Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Berdasarkan Analisa Model Z-Score Altman Pada Perusahaan Farmasi Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM S-1 REGULER MEDAN

SKRIPSI

Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Berdasarkan Analisa

Model Z-Score Altman Pada Perusahaan Farmasi Yang

Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

OLEH :

NAMA : TOMMY D. SARAGIH

NIM : 060503110

DEPARTEMEN : AKUNTANSI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Berdasarkan Analisa Model Z-Score Altman Pada Perusahaan Farmasi Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)”, adalah benar hasil karya sendiri dan judul yang dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi program reguler S-1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya. Apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.

Medan, 18 November 2010 Yang membuat pernyataan

Tommy D. Saragih NIM: 060503110


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji, hormat juga syukur, saya naikkan kepada Tuhan Yesus Kristus, Juruselamat dan Allah pemilik kehidupan saya. T’rimakasih Tuhan buat hikmat dan penyertaanMu, selama proses pengerjaan skrispi ini sehingga saya bisa menyelesaikannya dengan baik dan tepat waktu.

Adapun skrispi ini berjudul ”Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Berdasarkan Analisa Model Z-Score Altman Pada Perusahaan Farmasi Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)”, disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Fakultas Ekonomi Departemen Akuntansi, Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, bantuan, dan doa selama proses penyusunan skripsi ini. Untuk itu, dengan hati yang tulus Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak selaku Ketua Departemen Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak selaku sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. H. Azhar Maksum, M. Ec. Ak selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dari awal hingga selesainya skripsi ini.


(4)

4. Bapak Drs. Syamsul Bahri TRB, MM selaku dosen pembanding I dan Bapak Drs. M. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak selaku dosen pembanding II yang telah memberikan arahan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Secara khusus Penulis persembahkan kepada kedua orangtua penulis yang sangat Penulis sayangi, Ayahanda M. Saragih dan Ibunda E. br Damanik, terima kasih atas kasih sayang, didikan, dukungan, dan doanya.

6. Teman-teman di fakultas Ekonomi angkatan 2006 serta seluruh staf pengajar, staf departemen akuntansi, dan staff administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan penulis, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan penulisan karya ilmiah kedepan. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Medan,3 November 2010 Penulis,

(Tommy D. Saragih) NIM: 060503110


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kebangkrutan perusahaan dengan menggunakan model Altman Z-Score pada perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2005-2008.

Metode sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling dan diperoleh sebanyak 9 perusahaan yang akan menjadi objek penelitian. Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data laporan keuangan perusahaan farmasi di Bursa Efek Indonesia pada Indonesia Capital Market Directory. Adapun yang menjadi variabel terikat adalah rasio-rasio keuangan yang terdapat pada model Z-Score.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model Z-Score Altman tersebut dapat diimplementasikan dalam mendeteksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Model Z-Score Altman tersebut mampu mengelompokkan perusahaan farmasi pada tiga kategori yaitu tidak bangkrut, rawan bangkrut, dan bangkrut.


(6)

ABSTRACT

The purpose of this research is to know the Altman Z-Score analysis to predicting the loss rate at pharmaceuticals company written at Indonesia Stock Exchange from 2005-2008.

Sampling method that used is purposive sampling and the result are 9 firms as sample in this research. Data that used in this research is secondary data that is financial statements from each company from Indonesia Stock Exchange at Indonesia Capital Market Directory. Independent variable in this research are financial ratios that is in Altman’s Z-Score model.

The result of this research shows that Altman’s Z-Score model can be implementation to predicting the loss rate at pharmaceuticals company written at Indonesia Stock Exchange. Altman’s Z-score can to clssificate the pharmaceuticals company to three category, are not bankrupt, at grey area, and bankrupt.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ...i

KATA PENGANTAR ...ii

ABSTRAK ...iv

ABSTRACT ...v

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR TABEL ...ix

DAFTAR GAMBAR ...x

DAFTAR LAMPIRAN ...xi

BAB I PENDAHULUAN A. ... La tar Belakang Masalah ...1

B... Pe rumusan Masalah ...5

C... Tu juan Penelitian ...5

D. ... M anfaat Penelitian ...6


(8)

A. ... Ti njauan Teoritis

1. ... La poran Keuangan ...7 2. ... Tu

juan Laporan Keuangan ...9 3. ... Je nis-Jenis Laporan Keuangan ...11 4. ... A

nalisis Laporan Keuangan ...13 5. ... A

nalisis Rasio Keuangan ...16 a. ... Ra

sio Likuiditas...18 b. ... Ra

sio Aktivitas ...19 c. ... Ra

sio Leverage Atau Solvabilitas ...20 d. ... Ra

sio Rentabilitas Atau Profitabilitas...21 e. ... Ra


(9)

6. ... Ke terbatasan Analisis Rasio Keuangan ...23 7. ... A

nalisis Potensi Kebangkrutan...23 8. ... Pr

ediksi Kebangkrutan Dengan Metode Altman ...26 B... Ti

njauan Penelitian Terdahulu ...28 C... Ke rangka Konseptual ...29 1. ... Ke rangka Konseptual ...30 2. ... Hi

potesis ...30

BAB III METODE PENELITIAN

A. ... De sain Penelitian ...32 B... Po

pulasi Dan Sampel Penelitian ...32 C... Je


(10)

D. ... Te knik Pengumpulan Data ...34 E. ... De fenisi Operasional Dan Pengukuran Variabel ...34 F. ... M

etode Analisa Data ...37

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. ... Da ta Penelitian ...39 B... A

nalisis Dan Hasil Penelitian...41 1. ... St

atistik Deskriptif ...41 2. ... Pe

ngujian Asumsi Klasik ...42 a. ... Uj

i Normalitas ...42 b. ... Uj

i Multikolinieritas ...44 3. ... Pe


(11)

a. ... Uj i-f ...46 b. ... Uj

i Validasi ...47 C... Pe

mbahasan Hasil Penelitian ...49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. ... Ke simpulan ...61 B... Ke terbatasan...63 C... Sa

ran ...63

DAFTAR PUSTAKA ...65 LAMPIRAN ...68


(12)

Nomor

Judul

Halaman

Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu ...28

Tabel 4.1 Nilai Z-Score Sampel ...40

Tabel 4.2 Pengkategorian Perusahaan ...41

Tabel 4.3 Statistik Deskriptif ...41

Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas ...43

Tabel 4.5 Hasil Uji Multikolinieritas ...45

Tabel 4.6 Hasil Uji-F ...47

Tabel 4.7 Uji Validasi (Hit Ratio) ...48

Tabel 4.8 Working Capital / Total Assets Ratio ...49

Tabel 4.9 Retained Earning / Total Assets Ratio ...51

Tabel 4.10 Earning Before Interest And Taxes / Total Assets Ratio ...53

Tabel 4.11 Market Value of Equity / Book Value of Total Liabilities Ratio ...54

Tabel 4.12 Sales / Total Sales Ratio ...56

Tabel 4.13 Analisis Kebangkrutan Altman Z-Score ...58


(13)

Nomor

Judul

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka konseptual ...30


(14)

Nomor

Judul

Halaman

Lampiran i Daftar sampel perusahaan ...68

Lampiran ii Working capital / total assets ratio ...69

Retained earning / Total assets ratio ...69

Earning before interest and taxes / total assets ratio ...69

Lampiran iii Market value of Equity / Book value of total liabilities ...70

Sales / Total sales ratio ...70

BAB I PENDAHULUAN


(15)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kebangkrutan perusahaan dengan menggunakan model Altman Z-Score pada perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2005-2008.

Metode sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling dan diperoleh sebanyak 9 perusahaan yang akan menjadi objek penelitian. Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data laporan keuangan perusahaan farmasi di Bursa Efek Indonesia pada Indonesia Capital Market Directory. Adapun yang menjadi variabel terikat adalah rasio-rasio keuangan yang terdapat pada model Z-Score.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model Z-Score Altman tersebut dapat diimplementasikan dalam mendeteksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Model Z-Score Altman tersebut mampu mengelompokkan perusahaan farmasi pada tiga kategori yaitu tidak bangkrut, rawan bangkrut, dan bangkrut.


(16)

ABSTRACT

The purpose of this research is to know the Altman Z-Score analysis to predicting the loss rate at pharmaceuticals company written at Indonesia Stock Exchange from 2005-2008.

Sampling method that used is purposive sampling and the result are 9 firms as sample in this research. Data that used in this research is secondary data that is financial statements from each company from Indonesia Stock Exchange at Indonesia Capital Market Directory. Independent variable in this research are financial ratios that is in Altman’s Z-Score model.

The result of this research shows that Altman’s Z-Score model can be implementation to predicting the loss rate at pharmaceuticals company written at Indonesia Stock Exchange. Altman’s Z-score can to clssificate the pharmaceuticals company to three category, are not bankrupt, at grey area, and bankrupt.


(17)

A. Latar Belakang Masalah

Perusahaan merupakan suatu badan yang didirikan oleh perorangan atau lembaga dengan tujuan utama untuk memperoleh keuntungan. Disamping itu ada pula tujuan lain yang tidak kalah penting yaitu dapat terus bertahan (survive) dalam persaingan, berkembang (growth) serta dapat melaksanakan fungsi-fungsi sosial lainnya di masyarakat. Ketidakmampuan mengantisipasi perkembangan global akan mengakibatkan mengecilnya volume usaha yang pada akhirnya mungkin mengakibatkan kebangkrutan perusahaan. Risiko kebangkrutan bagi perusahaan sebenarnya dapat dilihat dan diukur melalui laporan keuangan, dengan cara melakukan analisis terhadap laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan yang bersangkutan.

Data menunjukkan, secara umum lima kelompok perusahaan farmasi terbesar yang ada hanya menguasai sekitar 36% pangsa pasar. Kondisinya mungkin akan berbeda kalau dilihat dari struktur pasar per kategori produk. Dengan analisis yang lebih rinci terhadap pasar kategori produk antibiotik, misalnya, boleh jadi ditemukan satu atau segelintir perusahaan yang menguasai pasar itu secara mono atau oligopolistis.

