BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harmonisa - Analisa Perbandingan Filter Harmonisa Single Tune dan Double Tune pada Penyerah Sinusoidal Pulse Width Modulation (SPWM)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Harmonisa

  Beban-beban dalam sistem tenaga listrik terdiri dari dua jenis yaitu beban linier dan beban tidak linier. Beban linier adalah beban yang memberikan bentuk gelombang keluaran yang linier artinya arus yang mengalir sebanding dengan impedansi dan perubahan tegangan, sehingga gelombangnya bersih dan tidak terdistorsi. Sedangkan beban tidak linier adalah beban yang menghasilkan gelombang keluaran yang terdistorsi karena arus yang mengalir tidak berbanding lurus dengan kenaikan tegangan. Pada kenyataannya saat ini kebanyakan beban yang terpasang pada sistem ketenagalistrikan adalah beban tidak linier. Pada beban tidak linier antara arus dan tegangan tidak lagi menggambarkan bentuk gelombang yang proporsional. Pemakaian beban-beban tidak linier akan menghasilkan bentuk gelombang arus dan tegangan yang tidak sinusoidal, akibatnya akan terbentuk gelombang terdistorsi atau cacat yang secara analisa terdiri dari gelombang-gelombang yang mempunyai nilai frekuensi lebih tinggi dari frekuensi dasarnya. Gelombang yang dihasilkan beban linier dan tidak linier dapat dilihat pada Gambar 2.1 (a) dan (b).

  Bentuk gelombang yang tidak sinusoidal ini merupakan gabungan dari bentuk gelombang fundamental dan gelombang-gelombang harmonisa dengan frekuensi kelipatan frekuensi fundamental. Gambar 2.2 memperlihatkan komponen harmonisa dari sebuah gelombang tegangan listrik yang terdistorsi.

  2 V, I

  V

  1 I t

  100 200 300 400 500 600

  • 1
  • 2

  (a)

2 V

  V, I

  I

  1 t

  100 200 300 400 500 600

  • 1
  • 2

  (b)

Gambar 2.1. Bentuk gelombang arus dan tegangan, (a) beban linier, (b) beban tidak linier [7].

  1,5

  h1 h1+h3+h5+h7

  V 1 h3 0,5 h5 h7

  • -0,5 100 200 300 400 500 600

  t -1,5 -1

Gambar 2.2. Komponen harmonisa dari gelombang tegangan listrik [7]

  Harmonisa dapat dinyatakan sebagai suatu penyebaran komponen dari gelombang periodik yang mempunyai suatu frekuensi yang merupakan kelipatan dari frekuensi dasarnya.

  Sedangkan interharmonisa adalah penyebaran komponen pada frekuensi yang bukan kelipatan bilangan bulat dari frekuensi dasar sistem. Gambar 2.2 adalah ilustrasi dari bentuk gelombang fundamental, gelombang harmonik dan gelombang yang terdistorsi.

  Misalnya bila frekuensi fundamentalnya (h1) 50 Hz maka harmonisa ke-3 (h3) adalah gelombang sinusoidal dengan frekuensi 150 Hz, harmonisa ke-5 (h5) gelombang sinusoidal dengan frekuensi 250 Hz, harmonisa ke-7 (h7) gelombang sinusoidal dengan frekuensi 350 Hz dan seterusnya.

2.2. Sumber-sumber Harmonisa

  IEEE 519-1992 (standar Internasional yang menentukan keberadaan harmonisa pada kualitas daya) mengidentifikasi sumber utama dari harmonisa pada sistem tenaga. Sumber harmonisa yang diuraikan pada standar IEEE ini meliputi konverter (alat pengubah tegangan ac ke dc), statik VAR kompensator, inverter (alat pengubah tegangan dc ke ac), cycloconverters, power suplai DC dan PWM. Dokumen IEEE tersebut menggambarkan bentuk gelombang yang terdistorsi, dimana jumlah harmonisa dan besar harmonisa setiap komponennya yang terjadi disebabkan oleh peralatan elektronika daya (beban tidak linier) [8].

  Umumnya sumber yang menyebabkan terdistorsinya bentuk gelombang arus dan tegangan dapat dibagi menjadi tiga kelompok [9]: a. Beban. b. Sistem tenaga itu sendiri (seperti HVDC, SVC, FACTS, dan lain lain).

  c. Pembangkit (generator sinkron). Dari ketiga kelompok sumber harmonisa di atas, kelompok beban merupakan kelompok yang paling dominan sebagai penghasil harmonisa, khususnya beban tidak linier. Beban-beban semikonduktor elektronika daya yang dipakai untuk penyearah tegangan menghasilkan harmonisa arus yang disebabkan oleh proses switching peralatan tersebut. Diantara komponen elektronika daya yang dipergunakan pada rangkaian penyearah PWM adalah IGBTs (Insulation Gate Bipolar Transistors) atau lebih sering disebut IGBT.

