BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1 Laporan Keuangan - Prediksi Kebangkrutan Model Altman Z”-Score, Grover, Springate, Dan Zmijewski Pada Perusahaan Tekstil Dan Garmen Di Bursa Efek Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis

2.1.1 Laporan Keuangan

  Pencatatan atas pemasukan dan pengeluaran yang terjadi dalam suatu kegiatan usaha (bisnis) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bisnis itu sendiri. Catatan keuangan tersebut disusun dalam suatu periode tertentu dan dibuat ke dalam bentuk laporan keuangan. Dalam pengertian yang sederhana, laporan keuangan adalah laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan saat ini atau dalam suatu periode tertentu (Kasmir, 2008:7).

  Diantara berbagai laporan yang diterbitkan perusahaan kepada pemegang saham, laporan tahunan (annual report) adalah yang paling penting. Ada dua jenis informasi yang diberikan dalam laporan ini. Pertama adalah bagian verbal yang seringkali disajikan sebagai surat dari presiden direktur yang menguraikan hasil operasi perusahaan selama tahun lalu dan membahas perkembangan baru yang akan memperngaruhi operasi perusahaan di masa depan. Kedua, laporan tahunan yang menyajikan empat laporan keuangan dasar: neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan modal, dan laporan arus kas (Bringham, 2001).

  Neraca merupakan laporan keuangan yang menunjukkan jumlah aktiva (harta), kewajiban (utang), dan modal perusahaan (ekuitas) pada saat tertentu.

  Selanjutnya, laporan laba-rugi menunjukkan kondisi usaha dalam suatu periode tertentu. Artinya, laporan laba-rugi harus dibuat dalam suatu siklus operasi atau periode tertentu guna mengetahui jumlah perolehan pendapatan dan biaya yang telah dikeluarkan sehingga dapat diketahui apakah perusahaan dalam keadaan laba atau rugi. Laporan perubahan modal menggambarkan jumlah modal yang dimiliki perusahaan saat ini, serta sebab-sebab perubahan modal. Laporan arus kas merupakan laporan yang menunjukkan arus kas masuk dan arus kas keluar di perusahaan. Arus kas masuk berupa pendapatan atau pinjaman dari pihak lain, sedangkan arus kas keluar merupakan biaya-biaya yang telah dikeluarkan perusahaan.

  Secara umum laporan keuangan menyediakan informasi tentang posisi keuangan pada saat tertentu, kinerja dan arus kas dalam suatu periode untuk menilai dan mengambil keputusan yang bersangkutan dengan perusahaan. Penilaian kinerja akan menjadi patokan atau ukuran apakah manajemen mampu atau berhasil dalam menjalankan kebijakan yang telah digariskan. Dalam praktiknya, terdapat beberapa tujuan yang hendak dicapai dalam pembuatan laporan keuangan, yaitu (Kasmir, 2008:11):

  1. memberikan informasi tentang jenis dan jumlah aktiva (harta) yang dimiliki perusahaan pada saat ini;

  2. memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban dan modal yang dimiliki perusahaan pada saat ini;

  3. memberikan informasi tentang jenis dan jumlah pendapatan yang diperoleh pada suatu periode tertentu;

  4. memberikan informasi tentang jumlah biaya dan jenis biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam suatu periode tertentu;

  5. memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi terhadap aktiva, pasiva, dan modal perusahaan;

  6. memberikan informasi tentang kinerja manajemen perusahaan dalam suatu periode;

  7. memberikan informasi tentang catatan-catatan atas laporan keuangan; 8. informasi keuangan lainnya.

  Kita mengakui bahwa laporan keuangan yang telah disusun sedemikian rupa terlihat sempurna dan meyakinkan. Dibalik itu semua sebenarnya ada beberapa ketidaktepatan terutama dalam jumlah yang telah disusun. Hal ini disebabkan adanya hal-hal yang belum atau tidak tercatat dalam laporan keuangan tersebut.

  Selain itu, ada hal-hal yang tidak dapat dinyatakan dalam angka-angka, seperti reputasi, prestasi manajernya, dan lainnya. Berikut beberapa keterbatasan laporan keuangan yang dimiliki perusahaan (Kasmir, 2008:16): 1. pembuatan laporan keuangan disusun berdasarkan sejarah (historis), dimana data-data yang diambil dari data masa lalu;

  2. laporan keuangan dibuat umum, artinya untuk semua orang bukan hanya untuk pihak tertentu saja;

  3. proses penyusunan tidak terlepas dari taksiran-taksiran dan pertimbangan tertentu;

  4. laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi situasi ketidakpastian;

  5. laporan keuangan mengacu pada sudut pandang ekonomi dalam memandang peristiwa-peristiwa yang terjadi bukan kepada sifat formalnya.

  Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan adalah (Kasmir, 2008:25): 1. pemilik, guna melihat perkembangan dan kemajuan perusahaan serta dividen yang diperoleh;

  2. manajemen, untuk menilai kinerjanya selama periode tertentu; 3. kreditor, untuk menilai kelayakan perusahaan dalam memperoleh pinjaman dan kemampuan bayar pinjaman;

  4. pemerintah, untuk menilai kepatuhan perusahaan dalam membayar kewajibannya kepada pemerintah;

  5. investor, untuk menilai prospek usaha tersebut ke depan, apakah mampu memberikan dividen dan nilai saham seperti yang diinginkan.

2.1.2 Analisis Laporan Keuangan

  Setelah laporan keuangan disusun berdasarkan data yang relevan, serta dilakukan dengan prosedur akutansi dan penilaian yang benar, akan terlihat kondisi keuangan perusahaan yang sesungguhnya. Agar laporan keuangan menjadi lebih berarti, sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh berbagai pihak, perlu dilakukan analisis laporan keuangan. Dengan analisis laporan keuangan akan terlihat apakah perusahaan dapat mencapai target yang telah direncanakan sebelumnya atau tidak. Hasil analisis laporan keuangan juga akan memberikan informasi tentang kelemahan dan kekuatan yang dimiliki perusahaan.

