2.1. ANEMIA DEFISIENSI BESI 2.1.1. DEFENISI - Mentzer Indeks pada Anemia Defisiensi Besi dan Thalassemia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANEMIA DEFISIENSI BESI

  2.1.1. DEFENISI

  Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis,karena cadangan besi kosong,yang akhirnya

  1,2.3.8.9 mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.

  2.1.2. EPIDEMIOLOGI

  Prevalensi anemia defisiensi besi tinggi pada balita, demikian juga pada anak usia sekolah dan anak pra remaja. Angka kejadian anemia defisiensi besi pada anak usia sekolah(5-8 tahun) di kota sekitar 5,5% anak praremaja 2,6%,

  29 gadis remaja yang hamil 26% .

  Diperkirakan sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari setengahnya merupakan anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi lebih sering ditemukan di negara sedang berkembang ,sehubungan dengan kemampuan ekonomi yang terbatas,masukan protein hewani yang rendah dan infeksi parasit yang merupakan masalah endemik. Di saat ini di Indonesia ,anemia defisiensi besi masih merupakan salah satu masalah gizi utama disamping

  29 kekurangan kalori protein,vitamin A dan yodium.

  1,2,4,8,9

2.1.3.ETIOLOGI ANEMIA DEFISIENSI BESI

  Defisiensi zat besi terjadi jika kecepatan kehilangan atau penggunaan elemen tersebut melampaui kecepatan asimilasinya. Penurunan cadangan zat besi jika bukan pada anemia yang nyata, biasanya dijumpai pada bayi dan remaja dimana merupakan masa terbanyak penggunaan zat besi untuk pertumbuhan. Neonatal yang lahir dari perempuan dengan defisiensi besi jarang sekali anemis tetapi memang memiliki cadangan zat besi yang rendah. Bayi ini tidak memiliki cadangan yang diperlukan untuk pertumbuhan setelah lahir. ASI merupakan sumber zat besi yang adekuat secara marginal. Berdasarkan data dari “the third National Health and Nutrition Examination Survey” ( NHANES III ), defisiensi besi ditentukan oleh ukuran yang abnormal dari serum feritin, transferring saturation, dan/atau erythrocyte protophorphyrin.Kebutuhan zat besi yang sangat tinggi pada laki-laki dalam masa pubertas dikarenakan peningkatan volume darah, massa otot dan myoglobin. Pada wanita kebutuhan zat besi setelah menstruasi sangat tinggi karena jumblah darah yang hilang, rata-rata 20mg zat besi tiap bulan, akan tetapi pada beberapa individu ada yang mencapai 58mg. Penggunaan obat kontrasepsi oral menurunkan jumlah darah yang hilang selama menstruasi, sementara itu alat-alat intrauterin meningkatkan jumlah darah yang hilang selama menstruasi. Tambahan beban akibat kehilangan darah karena parasit seperti cacing tambang menjadikan defisiensi zat besi suatu masalah dengan proporsi yang mengejutkan.Penurunan absorpsi zat besi, hal ini terjadi pada banyak keadaan klinis. Setelah gastrektomi parsial atau total, asimilasi zat besi dari makanan terganggu, terutama akibat peningkatan motilitas dan by pass usus halus proximal, yang menjadi tempat utama absorpsi zat besi. Pasien dengan diare kronik atau malabsorpsi usus halus juga dapat menderita defisiensi zat besi, terutama jika duodenum dan jejunum proximal ikut terlibat.

  Kehilangan zat besi, dapat terjadi secara fisiologis atau patologis; Fisiologis:

  • Menstruasi • Kehamilan, pada kehamilan aterm, sekitar 900mg zat besi hilang dari ibu kepada fetus, plasenta dan perdarahan pada waktu partus.