Awalnya, pemerintah hanya menugaskan tiga BUMN Farmasi yaitu Indofarma, Kimia Farma, Phapros untuk mencukupi kebutuhan obat bermutu dengan harga terjangkau. Oleh pemerintah, harga beberapa jenis obat generik yang wajib mereka sediakan ditetapkan di bawah harga produksi dan kerugiannya ditutup oleh beberapa jenis obat generik lainnya yang bermargin agak besar, atau disubsidi silang. Tak terkena aturan ini, pabrik farmasi swasta yang kemudian


(18)

diizinkan masuk hanya memproduksi obat-obat yang bermargin dan pasarnya besar, sehingga Dexa Medica, misalnya, bisa menjadi produsen obat generik yang besar sekaligus menguntungkan. Dari tiga pabrik farmasi yang dimiliki oleh pemerintah di atas, hanya Phapros yang dipandang terkecil, serta Dexa yang berada di daerah, memiliki portofolio produk relatif lengkap dan seimbang yang mampu membukukan kinerja keuangan memadai. Kenaikan harga obat-obat generik tertentu yang dilakukan pemerintah itu boleh dibilang hanya mengembalikan harga obat ke tingkat yang lebih wajar, dan hanya memerlukan sedikit subsidi silang. Dengan ditetapkannya peraturan yang sama, level playing field, bisa membawa Indofarma menjadi produsen obat generik yang sehat. Strategi fokus ke obat generik adalah masuk akal. Di tingkat global ada semacam gerakan yang mendorong ketersediaan obat bermutu yang harganya terjangkau masyarakat luas.

Fenomena lain yang mesti diwaspadai adalah dari dalam negeri, rencana pemberlakuan UU Sosial Asuransi Kesehatan yang oleh pemerintah merupakan hal yang mesti diwaspadai. Masuknya asuransi besar yang pasti bakal mengubah struktur pasar ini harus diantisipasi oleh industri farmasi dengan inovasi di bidang pemasaran. Bagi masyarakat, UU SAK (Sosial Asuransi Kesehatan) merupakan berita baik. Dengan hadirnya asuransi yang memiliki posisi perundingan kuat terhadap perusahaan farmasi itu, kita semua dapat berharap di masa mendatang harga obat tidak terlalu tinggi.

Analisis rasio merupakan analisis yang sering digunakan dalam menilai kinerja keuangan perusahaan, dan sumber utamanya adalah dengan melihat


(19)

laporan keuangan perusahaan. Namun terdapat masalah dalam pemakaian analisis rasio karena masing- masing rasio memiliki kegunaan dan memberikan indikasi yang berbeda mengenai kesehatan keuangan perusahaan.

Beberapa teknik statistik yang paling sering digunakan untuk menganalisis kebangkrutan adalah analisis parametrik, yaitu model logit dan MDA (multivariate discrimant analysis), sedangkan model non parametrik sering digunakan akhir-akhir ini seperti model trait recognition dan artificial neural network (ANN). Munculnya berbagai model prediksi kebangkrutan merupakan antisipasi dan sistem peringatan dini terhadap financial distress karena model tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk mengidentifikasikan bahkan memperbaiki kondisi sebelum sampai pada kondisi krisis atau kebangkrutan. Hal lain yang mendorong perlunya peringatan dini adalah munculnya problema keuangan yang mengancam operasional perusahaan. Faktor modal dan risiko keuangan mempunyai peran penting dalam menjelaskan fenomena kepailitan/ tekanan keuangan perusahaan tersebut. Dengan terdeteksinya lebih awal kondisi perusahaan, sangat memungkinkan bagi perusahaan dan investor melakukan langkah-langkah antisipatif untuk mencegah agar krisis keuangan segera tertangani.

Terkait model prediksi financial distress, menurut Rifqi (2009:3) ada beberapa model yang mencoba membantu calon-calon investor dan kreditur dalam memilih perusahaan tempat menaruh dana supaya tidak terjebak dalam masalah financial distress tersebut. Model tersebut antara lain dikemukakan oleh Beaver (1966), Altman (1968), Springate (1978), Ohlson (1980), dan Zmijewski (1983).


(20)

Altman (1968) telah menemukan lima rasio keuangan yang dapat digunakan untuk mendeteksi kebangkrutan perusahaan beberapa saat sebelum perusahaan tersebut bangkrut

. Kelima rasio tersebut terdiri dari cash flow to total debt, net income to total assets, total debt to total assets, working capital to total assets dan current ratio. Altman juga menemukan bahwa rasio-rasio tertentu, terutama likuiditas dan leverage, memberikan sumbangan terbesar dalam rangka mendeteksi dan memprediksi kebangkrutan perusahaan. Model Altman dipilih karena menurut Adnan dan Kurniasih dalam Rosmika (2005:12) bahwa pendekatan Altman dapat membuktikan secara empiris bahwa rasio keuangan dapat digunakan sebagai alat untuk memprediksi kebangkrutan kelompok perusahan perbankan dan non perbankan dengan cukup akurat. Penelitian ini ingin menguji kembali hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya dengan mengambil obyek penelitian pada sektor farmasi yang terdaftar di BEI untuk memprediksi potensi kebangkrutan perusahaan. Tingkat kesehatan keuangan bisa juga digunakan sebagai alat ukur yang pertama untuk menunjukkan kondisi keuangan perusahaan, dan untuk lebih meyakinkan kondisi kebangkrutannya bisa digunakan untuk memprediksi potensi kebangkrutan. Dengan demikian formula yang ditemuka n Altman bisa digunakan sebagai salah satu alat ukur yang handal dalam memprediksi kebangkrutan sebuah perusahaan.

Berdasarkan gambaran dan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti kebangkrutan perusahaan dengan menggunakan metode Altman dengan judul “Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Berdasarkan Analisa Model


(21)

Z-Score Altman Pada Perusahaan Farmasi Yang Terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI)”, dengan maksud untuk melanjutkan penelitian sebelumnya melalui pengembangan objek perusahaan. Penelitian ini merupakan replikasi dari tulisan yang pernah dibuat oleh Siti Rodliyah (2003), namun untuk membedakan dengan penelitian terdahulu, peneliti memilih perusahaan di sektor farmasi sebagai objeknya dengan periode penelitian tahun 2005 – 2008.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian mengenai latar belakang penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dirumuskan masalah yang ingin diteliti dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: “Apakah rasio keuangan model Z-Score Altman dapat memprediksi kebangkrutan pada perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan apakah perusahaan milik pemerintah atau swasta yang lebih mampu bertahan dalam menghadapi potensi kebangkrutan?”

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan secara empiris mengenai kegunaan rasio keuangan metode Z-Score Altman dalam memprediksi kebangkrutan pada perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.


(22)

1. Bagi peneliti, untuk memperluas wawasan peneliti di dalam bidang akuntansi mengenai metode Altman, ukuran perusahaan, kebangkrutan perusahaan, dan prediksi metode Altman Z-Score terhadap kebangkrutan perusahaan.

2. Bagi perusahaan, sebagai masukan dan pertimbangan untuk pengambilan keputusan jangka pendek dan mempertahankan likuiditas perusahaan.

3. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini menjadi bahan referensi dan dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan prediksi kebangkrutan perusahaan.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis

1. Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku bersangkutan yang menggambarkan kemajuan perusahaan dan disusun secara periodik. Periode yang biasa digunakan adalah tahun yang dimulai dari misalnya 1 Januari dan berakhir pada tanggal 31 Desember. Periode seperti ini disebut dengan periode tahun kalender. Selain tahun kalender, periode akuntansi bisa juga dimulai dari tanggal selain tanggal 1 Januari. Istilah periode akuntansi yang seperti ini sering disebut dengan isilah periode tahun buku. Periode tahun buku yang digunakan dapat secara tahunan, atau menyusun laporan keuangan untuk periode yang lebih pendek misalnya bulanan, triwulan atau kwartalan. Laporan keuangan dalam suatu perusahaan mempunyai arti yang sangat penting terutama bagi pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadap perusahaan. Laporan keuangan dibuat oleh manajemen sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada pemilik perusahaan.

Ada beberapa pengertian laporan keuangan, yaitu : Menurut IAI (2004:2) :

Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan yang lengkap yang biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara,misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana) catatan (notes) dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.


(24)

Menurut Munawir (2002:2), laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak – pihak yang berkepentingan dengan dana atau aktivitas perusahaan tersebut.

Pihak-pihak yang membutuhkan laporan keuangan antara lain : pemilik perusahaan, kreditor, investor, manajer atau pemimpin perusahaan, karyawan perusahaan dan pemerintah. Pemilik perusahaan sangat berkepentingan terhadap laporan keuangan perusahaannya untuk menilai keberhasilan manajemen dalam menjalankan perusahaan. Hal ini dapat dilihat melalui laba yang dihasilkan perusahaan. Dengan kata lain, laporan keuangan diperlukan untuk menilai hasil-hasil yang telah dicapai perusahaan serta memperkirakan hasil-hasil-hasil-hasil yang akan dicapai pada masa yang akan datang sehingga pemilik dapat menaksir keuntungan yang akan diperoleh.

Kreditor menggunakan laporan keuangan untuk mengambil keputusan dalam hal pemberian kredit suatu perusahaan. Disamping itu kreditor bisa mengukur apakah perusahaan dapat mengembalikan pokok pinjaman kredit dan bunganya. Manajer atau pimpinan perusahaan menggunakan laporan keuangan untuk menyusun rencana dan strategi perusahaan, memperbaiki operasional perusahaan dan menentukan kebijaksanaan perusahaan. Investor berkepentingan dengan laporan keuangan untuk mengetahui apakah modal yang telah diinvestasikan memberikan prospek keuntungan di masa yang akan datang. Pemerintah melihat laporan keuangan untuk menentukan jumlah pajak yang akan dibebankan ke perusahaan dan digunakan sebagai dasar perencanaan pemerintah


(25)

dalam hal ini adalah Biro Pusat Statistik, Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Tenaga Kerja. Melalui laporan keuangan dapat dilihat kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan kewajiban jangka pendek, struktur permodalan, distribusi aktiva, efektifitas penggunaan aktiva dan hasil atau pendapatan yang telah dicapai serta nilai buku tiap lembar saham suatu perusahaan. Karyawan perusahaan berkepentingan dengan laporan keuangan antara lain untuk kepentingan kompensasi. Dari laporan keuangan akan terlihat kemampuan perusahaan dalam memberikan kompensasi yang lebih baik, misal dengan memberikan tunjangan hari tua, Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja) agar karyawan dapat bekerja dengan optimal sehingga kegiatan operasional perusahaan dapat berjalan dengan baik.

2. Tujuan Laporan Keuangan

Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi kepada semua pihak yang berkepentingan dan sebagai alat pertanggungjawaban manajemen kepada pihak yang menanamkan dananya di perusahaan.

Menurut IAI dalam PSAK No. 1 (2008:1.2) :

Tujuan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah untuk memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas, perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan – keputusn ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan sumber – sumber daya yang dipercayakan kepada mereka dalam rangka mencapai tujuan tersebut, suatu laporan keuangan menyajikan informasi mengenai perusahaan yang meliput: 1) aktiva, 2) kewajiban, 3) ekuitas, 4) pendapatan, beban termasuk keuntungan dan kerugian, 5) arus kas.