  Sebuah IGBT menggabungkan kelebihan-kelebihan dari BJT (Bipolar Junction Transistors) dan MOSFET (Metal Oxide Semiconductor Field-Effect Transistors). Sebuah IGBT mempunyai impedansi input yang tinggi, seperti MOSFET dan rugi-rugi konduksi on-state yang rendah sebagaimana BJT dan tidak ada permasalahan breakdown seperti halnya BJT. Dengan rancangan chip dan struktur, tahanan equivalen drain ke sumber R DS dikontrol seperti halnya BJT. +

  Struktur dasar yang membangun sebuah IGBT diperlihatkan oleh Gambar 2.3: p substrate Collector

  • +

    n n

    -

    p - + n - buffer layer n epi p p

    + p +

    Gate Gate Emitter

Gambar 2.3 Struktur IGBT [10]

  • + Gambar 2.3 memperlihatkan penampang struktur bangunan sebuah IGBT yang mana identik dengan sebuah MOSFET kecuali adanya substrate p yang merupakan + kelebihan dari sebuah IGBT dibandingkan dengan BJT dan MOSFET. Hal ini terjadi karena adanya substrate p yang bertanggungjawab menginjeksikan pembawa _ minoritas ke daerah n . Untuk rangkaian ekuivalen IGBT dapat dilihat pada Gambar 2.4: C
  • C

      R MOD PNP R MOD PNP MOSFET R MOSFET G NPN

    BE

    G R BE E E

    Gambar 2.4. Rangkaian ekuivalen IGBT [10]

      Dari Gambar 2.4 struktur dasar dari sebuah IGBT yang terdiri dari transistor MOSFET, R , NPN dan NPN. Kolektor PNP dihubungkan dengan basis dari NPN

      MOD

      dan kolektor dari NPN dihubungkan dengan basis dari PNP melalui R atau sering

      MOD

      dinyatakan dengan JFET. Transistor NPN dan PNP mewakili thiristor parasitic yang merupakan sebuah loop umpan balik turunan. Resistor R menyatakan tahanan basis

      BE ke emitter dari transistor NPN untuk menjamin tiristor tidak terhalang konduksinya.

      Adapun keuntungan IGBT antara lain:

      1. Mempunyai kendali gate yang mudah, yaitu tegangan gate untuk menghidupkan dan mematikan arus mempunyai impedansi gate yang tinggi.

      2. Mempunyai rugi konduksi yang rendah, yaitu injeksi pembawa minoritas ke dalam layer N-epitaxial akan memperkecil resistansi dan sekaligus mengurangi rugi konduksi. Pengaruhnya juga terhadap kemampuan menghendle arus yang diperlihatkan dengan kenaikan kerapatan arus. Sebagai contoh IGBT mempunyai kerapatan arus sebesar 20 kali dari MOSFET dan 5 kali dari BJT.

      3. Mempunyai koofesien temperature positif, struktur IGBT memungkinkan untuk memiliki koofesien temperatur positif yaitu resistansi akan naik dengan kenaikan temperature [11]. Secara umum simbol untuk sebuah IGBT diperlihatkan oleh Gambar 2.5 berikut ini:

      C G E

    Gambar 2.5. Simbol rangkaian IGBT [11] Bentuk gelombang ini tidak menentu dan dapat berubah menurut pengaturan pada parameter komponen semikonduktor dalam peralatan elektronik. Perubahan bentuk gelombang ini tidak terkait dengan sumber tegangannya.

    2.3. Penyearah SPWM

      Penyearah dioda dan penyearah thyristor yang dikendalikan sudut fasanya masih banyak digunakan dalam aplikasi tertentu karena faktor kesederhanaan dan biaya yang rendah, tetapi penyearah jenis ini akan mengurangi kualitas daya pada sisi ac masukan yang disebabkan adanya kandungan harmonisa yang masih besar serta faktor daya yang relatif rendah. Teknik modulasi lebar pulsa pada PWM banyak diterapkan pada aplikasi penyearah [1]. Konverter ac-dc yang menggunakan penyearah SPWM beroperasi dengan menjaga frekuensi konstan dan waktu divariasikan, dengan demikian lebar pulsa bervariasi. Dengan teknik ini, penyearah akan memiliki unjuk kerja yang lebih baik, diantaranya adalah distorsi arus masukan yang rendah, faktor daya yang tinggi, filter masukan relatif lebih kecil.

      2.3.1. Prinsip kerja penyearah PWM Prinsip dasar daripada penyearah SPWM satu fasa adalah mengatur waktu untuk mematikan atau menyalakan masing-masing IGBT pada jembatan penyearah.

      Prinsip dasarnya dapat dijelaskan dengan mempergunakan Gambar 2.6 dimana IGBT pada gambar tersebut digantikan dengan S1, S2, S3 dan S4. Pada setengah siklus gelombang pertama, S1 dan S2 akan tertutup pada waktu yang bersamaan S3 dan S4 terbuka, arus akan mengalir melalui S1 melewati beban dan mengalir lagi melalui S2 menuju trafo. Pada setengah siklus berikutnya S1 dan S2 akan terbuka, pada saat yang sama S3 dan S4 akan tertutup arus mengalir melalui S4 kemudian mengalir ke beban selanjutnya melewati S3 dan kembali lagi menuju trafo.

      Vs

    • + +

      Tr i

    S1 S3

      t Vs S2

      S4 (a)

      _ + R

    • - -

      Vs Tr S1 S3 t

    • + Vs

      S2 S4 (b)

    • + +

      i _

      R

    • + Gambar 2.6. Prinsip dasar dari penyerah PWM, (a) aliran arus setengah siklus

      pertama, (b) aliran arus setengah siklus kedua [1] Penyearah dikontrol dengan cara mengatur lebar pulsa konduksi IGBT yang merupakan sudut penyalaan gate. Sudut penyalaan gate ini dapat diartikan waktu tunda untuk menutup S1 dan S2 atau S3 dan S4 menggunakan bentuk arus yang diperlukan. PWM akan menarik arus dari sumber hampir mendekati bentuk gelombang sinusoidal. PWM tipe kontrol yang sangat baik digunakan untuk meningkatkan faktor kerja penyearah dan mengurangi harmonisa arus masukan, karena tipe kontrol PWM dapat dinyalakan dan dimatikan beberapa kali setiap setengah siklus, sehingga dapat meredam harmonisa yang timbul pada arus masukan.

