STRAIN IMPROVEMENT Acetobacter xylinum MENGGUNAKAN ETHYL METHANE SULFONATE (EMS) SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI SELULOSA BAKTERI Strain Improvement Acetobacter xylinum by Ethyl Methane Sulfonate (EMS) to Enhance Bacterial Cellulose Production

  

STRAIN IMPROVEMENT Acetobacter xylinum MENGGUNAKAN ETHYL

METHANE SULFONATE (EMS) SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI

SELULOSA BAKTERI

  

Strain Improvement Acetobacter xylinum by Ethyl Methane Sulfonate (EMS) to

Enhance Bacterial Cellulose Production

  1

  1

  1 Raida Amelia Ifadah *, Joni Kusnadi , Sudarma Dita Wijayanti

  1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang Jl. Veteran, Malang 65145

  • Penulis Korespondensi, Email: raidaamelia@gmail.com

  

ABSTRAK

Acetobacter xylinum adalah bakteri yang digunakan pada produksi selulosa bakteri,

  namun produktivitasnya masih rendah. Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitasnya adalah dengan melakukan strain improvement menggunakan Ethyl

  

Methane Sulfonate (EMS). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lama waktu

  kontak EMS optimum yang mampu menghasilkan Acetobacter xylinum mutan dan mengetahui peningkatan selulosa yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kuantitatif dengan perlakuan EMS 5µl/ml dan lama waktu kontak 1, 2, 3, 4, 5 jam. Isolat mutan yang didapat diuji kemampuan produksi selulosanya dan dibandingkan dengan

  

wildtype. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan mutagenesis EMS 5µl/ml pada

Acetobacter xylinum selama 5 jam menghasilkan rasio kematian sebesar 91.75% dan

  menghasilkan 8 isolat mutan. Isolat mutan M6 menghasilkan rendemen selulosa 67.19%, nilai ini 36.54% lebih tinggi dibandingkan wildtype. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa penggunaan mutagenesis dengan EMS dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan produksi selulosa dari Acetobacter xylinum.

  Kata Kunci: Acetobacter xylinum, Ethyl Methane Sulfonate (EMS), Mutagenesis, Selulosa bakteri

  

ABSTRACT

Acetobacter xylinum is bacteria that used in bacterial cellulose production. However, its

productivity is still low. One of the efforts to increase its productivity is strain improvement by

  

Ethyl Methane Sulfonate (EMS). The aim of this study was to determine the optimum contact

time of EMS and bacteria which capable of producing Acetobacter xylinum mutants and the

increase of cellulose production. Descriptive-quantitative method was used in this study, and

5μl/ml EMS treatment with contact time of 1, 2, 3, 4, 5 hours were applied. Isolates of

mutants selected were compared with wildtype in cellulose production. The results showed

that

  5μl/ml EMS treatment to Acetobacter xylinum for 5 hours resulted in the death ratio of

91.75% and produced 8 mutants. The mutant M6 gave cellulose yield of 67.19%, which was

36.54% higher than the wildtype. These results indicated that mutagenesis by EMS could be

used to increase productivity of Acetobacter xylinum

Keywords: Acetobacter xylinum, Bacterial cellulose, Ethyl Methane Sulfonate (EMS),

Mutagenesis

  

PENDAHULUAN

  Selulosa bakteri adalah sebuah eksopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri berupa molekul β-D-1,4dengan ikatan beta-glikosidik. Selulosa ini memiliki struktur dan sifat fisik yang unik (kekuatan tarik mekanik, porositas tinggi) dengan kemurnian lebih tinggi bila dibandingkan dengan selulosa dari tanaman [1]. Oleh karena sifat tersebut selulosa bakteri banyak diaplikasikan diberbagai bidang diantaranya digunakan sebagai bahan baku pembuatan akustik diagfragma, kertas kualitas tinggi dan membran khusus [2]. Selain itu dibidang medis selulosa bakteri dapat digunakan sebagai bahan untuk pembuatan kulit buatan, dan pembuluh darah buatan, hal ini karena selulosa bakteri memiliki sifat yang menyerupai hidrogel, memiliki daya serap yang baik, bersifat nonalergenik dan karakteristiknya mirip kulit manusia [3]. Di Indonesia sendiri selulosa biasa dikenal sebagai ‘nata’ yang umumnya digunakan sebagai makanan kesehatan karena kandungan serat dan air yang tinggi [4]

  Bakteri yang banyak digunakan sebagai model untuk penelitian dasar maupun terapan pada biosintesis selulosa bakteri adalah Acetobacter xylinum [5]. Namun kendalanya adalah hasil produksi selulosa dari Acetobacter xylinum masih tergolong rendah. Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi keterbatasan ini, salah satunya dengan strain

  

improvement dengan metode mutagenesis yang saat ini mulai dipelajari. Pada penelitian

  sebelumnya telah telah dilakukan mutagenesis pada Acetobacter xylinum dengan iradiasi

  

ultra violet dan pemberian NTG (N-methyl N-nitrosoguanidine), pada penelitian tersebut

  dilaporkan adanya peningkatan produksi selulosa [6] Pada penelitian ini akan dilakukan strain improvement Acetobacter xylinum menggunakan mutagenesis dengan pemberian Ethyl Methane Sulfonate (EMS).