(26)

Sedangkan menurut Bab 4 Accounting Principle Board (APB) statement no. 4, tujuan laporan keuangan terdiri dari :

a. Tujuan khusus

Untuk menyajikan laporan posisi keuangan, hasil usaha, dan perubahan posisi keuangan lainnya secara wajar sesuai dengan GAAP.

b. Tujuan umum

- Memberikan informasi yang terpercaya tentang sumber-sumber ekonomi, dan kewajiban perusahaan,

- Memberikan informasi yang terpercaya tentang sumber kekayaaan bersih yang berasal dari kergiatan usaha dalam mencari laba,

- Menaksir informasi keuangan yang dapat digunakan untuk menaksir potensi perubahan dalam menghasilkan laba,

- Memberikan informasi yang diperlukan lainnya tentang perubahan harta dan kewajiban,

- Mengungkapkan informasi relevan lainnya yang dibutuhkan pada pemakai laporan

c. Tujuan Kualitatif - Relevance

Memilih informasi yang benar-benar dapat membantu pemakai laporan keuangan dalam proses pengambilan keputusan,

- Understandability

Informasi yang dipilih untuk disajikan bukan saja yang penting, tetapi juga harus informasi dimengerti pemakai,

- Verifiability

Hasil akuntansi itu harus dapat diperiksa oleh pihak lain yang akan menghasilkan pendapat yang sama,

- Neutrality

Laporan keuangan itu netral terhadap pihak-pihak yang berkepentingan, - Timelines

Laporan keuangan itu hanya bermanfaat untuk pengambilan keputusan apabila diserahkan pada saat yang tepat,

- Comparability

Informasi akuntansi harus dapat saling dibandingkan, artinya ada kekonsistenan dalam menjalankan prinsip akuntansi,

- Completeness

Informasi akuntansi yang dilaporkan harus mencakup semua kebutuhan yang layak dari para pemakai.


(27)

3. Jenis-jenis Laporan Keuangan

Menurut Warren, et al (2005:24-25) jenis-jenis laporan keuangan perusahaan terdiri dari:

a. Laporan Laba Rugi

Laporan laba rugi melaporkan pendapatan dan beban selama periode waktu tertentu berdasarkan konsep perbandingan atau pengaitan (matching concept). Konsep ini diterapkan dengan membandingkan atau mengaitkan beban dengan pendapatan yang dihasilkan selama periode terjadinya beban tersebut. Laporan laba rugi juga melaporkan kelebihan pendapatan terhadap beban yang terjadi yang disebut dengan laba bersih.

b. Laporan Ekuitas Pemilik

Laporan ekuitas pemilik melaporkan perubahan ekuitas pemilik selama jangka waktu tertentu. Laporan tersebut dipersiapkan setelah laporan laba rugi karena laba bersih atau rugi bersih dalam periode berjalan harus dilaporkan dalam laporan ini. Laporan ekuitas pemilik dibuat sebelum mempersiapkan neraca, karena jumlah ekuitas pemilik pada akhir periode harus dilaporkan didalam neraca.

c. Neraca

Neraca merupakan suatu daftar aktiva, kewajiban, dan ekuitas pemilik pada tanggal tertentu biasanya pada akhir bulan atau akhir tahun. Bagian aktiva dalam neraca biasanya disusun berdasarkan urutan cepat lambatnya aktiva


(28)

tersebut dikonversikan kedalam kas atau digunakan dalam operasi. Pada bagian kewajiban, utang usaha kepada pihak luar (kreditor) yang biasanya diidentifikasi dalam neraca sebagai jumlah jumlah terutang. Ekuitas atau modal adalah hak pemilik terhadap aktiva bisnis, yang disajikan di neraca di bawah bagian kewajiban dimana ekuitas pemilik dijumlahkan dengan total kewajiban sama dengan total aktiva.

d. Laporan Arus Kas

Laporan arus kas merupakan suatau ikhtisar penerimaan kas dan pembayaran kas selama periode waktu tertentu. Laporan arus kas terdiri dari tiga bagian yaitu aktivitas operasi, aktivitas investasi, aktivitas pendanaan.

e. Catatan atas Laporan Keuangan

Catatan atas laporan keuangan merupakan catatan-catatan sistematis yang berisi penjelasan dari bagian-bagian dalam laporan keuangan yang disajikan. Catatan atas laporan keuangan mengungkapkan (IAI,2004):

a) Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi yang dipilih dan diterapkan terhadap peristiwa dan transaksi yang penting,

b) Informasi yang diwajibkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan tetapi tidak disajikan di neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas,

c) Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan tetapi diperlukan alam rangka penyajian secara wajar.


(29)

4. Analisis Laporan Keuangan

Laporan keuangan menjadi penting karena memberikan input yaitu informasi yang bisa dipakai untuk pengambilan keputusan. Laporan keuangan akan memberikan informasi mengenai profitabilitas, risiko, timing aliran kas, yang kesemuanya akan mempengaruhi harapan pihak-pihak yang berkepentingan. Analisis laporan keuangan adalah suatu proses penguraian pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil sehingga dapat dipahami dengan tujuan mengetahui kondisi keuangan dalam proses pengambilan keputusan.

Analisis laporan keuangan sangat membantu manajemen dalam menilai kinerja perusahaannya sehingga dapat mengambil keputusan lebih lanjut baik itu dalam hal investasi, ekspansi, ataupun pendanaan perusahaan. Di lain pihak analisis laporan keuangan juga membantu investor yang ingin menanamkan dananya ke dalam perusahaan. Dalam analisis laporan keuangan, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Dalam analisis, analis juga harus mengidentifikasi adanya trend-trend tertentu dalam laporan keuangan.

2. Angka-angka yang berdiri sendiri sulit dikatakan baik tidaknya. Untuk itu diperlukan pembanding yang bisa dipakai untuk melihat baik tidaknya angka yang dicapai oleh perusahaan. Rata-rata industri bisa dan biasa dipakai sebagai pembanding. Tetapi rata-rata industri tetap bisa dipakai untuk perbandingan. Alternatif lain apabila rata-rata industri tidak ada adalah dengan membandingkan perusahaan dengan perusahaan lain yang sejenis. Perusahaan


(30)

yang menjadi pembanding bisa jadi perusahaan yang menjadi leader dalam industri.

3. Informasi tambahan di luar laporan keuangan diperlukan untuk memberikan analisis yang lebih tajam lagi. Untuk memudahkan pembacaan data-data keuangan untuk beberapa periode (untuk mencari trend-trend tertentu) dapat menggunakan: anilisis common-size dengan jalan menghitung tiap-tiap rekening dalam laporan laba-rugi dan neraca, serta dapat menggunakan analisis rasio.

Tujuan analisis laporan keuangan menurut Prastowo dan Juliaty (2002:53) antara lain :

1. sebagai alat screening awal dalam memilih alternatif investasi atau merger, 2. sebagai alat forecasting mengenai kondisi dan kinerja keuangan dimasa datang, 3. sebagai proses diagnosis terhadap masalah-masalah manajemen, operasi atau

masalah lainnya,

4. sebagai alat evaluasi terhadap manajemen.

Ada beberapa jenis analisa yang dapat digunakan dalam melakukan analisa terhadap sebuah laporan keuangan, (Supardi dan Mastuti, 2003; 78) yaitu:

1. Analisa Internal

Analisa internal merupakan analisa yang dilakukan oleh pihak manajemen dalam rangka mengukur efisiensi usaha dan menjelaskan perubahan yang terjadi dalam kondisi keuangan perusahaan. Selain menghasilkan laporan yang biasa diumumkan pada pihak di luar perusahaan, analisa ini juga menghasilkan


(31)

laporan yang tidak untuk diumumkan atau dipublikasikan tetapi hanya dipakai untuk maksud-maksud internal saja.

2. Analisa Eksternal

Analisa eksternal merupakan analisa yang dilakukan oleh pihakpihak di luar manajemen perusahaan misalnya bank, calon pemegang saham, dan calon kreditur lain yang mana dalam melakukan analisa mereka tidak bisa memperoleh data secara terperinci, hanya informasi yang sifatnya diterbitkan untuk umum. Analisa ini juga ditujukan guna menilai kinerja perusahaan yang bersangkutan, sebelum pihak eksternal melakukan kerjasama finansial dengan perusahaan tersebut.

3. Analisa Horizontal (Analisa Dinamis)

Analisa horizontal merupakan analisa perkembangan data keuangan dan data operasi perusahaan dari tahun ke tahun atau dengan kata lain mengadakan pembandingan laporan keuangan untuk beberapa periode waktu tertentu dengan menetapkan salah satu periode sebagai periode dasar pembanding. Dari analisa ini akan dapat terlihat perkembangan maupun penurunan operasional perusahaan.

4. Analisa Vertikal (Analisa Statis)

Analisa vertikal merupakan analisa laporan keuangan yang terbatas pada satu periode akuntansi saja, sehingga hanya membandingkan antara pos yang satu dengan pos yang lainnya dalam laporan keuangan tersebut untuk mengetahui keadaan keuangan atau hasil usaha pada periode itu saja”.


(32)

Wild, et al dalam Purwanti (2005:23) menyebutkan bahwa analisis rasio (ratio analysis) merupakan suatu alat analisis keuangan yang sangat populer dan banyak digunakan. Namun perannya sering disalah pahami dan sebagai konsekuensinya, kepentingan sering dilebih – lebihkan.

Haruslah ingat bahwa rasio merupakan alat untuk menyatakan pandangan terhadap kondisi yang mendasari, dalam hal ini adalah kondisi finansial perusahaan. Rasio merupakan titik awal, bukan titik akhir. Rasio yang diinterpretasikan dengan tepat mengidentifikasikan area yang memerlukan investigasi lebih lanjut. Analisis rasio dapat mengungkapkan hubungan penting dan menjadi dasar perbandingan dalam menemukan kondisi dan tren yang sulit untuk dideteksi dengan mempelajari masing-masing komponen yang membentuk rasio.

5. Analisis Rasio Keuangan

Dalam mengadakan interpretasi dan analisa laporan keuangan suatu perusahaan, seorang penganalisa memerlukan adanya ukuran atau “yard-stick” tertentu. Ukuran yang sering digunakan dalam analisis keuangan adalah “rasio”. Pengertian rasio itu sebenarnya hanyalah alat yang dinyatakan dalam “arithmatical terms” yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua macam data keuangan.

Menurut Munawir (2002:64):

Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisa berupa rasio akan dapat memberikan gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan tentang posisi keuangan suatu


(33)

perusahaan terutama apabila dibandingkan dengan angka rasio pembanding yang digunakan sebagai standar.

Menurut Riyanto (2001:329) penganalisa keuangan dalam mengadakan analisa rasio keuangan pada dasarnya dapat melakukan dua macam cara pembandingan yaitu:

1. Membandingkan rasio sekarang (present ratio) dengan rasio-rasio dari waktu-waktu yang lalu (ratio historis) atau dengan rasio-rasio yang diperkirakan untuk waktu-waktu yang akan datang dari perusahaan yang sama.