  Analisis laporan keuangan perlu dilakukan secara cermat dengan menggunakan metode dan teknik analisis yang tepat, sehingga hasil yang diharapkan benar-benar tepat pula. Ada beberapa tujuan dan manfaat bagi berbagai pihak dengan adanya analisis laporan keuangan, yaitu (Kasmir, 2008:68): 1. untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan dalam periode tertentu, baik harta, kewajiban, modal, maupun hasil usaha yang telah dicapai untuk beberapa periode; 2. untuk mengetahui kelemahan-kelemahan apa saja yang menjadi kekurangan perusahaan;

  3. untuk mengetahui kekuatan perusahaan; 4. untuk mengetahui langkah-langkah perbaikan yang perlu dilakukan berkaitan dengan keuangan perusahaan saat ini;

  5. untuk melakukan penilaian kinerja manajemen kedepan, apakah perlu penyegaran atau tidak karena sudah dianggap berhasil atau gagal;

  6. dapat juga digunakan sebagai pembanding dengan perusahaan sejenis tentang hasil yang mereka capai.

  Analisis laporan keuangan dapat dilakukan dengan berbagai teknik analisis, yang salah satunya adalah analisis rasio keuangan. Pengertian rasio keuangan menurut James C. Van Horne (dalam Kasmir, 2008: 104) merupakan indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi dan diperoleh dengan membagi satu angka dengan angka lain. Rasio keuangan digunakan untuk mengevaluasi kondisi keuangan dan kinerja perusahaan. Dari kinerja yang dihasilkan ini juga dapat dijadikan sebagai evaluasi hal-hal yang perlu dilakukan kedepan.

  Meskipun analisis rasio keuangan yang digunakan memiliki fungsi dan kegunaan yang cukup banyak bagi perusahaan dalam pengambilan keputusan, bukan berarti rasio keuangan yang dibuat sudah menjamin 100% kondisi dan posisi keuangan yang sesungguhnya. Hal ini karena rasio-rasio keuangan yang digunakan masih memiliki banyak kelemahan. J. Fred Weston (dalam Kasmir, 2008:117) menyebutkan kelemahan rasio keuangan sebagai berikut: 1. data keuangan disusun dari data akuntansi. Kemudian data tersebut ditafsirkan dengan berbagai macam cara, misalnya masing-masing perusahaan menggunakan: metode penyusutan yang berbeda untuk menentukan nilai penyusutan

  • terhadap aktivanya sehingga menghasilkan nilai penyusutan setiap periode juga berbeda; atau penilaian sediaan yang berbeda;
  • 2.

  prosedur pelaporan yang berbeda, mengakibatkan laba yang dilaporkan berbeda pula, dapat naik atau turun, tergantung prosedur pelaporan keuangan tersebut; 3. adanya manipulasi data, artinya dalam menyusun data, pihak penyusun tidak jujur dalam memasukkan angka-angka ke laporan keuangan yang mereka buat. Akibatnya hasil perhitungan rasio keuangan tidak menunjukkan hasil yang sesungguhnya;

  4. perlakuan pengeluaran untuk biaya-biaya antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya berbeda;

  5. penggunaan tahun fiskal yang berbeda, juga dapat menghasilkan perbedaan; 6. pengaruh musiman mengakibatkan rasio komperatif akan ikut berpengaruh;

  7. kesamaan rasio keuangan yang telah dibuat dengan standar industri belum menjamin perusahaan berjalan normal dan telah dikelola dengan baik.

2.1.3 Kebangkrutan

  Kebangkrutan perusahaan ditandai dengan terjadinya kesulitan keuangan

  (financial distress) yang berkelanjutan. Ketika suatu perusahaan mengalami kesulitan keuangan, tidak serta merta perusahaan langsung dinyatakan bangkrut.

  Biasanya perusahaan akan melakukan berbagai upaya perbaikan dahulu, diantaranya, dengan menggunakan hutang untuk merevitalisasi perusahaan. Tetapi penggunaan hutang yang besar tanpa manajemen yang baik justru dapat menyebabkan hal-hal berikut (Ross, 2003:595):

  1. Kebangkrutan teknis. Kebangkrutan teknis terjadi ketika perusahaan tidak mampu memenuhi kewajban/ hutangnya.

  2. Kebangkrutan akuntansi. Hal ini terjadi ketika jumlah nilai buku hutang lebih besar daripada nilai buku aset.

  3. Kegagalan bisnis. Kondisi ini merujuk pada situasi dimana bisnis telah mengalami kerugian dan tidak mampu melunasinya kepada kreditur.

  4. Kebangkrutan sah menurut hukum. Perusahaan atau kreditur mengajukan petisi ke pengadilan. Dengan kata lain, kebangkrutan ini merupakan proses untuk melakukan likuidasi atau reorganisasi (merger atau akuisis) usaha.

  Pada prinsipnya, sebuah perusahaan dikatakan bangkrut ketika nilai aset perusahaan sama dengan nilai hutang. Ketika hal ini terjadi, maka nilai ekuitas adalah nol, dan dalam hal ini pemegang saham menyerahkan kendali perusahaan kepada pemegang obligasi. Namun penyerahan resmi atas aset kepada pemegang obligasi adalah proses hukum, bukan ekonomi. Terdapat dua jenis biaya yang disebabkan oleh kebangkrutan, yaitu biaya kebangkrutan langsung dan biaya kebangkrutan tidak langsung. Biaya kebangkrutan langsung berarti biaya yang secara langsung terkait dengan kebangkrutan, seperti biaya hokum dan biaya administrasi. Biaya kebangkrutan tidak langsung merupakan biaya untuk menghindari biaya-biaya arsip yang dikeluarkan oleh perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan (Ross, 2003:585).

