Analisis Usaha Ayam Broiler Dengan Menggunakan Pakan Tepung Limbah Udang Melalui Pengolahan Filtrat Air Abu Sekam Fermentasi Em-4 dan Kapang

  

TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Usaha

  Analisis usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu usaha ternak komersial. Melalui usaha ini dapat dicari langkah pemecahan berbagai kendala yang dihadapi. Analisis usaha peternakan bertujuan mencari titik tolak untuk memperbaiki kendala yang dihadapi. Hasil analisis ini dapat digunakan untuk merencanakan perluasan usaha baik menambah cabang usaha atau memperbesar skala usaha. Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan tersedianya dana yang riil untuk periode selanjutnya.

  Menurut Suharno dan Nazaruddin (1994) gambaran mengenai usaha ternak yang memiliki prospek cerah dapat dilihat dari analisis usahanya. Analisis dapat juga memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk bibit (bakalan), ransum dan kandang, lamanya modal kembali dan tingkat keuntungan yang diperoleh.

  Analisis usaha mutlak dilakukan bila seseorang hendak memulai usaha. Analisis usaha dilakukan untuk mengukur atau menghitung apakah usaha tersebut menguntungkan atau merugikan. Analisis usaha memberi gambaran kepada peternak untuk melakukan perencanaan usaha. Dalam analisis usaha diperlukan beberapa asumsi dasar. Asumsi dasar dapat berubah sesuai dengan perkembangan waktu (Rasyaf, 1995).

  Usaha peternakan rakyat mempunyai ciri-ciri antara lain: skala usaha kecil dengan cabang usaha, teknologi sederhana, produktivitas rendah, mutu produk kurang terjamin, belum sepenuhnya berorientasi pasar dan kurang peka terhadap perubahan – perubahan (Cyrilla dan Ismail, 1988).

  Di dalam berusaha peternakan ayam, perhatian utama tidak hanya pada kesuksesan dalam teknik berproduksi, tetapi juga harus sukses dari segi usaha.

  Tidak ada gunanya hasil daging yang ribuan kilo/bulan, bila hasil itu diperoleh dengan biaya produksi yang terlalu tinggi (Rasyaf, 1993).

  Penerimaan dapat diklarifikasikan menjadi penerimaan nyata dan penerimaan yang diperhitungkan. Penerimaan nyata adalah penerimaan yang diterima dari hasil penjualan baik tunai maupun piutang (kredit). Penerimaan yang diperhitungkan ialah nilai output yang dikonsumsi peternak atau yang dihadiahkan. Penerimaan perusahaan bersumber dari pemasaran atau penjualan hasil usaha seperti panen tanaman dan hasil olahannya serta panen dari peternakan dan hasil olahannya (Kadarsan, 1995). Banyak pendekatan yang dapat dipakai untuk mengukur keuntungan ekonomis suatu perusahaan. Diantaranya adalah analisis usaha tani parsial yang melibatkan analisis anggaran parsial. Analisis anggaran parsial/anggaran keuntungan parsial digunakan untuk mengevaluasi pengaruh perubahan metode berproduksi atau organisasi usaha tani terhadap keuntungan usaha tani (Soekartawi et al., 1986).

  Biaya Produksi Biaya produksi tidak dapat dipisahkan dari proses produksi sebab biaya produksi merupakan masukan atau input dikalikan dengan harganya. Maka dapat dikatakan bahwa ongkos produksi adalah semua pengeluaran atau semua beban yang harus ditanggung oleh perusahaan untuk menghasilkan suatu jenis barang atau jasa yang siap untuk dipakai konsumen (Nuraini, 2003).

  Biaya produksi dalam pengertian ekonomi produksi dibagi atas biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap merupakan biaya yang harus dikeluarkan ada atau tidak ada ayam di kandang, biaya ini harus tetap keluar. Misalnya: gaji pekerja bulanan, penyusutan, bunga atas modal, pajak bumi dan bangunan, dan lain-lain. Sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan berhubungan dengan jumlah produksi ayam pedaging yang diusahakan. Semakin banyak ayam semakin besar pula biaya tidak tetap yang dikeluarkan dalam produksi peternakan secara total. Pada pemeliharaan ayam pedaging, biaya pakan mencapai 60% - 70% dari total biaya produksi (Rasyaf, 1995).