2. Membandingkan rasio-rasio dari suatu perusahaan (rasio perusahaan/company ratio) dengan rasio-rasio semacam dari perusahaan lain yang sejenis atau industri (rasio industri/ rasio rata-rata/ rasio standard) untuk waktu yang sama.

Pada dasarnya jumlah angka rasio banyak sekali karena rasio dapat dibuat menurut kebutuhan penganalisa. Menurut Riyanto (2001:330) angka rasio digolongkan berdasarkan sumber datanya sebagai berikut:

1. Rasio neraca (balance sheet ratios) yaitu semua rasio yang datanya diambil atau bersumber pada neraca, misalnya current ratio, acid test ratio, cash ratio, dan sebagainya.

2. Rasio laporan laba rugi (income statement ratios) yaitu semua rasio yang datanya diambil atau bersumber dari laporan laba rugi misalnya groos profit margin, net operating margin, operating ratio dan sebagainya.

3. Rasio antar laporan (interestatement ratios) yaitu semua rasio yang datanya diambil atau bersumber dari neraca dan data lainnya dari laporan laba rugi, misalnya tingkat perputaran persediaan (inventory turnover), tingkat perputaran piutang (accounting receivable turnover), assets turnover dan sebagainya.


(34)

Menurut Riyanto (2001:331) penggolongan rasio keuangan adalah sebagai berikut:

1. Rasio likuiditas adalah rasio yang dimaksudkan untuk mengukur likuiditas perusahaan misalnya current ratio, acid test ratio, cash ratio, working capital to total asset ratio.

2. Rasio laverage adalah rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur sampai seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan utang, misalnya total debt to total asset ratio, total debt to total capital asset, long debt to equity ratio, tangible asset debt coverage, time interest earned ratio.

3. Rasio aktivitas adalah rasio-rasio yang digunakan untuk mengukur sampai seberapa besar efektivitas perusahaan dalam mengerjakan sumber-sumber dayanya, misalnya total asset turnover, receivable turnover, average collection period, inventory turnover, average days inventory, working capital turnover.

Dalam menganalisa dan menilai posisi keuangan dan potensi atau kemajuan-kemajuan perusahaan, faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian adalah:

a. Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih.


(35)

Yang termasuk dalam rasio likuiditas yaitu:

1. Rasio lancar (current ratio) digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi hutang jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar( kewajiban Lancar).

Rasio Lancar =

2. Rasio cepat (quick ratio) digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi hutang jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya yang likuid, yaitu aktiva lancar diluar persediaan.

Rasio Cepat =

3. Rasio modal kerja terhadap total aktiva (working capital to total assets ratio) menunjukkan potensi cadangan kas yang ada akibat selisih yang terjadi antara aktiva lancar dengan hutang lancar (kewajiban lancar).

Rasio Modal Kerja terhadap Total Aktiva =

b. Rasio Aktivitas

Rasio aktivitas digunakan untuk mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan sumber daya yang dimiliki, atau dengan kata lain sejauh mana efektifitas penggunaan asset dengan melihat tingkat aktivitas asset. Yang termasuk dalam rasio aktivitas diantaranya:

1. Rasio periode pengumpulan piutang digunakan untuk mengetahui berapa lama


(36)

Rasio Periode Pengumpulan Piutang =

2. Rasio tingkat perputaran piutang digunakan untuk mengukur berapa kali tingkat

perputaran piutang dalam satu tahunnya. Rasio Tingkat Perputaran Piutang =

3. Rasio tingkat perputaran persediaan menunjukkan tingkat efektifitas manajemen persediaan, yaitu menunjukkan lamanya dana tertanam dalam persediaan.

Rasio Tingkat Perputaran Persediaan =

4. Rasio tingkat perputaran aktiva tetap menunjukkan sejauh mana efektifitas perusahaan menggunakan aktiva tetapnya. Semakin tinggi rasio berarti semakin efektif penggunaan aktiva tetapnya.

Rasio Tingkat Perputaran Aktiva Tetap =

c. Rasio Laverage atau Solvabilitas

Rasio laverage atau solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kawajiban-kewajiban jangka panjangnya. Yang termasuk dalam rasio laverage atau solvabilitas diantaranya:

1. Rasio Hutang (debt ratio) mengukur sejauhmana kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka panjangnya.


(37)

2. Rasio kewajiban terhadap modal (debt to equity ratio) menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua total kewajibannya dengan menggunakan modal sendiri.

Rasio Kewajiban terhadap Modal =

3. Time interest earned ratio mengukur kemampuan perusahaan membayar bunga hutang dengan laba sebelum bunga dan pajak atau dengan kata lain seberapa besar laba sebelum bunga dan pajak yang tersedia untuk menutup beban bunga.

Time Interest Earned Ratio =

4. Rasio kewajiban lancar terhadap total aktiva mengukur berapa besar total aktiva perusahaan yang dibiayai dengan kewajiban lancar.

Rasio Kewajiban Lancar Terhadap Total Aktiva =

5. Rasio kewajiban tidak lancar terhadap total aktiva mengukur berapa besar total aktiva perusahaan yang dibiayai dengan kewajiban bukan lancar.

Rasio Kewajiban Tidak Lancar Terhadap Total Aktiva =

d. Rasio Rentabilitas atau Profitabilitas

Rasio rentabilitas atau profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Menurut Riyanto, (2001:332) yang termasuk dalam rasio rentabilitas atau profitabilitas diantaranya:


(38)

1. Marjin laba kotor mencerminkan mark-up terhadap harga pokok penjualan selain mencerminkan kemampuan manajemen untuk meminimalisasi harga pokok penjualan dalam hubungannya dengan penjualan yang dilakukan perusahaan.

Marjin Laba Kotor =

2. Marjin laba usaha mencerminkan kemampuan manajemen untuk menghasilkan laba setelah beban operasi atau usaha dan harga pokok penjualan dalam hubungannya dengan penjualan yang dilakukan.

Marjin Laba Usaha =

3. Marjin laba bersih mencerminkan kemampuan manajemen untuk menghasilkan laba setelah harga pokok penjualan, beban operasi atau usaha, beban lain-lainnya dan pajak dalam hubungannya dengan penjualan.

Marjin Laba Bersih =

4. Return On Investment (ROI) mencerminkan kemampuan manajemen dalam mengatur aktiva-aktivanya seoptimal mungkin sehingga dicapai laba bersih yang diinginkan.

ROI =

5. ROA (Return on Assets) =


(39)

e. Rasio Pasar

Rasio ini melihat perkembangan nilai perusahaan relatif terhadap nilai buku perusahaan.

6. Keterbatasan Analisis Rasio Keuangan

Meskipun analisis rasio keuangan sangat bermanfaat, tetapi ada beberapa keterbatasan yang perlu diperhatikan menurut Weston dan Copeland dalam Deviasri (2008:19), antara lain:

1. Rasio keuangan disusun dari data laporan keuangan dan data tersebut dipengaruhi oleh cara penafsiran yang berbeda dan bahkan bias merupakan hasil manipulasi. Hal ini terkait dengan perilaku manajemen yang mungkin melakukan window dressing (suatu teknik untuk mempercantik laporan keuangan) agar laporan keuangan telihat lebih baik bagi pihak-pihak yang berkepentingan atas laporan keuangan perusahaan tersebut.

2. Rasio keuangan tidak selalu menggambarkan kondisi perusahaan yang sesungguhnya, khususnya cash inflow dan cash flow.

3. Metode analisis rasio keuangan bersifat suatu penyimpangan, yaitu setiap rasio diuji secara terpisah sehingga tidak dapat menggambarkan secara keseluruhan.

7. Analisis Potensi Kebangkrutan

Bangkrut adalah keadaan atau situasi di mana perusahaan mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau melanjukan usahanya. Kebangkrutan akan cepat terjadi pada perusahaan yang berada di


(40)

negara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi, karena kesulitan ekonomi akan memicu semakin cepatnya kebangkrutan perusahaan yang mungkin tadinya sudah sakit kemudian tambah sakit dan bangkrut. Selain kesulitan ekonomi, pemacu kebangkrutan dapat berasal dari adanya permasalahan yang timbul yang mempengaruhi operasi utama dari perusahaan seperti kekurangan bahan baku. Pada umumnya, jauh sebelum perusahaan mengalami kebangkrutan, tanda-tanda awal yang menunjuk ke arah kecenderungan yang kurang menguntungkan akan muncul. Akan tetapi, seringkali manajemen menganggap bahwa tanda-tanda yang menunjukkan ketidaksehatan perusahaan merupakan gejala sementara yang diperkirakan akan hilang dengan sendirinya tanpa perlu ada intervensi manajemen. Anggapan ini mengakibatkan pihak manajemen terlambat melakukan tindakan antisipasi proses perbaikan terhadap kinerja perusahaan.

Kebangkrutan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: 1. Sistem perekonomian

Di dalam system perekonomian dimana roda perekonomian lebih banyak dikendalikan oleh persaingan bebas, sehingga untuk perusahaan yang tidak mempunyai kemampuan menghadapi persaingan akan lebih cepat menghadapi kebangkrutan.

2. Faktor-faktor ekstern perusahaan

Kecelakaan dan bencana alam yang sewaktu-waktu menimpa perusahaan misalnya, merupakan contoh yang barangkali pernah atau bahkan sering memaksa perusahaan untuk menutup atau menghentikan usahanya secara permanen.


(41)

3. Faktor-faktor intern perusahaan.

Faktor intern biasanya merupakan hasil dari keputusan dan kebijaksanaan yang tidak tepat di masa yang lalu dan kegagalan manajemen untuk berbuat sesuatu pada saat yang diperlukan. Berbagai faktor internal tersebut adalah terlalu besarnya pinjaman/kredit yang diberikan kepada debitur, manajemen yang tidak efisien, kekurangan modal, penyalahgunaan wewenang dan kecurangan-kecurangan.

Kebangkrutan tidaklah terjadi secara tiba-tiba namun dapat diramalkan sebelumnya. Sebelum perusahaan dinyatakan bangkrut, biasanya ditandai oleh berbagai situasi atau keadaan khususnya berhubungan dengan efektivitas dan efisiensi operasinya, seperti volume penjualan yang relative rendah atau adanya trend penjualan yang menurun, cash flow yang negative, kerugian yang terus- menerus,dan hutang yang semakin membengkak.