  Penggunaan EMS telah banyak dilaporkan dapat meningkatkan produktifitas bakteri, kapang dan yeast antara lain peningkatan produksi alkalin protease pada Bacillus pumilis [7], amilase pada Bacillus licheniformis [8], etanol pada yeast [9] dan eksopolisakarida pada

  

Pleurotus cystidiosus [10]. EMS termasuk bahan mutagen kimia golongan agen alkilasi yang

  dapat menyebabkan mutasi secara acak pada rantai DNA, penggunaannya relatif mudah dan efektif menyebabkan perubahan dalam material genetik [11] . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lama waktu kontak EMS optimum yang mampu menghasilkan Acetobacter xylinum mutan dan mengetahui peningkatan selulosa yang dihasilkan.

  

BAHAN DAN METODE

Bahan

  Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain kultur Acetobacter

  

xylinum yang didapat dari Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian FTP UB, medium

  HB/Hassid Barker (sukrosa 10% b/v, (NH

  4 )SO 4 0.06% b/v, K

  2 HPO 4 0.5% b/v, yeast extract

  0.25% b/v dan asam asetat 2%v/v), larutan EMS (Ethyl Methane Sulfonate) 98% pure

  analytic

  S O

  0.4 M, aquades pH 7, medium ‘SIGMA’, larutan buffer fosfat pH 7, larutan Na

  2

  2

  3

  fermentasi (air kelapa, sukrosa 10% b/v, (NH

  

4 )SO

4 0.5% b/v, MgSO 4 0.03% b/v, K

  2 SO

  4

  0.03 b/v dan asam asetat 2%v/v), reagen DNS (Dinitrosalicylic acid) dan NaOH 0.1 N.

  Alat

  Alat-alat yang digunakan pada penelitian antara lain LAF (Laminar Air Flow) ‘MAGNEHELIC’, centrifuge dingin ‘THERMO SCIENTIFIC’, shaker waterbath ‘MERMMET’, inkubator ‘BARNSTEAD’ , timbangan analitik, pH meter, mikropipet, tube 15 ml, mikrotube,

  

white tip, blue tip, yellow tip, erlenmeyer, tabung reaksi, cawan petri, gelas beker, gelas

  ukur, pipet ukur, kertas berpori, spektrofotometer ‘JENWAY 6305’, oven kering ‘MEMMERT’, desikator, buret dan jangka sorong.

  Desain Penelitian Penelitian ini dirancang dengan menggunakan pembahasan deskriptif-kuantitatif.

  

Acetobacter xylinum diberi perlakuan dengan Ethyl Methane Sulfonate (EMS), selanjutnya

  isolat dari hasil perlakuan yang memiliki nilai rasio kematian tertinggi diuji kemampuan produksi selulosa bakterinya dan dibandingkan dengan wildtype.

  Tahapan dan Metode Penelitian Peremajaan Kultur

  Peremajaan kultur dilakukan dengan cara menginokulasikan 1 ose biakan kultur murni Acetobacter xylinum ke dalam medium HB (Hassid Barker) broth yang telah

  

o

  dipersiapkan dan diinkubasi selama 24 jam, 30

  C, sehingga diperoleh kultur baru (modifikasi [12]).

  Pembuatan Suspensi Kultur

  20 ml kultur Acetobacter xylinum yang berumur 24 jam dimasukkan kedalam tube

  o

  kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit pada suhu 4 C. Supernatan yang dihasilkan dibuang dan pelet diresuspensi dengan 10 ml buffer fosfat sehingga diperoleh suspensi kultur. Kemudian diukur viabilitasnya dengan cara

  o

  diinokulasikan pada medium agar dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 30 C [12]

  Perlakuan Mutagenesis Kimia dengan EMS 8 -1 -7

  1 ml suspensi kultur dengan viabilitas 10 cfu/ml dilakukan pengenceran (10 -10 ), pengenceran terakhir dimasukkan dalam 6 tube. Ditambahkan larutan EMS 5µl pada setiap

  

tube dan dilakukan inkubasi dengan variasi waktu 1, 2, 3, 4, 5 jam pada shaker watherbath

o

  suhu 30 C dengan kecepatan 100 rpm. Apabila telah mencapai waktu tersebut, pada campuran ditambahkan 5% Na

  2 S

  2 O

  3 0.4 M steril yang berfungsi untuk menginaktifasi EMS. o

  Selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit pada suhu 4

  C, supernatan dibuang sedangkan pelet sampel diresuspensi dengan buffer fosfat kemudian

  o

  disentrifugasi kembali dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit pada suhu 4 C. supernatan dibuang sedangkan pelet sampel dibilas dengan akuades steril sebanyak 3 kali (modifikasi [12]). Setelah perlakuan, pada setiap variasi waktu dilakukan analisis rasio kematian Acetobacter xylinum.