  Menurut (Lipsey et al., 1995) biaya tetap adalah jumlah biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan jumlah output tertentu sedangkan biaya yang berkaitan langsung dengan output yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi disebut biaya tidak tetap.

  Biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan yang tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan sesuatu produk. Biaya bagi perusahaan adalah nilai dari faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan output (Budiono, 1990). Lipsey et al.,(1995) mendefinisikan pengeluaran atau biaya bagi perusahaan adalah sebagai nilai input yang digunakan untuk memproduksi suatu output tertentu. Pengeluaran perusahaan adalah semua uang yang dikeluarkan sebagai biaya produksi, baik itu biaya tetap maupun biaya variabel atau biaya-biaya lainnya (Kadarsan, 1995).

  Biaya dalam usaha tani dapat dibedakan dengan cara yaitu biaya tetap dan tidak tetap, biaya tunai dan tidak tunai, serta biaya tercatat dan tidak tercatat dalam pembukuan akuntansi (Kay dan Edwards, 1994). Hernanto (1996) menyatakan pembiayaan usaha tani akan menyangkut usaha tani apa, metode atau cara yang dipakai dan tujuan usaha pengembangannya. Menurut Kay dan Edwards (1994), serta Budiono (1990) yang termasuk biaya tetap adalah depresiasi, asumsi, perbaikan rutin, pajak dan bunga modal sedangkan pakan, pupuk, bibit dan obat obatan bahan bakar dan kesehatan ternak termasuk biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah jumlah biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan jumlah output tertentu sedangkan biaya yang berkaitan langsung dengan output yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi disebut biaya variabel (Lipsey et al.,1995). Dalam usaha ternak, biaya yang terbesar yang dikeluarkan adalah biaya variabel terutama biaya pakan dan biaya tenaga kerja. Biaya merupakan komposisi terbesar . Besarnya biaya pakan berkisar antara 60-80% dari total biaya produksi (Prawirokusumo, 1991).

  Hasil Produksi (Pendapatan)

  Semakin tinggi pendapatan konsumen maka akan semakin kompleks pemasaran hasil–hasil peternakan. Konsumen yang semakin tinggi pendapatannya dan semakin tinggi tingkat kemakmurannya menginginkan hasil–hasil peternakan yang semakin banyak macam ragamnya (Rasyaf, 1995).

  Pendapatan adalah seluruh penerimaan uang yang di peroleh dari penjualan produk suatu kegiatan usaha. Penjualan ternak hidup, karkas, pupuk dan

  lainnya merupakan produk komponen pendapatan (Sutama dan Budiarsana, 2009).

  Pendapatan usaha ialah seluruh pendapatan yang di peroleh dalam suatu usaha. Pendapatan dapat berupa pendapatan utama, seperti hasil penjualan domba dari kegiatan usaha penggemukan domba dan pendapatan berupa hasil ikutan, misalnya pupuk kandang (Sudarmono dan Sugeng, 2003).

  Analisa Laba-Rugi

  Keuntungan adalah tujuan setiap usaha. Keuntungan dapat dicapai jika jumlah pendapatan yang diperoleh dari usaha tersebut lebih besar daripada jumlah pengeluarannya. Bila keuntungan dari suatu usaha semakin meningkat, maka secara ekonomis usaha tersebut layak dipertahankan atau ditingkatkan. Untuk memperoleh angka yang pasti mengenai keuntungan atau kerugian, yang harus dilakukan adalah pencatatan biaya. Tujuan pencatatan biaya agar peternak atau pengusaha dapat mengadakan evaluasi terhadap bidang usaha (Murtidjo, 1995).