      Rangkaian daya penyearah PWM satu fasa jembatan penuh ditunjukkan pada

    Gambar 2.7. Berdasarkan bentuk gelombang tegangan antar lengan penyearah, VAB, ada dua macam pola penyakelaran PWM, yaitu: PWM satu kutub (Unipolar PWM),

      dan PWM dua kutub (Bipolar PWM) [1].

      Dengan pola penyakelaran PWM dua kutub, saklar yang berpasangan secara diagonal (S1 dan S2 atau S3 dan S4) dinyalakan secara serentak dan saklar-saklar dalam setiap lengan dinyalakan secara berlawanan (complementary) sehingga tegangan antar lengan penyearah VAB bernilai +Vo dan –Vo. Keempat saklar dioperasikan pada frekuensi penyakelaran konstan, fs. Jika perioda pensaklaran dinyatakan dengan Ts (Ts = 1/fs), siklus kerja saklar S1 dan S2 dinyatakan dengan d, dan siklus kerja saklar S3 dan S4 adalah (1-d) dimana:

      P Vo

      I T1 s

      T3 L

    • C Load

      V L

    • T4 T2

      V s

      V AVE N

    Gambar 2.7. Rangkaian ekuivalen penyearah jembatan PWM satu fasa [10]

      Adapun prinsip kerja dari keempat saklar pada rangkaian ekuivalen penyearah SPWM Gambar 2.7 dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.

      Selama 0 ≤ t dTs, Saklar S3 dan S4 terhubung (ON), arus Is mengalir dari jala-jala sumber Vs melalui Ls, S4, C, S3 dan kembali ke jala-jala. Pada interval waktu ini magnituda arus induktor naik dan energi disimpan dalam induktor. Rangkaian ekuivalen untuk keadaan ini ditunjukkan pada Gambar 2.8:

      L s

    • + i dc

      S3 _ i o i

    • s

      i

      4 V L R L V s C4

      V o

      S4 _ i s

    Gambar 2.8. Rangkaian ekuivalen PWM untuk setengah siklus positif pertama [11]

      Persamaan arus yang mengalir pada rangkaian ditunjukkan dalam Persamaan (2.3) dan (2.4):

      2. Selama d.Ts t ≤ Ts, S3 dan S4 tidak terhubung (off), S1 dan S2 terhubung, arus Is mengalir dari jala-jala sumber Vs melalui L, D1, beban, D2, dan kembali ke jala-jala. Pada interval waktu ini, arus induktor turun dan energi dari induktor dipindahkan ke beban. Pada saat yang sama, arus dari kapasitor C mengalir juga ke beban. Rangkaian ekuivalen untuk moda operasi ini ditunjukkan pada Gambar 2.9:

    • + L

      s D1 i s i c i

      _ o

    • V

      L C R V s

      V o

      D2 i s _

    Gambar 2.9. Rangkaian ekuivalen PWM untuk keadaan setengah siklus positif kedua [11] Persamaan arus yang mengalir adalah: Bentuk gelombang tegangan dan arus dari penyearah pada setengah siklus positif jala-jala ditunjukkan pada Gambar 2.10:

    S3/S4 (ON)

      ΔI Ip0

      I1 Ip1 S3/S4 (ON) S1/S2 (ON)

      Vs-Vo Vs+Vo

      VL

      ID1=ID2 Is4=Is3

      IL=Is Vgate d.Ts (2-d).Ts

      Ts t t t t t

    Gambar 2.10. Bentuk gelombang tegangan dan arus penyearah PWM pada setengah siklus positif [11]

      Untuk operasi frekuensi konstan, tegangan rata-rata dari induktor selama satu siklus pensaklaran dalam kondisi setengah mantap (quasi steady-state) adalah seimbang, yaitu [11]: atau: sehingga: dimana:

      d = siklus kerja saklar S2 dan S3 Is

      = arus masukan

      Vs = tegangan masukan Vo = tegangan keluaran

      V L = tegangan inductor t ON = waktu terhubung saklar S2 dan S3 t OFF = waktu padam saklar S2 dan S3.

      2.3.2. Pengaturan pulsa gate IGBT Skema pengaturan lebar pulsa pada penyearah SPWM satu fasa dapat dilihat pada Gambar 2.11:

      i

    s ref

      V Pengontrol Pengontrol T1, T2

      o ref × tegangan arus

    • + +

    T3, T4

    • - -

      v i

      

    s s

    v o

    Gambar 2.11. Skema rangkaian kontrol penyearah PWM jembatan [26]

      Peralatan kontrol penyearah PWM ini termasuk di dalamnya adalah sebuah pengontrol tegangan, pengontrol proportional integral (PI) yang mengatur jumlah daya yang yang diperlukan untuk memperbaiki tegangan dc keluaran agar nilainya tetap. Pengontrol tegangan menyalurkan besar amplitude arus masukan, oleh sebab itu untuk mendapatkan arus referensi i sref maka keluaran dari pengontrol tegangan dikalikan dengan sinyal sinusoidal yang fasanya sama dengan tegangan sesaat sumber. Setelah itu i sref dikurangi derngan arus input sesaat untuk mendapatkan pengontrol arus dan memperoleh sinyal gate masing-masing lengan IGBT.