  Pengujian Kemampuan Produksi Selulosa dengan Fermentasi Pembuatan Seed Kultur

  Pembuatan seed kultur dilakukan dengan menyiapkan medium 10 ml HB broth steril pada tabung reaksi, kemudian isolat hasil mutagenesis diinokulasikan secara aseptis.

  o Selanjutnya dilakukan homogenisasi dan diinkubasi pada suhu 30 C selama 48 jam.

  Fermentasi

  Medium fermentasi disiapkan, berupa air kelapa yang ditambahkan sukrosa 10% b/v, (NH

  4 )SO 4 0.5% b/v, MgSO 4 0.03% b/v, K

  2 SO 4 0.03 b/v sebagai nutrisi. Kemudian disaring

  dan dipanaskan hingga mendidih. Setelah itu medium dituang dalam wadah steril, ditutup dengan kertas berpori dan didinginkan hingga suhu ruang. Setelah dingin, diatur pH medium dengan ditambahkan asetat hingga pH 4. Sebanyak 10% (v/v) kultur Acetobacter xylinum dalam HB broth diinokulasikan dalam medium dan diinkubasi selama 14 hari hingga terbentuk pelikel [13].Pelikel yang terbentuk diambil secara perlahan dan dididihkan dalam larutan NaOH 2% selama 30 menit. Selanjutnya dicuci dengan akuades.

  Prosedur Analisis Analisis Rasio Kematian Pada suspensi kultur yang telah diberi perlakuan dengan EMS diambil 0,1 ml.

  Kemudian diinokulasikan pada medium HB (Hassid Barker) Agar dengan metode spread

  o

plate dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 30 C untuk menghitung nilai rasio kematian

  dengan menggunakan rumus sebagai berikut [14] :

  Σ koloni sebelum perlakuan – Σ koloni setelah perlakuan EMS

  Rasio Kematian (%) = x 100%

  Σ koloni sebelum perlakuan Analisis Rendemen Selulosa

  Selulosa yang terbentuk ditiriskan selama 10 menit dan ditimbang beratnya. Kemudian dilakukan perhitungan dengan rumus sebagai berikut [22] :

  berat selulosa yang dihasilkan (g)

  Rendemen (%) = x 100%

  volume medium fermentasi(ml)

  Analisis Ketebalan Selulosa

  Pengukuran ketebalan selulosa dilakukan dengan menggunakan jangka sorong. Nilai ketebalan yang dihasilkan merupakan rerata dari 3 sisi tempat yang berbeda [22]

  Analisis Kadar Air

  Selulosa ditimbang seberat 2 g lalu dimasukkan kedalam cawan yang telah diketahui

  o

  beranya. Kemudian dikeringkan dalam oven suhu 105 C selama 3 jam. Selanjutnya didinginkan dalam desikator selama 20 menit, kemudian ditimbang. Perlakuan ini diulang hingga mencapai berat k onstan (selisih penimbangan ≤ 0.02 mg). Perhitungan kadar air dilakukan dengan rumus [15]:

  Berat awal (g)−Berat akhir (g)

  Kadar air (%) = x 100%

  Berat awal (g) Analisis Total Gula Reduksi Medium Fermentasi

  Sampel sebanyak 2 mlditempatkan dalam tabung reaksi, ditambahkan 0.2 ml HCl dan didihkan selama 30 menit. Setelah itu didinginkan dan dinetralkan dengan NaOH. 1 ml hidrolisat kemudian diambil, ditambahkan 1 ml DNS dan 2 ml akuades kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada penjang gelombang 540 nm. Sehingga dapat dihitung total gula reduksinya dengan memasukkan nilai absorbansi pada persamaan kurva standar [16]

  Analisis Nilai pH Medium Fermentasi

  Nilai pH medium fermentasi ini diukur dengan menggunakan alat pH meter. pH meter dinyalakan dan dibiarkan stabil. Selanjutnya dilakukan standarisasi dengan buffer pH 4 dan buffer pH 7. Setelah itu, elektroda dicelupkan pada larutan sampel beberapa saat hingga diperoleh pembacaan yang stabil [21]

  Analisis Total Asam Medium Fermentasi 3 g sampel ditempatkan dalam erlenmeyer dan ditambahkan 50 ml akuades.