  Laba merupakan ukuran yang membedakan antara apa yang perusahaan masukkan untuk membuat dan menjual produk dengan apa yang diterimanya.

  Perhitungan laba jelas untuk keputusan manajemen. Bila laba konsisten positif, perusahaan dapat tetap berada dalam bisnis tersebut, tetapi jika perusahaan mengalami penurunan produksi pengusaha dapat mencari produk yang lain yang akan diolah yang dapat mendatangkan keuntungan (Hansen dan Mowen, 2001).

  Keuntungan (laba) suatu usaha secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : K = TR-TC Dimana K = keuntungan Total Revenue = total penerimaan Total Cost = total pengeluaran

  Laporan laba rugi menggambarkan besarnya pendapatan yang diperoleh pada suatu periode ke periode berikutnya. Kemudian juga akan tergambar jenis- jenis biaya yang akan dikeluarkan berikut jumlahnya dalam periode yang sama (Kasmir dan Jakfar, 2005).

  Pendapatan berasal dari penjualan ternak hidup, karkas, pupuk dan produk lainnya merupakan komponen pendapatan. Sedangkan biaya produksi di bagi dua, yaitu biaya tetap (sewa lahan, bangunan kandang dan peralatan) dan biaya variabel (domba bakalan, pakan, tenaga kerja dan bunga bank) (Soerkartawi, 1994).

  Analisis R/C Ratio (revenue cost ratio)

  Menurut Cahyono (2002) analisis tingkat kelayakan usaha tani atau R/C ratio (Benefit Cost Ratio) bisa digunakan dalam analisis kelayakan usaha tani, yaitu perbandingan antara total pendapatan dan total biaya yang dikeluarkan.

  Total Hasil Produksi (Rp)

  R/C Ratio =

  Total Biaya Produksi (Rp)

  R/C Ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap satuan biaya yang dikeluarkan. Dimana R/C Ratio diperoleh dengan cara membagikan total penerimaan dengan total pengeluaran. Kadariah (1987), menyatakan bahwa untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter yaitu dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi besarnya pengeluaran, dimana bila

  R/C Ratio > 1 : Efisien R/C Ratio = 1 : Impas R/C Ratio < 1 : Tidak efisien

  Total hasil produksi (pendapata n) R/C Ratio =

   

  Total biaya produksi Soekartawi et al., (1986) menyatakan bahwa suatu usaha dikatakan memberikan manfaat bila nilai R/C Ratio > 1. Semakin besar nilai R/C Ratio maka semakin efisien usaha tersebut dan sebaliknya, semakin kecil nilai R/C Rationya maka semakin tidak efisien usaha tersebut.

  Rumus untuk mencari niali R/C Ratio dapat dituliskan sebagai berikut :

  Output

  R/C Ratio =

  Input

  dimana : Output : keluaran yang diperoleh dari usaha tersebut yang berupa hasil penjualan Input : korbanan yang diberikan berupa biaya-biaya untuk proses produksi

  Efisiensi usaha tani ditentukan dengan menggunakan konsep RCR

  (revenue cost ratio) , yaitu imbangan antara total penghasilan (out put) dengan total biaya (input). Nilai RCR > 1 menyatakan usaha tersebut menguntungkan.

  Semakin besar nilai RCR maka usaha dinyatakan semakin efisien (Karo-karo et al., 1995).

  Income Over Feed Cost (IOFC)

  Untuk mengetahui efisiensi penggunaan ransum secara ekonomis, selain memperhitungkan bobot badan yang dihasilkan dan efisiensi ransum, faktor efisiensi biaya juga perlu diperhitungkan. Income over feed cost (IOFC) adalah salah satu cara untuk mengetahui efisiensi biaya yang diperoleh dari hasil penjualan produksi dikurangi biaya ransum. Perhitungan IOFC ini terlepas dari biaya lain yang belum diperhitungkan seperti upah tenaga kerja, fasilitas kandang, bibit dan lain sebagainya yang tidak termasuk ke dalam kriteria yang diamati dalam biaya variabel.

  Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih dari total pendapatan

  dengan total biaya pakan digunakan selama usaha penggemukan ternak. Income

  Over Feed Cost ini merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya

  ransum yang merupakan biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak. IOFC diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya pakan. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual (Prawirokusumo, 1990).

  IOFC = (Bobot badan akhir ayam – bobot badan awal x harga jual ayam/kg) – (Total konsumsi pakan x harga pakan perlakuan/kg)

  Ayam Broiler

  Ayam broiler merupakan salah satu alternatif yang dipilih dalam upaya pemenuhan kebutuhan protein hewani karena ayam broiler memiliki pertumbuhan dan bobot badan yang sangat cepat, efisiensi pakan cukup tinggi, ukuran badan besar dengan bentuk dada lebar dan padat dan berisi sehingga sangat efisien diproduksi dalam jangka waktu 5-6 minggu ayam broiler tersebut dapat mencapai bobot hidup 1,4 – 1,6 kg. Secara umum broiler dapat memenuhi selera konsumen atau masyarakat, selain dari pada itu broiler lebih dapat terjangkau masyarakat karena harganya relatif murah (Rasyaf, 2000).

  Usaha ayam ras pedaging merupakan salah satu jenis usaha yang sangat potensial dikembangkan. Hal ini tidak terlepas dari berbagai keunggulan yang dimilikinya antara lain masa produksi yang relatif pendek kurang lebih 32-35 hari, produktivitasnya tinggi, harga yang relatif murah dan permintaan yang semakin meningkat. Beberapa faktor pendukung usaha budidaya ayam ras pedaging sebenarnya masih dapat terus dikembangkan, antara lain karena permintaan domestik terhadap ayam ras pedaging masih sangat besar (Anggrodi, 1995).

  Ayam broiler mempunyai potensi yang besar dalam memberikan sumbangan terhadap pemenuhan kebutuhan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia, karena sifat proses produksi relatif cepat (kurang dari 5 minggu) dan hasilnya dapat diterima masyarakat luas. Sifat produksi ayam broiler akan muncul jika memperhatikan beberapa faktor produksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah genetik, lingkungan dan interaksi antara genetik (Sembiring, 2006).

  Kebutuhan Nutrisi Broiler

  Keunggulan ayam pedaging didukung oleh sifat genetik, karena ayam pedaging ini memiliki laju pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat, sehingga produksi optimal hanya dapat diwujudkan apabila ayam tersebut memperoleh makanan yang berkualitas baik dalam jumlah kebutuhan nutrisi yang mencukupi. Rekayasa genetik, perkembangan teknologi pakan dan manajemen perkandangan menyebabkan strain ayam broiler yang ada sekarang lebih peka terhadap formula pakan yang diberikan (Wahju, 2004). Seperti yang dinyatakan oleh Amrullah (2004) bahwa pertumbuhan yang cepat dari ayam harus diimbangi dengan ketersediaan nutrisi dalam pakan yang cukup dan keadaan lingkungan yang meliputi temperatur lingkungan dan pemeliharaan. Menurut Direktorat Bina Produksi (1997), persyaratan mutu ayam umur satu hari (DOC) adalah berat minimal 37 gram, kondisi fisik sehat, kaki normal, dapat berdiri tegak, tampak segar, aktif, tidak dehidrasi, tidak ada kelainan bentuk, tidak cacat fisik sekitar pusar dan dubur kering serta pusar tertutup, warna bulu seragam sesuai dengan

  strain dan kondisi bulu kering.

  Zat makanan ayam broiler pada fase pertumbuhan broiler tergantung pada pakan disamping tata laksana dan pencegahan penyakit. Tujuan pemberian ransum pada ayam adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan berproduksi. Untuk produksi maksimum dilakukan dengan jumlah cukup, baik kualitas maupun kuantitas. Ransum broiler harus seimbang antara kandungan protein dengan energi dalam ransum. Disamping itu kebutuhan vitamin dan mineral juga harus diperhatikan ( Kartadisastra, 1994 ).

  Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dimakan dalam jangka waktu tertentu dan ransum yang dikonsumsi oleh ternak akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat nutrisi yang lain. Tingkat energi menentukan jumlah ransum yang dikonsumsi, ayam cenderung meningkatkan konsumsinya jika kandungan energi ransum rendah dan sebaliknya konsumsi akan menurun jika kandungan energi ransum meningkat (Scott et al., 1982).

  Menurut Parakkasi (1999) komsumsi adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh hewan bila diberikan ad libitum. Menurut Tillman et al., (1991) konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang dimakan oleh ternak, dimana zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kehidupan pokok dan untuk produksi hewan tersebut.

  Pada penyusunan formulasi ransum secara praktis, perhitungan kebutuhan nutrien hanya didasarkan pada kebutuhan energi dan protein, sedangkan kebutuhan nutrien yang lain hanya disesuaikan. Apabila ternak menunjukkan gejala defisiensi maka perlu ditambahkan suplemen terutama vitamin dan mineral.

  Tingkat kandungan energi ransum harus disesuaikan dengan kandungan proteinnya, karena protein sangat penting untuk pembentukan jaringan tubuh dan produksi. Apabila energi terpenuhi namun proteinnya kurang maka laju pertumbuhan dan produksi akan terganggu. Oleh karena itu, perlu diperhitungkan keseimbangan antara tingkat energi dan proteinsehingga penggunaan ransum menjadi efisien (Suprijatna et al., 2005).

  Tepung Limbah Udang

  Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga) yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis sehingga perlu mengalami proses pengolahan. Proses pengelolaan limbah merupakan seluruh rangkaian proses yang dilakukan untuk mengkaji aspek kemanfaatan benda/barang dari sisa sampai tidak mungkin untuk dimanfaatkan kembali. Salah satu usaha pengolahan limbah adalah menjadikannya sebagai pakan ternak. Proses pengolahan limbah menjadi ransum ternak dapat dilakukan secara kering (tanpa fermentasi) yaitu dengan mengeringkannya, baik menggunakan alat pengering maupun dengan sinar matahari. Kemudian dicincang, selanjutnya dijemur pada sinar matahari sampai kering yang ditandai dengan cara mudah dipatahkan atau mudah hancur kalau diremas. Setelah kering limbah ditumbuk menggunakan lesung atau alat

  a penumbuk lainnya, kemudian dilakukan pengayakan (Anonim , 2008).

  Kandungan khitin yang tinggi menyebabkan limbah udang mempunyai kecernaan yang rendah yaitu kadar khitin 3 % dalam ransum ayam broiler yang akan menekan konsumsi ransum dan pertumbuhan. Oleh sebab itu sebelum digunakan sebagai bahan pakan dalam ransum broiler limbah udang itu harus mendapat penanganan dan pengolahan yang baik untuk meningkatkan nilai gizinya. Sebagian besar limbah udang berasal dari kulit, kepala, dan ekornya.

  Fungsi kulit udang tersebut pada hewan udang (hewan golongan invertebrata) yaitu sebagai pelindung Isolasi khitin dari limbah kulit udang dilakukan secara bertahap yaitu tahap pemisahan protein (deproteinasi) dengan larutan basa (Neely dan Wiliam, 1999).

  Kualitas tepung udang sangat bergantung pada bagian tubuh udang yang menjadi limbah, cara pengeringan dan jenis udang yang digunakan kandungan protein kasarnya sebanyak 32% dan mineralnya 18% sehingga cukup baik digunakan untuk bahan ransum. Penggunaan tepung udang yang terlalu banyak juga tidak baik karena dari total 100% tepung udang sebagian besar adalah kulitnya (Rasyaf, 1997).