  Pada pasal 1 butir 1 UU No.37 tahun 2004, “Kebangkrutan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang”. Pengertian kebangkrutan (kepailitan) mengacu pada Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU Kepailitan yang menyebutkan: a.

  Debitur yang mempunyai 2 (dua) atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang jatuh tempo dan tidak dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang, baik atas permohonannya sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya.

  b.

  Permohonan sebagaimana disebut dalam butir di atas dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum.

  Dalam UU No. 37 tahun 2004 juga dijelaskan Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. UU Kepailitan menyatakan bagaimana menyelesaikan sengketa yang muncul dikala satu perusahaan tidak bisa lagi memenuhi kewajiban utang, juga bagaimana menangani pertikaian antar individu yang berkaitan dengan usaha atau bisnis yang dijalankan. Perusahaan bisa dinyatakan pailit/bangkrut apabila dalam jangka waktu tertentu tidak bisa melakukan pemnayaran pokok atau bunganya.

  Beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab kebangkrutan suatu perusahaan antara lain (Salatin. 2013): a.

  Faktor Umum 1.

  Ekonomi. Faktor-faktor kebangkrutan dari sektor ekonomi antara lain gejala inflasi dan deflasi dalam harga barang dan jasa, kebijakan keuangan, suku bunga dan devaluasi atau revaluasi uang dalam hubungannya dengan perdagangan luar negeri.

  2. Sosial. Faktor sosial yang cukup berpengaruh terhadap kebangkrutan terjadi pada perubahan gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi permintaan terhadap produk dan jasa ataupun cara perusahaan berhubungan dengan karyawan.

  3. Teknologi. Penggunaan teknologi informasi yang tidak tepat menyebabkan biaya operasional yang ditanggung perusahaan meningkat, yakni biaya pemeliharaan, biaya atas implementasi yang tidak terencana, sistem yang tidak terpadu serta operator yang tidak professional.

  4. Pemerintah. Kebijaka pemerintah terhadap pencabutan subsidi terhadap perusahaan dan industri, penetapan tariff ekspor-impor yang berubah- ubah, kebijakan undang-undang ketenagakerjaan, dll menyebabkan ketidakstabilan bagi perusahaan, yang berdampak terhadap pengeluaran dan pemasukan bagi perusahaan. b.

  Faktor Eksternal Perusahaan 1.

  Pelanggan. Perusahaan dituntut untuk mampu mengidentifikasi sifat konsumen, menciptakan peluang, menemukan konsumen baru, dan mejaga loyalitas pelanggan untuk menghindari penurunan penjualan.

  2. Pemasok. Perusahaan dan pemasok harus mampu bekerja sama dengan baik karena kekuatan pemasok untuk menaikkan harga dan mengurangi keuntungan pembelinya tergantung pada seberapa besar pemasok berhubungan dengan perdagangan bebas.

  3. Pesaing. Pesaing mengakibatkan ambiguitas bagi perusahaan, maksudnya pesaing dapat menjadi motivator hebat bagi perusahaan untuk meningkatkan mutu dan kualitas produk dan pelayanannya terhadap masyarakat. Tetapi pesaing juga dapat menurunkan nilai perusahaan apabila pesaing lebih unggul dalam menawarkan produk dan pelayanannya.

  c.

  Faktor Internal Perusahaan Faktor-faktor ini biasanya merupakan hasil dari keputusan kebijakan yang tidak tepat di masa lalu dan kegagalan manajemen untuk berbuat sesuatu pada saat yang diperlukan.

2.1.4 Model Altman Z-Score

  Z-score merupakan suatu persamaan multivariable yang digunakan oleh Altman dalam rangka memprediksi tingkat kebangkrutan. Altman menggunakan model statistik yang disebut dengan Multiple Discriminant Analysis (MDA). Pada umumnya, penulis cenderung membahas Z-score yang pertama, yang disebut Z-

  score asli. Padahal Altman menciptakan beberapa variasi Z-score. Z-score asli

  yang dikemukakan Altman ini pada tahun 1968 ini dirumuskan dengan mengambil sampel sebanyak 66 perusahaan manufaktur publik di Amerika yang 33 diantaranya adalah perusahaan bangkrut dan 33 lainnya perusahaan tidak bangkrut.

  Jumlah rasio yang dipilih untuk di tes adalah 22 buah. Dari jumlah tersebut kemudian hanya dipilih 5 rasio yang paling kuat secara bersama berkorelasi dengan kebangkrutan. Sehingga dirumuskan Z-score asli adalah sebagai berikut (Prihadi, 2011: 335-336):

  Z-score = 1,2X + 1,4X +3,3X + 0,6X + 1,0X

  1

  2

  3

  

4

  5 Keterangan :

  X = Working Capital to Total Assets

  1 X = Retained Earnings to Total Assets

  2 X = EBIT to Total Asset

  3 X = Market Value of Equity to Book Value of Debt

  4 X = Sales to Total Assets

  5 Nilai cut-off yang digunakan dalam Z-score asli ini adalah :

Tabel 2.1 Tabel Klasifikasi Altman Z-score Z-score Posisi Perusahaan

  < 1.81 Bangkrut 1.81 - 2.99 Daerah kelabu >2.99 Sehat

  Sumber: Prihadi (2011: 336)

  Dikarenakan keterbatasan penggunaan Z-score asli yang hanya dapat digunakan pada perusahaan publik dan manufaktur, Altman mengembangkan dua varian dari Z-score yaitu Z’-score dan Z”-score. Z’-score ditujukan untuk perusahaan non-publik dengan cara merumuskan kembali rasio yang digunakan, yaitu menggantikan market value of equity dengan book value of equity. Perumusan yang berubah dan sampel yang berbeda membuat hasil akhir rumus

  Z’-score menjadi berbeda dengan Z-score asli yang dapat dilihat sebagai berikut

  (Prihadi, 2011: 337-338):