  Kemudian ditambahkan pula 2-3 tetes indikator PP dan dilakukan titrasi dengan NaOH 0.1 N hingga terbentuk warna merah jambu muda. Total asam selanjutnya dihitung menggunakan rumus [21] :

  Volume NaOH (ml)x Normalitas NaOH x 60 (Mr asam asetat)

  Total asam = x 100%

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Mutagenesis Kimia dengan EMS (Ethyl Methane Sulfonate) pada Acetobacter

  xylinum

  Pengaruh pemberian mutagen EMS pada Acetobacter xylinum diamati dengan melakukan perhitungan rasio kematian. Hasil dari perlakuan mutagenesis ini dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa jumlah koloni yang dapat hidup pada medium pertumbuhan akan semakin menurun seiring dengan kenaikan lama waktu kontak dengan EMS. Hal ini menunjukkan nilai rasio kematian akan meningkat dengan menurunnya jumlah koloni yang tumbuh. Rasio kematian yang tinggi menunjukkan jumlah sel yang bertahan hidup lebih sedikit setelah perlakuan mutagenesis.

  Tabel 1. Pengaruh Pemberian EMS pada Acetobacter xylinum terhadap Nilai Rasio Kematian

  Lama waktu kontak EMS (jam) Jumlah Koloni Rasio Kematian (%) Kontrol*

  97

  1

  68

  29.89

  2

  49

  49.48

  3

  28

  71.13

  4

  17

  82.47

  5

  8

  91.75

  • tanpa perlakuan EMS
EMS termasuk golongan agen alkilasi yang mengikat gugus etilnya pada basa DNA

  6

  guanin (G) di posisi 7-N dan 6-O sehinga terbentuk gugus O etilguanin, sehingga memicu - terjadinya mispairing saat replikasi sehingga G berpasangan dengan T (timin) dan bukan dengan C (sitosin) [17]. Sebenarnya basa DNA yang teralkilasi oleh EMS diperbaiki secara

  6

  langsung oleh enzim O -metilguanin metil transferase (enzim MGMT). Namun enzim ini bersifat irreversible karena hanya memperbaiki satu basa yang teretilasi dan kemudian dihancurkan oleh sel. Sehingga perbaikan dengan enzim MGMT sangat terbatas, tidak semua basa teralkilasi diperbaiki. Mutasi yang tidak diperbaiki diperkirakan menghambat proses replikasi normal, hal tersebut menyebabkan terjadinya mutasi yang diturunkan ataupun kematian sel [18]

  Mutagenesis yang dilakukan dengan EMS akan menghasilkan mutan yang stabil jika rasio kematian yang dihasilkan semakin tinggi, umumnya rasio kematian ini diatas 90% [19]. Nilai rasio kematian paling tinggi diperoleh dengan lama waktu kontak EMS 5 jam dengan nilai 91,75%. Delapan koloni Acetobacter xylinum yang bertahan hidup pada pemberian EMS dengan lama waktu kontak 5 jam diperkirakan merupakan koloni yang mengalami mutasi. selanjutnya diidentifikasi sebagai isolat mutan M1, M2, M3, M4, M5, M6, M7 dan M8. Pada mutasi ini diharapkan mempengaruhi gen bcsA, bcsB, bcsC dan bcsD yang merupakan gen yang mengontrol Bacterial Cellulose Synthase (BCS) untuk produksi dan kristalisasi selulosa [20]

B. Produksi Selulosa Bakteri oleh Acetobacter xylinum

  Pada penelitian ini, isolat Acetobacter xylinum yang dihasilkan dari mutagenesis dengan EMS diuji kemampuan produksi selulosa dengan melakukan fermentasi. Sebelum diinokulasikan ke dalam medium fermentasi. starter dibuat terlebih dahulu dengan menumbuhkan isolat Acetobacter xylinum pada HB broth selama 48 jam hingga mencapai

  9

  kerapatan sel optimal untuk produksi selulosa yakni 10 cfu/ml [13]

1. Rendemen Selulosa

  Rendemen merupakan salah satu parameter penting dalam produksi selulosa. Pada hasil penelitian ini diketahui bahwa isolat mutan Acetobacter xylinum yang dapat memproduksi selulosa adalah M2, M3, M4, M5, M6, M7 dan M8 dengan nilai rendemen berkisar pada 21.22% hingga 67.19%, sedangkan pada isolat M1 tidak terbentuk selulosa. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1.

  Pada Gambar 1 dapat diketahui adanya perbedaan rerata rendemen selulosa yang dihasilkan. Nilai rerata rendemen selulosa tertinggi dihasilkan oleh isolat M6 dengan nilai 67.17%. Nilai ini menunjukkan adanya peningkatan kemampuan produksi selulosa sebesar 36.54% bila dibandingkan dengan isolat Acetobacter xylinum wild type yang digunakan sebagai kontrol dengan nilai rendemen selulosa yang dihasilkan 49.20%. Pada isolat M1 tidak terbentuk selulosa. hal ini diduga akibat hilangnya kemampuan produksi selulosa oleh

  

Acetobacter xylinum. Sedangkan untuk isolat lainnya yakni M2, M3, M4, M5, M6, M7 dan M8

  menghasilkan nilai rerata rendemen selulosa yang lebih rendah. Ini menunjukkan adanya penurunan kemampuan produksi selulosa oleh Acetobacter xylinum. Terjadinya peningkatan produksi selulosa erat kaitannya dengan aktivitas Acetobacter xylinum [21].