Tahap permulaan perusahaan yang akan mengalami kebangkrutan ditandai oleh adanya satu atau lebih keadaan operasi dan finansial perusahaan yang tidak menggembirakan, misalnya (Harnanto, 1986):

1. Penurunan volume penjualan.

2. Kenaikan biaya-biaya komersial dan financial 3. Ketidakefisienan produksi

4. Tingkat persaingan yang semakin ketat 5. Kegagalan dalam melaksanakan ekspansi

Keadaan-keadaan di atas selalu diikuti dengan kesulitan likuiditas, dimana perusahaan tidak mampu untuk membayar hutang-hutang jangka pendek dan


(42)

biaya operasinya. Jika kesulitan likuiditas tidak segera diatasi, maka hal tersebut akan mengancam solvabilitas yang berdampak pada kebangkrutan perusahaan.

8. Prediksi Kebangkrutan dengan Metode Altman

Altman (1968) merumuskan formula Z-Score yang secara umum dapat untuk mengukur kesehatan keuangan suatu perusahaan. Pengukuran rasio Altman bertujuan untuk mengetahui potensi kebangkrutan dengan menggunakan perhitungan Z-Score. Nilai Z-Score akan menjelaskan kondisi keuangan perusahaan manufaktur yang dibagi dalam beberapa tingkatan, yaitu :

1. Untuk nilai Z-Score lebih kecil atau sama dengan 1,88 (Z-Score ≤1,88), berarti perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan resiko tinggi.

2. Apabila diperoleh nilai Z-Score antara 1,88 sampai 2,99 (1,88 < Z-Score 2,99), maka perusahaan dianggap berada pada daerah abu-abu (grey area). Pada kondisi ini perusahaan mengalami masalah keuangan yang harus ditangani dengan penanganan manajemen yang tepat. Pada grey area ini ada kemungkinan perusahaan mengalami kebangkrutan dan mungkin pula tidak. 3. Untuk nilai Z-Score lebih besar dari 2,99 (Z-Score > 2,99) memberikan

penilaian bahwa perusahaan berada dalam keadaan yang sangat sehat sehingga kemungkinan kebangkrutan sangat kecil.

Pengukurannya antara lain :

Prediksi kebangkrutan yang diformulasikan Altman dalam bentuk persamaan Z-Score:


(43)

Rasio-rasio yang ada dalam formula tersebut, terdiri dari : 1. Working Capital / Total Assets (X1)

Merupakan rasio yang mendeteksi likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja, dimana modal kerja (Working Capital) diperoleh dari selisih antara aktiva lancar dengan utang lancar.

2. Retairned Earnings / Total Assets (X2)

Merupakan rasio untuk mengukur besarnya kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan keuntungan, ditinjau dari kemampuan perusahaan yang bersangkutan dalam memperoleh laba.

3. Earning Before Interest and Taxes / Total Assets (X3)

Merupakan rasio yang mengukur kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi semua investor.

4. Market Value of Equity / Book Value of Total Liabilities (X4)

Merupakan rasio aktivitas yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memberikan jaminan kepada setiap utangnya melalui modal sendiri.

5. Sales / Total Assets (X5)

Merupakan rasio aktivitas juga yang mendeteksi kemampuan dana perusahaan yang tertanam dalam keseluruhan aktiva berputar dalam satu periode tertentu. Rasio ini dapat pula digunakan untuk mengukur 25 kemampuan modal yang diinvestasikan oleh perusahaan untuk menghasilkan revenue.


(44)

Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya masalah pada aktivitas perusahaan yang kemudian akan berpengaruh pada rasio-rasio tersebut di atas adalah rendahnya pangsa pasar produk kunci, berpindahnya penguasaan pasar kepada para pesaing, kecilnya modal kerja, rendahnya perputaran persediaan, kepercayaan konsumen yang rendah, dan beberapa indikator lainnya.

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian terdahulu mengenai analisis kebangkrutan perusahaan dengan menggunakan metode Altman Z-Score yaitu:

Tabel 2.1

Hasil Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti dan Tahun Penelitian Judul Penelitian Variabel Penelitian dan Tahun penelitian Hasil Penelitian

1. Rodliyah (2003)

Penerapan analisis diskriminan altman untuk memprediksi tingkat kebangkrutan (studi kasus pada perusahaan tekstil dan produk tekstil yang tercatat di BEJ)

Analisis diskriminan Altman. Kebangkrutan disebabkan kecilnya rasio likuiditas perusahaan (Working Capital to Total Assets) 2. Ngabito

(2006)

Penerapan model Altman Z-Score pada BUMN di Indonesia Variabel independen: Analisis diskriminan Altman Variabel dependen: kebangkrutan perusahaan. Dengan menggunakan persamaan model Altman Z-Score, dapat menilai dan menentukan kebangkrutan pada suatu BUMN.


(45)

3. Almilia dan Kristijadi (2003) Analisis rasio keuangan untuk memprediksi kondisi Financial Distress perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Variabel independen: profit margin, likuiditas, efisiensi operasi, profitabilitas, financial leverage, posisi kas dan pertumbuhan (1998-1999) Variabel dependen: Financial Distress. Profit margin, likuiditas, financial leverage merupakan rasio keuangan yang paling dominan dalam menentukan financial distress suatu perusahaan.

C. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Kerangka konseptual akan menghubungkan secara teoritis antara varibel-variabel penelitian yaitu varibel bebas dengan variabel terikat. Pengukuran rasio Altman bertujuan untuk mengetahui potensi kebangkrutan menggunakan perhitungan Z-Score. Nilai Z-Score akan menjelaskan kondisi keuangan perusahaan manufaktur yang dibagi dalam beberapa tingkatan. Metode Altman Z-Score memiliki rasio yang terdiri dari: working capital / total assets, retairned earnings / total assets, earning before interest and taxes / total assets, market value of equity / book value of total liabilities, sales / total assets.

Bangkrut adalah keadaan atau situasi dimana perusahaan mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau melanjukan usahanya. Pemicu kebangkrutan dapat berasal dari adanya permasalahan yang mempengaruhi operasi utama dari perusahaan seperti kekurangan bahan baku.


(46)

Kebangkrutan tidaklah terjadi secara tiba-tiba dan dapat diramalkan sebelumnya. Sebelum perusahaan dinyatakan bangkrut, biasanya ditandai oleh berbagai situasi atau keadaan khususnya berhubungan dengan efektivitas dan efisiensi operasinya, seperti volume penjualan yang relative rendah atau adanya trend penjualan yang menurun, cash flow yang negative, kerugian yang terus- menerus,dan hutang yang semakin membengkak.

Berdasarkan uraian di atas maka kerangka konseptual penelitian ini dapat dilihat pada skema gambar di bawah ini :

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

A. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara yang harus diuji kebenarannya atas suatu penelitian yang dilakukan agar dapat mempermudah dalam menganalisis.


(47)

Berdasarkan tinjauan teoritis, rumusan masalah dan tinjauan penelitian terdahulu yang telah dikemukakan di awal maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

Rasio keuangan (working capital / total assets, retairned earnings / total assets, earning before interest and taxes / total assets, market value of equity / book value of total liabilities, sales / total assets) mampu untuk memprediksi kebangkrutan ( financial distress) pada perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain kausal. Menurut Sugiyono (2007:30) desain kausal adalah penelitian yang bertujuan menganalisis hubungan sebab akibat antara variabel independen (variabel yang mempengaruhi) dan variabel dependen (variabel yang dipengaruhi). Penelitian ini menguji kemampuan rasio keuangan dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007:72). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan farmasi yang terdaftar di BEI yang hanya terdiri dari 9 perusahaan.

Sampel adalah bagian dari populasi yang digunakan untuk memperkirakan karakteristik populasi. Oleh sebab itu, sampel yang diambil dari populasi harus benar-benar representatif atau mewakili. Jika sample kurang representative maka mengakibatkan nilai yang dihitung dari sampel tidak cukup tepat untuk menduga nilai populasi sesungguhnya (Erlina dan Sri Mulyani, 2007:74).

Teknik pengambilan sampel yaitu menggunakan teknik Purposive Sampling. Pengambilan sampel bertujuan (purposive sampling) dilakukan dengan


(49)

mengambil sampel dari populasi berdasarkan suatu kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan dapat berdasarkan pertimbangan (judgement) tertentu atau jatah (quota) tertentu (Jogiyanto, 2004:79). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria sebagai berikut :

1. Perusahaan manufaktur di bidang industri farmasi yang terdaftar di BEI pada tahun 2005-2008,

2. Perusahaan tersebut tidak keluar (didelisting) dari BEI selama tahun 2005-2008,

3. Perusahaan memiliki laporan keuangan yang lengkap dan audited selama tahun 2005-2008.

Berdasarkan karateristik penarikan sampel di atas, maka diperoleh sampel penelitian sebanyak 9 perusahaan dan diamati selama periode 4 tahun yang termasuk sebagai data pooling.

C. Jenis Data

Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif dan merupakan data sekunder yang informasinya diperoleh secara tidak langsung dari perusahaan. Data sekunder ini diperoleh dalam bentuk dokumentasi laporan keuangan yang rutin diterbitkan setiap tahun oleh pihak-pihak yang berkompeten yang terdapat di dalam Indonesian Capital Market Directory (ICMD) 2009 dan www.idx.co.id.


(50)

D. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data eksternal. Pengumpulan data dilakukan dengan mendownload dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) 2009 dan www.idx.co.id untuk memperoleh data mengenai laporan keuangan yang dibutuhkan dalam penelitian.

E. Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional memberikan pengertian terhadap konstruk atau memberikan variabel dengan menspesifikasikan kegiatan atau tindakan yang diperlukan peneliti untuk mengukur. Dilihat dari sudut pandang hubungannya variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen dan variabel dependen.

1. Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono,2008:3). Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Rasio Modal Kerja Terhadap Total Harta (Working Capital / Total Assets (X1))

Merupakan rasio yang mendeteksi likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja. Dimana modal kerja (Working Capital) diperoleh dari selisih antara aktva lancar dengan utang lancar. Indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya masalah pada tingkat likuiditas perusahaan adalah indikator-indikator internal, seperti


(51)

kekurangan kas, besarnya utang dagang, utilisasi modal (harta kekayaan), tingginya hutang yang tidak terkendali dan beberapa indikator lainnya.

X1=

b. Rasio Laba yang Ditahan Terhadap Total Harta (Retairned Earnings / Total Assets (X2))

Merupakan rasio untuk mengukur besarnya kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan keuntungan, ditinjau dari kemampuan perusahaan yang bersangkutan dalam memperoleh laba.

X2=

c. Rasio Pendapatan Sebelum Pajak dan Bunga Terhadap Total Harta (Earning Before Interest and Taxes / Total Assets (X3))

Merupakan rasio yang mengukur kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi semua investor. Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya masalah adanya masalah pada kemampuan profitabilitas perusahaan diantaranya adalah tingginya piutang dagang, tingkat penjualan yang rendah, besarnya persediaan, rendahnya perputaran piutang, kecilnya kredibilitas perusahaan, serta kesediaan member kredit pada konsumen yang tidak dapat membayar tepat pada waktunya.