  Z’-score = 0,717X + 0,847X + 3,107X + 0,420X + 0,998X

  1

  2

  

3

  4

  5 Keterangan :

  X = Working Capital to Total Assets

  1 X = Retained Earnings to Total Assets

  2 X = EBIT to Total Asset

  3 X = Book Value of Equity to Book Value of Debt

  4 X = Sales to Total Assets

  5 Nilai cut-off yang digunakan dalam Z’-score ini adalah :

Tabel 2.2 Tabel Klasifikasi Altman Z’-score Z’-score Posisi Perusahaan

  < 1.23 Bangkrut 1.23 - 2.90 Daerah kelabu >2.90 Sehat

  Sumber: Prihadi (2011: 338)

  Varian terakhir adalah Z”-score, dimana dalam model ini rasio sales to total

  assets dihilangkan dengan harapan efek industri, dalam pengertian ukuran

  perusahaan terkait dengan aset atau penjualan dapat dihilangkan. Sampel yang digunakan kemudian diganti dengan perusahaan dari negara berkembang yaitu Mexico. Z”-score merupakan rumusan yang paling fleksibel karena bisa digunakan untuk perusahaan publik maupun private. Adapun rumus Z”-score adalah: Z”-score = 6,56 X + 3,26 X + 6,72 X + 1,05 X

  1

  2

  

3

  4 Keterangan:

  X = Working Capital to Total Assets

  1 X = Retained Earnings to Total Assets

  2 X = EBIT to Total Asset

  3 X = Book Value of Equity to Book Value of Debt

  4 Nilai cut-off yang digunakan dalam Z”-score ini adalah :

Tabel 2.3 Tabel Klasifikasi Altman Z”-score Z”-score Posisi Perusahaan

  < 1.1 Bangkrut 1.1 - 2.60 Daerah kelabu >2.60 Sehat

  Sumber: Prihadi (2011: 338-339)

  Penelitian ini akan menggunakan model Altman yang ketiga yakni Z”-score dikarenakan model tersebut merupakan model yang fleksibel karena bisa digunakan untuk perusahaan publik maupun private, juga merupakan model yang cocok digunakan di Indonesia.

2.1.5 Model Grover

  Model Grover merupakan model yang diciptakan dengan melakukan pendesainan dan penilaian ulang terhadap model Altman Z-score. Grover menggunakan sampel sesuai dengan model Altman pada tahun 1968, dengan menambahkan tiga belas rasio keuangan baru. Sampel yang digunakan sebanyak 70 perusahaan dengan 35 perusahaan yang bangkrut dan 35 perusahaan yang tidak bangkrut pada tahun 1982 sampai 1996. Grover (2001) menghasilkan fungsi sebagai berikut (Ni Made. 2013):

  Score = 1,650X + 3,404X + 0,016ROA + 0,057

  1

2 Keterangan :

  X = Working Capital to Total Assets

  1 X = Earnings Before Interest and Taxes to Total Asset

  2 ROA = Net Income to Total Assets

  Grover mengklasifikasikan nilai kebangkrutan perusahaan sebagai berikut: 1. Jika Score -0,02 maka perusahaan dalam keadaan bangkrut.

2. Jika Score 0,01 maka perusahaan dalam keadaan sehat (tidak bangkrut).

2.1.6 Model Springate

  Analisis model kebangkrutan Springate ditemukan oleh Springate pada tahun 1978. Springate menemukan 4 rasio dari 19 rasio keuangan yang paling berkontribusi terhadap prediksi kebangkrutan perusahaan. Keempat rasio keuangan tersebut dikombinasikan dalam suatu formula yang disebut Model Springate, secara matematis dirumuskan sebagai berikut (Kokyung. 2012):

  S = 1,03A + 3,07B + 0,66C + 0,4D Keterangan : A = Working Capital to Total Assets B = Earnings Before Interest and Taxes to Total Asset C = Earnings Before Taxes to Current Liabilities D = Total Sales to Total Assets

  Springate membagi kriteria penilaian kebangkrutan perusahaan ke dalam 3 kategori:

  1. Jika nilai S < 0,862 maka mengindikasikan perusahaan menghadapi ancaman kebangkrutan yang serius (bangkrut).

  2. Jika nilai 0,862 < S < 1,062 maka mengindikasikan bahwa pihak manajemen harus hati-hati dalam mengelola aset-aset perusahaan agar tidak terjadi kebangkrutan (daerah rawan kebangkrutan).

  3. Jika nilai S > 1,062 mengindikasikan perusahaan dalam kondisi keuangan yang sehat (tidak bangkrut).

2.1.7 Model Zmijewski

  Model analisis kebangkrutan ini ditemukan oleh Zmijewski pada tahun 1983 yang merupakan hasil riset selama 20 tahun. Rasio keuangan yang digunakan pada model ini dipilihdari rasio keuangan yang telah digunakan pada penelitian terdahulu. Sebanyak 75 perusahaan yang bangkrut serta 3573 perusahaan sehat selama tahun 1972 sampai dengan 1978 dijadikan sampel. Model Zmijewski yang berhasil dikembangkan yaitu (Komang. 2014):

  Z = -4,3 – 4,5X + 5,7X – 0,004X

  1

  2

  3 Keterangan :

  X = Return On Asset

  1 X = Debt Ratio

  2 X = Current Ratio

  3 Nilai cut-off yang digunakan dalam model ini adalah 0, dimana jika Z bernilai positif berarti perusahaan berpotensi mengalami kebangkrutan. Sedangkan semakin negatif nilai Z perusahaan, maka semakin jauh perusahaan dari potensi mengalami kebangkrutan.