  Berdasarkan hasil penelitian. dapat diketahui bahwa pada perlakuan mutagenesis yang sama yakni penambahan EMS konsentrasi 5µl/ml selama 5 jam strain yang dihasilkan memiliki kemampuan produksi selulosa yang berbeda. Hal ini karena mutasi yang terjadi pada Acetobacter xylinum adalah mutasi acak (random mutation) artinya perlakuan mutagenesis yang diberikan tidak terarah dan tidak dapat diketahui ataupun ditentukan perubahan gen yang terjadi. Gambar 1. Grafik Rerata Nilai Rendemen Selulosa Hasil Fermentasi oleh Isolat Acetobacter

  

xylinum

  21,22 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00

  150,00 wild type M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8

  96,48 95,67 96,47 96,59 96,46 97,31 97,17 0,00 50,00 100,00

  Teb al ( m m ) Strain 96,73 0,00

  10,00 Wild type M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8

  8,76 4,68 4,37 0,00 5,00

  6,73 0,00

5,59 5,84 5,88

6,45

  Wild type M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 R e n d e m e n (% ) Strain

  37,74 42,36 43,78 48,82 67,19 37,06

  2. Ketebalan Selulosa

  

xylinum

49,20 0,00

  Gambar 3. Grafik Rerata Kadar Air Selulosa Hasil Fermentasi oleh Isolat Acetobacter

  Pada hasil penelitian diketahui bahwa rerata kadar air dari selulosa berkisar antara 95.67% - 97.31%. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3. Kadar air pada selulosa dapat dikatakan relatif tinggi, kandungan air yang relatif tinggi pada selulosa bakteri (nata) disebabkan karena gugus hidroksil dari selulosa dapat berikatan dengan gugus hidrogen air.

  3. Kadar Air Selulosa

  Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat bahwa selulosa yang dihasilkan oleh isolat M6 memiliki ketebalan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Ketebalan pada selulosa bakteri (nata) ini sangat didukung oleh mekanisme pembengkakan selulosa sebagai akibat dari proses pengikatan dan pemerangkapan air dalam matriks [22].

  

xylinum

  Gambar 2. Grafik Rerata Ketebalan Selulosa Hasil Fermentasi oleh Isolat Acetobacter

  Rerata ketebalan selulosa yang dihasilkan oleh isolat Acetobacter xylinum pada penelitian ini berkisar antara 4.37 mm hingga 8.76 mm dari total ketinggian awal medium yang sama yakni 15 mm dengan diameter 64.50 mm. Namun untuk isolat M1 tidak ada selulosa yang terbentuk. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.

  K ad ar air ( % ) Strain Rerata kadar air selulosa yang dihasilkan oleh isolat Acetobacter xylinum mutan dan

  

wild type tidak terdapat perbedaan yang mencolok, dapat dilihat pada Gambar 4. Hal ini

  tidak berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya juga menjelaskan bahwa kadar air yang terdapat pada selulosa bakteri (nata) yang tebal berbeda tidak nyata dengan selulosa bakteri (nata) yang tipis [22]

  4. Total Gula Reduksi Medium Fermentasi

  Pada penelitian ini, sumber karbon yang digunakan dalam proses fermentasi adalah sukrosa yang nantinya akan dihidrolisis menjadi glukosa dan fruktosa, selanjutnya glukosa akan dipolimerisasi oleh Acetobacter xylinum menjadi selulosa [23] . Oleh sebab itu. nilai total gula reduksi akan dihitung sebagai glukosa. Rerata total gula reduksi pada medium sisa fermentasi selulosa berkisar antara 3.81% hingga 5.93% dari yang sebelumnya bernilai 10.96%. Hal ini dapat dilihat pada Gambar4.

  10,96 10,96 10,96 10,96 10,96 10,96 10,96 10,96 10,96 12,00 )

  10,00 (%

  8,00 5,93 la

  5,56 5,45 5,51

5,35 5,35

u

  4,71 4,61 6,00 3,81 Sebelum fermentasi

  4,00 tal g

  2,00 To

  Setelah fermentasi 0,00 Wild M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 type

  Strain

  Gambar 4. Grafik Rerata Total Gula Reduksi Medium Fermentasi oleh Isolat Acetobacter

  

xylinum

  Berdasarkan Gambar 4 diketahui bahwa total gula reduksi setelah fermentasi yang paling rendah adalah pada medium fermentasi isolat M6 yakni 3.09%. Total gula reduksi yang berkurang pada medium fermentasi ini menunjukkan bahwa Acetobacter xylinum mengkonsumsi gula, tingginya konsumsi gula akan membuat total gula reduksi pada sisa fermentasi rendah. Pada Gambar 4 dapat diketahui konsumsi gula isolat M6 lebih tinggi dibandingkan isolat lainnya, hal ini menunjukkan bahwa isolat M6 dapat menggunakan sumber karbon yang tersedia dengan baik.