(52)

X4 =

X3=

d. Rasio Nilai Pasar Ekuitas Terhadap Nilai Buku dari Hutang (Market Value of Equity / Book Value of Total Liabilities (X4))

Merupakan rasio aktivitas yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memberikan jaminan kepada setiap utangnya melalui modal sendiri.

e. Rasio Penjualan Terhadap Total Harta (Sales / Total Assets (X5))

Merupakan rasio aktivitas juga yang mendeteksi kemampuan dana perusahaan yang tertanam dalam keseluruhan aktiva berputar dalam satu periode tertentu. Rasio ini dapat pula digunakan untuk mengukur kemampuan modal yang diinvestasikan oleh perusahaan untuk menghasilkan revenue.

X5=

2. Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat adanya variabel bebas (Sugiyono, 2008:3). Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kebangkrutan (financial distress). Kebangkrutan suatu perusahaan dapat dilihat dan diukur melalui laporan keuangannya dimana perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi


(53)

kewajiban – kewajibannya karena kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya. Pengukuran tersebut dilakukan dengan cara menganalisis laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan yang bersangkutan.

F. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan bersifat kuantitatif yaitu analisis statistika yang diterapkan dengan menggunakan data dua sampai lima tahun sebelum perusahaan tersebut bangkrut. Analisis statitika ini menunjukkan bahwa semua rasio yang diamati mempunyai X1 sampai X5 yang condong memperburuk dengan semakin mendekati kebangkrutan, dengan perubahan yang paling buruk pada rasio tersebut terjadi antara tahun ketiga dan tahun kedua sebelum kebangkrutan terjadi.

Sebelum pengujian hipotesis terlebih dahulu diuji apakah model tersebut memenuhi asumsi klasik yang meliputi 1)uji normalitas, 2)uji multikolinoeritas, atau tidak. Sebab menurut Nachrowi dan Usman (2002:131) parameter yang diestimasi pada saat terjadi kolinieritas menjadi tidak reliable. Model yang mengandung kolinieritas masih bermanfaat, jika model yang terestimasi hanya digunakan untuk membuat suatu ramalan (prediksi) saja, sebab untuk keperluan meramal, yang penting adalah menganalisis keseluruhan model dan tidak individual parameter.


(54)

a. Analisis Z-Score Altman

Analisis Z-Score Altman dilakukan dgn cara :

Z-Score = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,998X5 Keterangan:

X1= Working Capital /Total Assets X2= Retairned Earnings / Total Assets

X3= Earning Before Interest and Taxes / Total Asset

X4= Market Value of Equity / Book Value of Total Liabilities X5= Sales / Total Assets

b. Pengujian Hipotesis 1. Uji-f

Uji-f digunakan untuk menguji apakah variabel independen secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap variabel dependen. Jika f hitung > f tabel maka hipotesis diterima berarti variabel independen secara bersama-sama mempunyai hubungan dan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Sebaliknya jika f hitung < f tabel maka hipotesis ditolak berarti variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.

2. Uji Validasi

Fungsi dari validasi Z-Score atau hit ratio adalah mengetahui kemampuan persamaan Z-Score yang telah diperoleh, untuk mampu mengklasifikasikan masing-masing anggota populasi. Jika jumlah anggota antar populasi adalah sama, maka validasi Z-Score dihitung berdasarkan 1 dibagi jumlah kelompok.


(55)

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Data Penelitian

Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2005 sampai 2008. Perusahaan yang dijadikan sampel berjumlah 9 perusahaan. Sampel sebanyak 9 perusahaan tersebut terlebih dahulu dihitung nilai Z-Score Altman masing-masing dengan rumus:

Z = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,998X5 Dimana: X1 : Working Capital / Total Assets

X2 : Retairned Earnings / Total Assets

X3 : Earning Before Interest and Taxes / Total Assets

X4 : Market Value of Equity / Book Value of Total Liabilities X5 : Sales / Total Assets

Dari nilai Z-Score yang didapat sampel perusahaan kemudian dikelompokkan ke kategori financial distress, gray area atau non financial distress, dengan interval:

a. Z-Score ≤1,88, perusahaan dikategorikan bangkrut

b. Z-Score 1,88 – 2,99, perusahaan dikategorikan rawan bangkrut c. Z-Score >2,99, perusahaan dikategorikan tidak bangkrut

Tabel 4.1 di bawah memuat nilai Z-Score yang dimiliki masing-masing perusahaan.


(56)

Tabel 4.1 Nilai Z-Score Sampel

No Nama Perusahaan Tahun Z-Score Prediksi

1 PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk 2005 3,108 Tidak bangkrut 2006 3,183 Tidak bangkrut 2007 3,853 Tidak bangkrut 2008 3,668 Tidak bangkrut 2. PT. Indofarma (Persero) Tbk 2005 1,854 Bangkrut

2006 2,026 Rawan bangkrut

2007 1,570 Bangkrut

2008 1,830 Bangkrut

3. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 2005 3,227 Tidak bangkrut 2006 3,243 Tidak bangkrut 2007 3,110 Tidak bangkrut 2008 3,326 Tidak bangkrut

4. PT. Kalbe Farma Tbk 2005 3,085 Tidak bangkrut

2006 4,074 Tidak bangkrut 2007 4,222 Tidak bangkrut 2008 3,968 Tidak bangkrut

5. PT. Merck Tbk 2005 5,912 Tidak bangkrut

2006 6,291 Tidak bangkrut 2007 6,259 Tidak bangkrut 2008 6,906 Tidak bangkrut 6. PT. Schering-Plough Indonesia Tbk 2005 1,615 Bangkrut

2006 0,945 Bangkrut

2007 1,311 Bangkrut

2008 1,196 Bangkrut

7. PT. Pyridam Farma Tbk 2005 2,770 Rawan bangkrut 2006 2,550 Rawan bangkrut 2007 2,174 Rawan bangkrut 2008 2,549 Rawan bangkrut 8. PT. Bristol-Myers Squibb

Indonesia Tbk

2005 2,305 Rawan bangkrut 2006 3,306 Tidak bangkrut 2007 3,748 Tidak bangkrut 2008 4,531 Tidak bangkrut 9. PT. Tempo Scan Pacific Tbk 2005 4,023 Tidak bangkrut 2006 4,246 Tidak bangkrut 2007 4,032 Tidak bangkrut 2008 4,021 Tidak bangkrut Sumber : Diolah penulis, 2010


(57)

Pengkategorian perusahaan menurut nilai Z-Score : Tabel 4.2

Pengkategorian Perusahaan

No. Kategori Jumlah Perusahaan

1. Bangkrut (Z-Score ≤1,88) 7

2. Rawan bangkrut (Z-Score 1,88 – 2,99) 6

3. Tidak bangkrut (Z-Score > 2,99) 23

Sumber : Diolah penulis, 2010

B. Analisis dan Hasil Penelitian 1. Statistik Deksriptif

Statistik deskriptif ini memberikan gambaran mengenai nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata serta standar deviasi data yang digunakan dalam penelitian.

Tabel 4.3

Statistik Deskriptif

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

X1 36 -.323 .738 .34694 .264938

X2 36 -.231 .766 .26569 .279261

X3 36 -.007 .470 .16828 .148912

X4 36 -.014 6.856 2.61578 1.710031

X5 36 .518 1.871 1.28619 .326131

Valid N (listwise) 36

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS, 2010

Berdasarkan data dari tabel 4.3 diatas dapat dijelaskan bahwa :

a) Variabel X1 (Working Capital / Total Assets) memiliki sampel (N) sebanyak 36, dengan nilai minimum (terkecil) −0,323, nilai maksimum (terbesar) 0,738 dan mean (nilai rata-rata) 0,34694. Standar Deviation (simpangan baku) variabel ini adalah 0,264938.


(58)

b) Variabel X2 (Retained Earning / Total Assets) memiliki sampel (N) sebanyak 36, dengan nilai minimum (terkecil) −0,231, nilai maksimum (terbesar) 0,766 dan mean (nilai rata-rata) 0,26569. Standar Deviation (simpangan baku) variabel ini adalah 0,27926.

c) Variabel X3 (Earning Before Income Tax / Total Assets) memiliki sampel (N) sebanyak 36, dengan nilai minimum (terkecil) −0,07, nilai maksimum (terbesar) 0,470 dan mean (nilai rata-rata) 0,16828. Standar Deviation (simpangan baku) variabel ini adalah 0,148912.

d) Variabel X4 (Market Value of Equity / Book Value of Total Liabilities) memiliki sampel (N) sebanyak 36, dengan nilai minimum (terkecil) −0,014, nilai maksimum (terbesar) 6,856 dan mean (nilai rata-rata) 2,61578. Standar Deviation (simpangan baku) variabel ini adalah 1,710031.

e) Variabel X5 (Sales / Total Sales) memiliki sampel (N) sebanyak 36, dengan nilai minimum (terkecil) 0,518, nilai maksimum (terbesar) 1,871 dan mean (nilai rata-rata) 1,28619. Standar Deviation (simpangan baku) variabel ini adalah 0,326131.

f) Jumlah sampel yang ada sebanyak 36.

2. Pengujian Asumsi Klasik a. Uji Normalitas

Syarat data yang layak untuk diuji adalah data tersebut harus terdistribusi secara normal. Uji ini digunakan untuk menguji apakah


(59)

dalam sebuah model regresi, variabel independen, variabel dependen, ataupun keduanya memiliki distribusi normal atau tidak. Uji data statistik dengan model Kolmogorov-Smirnov dilakukan untuk mengetahui apakah data sudah terdistribusi secara normal atau tidak. Ghozali (2005:115), memberikan pedoman pengambilan keputusan rentang data mendekati atau merupakan distribusi normal berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov yang dapat dilihat dari:

a) nilai sig. atau signifikan atau probabilitas <0,05, maka distribusi data adalah tidak normal,

b) nilai sig. atau signifikan atau probabilitas >0,05, maka distribusi data adalah normal.

Hasil uji normalitas dengan menggunakan model Kolmogorov-Smirnov adalah seperti yang ditampilkan berikut ini :

Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

X1 X2 X3 X4 X5

N 36 36 36 36 36

Normal Parametersa

Mean .34694 .26569 .16828 2.61578 1.28619 Std. Deviation .264938 .279261 .148912 1.710031E0 .326131 Most Extreme

Differences

Absolute .141 .146 .162 .086 .092 Positive .100 .146 .162 .086 .092 Negative -.141 -.139 -.120 -.062 -.092 Kolmogorov-Smirnov Z .844 .878 .972 .516 .551 Asymp. Sig. (2-tailed) .475 .424 .301 .953 .922 a. Test distribution is Normal.