2.2 Penelitian Terdahulu

  Komang & Ni K. (2014) melakukan penelitian dengan judul Analisis Komparasi Potensi Kebangkrutan dengan Metode Z-score Altman, Springate, dan Zmijewski pada Industri Kosmetik yang terdaftar di BEI. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Working Capital/ Total Assets, Retained

  Earning / Total Assets, EBIT/ Total Assets, Market Value Equity/ Book Value of Total Debt, Sales/ Total Assets, Earnings Before Taxes/ Current Liabilities, ROA, Debt Ratio, dan Current Ratio . Teknik analisis data yang digunakan adalah Multiple Discriminant Analysis (MDA). Hasil penelitian Komang dan Ni K.

  mengatakan bahwa perbedaan rata-rata terlihat pada model Altman Z-score, sedangkan model Springate dan Zmijewski memiliki rata-rata potensi kebangkrutan yang hampir sama.

  Kokyung & Siti (2014) melakukan penelitian dengan judul Analisis Penggunaan Altman Z-score dan Springate untuk Mengetahui Potensi Kebangkrutan pada PT. Bakrie Telecom Tbk. Variabel yang digunakan adalah Net

  Working Capital/ Total Assets, Retained Earnings/ Total Assets, EBIT/ Total Asset, Market Value of Equity/ Book Value of Debt, Sales/ Total Assets, Net Profit Before Interest and Taxes/ Total Assets, Net Profit Before Taxes/ Current Liabilities . Teknik analisis data yang digunakan adalah Multiple Discriminant Analysis (MDA). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa terdapat perbedaan hasil

  prediksi kebangkrutan antara metode Altman Z-score dan Springate dikarenakan adanya perbedaan penggunaan rasio keuangan dan kriteria kebangkrutan. Prediksi Altman menyatakan PT. Bakrie Telecom mengalami kebangkrutan atau adanya masalah keuangan yang serius pada tahun 2012, sedangkan prediksi Springate menunjukkan PT. Bakrie Telecom mengalami ancaman kebangkrutan pada 2009- 2012.

  Aswinda, Darminto dan Nengah (2013) melakukan penelitian dengan judul Penerapan Model Altman Z-score untuk Memprediksi Kebangkrutan pada Industri Tekstil dan Produk Tekstil yang terdaftar di BEI Periode 2009-2011.

  Variabel yang digunakan adalah Modal Kerja/ Total Aktiva, Laba Yang Ditahan/ Total Aktiva, Laba Sebelum Bunga dan Pajak/ Total Aktiva, Nilai Pasar Saham/ Nilai Buku Total Hutang, Penjualan/ Total Aktiva. Teknik analisis data yang digunakan adalah Multiple Discriminant Analysis (MDA). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa lima dari enam perusahaan yang diteliti berpotensi mengalami kebangkrutan.

  Ni Made & Maria (2013) melakukan penelitian dengan judul Prediksi Kebangkrutan dengan Model Grover, Altman Z-score, Springate, dan Zmijewski pada Perusahaan Food and Beverage di Bursa Efek Indonesia. Variabel yang digunakan adalah Working Capital/ Total Assets, Retained Earnings/ Total Assets,

  Earnings Before Interest and Taxes/ Total Asset, Book Value of Equity/ Book Value of Total Debt, Sales/ Total Assets, Net Profit Before Interest and Taxes/ Total Assets, Net Profit Before Taxes/ Current Liabilities, Return On Assets, Debt Ratio, dan Current Ratio. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa model Grover merupakan prediktor kebangkrutan yang paling sesuai diterapkan pada perusahaan Food & Beverage yang terdaftar di BEI.

  June Li (2012) melakukan penelitian dengan judul Prediction of Corporate

  Bankruptcy from 2008 Through 2011 . Variabel yang digunakan adalah Working Capital/ Total Assets, Retained Earnings/ Total Assets, Earnings Before Interest and Taxes/ Total Asset, Market Value of Equity/ Total Liabilities, dan Sales/ Total Assets. Teknik analisis data yang digunakan adalah Multiple Discriminant Analysis (MDA). Hasil penelitian ini menyatakan meskipun model original

  Altman Z-score dikembangkan untuk memprediksi kebangkrutan pada perusahaan manufaktur, namun pada penelitian ini model tersebut juga baik digunakan pada perusahaan non-manufaktur.

  Radha & Kishore (2012) melakukan penelitian dengan judul A Comparison of Bankruptcy Models. Variabel yang digunakan adalah Working Capital/ Total

  Assets, Retained Earnings/ Total Assets, Earnings Before Interest and Taxes/ Total Asset, Market Value of Equity/ Total Liabilities, Size company, Total Liabilities/ Total Assets, Current Liabilities/ Current Assets, Net Income/ Total Assets, Earnings Before Interest and Taxes/ Total Liabilities, INTWO (Indicator equal to 1 if net income was negative for the last two years or 0), OENEG (Indicator equal to 1 if book value of equity is negative or 0). Teknik analisis data

  yang digunakan adalah Multiple Discriminant Analysis (MDA) dan Probability

  using Logistic Transformation . Hasil penelitian ini menyatakan bahwa model O-

  score merupakan prediktor kebangkrutan terbaik dibandingkan Z-score dan Zmijewski, terhadap objek penelitian (Texmo Industri) karena O-score menggunakan 9 komponen prediksi kebangkrutan termasuk inflasi, likuiditas jangka pendek dan jangka panjang, serta laba sebelum dan sesudah pajak.

  Vahdat & Mohammad (2012) melakukan penelitian dengan judul The Creation Of Bankruptcy Prediction Model Using Springate and SAF Models.

  Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Working Capital/ Total

  Assets , Earnings Before Interest and Taxes/ Total Assets, Earnings Before Interest and Taxes/ Current Liabilities , Sales/ Total Assets, Retained Earnings/ Total Assets , Inventory turnover During a financial period, Interest costs/ Sales. Teknik

  analisis data yang digunakan adalah Multiple Discriminant Analysis (MDA) dan

  Logistic Regression Method. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa springate

  dengan MDA memberikan prediksi kebangkrutan dengan tingkat akurasi 90% dalam kurun waktu 1 tahun sebelum kebangkrutan, dan 82% dalam kurun waktu 2 tahun. Sedangkan model SAF dengan analisis regresi logistik memprediksi kebangkrutan dengan tingkat akurasi 88,5% untuk kurun waktu 1 tahun sebelum kebangkrutan dan 79% untuk kurun waktu 2 tahun sebelum kebangkrutan.

  Hafiz & Dicky (2011) melakukan penelitian dengan judul Analisis Kebangkrutan Model Altman Z-score dan Springate pada Perusahaan Industri Property. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Working Capital/

  Total Assets, Retained Earnings/ Total Assets, Earnings Before Interest and Taxes/ Total Asset, Market Value of Equity/ Book Value of Debt, Sales/ Total Assets, Net Profit Before Interest and Taxes/ Total Assets, dan Net Profit Before Taxes/ Current Liabilities. Teknik analisis data yang digunakan adalah Multiple Discriminant Analysis (MDA). Hasil penelitian ini menyatakan Altman Z-score lebih ketat dalam menilai tingkat kebangkrutan dibandingkan Model Springate. Pengukuran kedua metode ini menitik beratkan pada kemampuan perusahaan menghasilkan laba rugi dengan menggunakan rasio profitabilitas.

Tabel 2.4 Ringkasan Penelitian Terdahulu No. Nama Peneliti / Tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Teknik Analisis Hasil Penelitian

  10. Return On Assets

  Terdapat perbedaan hasil prediksi kebangkrutan antara Altman Z-score dan Springate dikarenakan perbedaan

  Taxes to Total Multiple Discriminant Analysis (MDA)

  Total Assets 3. Earnings Before

Interest and

   Working Capital to Total Assets 2. Retained

Earnings to

  Analisa Penggunaan Altman Z- score dan Springate untuk Mengetahui Potensi Kebangkrutan 1.

  2 Kokyung dan Siti (2014)

  Perbedaan rata- rata terlihat pada model Altman Z-Score, sedangkan model Springate dan Zmijewski memiliki rata- rata potensi kebangkrutan yang hampir sama.

   Current Ratio Multiple Discriminant Analysis ( MDA )

  9. Earnings Before Taxes to Current Liabilities

  1 Komang dan Ni K. (2014) Analisis

  7. Market Value of

Equity to Book

Value of Debt 8. Sales to Total Assets

  

Taxes to Total

Asset

  Total Assets 6. Earnings Before

Interest and

  4. Working Capital to Total Assets 5. Retained

Earnings to

  

Taxes to Total

Assets

  Total Assets 3. Earnings Before

Interest and

  1. Working Capital to Total Assets 2. Retained

Earnings to

  Komparasi Potensi Kebangkrutan dengan Metode Z- score Altman, Springate, dan Zmijewski pada Industri Kosmetik yang terdaftar di BEI

11. Debt Ratio 12.

  Lanjutan Tabel 2.4 Ringkasan Penelitian Terdahulu No. Nama Peneliti / Tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Teknik Analisis Hasil Penelitian pada PT.

  Penelitian ini membuktikan bahwa lima dari enam perusahaan yang diteliti berpotensi mengalami kebangkrutan.

  Multiple Discriminant Analysis ( MDA )

  6. Net Profit

Before Interest

and Taxes to

  5. Sales to Total Assets

  4. Book Value of Equity to Book Value of Total Debt

  

Taxes to Total

Asset

  Total Assets 3. Earnings Before

Interest and

  1. Working Capital to Total Assets 2. Retained

Earnings to

  Prediksi Kebangkrutan dengan Model Grover, Altman Z- score, Springate, dan Zmijewski pada Perusahaan Food and Beverage di Bursa Efek Indonesia

  4 Ni Made dan Maria (2013)

  5. Penjualan / Total Aktiva Multiple Discriminant Analysis ( MDA )

  Bakrie Telecom Tbk Asset 4.

  4. Nilai Pasar

Saham Biasa

dan Saham

Preferen / Nilai

Buku Total

Utang

  3. Laba Sebelum

Bunga dan

Pajak / Total

Aktiva

  2. Laba ditahan/ Total Aktiva

  1. Modal Kerja/ Total Aktiva

  Model Altman Z-score untuk Memprediksi Kebangkrutan pada Industri Tekstil dan Produk Tekstil yang Terdaftar di BEI periode 2009-2011

  3 Aswinda, Darmianto, dan Nengah (2013) Penerapan

  7. Net Profit Before Taxes to Current Liabilities penggunaan rasio keuangan dan kriteria kebangkrutan.

  6. Net Profit

Before Interest

and Taxes to

Total Assets

   Market Value

of Equity to

Total Liabilities 5. Sales to Total Assets

  Model Grover merupakan prediktor kebangkrutan yang paling sesuai diterapkan pada perusahaan Food & Beverage yang terdaftar di BEI.

  Lanjutan Tabel 2.4 Ringkasan Penelitian Terdahulu No. Nama Peneliti / Tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Teknik Analisis Hasil Penelitian Total Assets 7. Net Profit Before Taxes to

  Meskipun model original Altman Z-score dikembangkan untuk memprediksi kebangkrutan pada perusahaan manufaktur, namun pada penelitian ini model tersebut juga baik digunakan pada perusahaan non- manufaktur.