      Sebagai penghasil arus gate untuk mematikan dan menghidupkan IGBT dilakukan dengan memodulasi gelombang segitiga (triangle wave) dan gelombang tegangan input (untuk penyearah PWM diatur tegangan) atau arus (diatur arus) yang sinusoidal. Modulasi yang dilakukan oleh gelombang carier dan gelombang referensi dapat dilihat pada Gambar 2.12:

      V carier

    V ref

    FFT window: 5 of 20.43 cycles of selected sig

      350 200

      ) lt o v (

      V

    • 220
    • 350

      0.06

      0.07

      0.08

      0.09

      0.1

      0.11

      0.12 Time (s)

    Gambar 2.12. Modulasi gelombang referensi dengan gelombang carier segitiga [27]

      Pada Gambar 2.12, sebagai gelombang referensi adalah gelombang sinusoidal sehingga disebut Sinusoidal Pulse Width Modulation (SPWM) yang menggunakan carier berupa gelombang segitiga untuk menghasilkan sinyal gate SPWM. Hasil dari modulasi tersebut adalah gelombang persegi yang bervariasi lebar pulsanya sesuai dengan fungsi waktu gelombang referensi seperti ditunjukkan Gambar 2.13 berikut ini.

      Pulsa gate

    V ref

    FFT window: 5 of 20.43 cycles of selected sig

      350 200

      ) lt o v (

      V

    • 220
    • 350

      0.06

      0.07

      0.08

      0.09

      0.1

      0.11

      0.12 Time (s)

    Gambar 2.13. Gelombang persegi keluaran modulasi antara gelombang referensi dan gelombang carier [27]

      Untuk membuat penyearah SPWM bekerja dengan baik sesuai fungsi penyearahan yang dihasilkannya, maka referensi SPWM harus menggunakan tegangan yang frekuensi fundamentalnya sama dengan frekuensi tegangan sumber v s . Perubahan terhadap amplitude gelombang fundamental referensi ini dan dengan mengatur sudut fasanya sesuai dengan amplitude dan fasa sumber, akan membuat fungsi penyearahan beroperasi pada empat kuadran, yaitu: penyearah faktor daya leading, penyearah faktor daya lagging, dan inverter faktor daya leading dan inverter faktor daya

      

    lagging . Dengan merubah keluaran dari modulasi akan mempengaruhi perubahan

      amplitude carier dan SPWM membuat pebaikan faktor daya atau sudut fasa. Fungsi SPWM seperti ini dapat menjadi pengatur faktor daya sistem yaitu aktif, reaktif dan nol.

      2.3.3. Pengaturan tagangan DC keluaran Pengaturan tegangan DC keluaran bertujuan mengatur agar tegangan DC keluaran sesuai dengan keinginan dan beban yang terpasang. Dengan menggabungkan efek semua pulsa yaitu jika pulsa m mulai dari sudut  t =  m , sepanjang Ts dimana lebar pulsa diumpamakan  m , nilai rata-rata tegangan keluaran bergantung pada jumlah pulsa p, yang didapatkan dari Persamaan (2.9):

      Pengaturan tegangan keluaran dc dapat dilakukan dengan cara membuat umpan balik dari tegangan keluaran kepada tegangan fundamental referensi V o,ref dan selisih sinyal yang diperoleh dari perbandingan kedua sinyal tersebut digunakan untuk menghasilkan pulsa gate yang tepat untuk konduksi IGBT. Gelombang referensinya adalah gelombang sinusoidal yang mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi tegangan sumber.

    2.4. Perhitungan Harmonisa

      Harmonisa diproduksi oleh beberapa beban tidak linier atau alat yang mengakibatkan arus tidak sinusoidal. Untuk menentukan besar harmonisa dari perumusan analisa deret Fourier untuk tegangan dan arus dalam fungsi waktu yaitu [12]: dimana: V o = komponen DC dari gelombang tegangan (V) dimana: I o = arus dc (A) Jika arus beban dengan nilai rata-rata I a selalu kontinyu dan ripple diabaikan, arus

      input sesaat dapat diekspresikan dalam deret Fourier pada Persamaan (2.12):

      Karena bentuk gelombang arus input simetris, maka tidak terdapat harmonisa genap dan A akan menjadi nol dan koefisien dari Persamaan (2.12) adalah: untuk n

      = 1, 3, 5, … ........................................................…………… (2.13) Persamaan (2.12) dapat ditulis kembali seperti

    • -1

      Dimana n = tan (A n /B n ) = 0 dan . Pada umumnya untuk mengukur besar harmonisa yang disebut dengan total harmonic

      distortion (THD). Untuk tegangan dan arus THD didefinisikan sebagai nilai RMS

      harmonisa diatas frekuensi fundamental dibagi dengan nilai RMS fundamentalnya, dengan tegangan DC nya diabaikan. Total Distorsi Harmonisa atau Total Harmonic

      Distortion (THD) tegangan [12]:

      dimana: Dengan mengganti harga pada Persamaan (2.15) yaitu: dengan dan menggantikan nilai dengan Persamaan (2.16) serta mengabaikan tegangan dc (V o ) Persamaan (2.16), maka THD dapat dituliskan dalam Persamaan (2.17) sebagai berikut:

      Sedangkan Total Harmonic Distortion arus (THDi) adalah sebagai berikut: dimana: Dengan mengganti harga pada Persamaan (2.18) yaitu: dengan dan menggantikan nilai dengan Persamaan (2.19) serta mengabaikan arus dc (I o ) pada Persamaan (2.19), maka THD dapat dituliskan dalam Persamaan (2.20) sebagai berikut:

    2.5. Batasan Harmonisa

      Untuk mengurangi harmonisa pada suatu sistem secara umum tidaklah harus mengeliminasi semua harmonisa yang ada, tetapi cukup dengan mereduksi sebagian harmonisa tersebut sehingga diperoleh nilai dibawah standar yang diizinkan. Hal ini berkaitan dengan analisa secara teknis dan ekonomis, dimana dalam mereduksi harmonisa secara teknis dibawah standar yang diizinkan sementara dari sisi ekonomis tidak membutuhkan biaya yang besar. Standar yang digunakan sebagai batasan harmonisa adalah yang dikeluarkan oleh International Electrotechnical Commission

      

    (IEC) yang mengatur batasan harmonisa pada beban beban kecil satu fasa ataupun

      tiga fasa. Untuk beban tersebut umumnya digunakan standar IEC 61000-3-2. Hal ini disebabkan karena belum adanya standar baku yang dihasilkan oleh IEEE.