  Pada isolat M1 terjadi penurunan total gula reduksi medium fermentasi menjadi 5.56% dari yang sebelumnya adalah 10.93%. Namun penurunan ini tidak diiringi dengan rendemen selulosa yang dihasilkan. Hal ini diduga akibat mutasi yang terjadi pada Acetobacter xylinum dengan pemberian EMS membuat gen yang mengkode pembentukan enzim selulosa sintase inaktif sehingga glukosa tidak dapat disentesa menjadi selulosa, namun diduga tetap dapat merombak glukosa menjadi produk metabolit yang lain seperti asam asetat.

  5. Nilai pH Medium Fermentasi

  Rerata nilai pH medium sisa fermentasi berkisar antara 3.07 hingga 3.72 dari pH awal yang telah diatur pada pH 4. Ini dapat dilihat pada Gambar 5. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa terjadi penurunan nilai pH selama proses fermentasi karena

  

Acetobacter xylinum tidak hanya mensintesa selulosa namun juga menghasilkan asam

  asetat sebagai hasil metabolisme [24]

  6,00 3,63 3,57 3,45 3,63 3,62 3,50 3,44

  H 4,00 3,07 3,38 p ai il

  2,00 N

  0,00

Wild M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8

type

  

Strain

  Gambar 5. Grafik Rerata Nilai pH Medium Fermentasi oleh Isolat Acetobacter xylinum Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa nilai pH pada medium sisa fermentasi oleh

  

Acetobacter xylinum baik isolat wild type maupun isolat mutan lainnya tidak menunjukkan

adanya perbedaan yang mencolok.

6. Total Asam Medium Fermentasi

  Acetobacter xylinum adalah bakteri penghasil selulosa sebagai metabolit sekunder,

  juga menghasilkan metabolit primer berupa asam asetat [24]. Nilai total asam pada medium sisa fermentasi oleh isolat Acetobacter xylinum berkisar antara 0.85% hingga 1.05%. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 6. Nilai total asam pada medium sisa fermentasi selain merupakan hasil dari metabolit Acetobacter xylinum juga merupakan akumulasi dari asam asetat yang ditambahkan pada medium awal fermentasi untuk pengaturan keasaman medium hingga mencapai pH 4, sehingga nilai yang dihasilkan cukup tinggi.

  1,50 )

  1,05 1,02

(% 0,91 0,96 0,92 0,91 0,97 0,99

  0,85 1,00 sam

  0,50 tal A To

  0,00 Wild typeM1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 Strain

  Gambar 6. Grafik Rerata Total Asam Medium Fermentasi oleh Isolat Acetobacter xylinum Berdasarkan Gambar 6 dapat diketahui bahwa total asam pada medium sisa fermentasi isolat M1 memilki nilai yang tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun tidak dapat memproduksi selulosa. M1 masih dapat memproduksi asam asetat.

C. Pemilihan Mutan Terbaik

  Strain improvement didefinisikan sebagai penggunaan teknik ilmiah yang dilakukan

  untuk mendapatkan isolat dari kultur baru dengan sifat-sifat yang dinginkan [5]. Pada penelitian ini strain improvement dilakukan pada Acetobacter xylinum menggunakan EMS untuk meningkatkan produksi selulosa. Oleh sebab itu. parameter utama yang dilihat untuk pemilhan isolat mutan terbaik adalah rendemen dan ketebalan selulosa yang dihasilkan.

  Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat 1 isolat yang memiliki rendemen dan ketebalan selulosa dengan nilai yang lebih tinggi dibandingkan isolat wild type maupun lainnya yakni isolat M6. Isolat M6 mampu menghasilkan selulosa dengan rendemen 36.54% lebih tinggi dibandingkan wild type. Tabel 2. Perbandingan Nilai Rendemen dan Ketebalan Selulosa yang Diproduksi oleh Isolat

  Acetobacter xylinum Strain Rendemen (%)* Ketebalan (mm)*

  

Wild type 49.20 ± 2.63 6.73 ± 0.03

  M1 (tidak ada) (tidak ada) M2 37.74 ± 2.89 5.59 ± 0.04 M3 42.36 ± 1.97 5.84 ± 0.36 M4 43.44 ± 3.36 5.88 ± 0.20 M5 48.82 ± 1.28 6.45 ± 0.15 M6 67.19 ± 1.83** 8.76 ± 0.13** M7 37.06 ± 2.95 4.68 ± 0.46 M8 21.22 ± 0.94 4.37 ± 0.18