(60)

Berdasarkan hasil uji statistik dengan model Kolmogorov-Smirnov seperti yang terdapat dalam tabel 4.4 dapat dilihat nilai Asymp.Sig.(2-tailed) Kolmogorov-Smirnov variabel X1 (Working Capital / Total Assets), X2 (Retairned Earnings / Total Assets), X3 (Earning Before Interest and Taxes / Total Assets), X4 (Market Value of Equity / Book Value of Total Liabilities) dan X5 (Sales / Total Assets) terdistribusi normal karena memiliki nilai yang lebih besar dari 0,05 yaitu 0,475, 0,424, 0,301, 0,953, dan 0,922. Maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal.

b. Uji Multikolinieritas

Uji ini diperlukan karena untuk mengetahui ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen yang lainnya dalam satu model. Kemiripan antar variabel independen dalam satu model akan menyebabkan terjadinya korelasi yang sangat kuat antara suatu variabel independen dengan variabel independen lainnya (Lubis, et al; 2007:32).

Ketentuan untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas yaitu: a) Jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan

nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1, maka model dapat dikatakan terbebas dari multikolinieritas VIF = 1/Tolerance, jika VIF = 0 maka Tolerance = 1/10 = 0,1. Semakin tinggi VIF maka semakin rendah Tolerance.


(61)

b) Jika nilai koefisien korelasi antar masing – masing variabel independen kurang dari 0,7, maka model dapat dinyatakan bebas dari asumsi klasik multikonieritas. Jika lebih dari 0,7 maka diasumsikan terjadi korelasi yang sangat kuat antar variabel independen sehingga terjadi multikolinieritas.

Hasil uji multikolinieritas disajikan pada tabel 4.5 berikut ini: Tabel 4.5

Hasil Uji Multikolinieritas Coefficients

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B

Std.

Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) .161 .177 .908 .371

X1 1.012 .221 .185 4.582 .000 .367 2.725

X2 1.333 .232 .257 5.758 .000 .300 3.329

X3 1.694 .347 .174 4.877 .000 .469 2.131

X4 .396 .037 .468 10.844 .000 .322 3.109

X5 .889 .124 .200 7.151 .000 .763 1.310

Dependent Variable: Y

Sumber : Hasil Pengolahan SPSS, 2010

Hasil uji melalui Variance Inflation Factor (VIF) pada hasil output SPSS tabel Coefficients, masing – masing variabel independen memiliki VIF tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1. Jadi dapat dinyatakan bahwa variabel X1 (Working Capital / Total Assets), X2 (Retained Earning / Total Assets), X3 (Earning Before Income Tax / Total Assets), X4 (Market Value of Equity / Book Value of Total


(62)

Liabilities), dan X5 (Sales / Total Sales) tidak ada multikolnieritas antar variabel independen dan dapat digunakan dalam penelitian.

3. Pengujian Hipotesis a. Uji-f

Uji-f digunakan untuk menguji apakah variabel independen secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap variabel dependen. Jika f hitung > f tabel maka hipotesis diterima berarti variabel independen secara bersama-sama mempunyai hubungan dan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Sebaliknya jika f hitung < f tabel maka hipotesis ditolak berarti variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.

Nugroho (2005, 53), memberikan pengertian bahwa uji simultan dengan f-test ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bersama-sama variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil f-test ini pada output SPSS dapat dilihat pada tabel ANOVA. Hasil f-test menunjukkan variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen jika p-value (pada kolom Sig.) lebih kecil dari level of significant yng ditentukan, atau f hitung (pada kolom F) lebih besar dari f tabel. F tabel dihitung dengan cara df1 = k − 1, dan df2 = n – k, dimana k adalah jumlah variabel independen dan dependen.


(63)

Tabel 4.6 Hasil Uji-f

ANOVA

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 72.184 5 14.437 328.417 .000a

Residual 1.319 30 .044

Total 73.503 35

a. Predictors: (Constant), X5, X4, X3, X1, X2 b. Dependent Variable: Y

Sumber : Hasil Pengolahan SPSS, 2010.

Dari hasil pengujian secara keseluruhan tersebut diperoleh hasil seperti yang terlihat pada tabel 4.6 bahwa nilai f hitung dari 5 variabel tersebut adalah 328,417 > dari f tabel dengan nilai 2,53 (df1 = 6 −1 = 5 dan df2 = 36 – 6 = 30) artinya signifikan dengan p-value 0,000, dimana p-value 0,000 < 0,05, yang artinya signifikan. Signifikan disini artinya menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Dengan demikian ada pengaruh secara bersama-sama antara variabel X1 (Working Capital / Total Assets), X2 (Retained Earning / Total Assets), X3 (Earning Before Income Tax / Total Assets), X4 (Market Value of Equity / Book Value of Total Liabilities), dan X5 (Sales / Total Sales) terhadap Y yaitu kebangkrutan perusahaan (financial distress).

b. Uji validasi

Fungsi dari uji validasi atau hit ratio adalah untuk mengetahui kemampuan persamaan Z-Score yang telah diperoleh, untuk mampu mengklasifikasikan masing-masing anggota populasi. Jika jumlah


(64)

anggota antar populasi adalah sama, maka variabel Z-Score dihitung berdasarkan 1 dibagi jumlah kelompok. Berdasarkan hal itu, maka penelitian ini mempergunakan validasi 1 dibagi 2 (jumlah kelompok) yang menghasilkan nilai 0,5, sebagaimana pada tabel berikut ini:

Tabel 4.7

Uji validasi (Hit Ratio) Jumlah

anggota

Nilai validasi

Prediksi rendah

Prediksi

tinggi Total

Periode rendah 13 0,5 7 6 13

Periode tinggi 23 0,5 0 23 23

Sumber : Diolah penulis, 2010.

Keterangan : Tinggi : Tidak bangkrut

Rendah : Bangkrut dan rawan bangkrut

Berdasarkan tabel 4.7 tersebut dapat diketahui bahwa persamaan Z-Score Altman mampu mengklasifikasikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini ke dalam kelompok masing-masing sebesar 83,3% yang diperoleh dari jumlah periode penghitung yang diprediksi melalui persamaan tersebut sebanyak 13 rendah, melalui persamaan Z-Score yang sama diperoleh jumlah periode tinggi yang diprediksi diperoleh 23. Menurut Malhotra dalam Rodliyah (2005, 11) nilai hit ratio atau validasi persamaan diperoleh dari: 7 + 23 / 36 = 0,833 atau 83,3%. Kemampuan persamaan Z-Score Altman yang dihasilkan untuk mengelompokkan sampel sebesar 83,3% dapat dikatakan cukup memuaskan.


(65)

C. Pembahasan Hasil Penelitian

Rasio keuangan merupakan alat yang sering digunakan dalam analisis kinerja keuangan perusahaan. Dalam menganalisis kinerja keuangan perusahaan, analisis rasio keuangan memilki keterbatasan yang berasal dari kenyataan bahwa pada dasarnya metodologinya adalah univariate, dimana setiap rasio dianalisis secara terpisah. Jadi untuk mengurangi kelemahan analisis rasio ini, adalah penting menggabungkan beberapa rasio menjadi suatu model peramalan yang berarti. Dengan cara menginterpretasikan laporan keuangan pada suatu model atau teknik tertentu yang dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan.

1. Working Capital / Total Assets Ratio (X1) Tabel 4.8

Working Capital / Total Assets Ratio

No. Nama Perusahaan X1

2005 2006 2007 2008 1 PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk 0,509 0,571 0,586 0,544 2. PT. Indofarma (Persero) Tbk 0,276 0,268 0,211 0,218 3. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 0,320 0,315 0,332 0,346 4. PT. Kalbe Farma Tbk 0,375 0,576 0,585 0,512

5. PT. Merck Tbk 0,551 0,738 0,667 0,694

6. PT. Schering-Plough Indonesia Tbk -0,262 -0,323 -0,213 -0,094 7. PT. Pyridam Farma Tbk 0,068 0,115 0,114 0,164 8. PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 0,375 0,396 0,442 0,516 9. PT. Tempo Scan Pacific Tbk 0,483 0,497 0,506 0,512 Sumber : Diolah penulis, 2010

Working Capital / Total Assets Ratio (X1) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur likuiditas aktiva perusahaan relatif terhadap total kapitalisasinya atau untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek.


(66)

PT. Schering-Plough Indonesia Tbk adalah perusahaan dengan rasio X1 terendah yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki tingkat likuiditas paling rendah dibandingkan dengan perusahaan lainnya dalam kelompok tersebut, karena mempunyai kesulitan keuangan yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan lainnya.

Pada tahun 2005 PT. Schering-Plough Indonesia Tbk tercatat sebagai perusahaan ilikuid yaitu jumlah hutang lebih besar daripada jumlah aktivanya. PT. Merck Tbk dan PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk adalah perusahaan yang masih dalam kondisi likuid, yaitu total aktiva perusahaan bisa berubah menjadi kas dalam jangka waktu pendek setelah dipakai melunasi kewajiban lancarnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa PT. Merck Tbk dan PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk mempunyai tingkat likuiditas lebih besar dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lainnya dalam kelompok perusahaan-perusahaan farmasi.

Selama empat tahun berturut-turut mean Working Capital / Total Assets (X1) bernilai cukup besar, hal ini menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan farmasi mengalami pertumbuhan keuangan.


(67)

2. Retained Earning / Total Assets (X2) Tabel 4.9

Retained Earning / Total Assets Ratio

No. Nama Perusahaan X2

2005 2006 2007 2008 1 PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk 0,059 0,097 0,186 0,235 2. PT. Indofarma (Persero) Tbk -0,231 -0,152 -0,093 -0,092 3. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 0,208 0,215 0,223 0,241 4. PT. Kalbe Farma Tbk 0,392 0,536 0,559 0,546

5. PT. Merck Tbk 0,638 0,687 0,722 0,766

6. PT. Schering-Plough Indonesia Tbk -0,036 -0,052 -0,020 0,021 7. PT. Pyridam Farma Tbk 0,103 0,116 0,119 0,139 8. PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 0,085 0,209 0,307 0,425 9. PT. Tempo Scan Pacific Tbk 0,571 0,601 0,599 0,636 Sumber : Diolah penulis, 2010

Retained Earning / Total Assets (X2) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur profitabilitas kumulatif. Rasio ini mengukur akumulasi laba selama perusahaan beroperasi. Umur perusahaan berpengaruh terhadap rasio tersebut karena semakin lama perusahaan beroperasi, memungkinkan untuk memperlancar akumulasi laba ditahan. Hal tersebut menyebabkan perusahaan yang masih relatif muda pada umumnya akan menunjukkan hasil rasio yang rendah, kecuali yang labanya sangat besar pada masa awal berdirinya.