  Multiple Discriminant Analysis ( MDA )

  9. Earnings Before

Interest and

Taxes toTotal

  7. Current

Liabilities to

Current Assets 8. Net Income to Total Assets

  4. Market Value of

Equity to Total

Liabilities 5. Size company 6. Total Liabilities to Total Assets

  

Taxes to Total

Asset

  Total Assets 3. Earnings Before

Interest and

  1. Working Capital to Total Assets 2. Retained

Earnings to

  6 Radha dan Kishore (2012) A Comparison of Bankruptcy Models : using Altman Z- score, Ohlson O-score, and Zmijewski

  Multiple Discriminant Analysis ( MDA )

  Current Liabilities

  4. Market Value of

Equity to Total

Liabilities 5. Sales to Total Assets

  

Taxes to Total

Asset

  Total Assets 3. Earnings Before

Interest and

   Working Capital to Total Assets 2. Retained

Earnings to

  5 June Li (2012) Prediction of Corporate Bankruptcy from 2008 through 2011 1.

   Current Ratio

  9. Debt Ratio 10.

  8. Return On Assets

  O-score merupakan prediktor kebangkrutan terbaik terhadap objek penelitian (Texmo Industri) karena O-score menggunakan 9 komponen prediksi kebangkrutan termasuk inflasi, likuiditas jangka pendek dan jangka panjang, serta laba sebelum dan sesudah pajak.

  Lanjutan Tabel 2.4 Ringkasan Penelitian Terdahulu No. Nama Peneliti / Tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Teknik Analisis Hasil Penelitian Liabilities 10.

  INTWO (Indicator equal to 1 if net

income was

negative for the

last two years

or 0)

11. OENEG

  7 Vahdat and Mohammad (2012)

  The Creation Of Bankruptcy Prediction Model Using Springate and SAF Models

  1. Working Capital to Total Assets 2. Earnings Before

Interest and

  

Taxes to Total

Asset

  3. Earnings Before

Interest and

Taxes to Current Liabilities 4. Sales to Total Assets

  5. Retained

Earnings to

Total Assets 6. Inventory turnover During

a financial

period

  (Indicator equal

to 1 if book

value of equity

is negative or 0)

  Sedangkan model SAF dengan analisis regresi logistik memprediksi kebangkrutan dengan tingkat akurasi 88,5% utk kurun waktu 1 thn sebelum kebangkrutan dan 79% untuk kurun waktu 2 thn sebelum kebangkrutan.

  8 Hafiz dan Dicky (2011) Analisis

  Kebangkrutan Model Altman Z-score dan Springate pada Perusahaan Industri

  1. Working Capital to Total Assets 2. Retained

Earnings to

  Total Assets 3. Earnings Before

  Multiple Discriminant Analysis ( MDA )

  Altman Z-score lebih ketat dalam menilai tingkat kebangkrutan dibandingkan Model

  7. Interest costs to sales Multiple Discriminant Analysis ( MDA ) Logistic Regression Method Springate dengan MDA memberikan prediksi kebangkrutan dengan tingkat akurasi 90% dalam kurun waktu 1 thn sebelum kebangkrutan, dan 82% dalam kurun waktu 2 thn.

  Lanjutan Tabel 2.4 Ringkasan Penelitian Terdahulu Nama Judul Variabel Teknik No. Peneliti / Hasil Penelitian Penelitian Penelitian Analisis Tahun

  

Interest and

Property Springate. Taxes to Total

  Pengukuran Asset kedua metode 4.

   Market Value ini menitik of Equity to beratkan pada

  Book Value of kemampuan

  Debt perusahaan 5. menghasilkan

   Sales to Total Assets laba rugi dengan 6.

   Net Profit menggunakan Before Interest rasio and Taxes to profitabilitas. Total Assets 7. Net Profit Before Taxes to

  Current Liabilities

1. Multiple

  9 Robert Financial Return On Model yang (2011) Distress Assets (Net Discriminant digunakan

  Income / Analysis Models : How menunjukkan

  Total Assets) (MDA) Pertinent Are hasil yang sama 2.

  Sampling Bias untuk dua tahun Debt Ratio (Total Debt /

  Criticisms sebelum Total Assets) kebangkrutan.

  3. Current Ratio (Current

Assets /

Current Liabilities) 4. LOGTA 5. TETA 6. EBITSALES 7. CFOSALES 8. CFOTA 9. EBITINTEX

2.3 Kerangka Konseptual

  Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap perusahaan memiliki potensi mengalami kebangkrutan. Kebangkrutan itu sendiri berkaitan erat dengan kinerja keuangan perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan yang dapat dilihat di dalam laporan keuangan menggambarkan bagaimana perusahaan menjalankan bisnisnya. Analisis rasio keuangan juga merupakan salah satu informasi yang dapat digunakan untuk menganalisis kinerja perusahaan, termasuk prediksi kebangkrutan perusahaan.

  Altman (1968) memprediksi kebangkrutan dengan model Z-score menggunakan metode Multiple Discriminant Analysis (MDA). Multiple

  Discriminat Analysis (MDA) dapat dipergunakan untuk mengetahui variabel-

  variabel penciri yang membedakan kelompok populasi yang ada, juga dapat dipergunakan sebagai kriteria pengelompokan. MDA secara umum adalah Z = V (X ) + V (X ) + …. + V (X ) dimana V , V , … , V adalah parameter

  1

  1

  2 2 n n

  1 2 n (weights) sedangkan X , X , … , X merupakan rasio-rasio keuangan yang

  1 2 n

  berkontribusi pada model prediksi. Sederhananya, dalam metode MDA diperlukan lebih dari satu rasio keuangan yang berkaitan dengan kebangkrutan perusahaan untuk membentuk suatu model yang baik.

  Altman mengembangkan model kebangkrutan Z-score dengan menggunakan 22 rasio keuangan yang diklasifikasikan ke dalam lima kategori, yaitu : likuiditas, profitabilitas, leverage, rasio uji pasar, dan kinerja. Model ini mampu memprediksi kebangkrutan dengan tingkat akurasi mencapai 95% pada perusahaan selama 12 bulan. Model Altman Z-score yang pertama ini dikembangkan untuk digunakan sebagai prediktor kebangkrutan terhadap perusahan manufaktur. Dikarenakan keterbatasan penggunaan Z-score asli yang hanya dapat digunakan pada perusahaan publik dan manufaktur, Altman mengembangkan dua varian dari Z-score yaitu Z’-score dan Z”-score.