      Pada standar IEC 61000-3-2, beban beban kecil tersebut diklasifikasikan dalam kelas A, B, C, dan D, dimana masing-masing kelas mempunyai batasan harmonisa yang berbeda beda yang dijelaskan sebagai berikut [13,14]:

      a. Kelas A Kelas ini merupakan semua kategori beban termasuk didalamnya peralatan penggerak motor dan semua peralatan 3 fasa yang arusnya tidak lebih dari 16 A per fasanya. Semua peralatan yang tidak termasuk dalam kelas B, C dan D dimasukkan dalam kategori kelas A. Batasan harmonisa kelas A hanya didefinisikan untuk peralatan satu fasa (tegangan kerja 230V) dan tiga fasa (230/400V) dimana batasan arus harmonisanya seperti yang diperlihatkan Tabel 2.1.

    Tabel 2.1. Batasan arus harmonisa untuk peralatan kelas A [15]

      Harmonisa ke-n Arus harmonisa maksimum yang diizinkan (A) Harmonisa Ganjil 3 2,30

      5 1,14 7 0,77 9 0,40 11 0,33

      13 0,21 2,25/n

      15≤n≤39 Harmonisa Genap 2 1,08

      4 0,43 6 0,30 1,84/n

      8≤n≤40 b. Kelas B Kelas ini meliputi semua peralatan portabel tool yang batasan arus harmonisanya merupakan harga absolut maksimum dengan waktu kerja yang singkat.

      Batasan arus harmonisanya diperlihatkan pada Tabel 2.2.

    Tabel 2.2. Batasan arus harmonisa untuk peralatan kelas B [15]

      Harmonisa ke-n Arus harmonisa maksimum yang diizinkan (A) Harmonisa Ganjil 3 3,45

      5 1,71 7 1,155 9 0,60 11 0,495

      13 0,315 3,375/n

      15≤n≤39 Harmonisa Genap 2 1,62

      4 0,645 6 0,45 2,76/n

      8≤n≤40

      c. Kelas C Kelas C termasuk didalamnya semua peralatan penerangan dengan daya input aktifnya lebih besar dari 25 watt. Batasan arusnya diekspresikan dalam bentuk persentase arus fundamental. Persentase arus maksimum yang diperbolehkan untuk masing-masing harmonisa diperlihatkan Tabel 2.3.

    Tabel 2.3. Batasan arus harmonisa untuk peralatan kelas C [15]

      3

      13 0,296 0,21 15≤n≤39

      5 1,9 1,14 7 1,0 0,77 9 0,5 0,40 11 0,35 0,33

      Arus harmonisa maksimum yang diizinkan (A) 75 < P < 600W P > 600W 3 3,4 2,30

      Harmonisa ke-n Arus harmonisa maksimum yang diizinkan (mA/W)

    Tabel 2.4. Batasan arus harmonisa untuk peralatan kelas D [15]

      d. Kelas D Termasuk semua jenis peralatan yang dayanya dibawah 600 watt khususnya personal komputer, monitor, TV. Batasan arusnya diekspresikan dalam bentuk mA/W dan dibatasi pada harga absolut yang nilainya diperlihatkan oleh Tabel 2.4:

      5 11≤n≤39

      Harmonisa ke-n Arus harmonisa maksimum yang diizinkan (% fundamental)

      9

      7

      7

      10

      5

      2 3 30xPF rangkaian

      2

      3,85/n 2,25/n Seperti diketahui bahwa hampir semua peralatan elektronik bekerja dengan sumber tegangan arus searah sehingga dalam operasinya dibutuhkan peralatan penyearah dan dihubungkan langsung ke sumber tegangan bolak-balik. Untuk penyearah yang gelombang arusnya terdistorsi cukup tinggi dan banyak dipakai secara bersamaan dimasukkan dalam kategori kelas D. Sementara untuk penyearah dengan arus yang terdistorsi cukup rendah dapat dimasukkan dalam kategori kelas A. Tabel 2.5 memperlihatkan batas harmonisa untuk kelas D dan penyearah dengan daya 100 watt.

    Tabel 2.5. Batas arus harmonisa untuk kelas D [16]

      Harmonisa ke-n Batas Kelas D untuk input 100W (A) 3 0,34 5 0,19 7 0,10 9 0,05 11 0,035

      0,386/n 13≤n≤39

    2.6. Filter Harmonisa

      Tujuan utama dari filter harmonisa adalah untuk mengurangi amplitudo satu frekuensi tertentu dari sebuah tegangan atau arus. Dengan penambahan filter harmonisa pada suatu sistem tenaga listrik yang mengandung sumber-sumber harmonisa, maka penyebaran arus harmonisa ke seluruh jaringan dapat ditekan sekecil mungkin. Selain itu filter harmonisa pada frekuensi fundamental dapat mengkompensasi daya reaktif dan dipergunakan untuk memperbaiki faktor daya sistem. Banyak sekali cara yang digunakan untuk memperbaiki sistem khususnya meredam harmonisa yang sudah dikembangkan saat ini. Secara garis besar ada beberapa cara untuk meredam harmonisa yang di timbulkan oleh beban tidak linier yaitu diantaranya:

      1. Penggunaan filter pasif pada tempat yang tepat, terutama pada daerah yang dekat dengan sumber pembangkit harmonisa sehingga arus harmonisa terjerat di sumbernya dan mengurangi peyebaran arusnya.