Rasio X2 pada PT. Indofarma (Persero) Tbk memiliki nilai negatif ini berarti bahwa selama itu pula perusahaan tidak pernah membukukan laba ditahan atau selalu mengakumulasikan rugi ditahan. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan aktivanya untuk memperoleh laba ditahan sangatlah rendah bila dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Rugi usaha yang dialami perusahaan tersebut disebabkan karena penghasilan yang diterima tidak mampu menutupi beban-beban yang menjadi tanggungannya. Beban-beban yang harus


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Almilia, Luciana Spica dan Kristijadi, (2003). “Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ.” Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Vol. 7 No. 2, Desember, Hal 183 – 206.

Altman, Edward I., (1968). “Financial Ratios : Discriminan Analysis and The Prediction of Corporate Bankruptcy”, The Journal of Finance, Vol. 23, No. 4, Hal. 589-609.

Deviasri, Raden Roro S., (2008). Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Skripsi. Universitas Islam Indonesia.

Djarwanto, Ps., (2004). Pokok-Pokok Analisis Laporan Keuangan, Edisi Kedua, Cetakan Pertama, BPFE, Yogyakarta.

Erlina dan Sri Mulyani, (2007). Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi Pertama, USU Press, Medan.

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Departemen Akuntansi, (2004).

Buku Petunjuk Teknik Penulisan Proposal Penelitian dan Penulisan Skripsi, Medan.

Ghozali, Imam, (2005). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi Ketiga, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Ikatan Akuntan Indonesia, (2004). Standar Akuntansi Keuangan, Salemba Empat, Jakarta, April.

Jogiyanto, (2004). Metodologi Penelitian Bisnis, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta.


(2)

Lubis, Ade Fatma, Arifin Akhmad dan Firman Syarif, (2007). Aplikasi SPSS (Statistical Product and Service Solutions) untuk menyusun skripsi dan tesis, Terbitan Pertama, USU Press, Medan.

Munawir, S., (2002). Analisa Laporan Keuangan, Liberty, Yogyakarta.

Nachrowi, Nachrowi Djalal dan Hardius Usman, (2002). Penggunaan Teknik Ekonometri, Cetakan Pertama, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Ngabito, Reindel Zulfikar, (2006). Penerapan Model Altman Z-Score Pada BUMN di Indonesia. Tesis. Universitas Indonesia.

Nugroho, Bhuono Agung, (2005). Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS, Edisi Pertama, C.V. Andi Offset, Yogyakarta.

Purwanti, Yulia, (2005). Analisis Rasio Keuangan dalam Memprediksi Kondisi Keuangan Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Skripsi. Universitas Islam Indonesia.

Rifqi, Muhammad, (2009). Analisis Perbandingan Model Prediksi Financial Distress Altman, Ohlson, Zmijewski dan Springate dalam Penerapannya di Indonesia. Skripsi. Universitas Indonesia.

Riyanto, Bambang, (2001). Dasar – Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi Keempat, Cetakan Ketujuh, YBPFE UGM, Yogyakarta.

Rodliyah, Siti, (2003). Penerapan Analisis Diskriminan Altman Untuk Memprediksi Tingkat Kebangkrutan (Studi Kasus Pada Perusahaan Tekstil dan Produk Tekstil Yang Tercatat di Bursa Efek Jakarta). Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang.


(3)

Rosmika, Enita, (2005). Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Potensi Kebangkrutan Perusahaan Perbankan di Indonesia Periode 1995-1997 (Studi Kasus Pendekatan Metode Altman). Tesis. Universitas Sumatera Utara.

Sugiyono, (2007). Metode Penelitian Bisnis, Cetakan Kesepuluh, Alfabeta, Bandung.

Supardi dan Sri Mastuti, (2003). “Validitas Penggunaan Z-Score Altman Untuk Menilai Kebangkrutan Pada Perusahaan Perbankan Go-Public Di Bursa Efek Jakarta”. KOMPAK. Nomor 7, Januari-April.

Warren, Carl S., James M. Reeve, dan Philip E. Fees, (2005). Pengantar Akuntansi, Edisi Kedua Puluh Satu, Salemba Empat, Jakarta.

Zainudin dan Jogiyanto Hartono, (1999). “Manfaat Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Pertumbuhan Laba”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 2, No. 1, Hal. 66.


(4)

Lampiran i Daftar Sampel Perusahaan

No. Nama Perusahaan Status Kepemilikan

1 PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk BUMS

2. PT. Indofarma (Persero) Tbk BUMN

3. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk BUMN

4. PT. Kalbe Farma Tbk BUMS

5. PT. Merck Tbk BUMS

6. PT. Schering-Plough Indonesia Tbk BUMS

7. PT. Pyridam Farma Tbk BUMS

8. PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk BUMS

9. PT. Tempo Scan Pacific Tbk BUMS

Keterangan : BUMN = Badan Usaha Milik Negara


(5)

Lampiran ii Working Capital / Total Assets Ratio (X1)

No. Nama Perusahaan X1

2005 2006 2007 2008

1 PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk 0,509 0,571 0,586 0,544

2. PT. Indofarma (Persero) Tbk 0,276 0,268 0,211 0,218

3. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 0,320 0,315 0,332 0,346

4. PT. Kalbe Farma Tbk 0,375 0,576 0,585 0,512

5. PT. Merck Tbk 0,551 0,738 0,667 0,694

6. PT. Schering-Plough Indonesia Tbk -0,262 -0,323 -0,213 -0,094

7. PT. Pyridam Farma Tbk 0,068 0,115 0,114 0,164

8. PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 0,375 0,396 0,442 0,516

9. PT. Tempo Scan Pacific Tbk 0,483 0,497 0,506 0,512

Retained Earning / Total Assets Ratio (X2)

No. Nama Perusahaan X2

2005 2006 2007 2008

1 PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk 0,059 0,097 0,186 0,235

2. PT. Indofarma (Persero) Tbk -0,231 -0,152 -0,093 -0,092

3. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 0,208 0,215 0,223 0,241

4. PT. Kalbe Farma Tbk 0,392 0,536 0,559 0,546

5. PT. Merck Tbk 0,638 0,687 0,722 0,766

6. PT. Schering-Plough Indonesia Tbk -0,036 -0,052 -0,020 0,021

7. PT. Pyridam Farma Tbk 0,103 0,116 0,119 0,139

8. PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 0,085 0,209 0,307 0,425

9. PT. Tempo Scan Pacific Tbk 0,571 0,601 0,599 0,636

Earning Before Interest and Taxes / Total Assets Ratio (X3)

No. Nama Perusahaan X3

2005 2006 2007 2008

1 PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk 0,193 0,150 0,138 0,171

2. PT. Indofarma (Persero) Tbk 0,031 0,058 0,022 0,012

3. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 0,070 0,054 0,059 0,066

4. PT. Kalbe Farma Tbk 0,219 0,236 0,225 0,207

5. PT. Merck Tbk 0,385 0,437 0,388 0,381

6. PT. Schering-Plough Indonesia Tbk 0,012 -0,007 0,049 0,067

7. PT. Pyridam Farma Tbk 0,025 0,034 0,028 0,037

8. PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 0,093 0,308 0,341 0,470


(6)

Lampiran iii Market Value of Equity / Book Value of Total Liabilities Ratio (X4)

No. Nama Perusahaan X4

2005 2006 2007 2008

1 PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk 2,441 2,843 4,683 3,912

2. PT. Indofarma (Persero) Tbk 1,046 0,690 0,406 0,443

3. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 2,532 2,227 1,897 1,904

4. PT. Kalbe Farma Tbk 1,281 2,772 3,020 2,665

5. PT. Merck Tbk 4,790 4,999 5,513 6,856

6. PT. Schering-Plough Indonesia Tbk 0,014 -0,014 0,014 0,044

7. PT. Pyridam Farma Tbk 4,853 3,637 2,373 2,355

8. PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 1,587 1,706 2,309 2,676

9. PT. Tempo Scan Pacific Tbk 3,795 4,342 3,789 3,408

Sales / Total Sales Ratio (X5)

No. Nama Perusahaan X5

2005 2006 2007 2008

1 PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk 0,981 1,035 0,882 0,906

2. PT. Indofarma (Persero) Tbk 1,318 1,495 1,261 1,531

3. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 1,542 1,736 1,706 1,871

4. PT. Kalbe Farma Tbk 1,267 1,313 1,363 1,381

5. PT. Merck Tbk 1,772 1,725 1,653 1,699

6. PT. Schering-Plough Indonesia Tbk 1,793 1,252 1,325 1,022

7. PT. Pyridam Farma Tbk 0,518 0,738 0,911 1,212

8. PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 1,011 1,174 1,144 1,218


Dokumen yang terkait

Prediksi Kebangkrutan Model Altman Z”-Score, Grover, Springate, Dan Zmijewski Pada Perusahaan Tekstil Dan Garmen Di Bursa Efek Indonesia

15 202 99

Analisis Rasio Keuangan dengan Metode Altman Z-Score Untuk Mengukur Kebangkrutan Perusahaan Farmasi Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

5 96 95

Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Berdasarkan Analisa Model Z-Score Altman Pada Perusahaan Makanan dan Minuman Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

6 94 74

Analisis Kebangkrutan Perusahaan dengan Menggunakan Metode Altman Z Score pada Perusahaan Otomotif yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

7 91 91

ANALISIS AKURASI PREDIKSI KEBANGKRUTAN MODEL ALTMAN Z-SCORE PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 10 71

Analisis Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Dengan Menggunakan Model Altman Z-Score pada Subsektor Rokok yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

4 12 29

ANALISIS PREDIKSI KEBANGKRUTAN MENGGUNAKAN METODE ALTMAN (Z-SCORE) PADA PERUSAHAAN FARMASI (STUDI KASUS PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2011-2015)

0 1 13

PREDIKSI KEBANGKRUTAN DENGAN MODEL ALTMAN Z-SCORE PADA PERUSAHAAN FARMASI YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2012-2016

1 0 18

IDENTIFIKASI KEBANGKRUTAN DI PERUSAHAAN FARMASI : MODEL ALTMAN Z-SCORE ANALYSIS (STUDI PADA PERUSAHAAN FARMASI YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2012-2016)

0 0 16

A. JUDUL : ANALISIS TINGKAT KEBANGKRUTAN PERUSAHAAN MENGGUNAKAN MODEL ALTMAN Z-SCORE PADA PERUSAHAAN OTOMOTIF YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2011-2013 - ANALISIS TINGKAT KEBANGKRUTAN MENGGUNAKAN MODEL ALTMAN Z-SCORE PADA PERUSAHAAN OTOMOTIF

0 0 39