  • Rerata diperoleh dari 3 kali pengulangan fermentasi
    • Nilai tertinggi

  

SIMPULAN

  Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pemberian mutagen Ethyl Methane Sulfonate (EMS) pada Acetobacter xylinum dapat dilakukan sebagi metode strain improvement untuk meningkatkan produksi selulosa bakteri. Pemberian EMS dengan konsentrasi 5µl/ml selama 5 jam menghasilkan rasio kematian tertinggi yakni 91.75% dan didapatkan 8 isolat mutan Acetobacter xylinum yang mampu tumbuh dengan kode M1, M2, M3, M4, M5, M6, M7 dan M8. Setelah melakukan pengujian kemampuan produksi selulosa didapatkan bahwa isolat mutan Acetobacter xylinum dengan kode M6 menghasilkan nilai rendemen selulosa tertinggi dibandingakan dengan isolat mutan lainnya yakni 67.19%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan produksi selulosa 36.54% lebih tinggi dibandingakan dengan Acetobacter xylinum wild type.

DAFTAR PUSTAKA

  1) Chawla, P.R., Ishwar, B., Shrikant, A., and Rekha, S. 2008. Microbial Cellulose : Fermentative Production and Aplications. J. of Food Technology and Biotechnology 47:2, 107-124.

  2) Gayathry, G and Gopalaswamy, G. 2014. Production and Characterisation of Microbial Cellulosic Fibre from Acetobacter xylinum. Indian J. of Fibre and Textile Research. 39, 93-96.

  3) Ciechanska, D. 2004. Multifungsional Bacterial Cellulose/Chitosan Composite Materials for Medical Applications. Europen J. of Fibre and Textile 12:4, 69-72. 4) Edria, 2010. Pengaruh Penambahan Kadar Gula dan Kadar Nitrogen terhadap Ketebalan, Tekstur dan Warna Nata de Coco. Makalah PKM-AI. Institut Pertanian Bogor. 5) Hungund, B.S. and Gupta, S.G. 2010. Strain Improvement of Gluconocetobacter xylinus

  NCIM 2526 for Bacterial Cellose Production. African J. of Biotechnology 32:2, 5170- 5172. 6) Siripong, P., Sriswat, C., and Premjet, P. 2011. Enhance Cellulose Production by UV Irradiation and NTG-Mutagenesis of an Acetobacter species isolate. African J.

  Biotechnologi 6:2, 1433-1442.

  7) Nadeem, M., Syed, Q., Liaquat, A., Baig, S., and Kashmiri, A. 2010. Study on Biosynthesis of Alkaline Protease by Mutagenized Cultute of Bacillus pumilus. Pak. J.

  Food Scienc. 20, 24-30.

  8) Haq, I.U., Ali, S., Saleem, A. and Javed, M.M. 2009. Mutagenesis of Bacillus

  licheniformis Ethyl Methane Sulfonate for Alpha Amylase Production. Pak J. Bot. 41:3, 1489-1498.

  9) Mobini, M., Nahvi, I., and Esfahani, Z. 2008. Isolation of Novel Mutant Strain of

  Saccharomyces cerevisiae by an Ethyl Methane Sulfonate-Inducted Mutagenesis

  Approach as a High Producer of Bioethanol. J. of Bioscience and Bioengineering 105:4, 403-408. 10) Pradipta, A. 2008. Pengaruh Ethyl Methane Sulfonate (EMS) terhadap Produksi Eksopolisakarida (EPS) pada Jamur Tiram Cokelat (Pleurotus cystidiosus O. K. Mill).

  Skripsi. FMIPA UI: Depok. 11) Qosim, W., Istifadah, N., Djatnika, I. dan Yunitasari. 2012 Pengaruh Mutagen Etil Metan Sulfonat terhadap Kapasitas Regenerasi Tunas Hibrida Phalaenopsis In Vitro. J. Hort.

  22:4, 360-365. 12) Hungund, B.S. and Gupta, S.G. 2010. Strain Improvement of Gluconocetobacter xylinus

  NCIM 2526 for Bacterial Cellose Production. African J. of Biotechnology 32:9, 5170-5172 13) Misgiryati. 2011. Pemanfaatan Limbah Cair Produksi Pati Singkong sebagai Substrat Pembuatan Nata De Cassava. Sinar Tani: Agroinovasi. Edisi 18-24 No.3406.

  14) Bauman, R.W. 2004. Microbiology. Benjamin and Cumming Pub. San Fransisco. 15) Sudarmadji, S., Haryono, B. dan Suhardi. 1989. Analisis Bahan Makanan dan Hasil Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

  16) Ceirwyn, S. J. 1995. Analytical Chemistry of Foods. Blackie Acad and Professional.