  Kandungan protein limbah udang yang cukup tinggi merupakan potensi yang perlu dimanfaatkan. Disamping itu, limbah udang juga mengandung serat kasar yang tinggi, yaitu berupa khitin. Purwaningsih (2000), menyatakan bahwa limbah udang terdiri dari 30% khitin dari bahan keringnya. Adanya khitin ini mengakibatkan adanya keterbatasan atau faktor pembatas dalam penggunaan limbah udang untuk dijadikan bahan penyusun ransum ternak unggas jika digunakan secara langsung tanpa dilakukan pengolahan.

  Filtrat Air Abu Sekam Murtius (2006) menyatakan bahwa salah satu bentuk pengolahan kimia

untuk menurunkan serat kasar adalah menggunakan air abu sekam. Hasil

penelitian Mirzah (2007), menunjukkan perendaman limbah udang dalam larutan

filtrat air abu sekam (FAAS) 10% selama 48 jam dan dikukus selama 45 menit

dapat menurunkan serat kasar dari 21,29 menjadi 18,71%.

  Penggunaan bahan kimia dapat dihindari dengan menggunakan larutan filtrat air abu sekam (alkali) yang tidak bersifat polutan. Hasil penelitian Mirzah (2006), menunjukkan bahwa perendaman limbah udang dalam larutan filtrat air abu sekam (FAAS) 10% selama 48 jam dan dikukus selama 45 menit dapat menurunkan kitin dari 15,2% menjadi 9,87% dan meningkatkan kecernaan protein kasar dari 50% menjadi 70,50%, sedangkan kandungan zat-zat makanan lain tidak banyak berubah yaitu bahan keringnya 86,40%, protein kasar 38,98%, lemak 4,12%, kalsium 14,63%, fosfor 1,75%, dan asam amino kritis seperti metionin 0,86%, lisin 1,15%, triptopan 0,35%, serta retensi nitrogen 66,13% dan energi termetabolis 2204, 54 kkal/kg. TLU hasil olahan dengan FAAS 10% tersebut lebih baik dibandingkan TLU tanpa diolah, yaitu dengan kandungan protein kasar 42, 6%, lemak 5,43%, khitin 15,24%, retensi nitrogen 55,23%, energi termetabolis

  1984,87 kkal/kg, dan kecernaan protein 52,00%, namun kualitas TLU olahan itu perlu dievaluasi secara biologis melalui pemberian ransum kepada ayam broiler.

  Effective Mikroorganisme – 4 (EM-4)

  Prebiotik EM-4 merupakan bahan cair yang mengandung kultur campuran berbagai mikroorganisme, organisme tersebut bersifat aerob dan fakultatif anaerob. Awalnya tujuan untuk meningkatkan produksi pertanian, tapi penggunaannya telah meluas kebidang peternakan (Winarno, 1986).

  EM-4 tidak mengandung bahan kimia sehingga aman bagi ternak. EM-4 dapat diinokulasikan pada minuman ternak dan pakan ternak serta dapat digunakan untuk membuat pakan ternak, probiotik ini juga mempunyai fungsi yaitu menyeimbangkan mikroorganisme yang menguntungkan dalam saluran pencernaan ternak, meningkatkan mutu daging, memperbaiki kesuburan ternak dan juga mengurangi stress. EM-4 dapat diberikan pada ternak melalui air minum dengan cara larutan EM-4 1-2 cc dicampur kedalam 1-1,5 liter air diberikan setiap hari (Nwanna, 2003).

  Trichoderma viridae Trichoderma viridae merupakan salah satu kapang yang mampu

  mendegradasi serat. Perlakuan pendahuluan berupa amoniasi diharapkan dapat melonggarkan ikatan lignoselulosa dan ikatan hidrogen selulosa, serta dapat menyediakan nutisi dalam bentuk “non-protein nitrogen” (NPN) bagi

  , dengan demikian efektivitas Trichoderma viridae dalam

  Trichoderma viridae

  mendegradasi komponen serat dapat meningkatkan kualitas eceng gondok, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pakan penyusun konsentrat

  (Mandels, 1982).