      2. Penggunaan filter aktif.

      3. Kombinasi filter aktif dan pasif.

      4. Konverter dengan reaktor antar fasa, dan lain-lain. Disamping sistem di atas dapat bertindak sebagai peredam harmonisa, tetapi juga dapat memperbaiki faktor daya yang rendah pada sistem. Jika perbaikan faktor daya langsung dipasang kapasitor terhadap sistem yang mengandung harmonisa, maka akan menyebabkan amplitudo pada harmonisa tertentu akan membesar, proses ini mengakibatkan terjadinya resonansi antara kapasitor yang dipasang dengan induktor sistem.

      2.6.1. Filter pasif Filter pasif dipasang pada sistem dengan tujuan utama untuk meredam harmonisa dan tujuan lain yaitu untuk memperbaiki faktor daya, berupa komponen R,

      L dan C yang dapat ditala untuk satu atau dua frekuensi. Filter dengan penalaan tunggal ditala pada salah satu orde harmonisa.

      Dalam beberapa kasus, reaktor saja tidak akan mampu mengurangi distorsi harmonisa arus ke tingkat yang diinginkan. Dalam kasus ini sangat diperlukan filter yang lebih baik [17].

      R Vo

      L C

    Gambar 2.14 Rangakain filter pasif [18]

      Filter pasif yang terdiri dari susunan seri resistor, kapasitor dan induktor yang ditunjukkan Gambar 2.11 yang diatur pada frekuensi harmonisa tunggal dan mempunyai impedansi sangat rendah. Jika filter harmonisa diatur sebagai teknik peredaman harmonisa, maka kita perlu memberikan filter ganda untuk memenuhi batas distorsi yang ditentukan. Saat menggunakan filter harmonisa, selanjutnya kita juga perlu mengambil tindakan pencegahan khusus untuk mencegah interferensi antara filter dan sistem tenaga. Sebuah filter harmonisa dengan impedansi rendah untuk frekuensi harmonisa tertentu terlepas dari sumbernya. Oleh karena itu, peredam harmonisa mencoba untuk menyerap semua harmonisa yang mungkin ada dari semua sumber gabungan (beban tidak linier) pada sistem. Saat filter harmonisa jenis shunt dihubungkan dengan sistem daya, akan menyebabkan pergeseran frekuensi resonansi alami pada sistem tenaga. Jika frekuensi baru ini di dekat frekuensi harmonisa, maka kemungkinan untuk mengalami suatu kondisi resonansi yang merugikan yang dapat mengakibatkan amplifikasi harmonisa dan kegagalan kapasitor atau induktor.

      2.6.2. Filter single tune Filter single tune (ST) adalah rangkaian R, L dan C yang dihubungkan secara seri yang ditala untuk meredam satu frekuensi harmonisa saja, umumnya memiliki karakteristik impedansi harmonisa yang rendah. Total impedansi yang diberikan adalah [19,20]:

      Gambar filter single tune ditunjukkan oleh Gambar 2.15 berikut ini: |Z| induktif kapasitif

      R n Vo Vi

      L n

      2 R R

      C n ɷ n

      1

      2 Gambar 2.15. Rangkaian filter single tune dan kurva impedansi vs frekuensi [19] Dari Gambar 2.15 terlihat karakteristik dari filter sngle tune adalah impedansi filter akan bernilai sama dengan R pada saat frekuensi resonansi. Sumber tenaga listrik Impedansi sumber

      Zu Trafo Zt

      

    Zc

    Beban motor Filter pasif equivalen single tune Zm

      Beban non linier

    Gambar 2.16. Filter single tune pada saluran sistem tenaga [20]Gambar 2.16 memperlihatkan contoh penempatan filter single tune pada jaringan distribusi tenaga listrik. Filter dipasang paralel dengan beban motor untuk mereduksi

      harmonisa yang dihasilkan oleh motor tersebut agar tidak masuk ke sumber.

      Arus harmonisa diinjeksikan dari sumber harmonisa melalui impedansi Zc, dibagi menjadi filter dan sistem. Impedansi sistem pada hal ini diperlihatkan dengan Zs, terdiri dari impedansi sumber Zu yang terpasang seri dengan impedansi transformator Zt dan terhubung paralel dengan impedansi motor. Arus harmonisa yang diinjeksikan ke sistem dinyatakan oleh Persamaan (2.22) [20]: Dimana = arus harmonisa yang diinjeksikan ke sistem, = arus yang melalui filter dan = arus yang melalui impedansi sistem.

      Tegangan harmonisa yang melalui impedansi filter sama dengan tegangan harmonisa yang melalui impedansi sistem tenaga equivalen ( ) seperti dinyatakan oleh Persamaan (2.24) dan (2.25) [20]: dan adalah nilai kompleks yang terdistribusi dari arus harmonisa pada filter dan impedansi sistem atau dapat ditulis sebagai admitansi. Rancangan filter yang baik mempunyai mendekati satu, biasanya 0,095 dan pada sistem adalah 0,05. Sudut

      O O impedansi dari dan adalah -81 dan -2,6 .

      Tegangan harmonisa diusahakan nilainya serendah mungkin. Rangkaian ekuivalen pada Gambar 2.16 memperlihatkan impedansi mempunyai peranan yang penting dalam mendistribusikan arus harmonisa. Pada impedansi sistem yang tidak terbatas, maka filterisasi akan menjadi sangat baik, sehingga arus harmonisa tidak masuk ke impedansi sistem.