  London 17) Talebi, A. B, and Shahrokhifar, B. 2012. Ethyl Methane Sulphonate (EMS) Induced Mutagenesis in Malaysian Rice (cv. MR219) for Lethal Dose Determination. American J.

  of Plant Sciences. 3, 1661-1665. rd 18) Weaver, R.F and Hendrik P.W. 1997. Genetics 3 ed. McGraw-Hills. Co.Inc. Dubuque.

  19) Radha, S., Babu, A., Sridevi, N., Prasad, B., and Narasimha, G. 2012. Development of Mutant Fungal Strains of Aspergillus niger for Enhanced Production of Acid Protease in Submerged and Solid State Fermentation. European J. of Experimental Biology. 2:5, 1517-1528.

  20) Rehm, B. 2009. Microbial Production of Biopolymers and Polymer Precursors: Applications and Perspectives. Caister Academic. Norfolk-UK. 21) Heryawan, K. 2004. Pengaruh Konsentrasi Gula dan Lamanya Waktu Fermentasi terhadap Mutu Nata de Pina. Skripsi. Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh 22) Y usmarini, Pato U. dan Vonny, S. 2004. Pengaruh Pemberian Beberapa Jenis Gula dan

  Sumber Nitrogen terhadap Produksi Nata de Pina. SAGU. Vol.3(1):20-27

  23) Sulandra, K., Nada, M., Sarjana, P. dan Ekawati. 2000. Pengaruh Berbagai Konsentrasi Pupuk ZA dan NPK terhadap Produksi Serta Karakteristik Nata di Coco. Laporan Penelitian. Universitas Udayana. Denpasar. Bali.

  24) Wistiana, D dan Elok, Z. 2015. Karakteristik Kimiawi dan Mikrobiologis Kombucha dari Berbagai Daun Tinggi Fenol Selama Fermentasi. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3:4, 446-1457.

Dokumen yang terkait

PEMBUATAN SOSIS AYAM MENGGUNAKAN GEL PORANG (Amorphophallus mueleri Blume) SEBAGAI BAHAN PENGIKAT TERHADAP KARAKTERISTIK SOSIS Production Chicken Sausage Using Porang Gel as a Binder to the Characteristics of Sausages

0 0 9

PEMANFAATAN AIR HUJAN SEBAGAI AIR LAYAK KONSUMSI DI KOTA MALANG DENGAN METODE MODIFIKASI FILTRASI SEDERHANA

0 1 11

KARAKTERISASI EKSTRAK KULIT JERUK BALI MENGGUNAKAN METODE ULTRASONIC BATH (KAJIAN PERBEDAAN PELARUT DAN LAMA EKSTRAKSI) Characteristic of Pamello Fruit Peel Extract Using Ultrasonic Bath (Study Of Solvent and Extraction Time)

0 0 8

IRADIASI SINAR GAMMA PADA TELUR AYAM BROILER SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KEAMANAN PANGAN (KAJIAN DOSIS IRADIASI DAN PENYIMPANAN SUHU 4°C) Gamma Ray Irradiation on Broiler Chicken Eggs For Improving Food Safety (Study of Dosage Irradiation and Storage at 4°C

0 1 8

SERBUK EFFERVESCENT BERBASIS EKSTRAK DAUN BELUNTAS (Pluchea indica less) SEBAGAI SUMBER ANTIOKSIDAN ALAMI The Effervescent Powder Uses Beluntas Leaf (Pluchea indica Less) Extract as Natural Antioxidant Source

0 0 11

PEMANFAATAN TEPUNG GARUT (Marantha arundinaceae l ) SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN EDIBLE PAPER DENGAN PENAMBAHAN SORBITOL The Use of Arroeroot Fluor (Marantha arundinaceae l) in Edible paper Production With Addition of Sorbitol

0 0 8

EFEKTIVITAS EKSTRAK BIJI PEPAYA (Carica papaya L.) SEBAGAI ANTIDIARE PADA MENCIT YANG DIINDUKSI Salmonella typhimurium Effectiveness of Papaya Seed Extract (Carica papaya L) as Antidiarrheal in Mice were Induced Salmonella typhimurium

0 0 11

APLIKASI KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SEBAGAI SUMBER ANTIOKSIDAN PADA ES KRIM Application of Mangosteen Rind (Garcinia mangostana L.) as a Source of Antioxidants on Ice Cream

0 0 9

POTENSI SENYAWA BIOAKTIF UMBI-UMBIAN LOKAL SEBAGAI PENURUN KADAR GLUKOSA DARAH: KAJIAN PUSTAKA Bioactive Compounds Potential in Local Tubers for Lowering Blood Glucose Levels: A Review

0 0 7

PENGARUH KONSENTRASI PENGEMULSI LESITIN DAN PROPORSI TAPE SINGKONG TERHADAP KUALITAS FISIK, KIMIA, ORGANOLEPTIK KUE DONAT The Effect Concentration of Lecithin Emulsifier and Proportion of Fermented Cassava Addition to the Quality of Physical, Chemical, an

0 0 10