  Teknologi pengolahan bahan pakan yang akan dilakukan adalah dengan proses fermentasi padat, yang memanfaatkan kapang penghasil enzim khitinase, sehingga diharapkan dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh yang digunakan dapat mendegradasi dan melarutkan khitin yang terdapat dalam limbah udang dan meningkatkan kandungan nutrisi limbah udang. Terdapat beberapa jenis kapang yang dapat mengahasilkan enzim khitinase, salah satunya kapang

  Trichoderma viridae (Yurnaliza, 2002; Volk, 2004) yang dapat mendegrasi khitin

  pada limbah udang. Penggunakan kapang Trichoderma viridae dalam proses pengolahan bahan pakan memiliki kelebihan antara lain, protein enzim yang dihasilkan oleh kapang tersebut kualitas yang sangat baik jika dibandingkan dengan jenis kapang lainnya (Volk, 2004).

  Berdasarkan uraian diatas telah dilakukan penelitian tentang pemanfaatan enzim khitinase yang dihasilkan Trichoderma viridae dalam proses fermentasi limbah udang untuk mendegradasi khitin sehingga dapat meningkatkan kualitas dan daya cerna limbah udang yang akan digunakan sebagai sumber protein untuk ternak unggas.

  Menurut Winarno et al., (1993) menyatakan bahwa bahan pakan yang mengalami fermentasi mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi, karena adanya mikrobia yang mempunyai sifat katabolik terhadap komponen organik kompleks, sehingga akan mengubahnya menjadi komponen sederhana. Proses katabolik tersebut timbul karena adanya aktivitas beberapa enzim yang dihasilkan oleh mikrobia. Fermentasi dapat ditujukan untuk memecah selulosa oleh selulase yang dihasilkan mikrobia.

Dokumen yang terkait

Penggunaan Tepung Limbah Udang Dengan Pengolahan Filtrat Air Abu Sekam Fermentasi EM-4 dan Kapang Trichoderma Viride Pada Ransum Terhadap Karkas dan Lemak Abdominal Ayam Broiler

1 52 49

Penggunaan Tepung Limbah Udang dengan Pengolahan Filtrat Air Abu Sekam, Fermentasi EM-4 dan Kapang Trichoderma viridae pada Ransum Terhadap Pertumbuhan Ayam Broiler

3 74 62

Analisis Usaha Ayam Broiler Dengan Menggunakan Pakan Tepung Limbah Udang Melalui Pengolahan Filtrat Air Abu Sekam Fermentasi Em-4 dan Kapang

3 50 60

Penggunaan Tepung Limbah Udang Dengan Pengolahan Filtrat Air Abu Sekam, Fermentasi EM-4, Dan Kapang Trichoderma viridae Terhadap Daya Cerna Ayam Broiler

0 35 51

Fermentabilitas dan Kecernaan In Vitro Bulu Ayam dan Limbah Udang yang Diolah dengan Beberapa Teknologi Pengolahan Bahan Pakan

3 46 58

Penggunaan Tepung Limbah Udang yang Diolah dengan Filtrat Air Abu Sekam dalam Ransum Ayam Broiler

0 0 9

Penggunaan Tepung Limbah Udang Dengan Pengolahan Filtrat Air Abu Sekam Fermentasi EM-4 dan Kapang Trichoderma Viride Pada Ransum Terhadap Karkas dan Lemak Abdominal Ayam Broiler

0 1 14

Penggunaan Tepung Limbah Udang dengan Pengolahan Filtrat Air Abu Sekam, Fermentasi EM-4 dan Kapang Trichoderma viridae pada Ransum Terhadap Pertumbuhan Ayam Broiler

0 0 9

Penggunaan Tepung Limbah Udang dengan Pengolahan Filtrat Air Abu Sekam, Fermentasi EM-4 dan Kapang Trichoderma viridae pada Ransum Terhadap Pertumbuhan Ayam Broiler

0 0 12

Analisis Usaha Ayam Broiler Dengan Menggunakan Pakan Tepung Limbah Udang Melalui Pengolahan Filtrat Air Abu Sekam Fermentasi Em-4 dan Kapang

0 0 23