      Filter single tune mempunyai impedansi yang kecil pada frekuensi resonansi, sehingga arus yang mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi resonansi akan dibelokkan melalui filter. Dari Gambar 2.15 besarnya impedansi filter single tune pada frekuensi fundamental dapat dilihat pada Persmaan (2.26) berikut ini [21]: Sedangkan besarnya impedansi filter single tune pada frekuensi resonansi dari Persamaan (2.26) menjadi: Jika frekuensi sudut pada saat resonansi dirumuskan dengan Persamaan (2.28), maka Persamaan (2.27) atau impedansi filter menjadi sebagai berikut: Nilai reaktansi induktif dan reaktansi kapasitif saat resonansi sama besar maka impedansi filter adalah:

      Dari Persamaan (2.30) terlihat bahawa pada frekuensi resonansi filter akan mempunyai impedansi yang sangat kecil, lebih kecil daripada impedansi beban yaitu sama dengan tahanan induktor R, sehingga arus harmonisa yang mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi resonansi yang akan dialirkan atau dibelokkan melalui filter dan tidak mengalir ke sistem. Pada dasarnya sebuah filter single tune dipasang untuk semua orde harmonisa yang akan dihilangkan. Filter ini dihubungkan pada busbar dimana pengurangan tegangan harmonisa ditentukan.

      Besarnya tahanan induktor R biasanya ditentukan oleh quality faktor (Q) atau faktor kualitas. Faktor kualitas adalah kualitas listrik dari suatu induktor, dimana secara matematis Q adalah perbandingan nilai reaktansi induktif dan reaktansi kapasitif pada frekuensi resonansi dengan tahanan R. Jika nilai Q yang dipilih besar maka nilai R kecil dan kualitas filter semakin bagus karena energi yang dipakai oleh filter semakin kecil yang artinya rugi-rugi panas filter semakin kecil [20]: Pada frekuensi tuning reaktansi ( adalah:

      Quality faktor (Q):

      Tahanan induktor akan diperoleh berdasarkan Persamaan (2.33):

      2.6.3. Faktor detuning Faktor detuning atau relative frequency deviation

      (δ) menyatakan perubahan frekuensi dari frekuensi nominal penyetelannya. Faktor detuning berkisar antara 3- 10% dari resonansi harmonisa [22,23]. Faktor detuning dapat dinyatakan sebagai berikut: Bila temperatur menyebabkan perubahan induktansi dari induktor dan perubahan kapasitansi dari kapasitor maka faktor detuning menjadi Persamaan (2.35) dan (2.36) [24]: Dari Persamaan (2.35) maka diperoleh frekuensi tuning: Dimana:

      2.6.4. Perancangan filter single tune Perancangan filter single tune untuk menentukan besarnya komponen- komponen dari filter single tune tersebut, dimana filter single tune terdiri dari hubungan seri komponen-komponen pasif induktor, kapasitor dan tahanan [16,17,19].

      Adapun langkah-langkah dalam merancang filter single tune untuk orde harmonisa ke-h: a. Menentukan ukuran kapasitor Q, berdasarkan kebutuhan daya reaktif untuk perbaikan faktor daya, dimana daya reaktif kapasitor Q c dapat ditentukan dengan Persamaan (2.38) [17].

      Dimana: P= beban (kW) ,

      b. Menentukan reaktansi kapasitor (Xc): Dimana, V: tegangan terminal filter

      c. Menentukan kapasitansi dari kapasitor (C): d. Menentukan reaktansi induktif dari induktor ( ) pada saat resonansi seri: dimana : orde harmonisa yang dituning.

      e. Menentukan induktansi dari induktor (L n ):

      f. Menentukan reaktansi karakteristik dari filter pada orde tuning: g. Menentukan tahanan (R) dari inductor dimana Q: faktor kualitas filter.

      2.6.5. Filter double tune Rankaian dari sebuah filter double tune ditunjukkan oleh Gambar 2.17 berikut ini:

      

    C1

    L1

    R1

    C2 L2

    R3 R2

    Gambar 2.17 Rangkaian dasar filter double tune [20]

      Sebuah filter double tune adalah diturunkan dari dua buah filter single tune seperti Gambar 2.18 sebagai berikut:

      C1 L1 Ca Cb

      R1 La Lb C2 L2

      Ra Rb R3 R2

      (a) (b)

    Gambar 2.18. Konversi filter single tune menjadi double tune. (a) filter single tune paralel, (b) ekuivalen filter double tune [8,20]

      Penggambaran karakteristik filter berupa hubungan antara impedansi filter (Z) versus frekuensi sudut ( ω) antara dua buah filter single tune dan satu buah filter

      double tune ekuivalennya terlihat pada Gambar 2.19 berikut ini:

    Gambar 2.19. Grafik hubungan impedansi (Z) vs frekuensi (

      ω) filter single

      tune paralel dan filter double-tune ekuivalen [20]

      Dari grafik Z versus ω pada Gambar 2.19 dapat kita terlihat bahwa pemasangan 2 buah single tune secara parallel identik dengan pemasangan satu buah filter double tune dengan mengkonversikan nilai-nilai dari filter single tune menjadi

      double tune

      , namun demikian filter single tune lebih tepat karena mempunyai impedansi yang mendekati nol tepat pada frekuensi harmonisa tuning-nya. Dalam grafik tersebut juga terlihat kecuraman kurva pada kedua jenis kombinasi filter tersebut adalah sama.

      Berikut ini merupakan transformasi atau konversi dua buah filter single tune pada frekuensi yang berbeda menjadi filter double tune [8,20].

      Dimana: Umumnya R1 tetap sedangkan R2 dan R3 dimodifikasi sehingga impedansi mendekati resonansi yang mana dalam prakteknya sama. Sedangkan L1 akan mempunyai tahanan yang sama yang mana nilainya sesuai dengan Persamaan (2.50).

