penghasil torsi sehingga dapat membelokkan tubuh ornithopter.
2. Penambahan kepala pada ornithopter mampu menambah torsi.
3. Semakin lebar penampang ekor maka torsi yang dihasilkan semakin besar.
4. Semakin besar kecepatan angin yang berhembus di tubuh ornithopter maka torsi yang dihasilkan juga
semakin besar.
REFERENSI
Benson, T. (2008, July 11). Aircraft Rotation, dari Nasa Glenn Research Center: http://www.grc.nasa.gov/WWW/k12/airplane/pitch.html, diakses pada tanggal 29 Juni 2012
Hewitt, P. G. (2004, September). Bernoulli's Principle. Understanding Bernoulli's principle as it applies to aerodynamic lift , pp. 5253.
Prum, R. O. (2008). Leonardo and The Science of Bird Flight. 111-112.
Thomas, A. L., & Hedenstrom, A. (1999). S31.5:New developments in bird flight ecology. Adams, N.J. & Slotow, R.H. (eds) Proc. 22
Int. Ornithol. Congr (p. 2). Johannesburg: BirdLife South Africa.

8