  Z’-score ditujukan untuk perusahaan non-publik dengan cara merumuskan kembali rasio yang digunakan, yaitu menggantikan market value of equity dengan

  book value of equity . Varian terakhir adalah Z”-score, dimana dalam model ini

  rasio sales to total assets dihilangkan dengan harapan efek industri, dalam pengertian ukuran perusahaan terkait dengan aset atau penjualan dapat dihilangkan. Z”-score merupakan rumusan yang paling fleksibel karena bisa digunakan untuk perusahaan publik maupun private.

  Bangkrut jika Z”-score < 1.1 Prediksi kebangkrutan dengan menggunakan model Altman Z”- Score: Daerah abu-abu (grey area) jika Z”-score:

  1,1 < Z”-score < 2,60

  6.56X 1 +3.26X 2 +6.72X 3 +1.05X 4 Sehat jika Z”-score > 2,60

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Altman Z”-score

  Grover (2001) berhasil menciptakan model yang dapat digunakan untuk menganalisis potensi kebangkrutan perusahaan dengan melakukan pendesainan ulang terhadap model Altman Z-score yang pertama. Grover menggunakan sampel sebanyak 70 perusahaan, yakni 35 perusahaan yang bangkrut dan 35 perusahaan yang tidak bangkrut pada tahun 1982 sampai 1996. Grover menggunakan 35 rasio keuangan dan kemudian menggunakan 3 rasio keuangan yang dianggap paling mempengaruhi kebangkrutan perusahaan.

  Bangkrut jika Prediksi kebangkrutan dengan Score

  • 0,02 menggunakan model Grover:

  Score= 1,650X +3,404X +0,016ROA+0,057 Sehat jika 1 2 Score 0,01

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Grover

  Springate (1978) juga melakukan penelitian yang menghasilkan model prediksi kebangkrutan yang disebut model Springate. Sampel yang digunakan sebanyak 40 perusahaan dengan menggunakan metode MDA. Springate menemukan 4 rasio keuangan yang dapat digunakan dalam memprediksi adanya potensi kebangkrutan terhadap perusahaan dengan tingkat akurasi 92,5%.

  Bangkrut jika S < 0,862 Prediksi kebangkrutan dengan Daerah abu-abu (grey menggunakan model Springate: area) jika 0,862 < S < 1,062

  S= 1,03A+3,07B+0,66C+0,4D Sehat jika S > 1,062

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual Springate

  Zmijewski (1983) berhasil menemukan model analisis kebangkrutan setelah melakukan studi kebangkrutan selama 20 tahun. Zmijewski menggunakan sampel 75 perusahaan yang bangkrut dan 3573 perusahaan yang sehat selama tahun 1970 sampai tahun 1978. Perbedaan yang signifikan antara perusahaan sehat dan tidak sehat ditunjukkan oleh indikator F-test terhadap rasio-rasio kelompok, fixed

  payment coverage, liquidity, trends, rate of return, firm size, stock return

  Prediksi kebangkrutan dengan menggunakan model Zmijewski: Z= -4.3-4.5X 1 +5.7X 2 -0.004X 3 Bangkrut jika Z > 0

  Sehat jika Z 0   volatility, leverage, dan turnover . Penelitian ini menghasilkan 3 rasio keuangan

  yang paling berpengaruh terhadap potensi kebangkrutan dengan tingkat akurasi mencapai 94,9%. Berikut kerangka konseptual dalam penelitian ini:

Gambar 2.4 Kerangka Konseptual Zmijewski

2.4 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan kerangka konseptual, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Terdapat perbedaan antara model Altman Z-score, Grover, Springate, dan Zmijewski dalam memprediksi kebangkrutan pada perusahaan tekstil dan garmen di BEI periode 2009-2013.

  2. Model Grover merupakan prediktor kebangkrutan terbaik pada perusahaan tekstil dan garmen di BEI.

Dokumen yang terkait

Prediksi Kebangkrutan Model Altman Z”-Score, Grover, Springate, Dan Zmijewski Pada Perusahaan Tekstil Dan Garmen Di Bursa Efek Indonesia

15 202 99

Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Berdasarkan Analisa Model Z-Score Altman Pada Perusahaan Farmasi Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

9 104 86

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Laporan Keuangan - Analisis Laporan Keuangan dengan Model Springate dalam Memprediksi Potensi Kebangkrutan Perusahaan Pertambangan Sub Sektor Batu Bara yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Analisis Laporan Keuangan - Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Financial Distress Pada Perusahaan Garmen Dan Tekstil Yang Terdaftar Di Bei Dengan Menggunakan Metode Altman’s Z-Score

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Perbedaan Laporan Keuangan Akuntansi (Komersial) dengan Laporan Keuangan Fiskal - Pengaruh Book Tax Gap Terhadap Persistensi Laba Perbankan Di Indonesia Dengan Model Fixed Effect Dan Random Effect

0 0 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Kinerja Perusahaan - Pengaruh Modal Intelektual terhadap Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Perbankan Terbuka di Bursa Efek Indonesia

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Saham - Pengaruh Right Issue Terhadap Volume Perdagangan Saham Dan Return Saham Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2013

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Saham 2.1.1.1 Pengertian Saham - Pengaruh Analisis Kinerja Keuangan Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (2009-2013).

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebangkrutan 1. Pengertian Kebangkrutan - Analisis Prediksi Kebangkrutan Pada Perusahaan Perbankan Yang Telah Go Publik Di Bursa Efek Indonesia (Dengan Menggunakan Metode Altman Z-Score)

0 0 35

Prediksi Kebangkrutan Model Altman Z”-Score, Grover, Springate, Dan Zmijewski Pada Perusahaan Tekstil Dan Garmen Di Bursa Efek Indonesia

0 0 14