      Adapun yang menjadi keuntungan daripada dua filter single tune adalah rugi- rugi daya pada frekuensi fundamental lebih kecil dan satu induktor dari dua yang ada diberikan tegangan impulse penuh. Ketahanan isolasi filter pada reaktor L2 adalah berkurang pada saat reaktor L1 menerima tegangan impulse penuh.

      2.6.6. Resonansi Keadaan dimana reaktansi induktif X L dari sistem dan reaktansi kapasitif X

      C

      dari kapasitor untuk perbaikan faktor daya sama besar pada suatu frekuensi harmonisa tertentu disebut resonansi. Rangkaian sistem distribusi pada umumnya adalah elemen induktif, maka adanya kapasitor yang digunakan untuk perbaikan faktor daya dapat menyebabkan siklus transfer energi antara elemen induktif dan kapasitif pada frekuensi resonansi, dimana pada frekuensi resonansi ini besarnya reaktansi induktif dan reaktansi kapasitif sama besar. Kombinasi elemen induktif (L) dan kapasitif (C) dilihat dari suatu rel dimana arus harmonisa diinjeksikan oleh beban tidak linier, interaksi antara arus harmonisa dengan impedansi sistem yang terdiri dari L dan C dapat menghasilkan resonansi seri akan menghasilkan arus harmonisa yang besar melalui elemen tertentu dari rangkaian. Selain menghasilkan resonansi seri bisa juga menghasilkan resonansi paralel. Resonansi paralel ini menghasilkan tegangan yang besar pada elemen tertentu pada rangkaian.

      Arus harmonisa mengalir menuju sumber tegangan, hal itu terjadi pada sumber distribusi dimana arus harmonisa yang dibangkitkan sumber harmonisa akan menuju ke sumber daya sistem distribusi, karena impedansi dari sistem adalah sangat kecil jika dilihat dari rel dimana arus harmonisa diinjeksikan sehingga menyebabkan arus harmonisa mengalir menuju sumber tegangan seperti terlihat pada Gambar 2.20.

      Generator Transformator Beban non linier 2 Beban non linier 1

    Gambar 2.20. Arus harmonisa beban yang mengalir menuju sumber tegangan [17]

      Untuk memperbaiki faktor daya dapat mengubah pola aliran arus harmonisa dapat digunakan kapasitor [17], sebab arus harmonisa akan mengalir menuju impedansi terkecil dan karena pada frekuensi harmonisa reaktansi kapasitor adalah kecil dan dapat lebih kecil daripada impedansi sistem, sehingga sebagian aliran arus harmonisa akan menuju kapasitor seperti Gambar 2.21.

      Arah arus harmonisa secara normal Arus harmonisa berubah

      Generator Transformator

      arah menuju C C

      Beban non linier 2 Beban non linier 1

    Gambar 2.21. Arus harmonisa beban yang mengalir menuju kapasitor [17]

      Arus harmonisa yang sebagian mengalir menuju kapasitor seperti Gambar 2.21 akan menyebabkan terjadinya panas berlebihan pada kapasitor dan dapat merusak isolasi kapasitor tersebut.

      2.6.7. Resonansi seri Rangkaian resonansi seri terdiri dari elemen-elemen R, L dan C yang terhubung secara seri seperti Gambar 2.22 [25].

      jX L R

    • V jX C -

    Gambar 2.22. Rangkaian resonansi seri [25]

      Dari rangkaian yang diperlihatkan Gambar 2.19, dapat ditentukan impedansi seri seperti pada Persamaan 2.43, berikut ini: Arus dalam rangkaian:

      Jika reaktansi , maka rangkaian dikatakan mengalami resonansi, sehingga Persamaan (2.44) menjadi: Pada saat resonansi: Persamaan (2.51) menjadi: Persamaan (2.54), memperlihatkan bahwa impedansi total rangkaian hanya terdiri dari R saja yang relatif kecil, sehingga arus yang mengalir menjadi besar pada kondisi resonansi seri ini. Dari persamaan (2.55) diperoleh frekuensi resonansi adalah: Jika digambarkan impedansi rangkaian terhadap frekuensi akan diperoleh bentuk seperti Gambar 2.23.

    • 4

      x 10 Impedansi Vs Frekuensi 10,05

      )

      10 ohm i ( ns da pe

      9,95 Im

      800 900 1000 100 200 300 400 500 600 700 fr

      = 650 Frekuensi (Hz)

    Gambar 2.23. Impedansi vs frekuensi untuk resonansi seri [25]

      2.6.8. Resonansi paralel Rangkaian resonansi paralel terdiri dari elemen resistor dan induktor yang terhubung secara paralel dengan kapasitor, seperti yang terlihat pada Gambar 2.24.

      I R

    • jX

      C jX

    • L

    Gambar 2.24. Rangkaian resonansi parallel [25] Dari Gambar 2.24, besarnya impedansi total rangkaian adalah: Dalam keadaan resonansi: Tegangan adalah: Pada Persamaan (2.60), jika impedansi Z>> atau , maka tegangan V akan menjadi sangat besar. Untuk menentukan frekuensi resonansi paralel sama dengan menentukan harga dari frekuensi resonansi seri:

      Gambar 2.25, memperlihatkan respon frekuensi atau impedansi total rangkaian terhadap frekuensi. Dari grafik tersebut dapat dilihat impedansi terbesar rangkaian terdapat pada frekuensi resonansi , artinya terjadi peningkatan tegangan dari frekuensi resonansi paralel .

      Impedansi Vs Frekuensi

    • 4

      x 10 0,4 0,3

      ) 0,2 ohm ( i ns da pe

      0,1 Im

      50 100 300 400 450 500 150 200 250 350 Frekuensi (Hz) f = 245 Hz r