  Patologis: Perdarahan saluran makan merupakan penyebab paling sering dan selanjutnya anemia defisiensi besi. Prosesnya sering tiba-tiba. Selain itu dapat juga karena cacing tambang, pasien dengan telangiektasis herediter sehingga mudah berdarah, perdarahan traktus gastrourinarius, perdarahan paru akibat bronkiektasis atau hemosiderosis paru idiopatik. Yang beresiko mengalami anemia defisiensi zat besi:

  • Wanita menstruasi
  • Wanita menyusui/hamil karena peningkatan kebutuhan zat besi
  • Bayi, anak-anak dan remaja yang merupakan masa pertumbuhan yang cepat.
  • Orang yang kurang makan makanan yang mengandung zat besi, jarang makan daging dan telur selama bertahun-tahun.
  • Menderita penyakit maag.
  • Penggunaan aspirin jangka panjang
  • Colon cancer

  • Vegetarian karena tidak makan daging, akan tetapi dapat digantikan dengan brokoli dan bayam.

2.1.4.DISTRIBUSI BESI DALAM TUBUH

  2.1.4.1. Hemoglobin

  Hemoglobin terdiri dari besi sekitar 0,34% dari beratnya, laki-laki mengandung besi sekitar 2 gr dari besi tubuh dan wanita sekitarnya 1,5 gr. Satu

  1,2,3 millimeter eritrosit murni mangandung besi sekitar 1 mg .

  2.1.4.2.Cadangan besi

  Sebagian besi disimpan dalam sel retikuloendotel sebagai feritin dan hemosiderin,jumlahnya sangat bervariasi sesuai dengan status besi tubuh keseluruhan. Feritin adalah kompleks besi protein yang larut dalam air,dengan berat molekul 465.000. Feritin tersusun atas cangkang protein luar yaitu apoprotein yang terdiri atas 22 subunit dan inti besi-fosfat-hidroksida, mengandung besi sampai 20% beratnya dan tidak tampak pada pemeriksaan mikroskop cahaya. Tiap molekul apoprotein dapat mengikat 4000-5000 atom

  1,2,3,4 besi.

  Hemosiderin adalah suatu kompleks besi protein tak larut dengan komposisi yang bervariasi dan mengandung besi sekitar 37% beratnya.

  Hemosiderin berasal dari digesti parsial agregat molekul feritiin oleh lisosom,dan dapat dilihat dalam makrofage dan sel lain pada pemeriksaan mikroskop cahaya

  1,2,3,4 setelah diwarnai dengan reaksi Perls ( biru Prussian ).

  2.1.4.3. Myoglobin

  Besi juga terdapat dalam otot dan sel otot jantung dalam jumlah yang sangat kecil,dimana berguna sebagai sumber oksigen pada saat terjadi luka pada

  1,2,9.

  sel

  2.1.4.4.Kompartemen besi jaringan

  Besi jaringan sekitar 6-8mg.Termasuk didalamnya sitokrom dan enzim- enzim yang mengandung besi. Besi jaringan ini lebih kecil kemungkinan untuk berkurang dibandingkan hemosiderin,feritin dan hemoglobin pada keadaan

  1,217,18 defisiensi besi.

  2.1.4.5.Besi transport

  Dari seluruh kandungan besi dalam tubuh,yang merupakan besi transport sekitar 3 mg. Meskipun dalam jumlah yang sangat sedikit tetapi paling aktif dibandingkan kompartemen besi lainnya,pada keadaan normal turn over 10

  1,2,16,17 kali setiap hari.

  Tranferin dan laktoferin merupakan glikoprotein,dimana transferin pengangkut besi dari plasma dan laktoferin mengangkut besi dari susu. Transferin disintesa di hati dan disekresikan ke plasma. Transferin juga diproduksi di testis dan susunan saraf pusat ,oleh karena itu tempat ini relatif tidak dapat dimasuki

  1,2,19,20 protein pada sirkulasi.

  1,2,18,19 2.1.5 . ABSORPSI BESI

  Tubuh mendapat masukan besi yang berasal dari makanan.Untuk memasukkan besi dari usus ke dalam tubuh diperlukan proses absorpsi. Absorpsi besi paling banyak terjadi pada bagian proksimal duodenum disebabkan oleh pH dari asam lambung dan kepadatan protein tertentu yang diperlukan dalam absorpsi besi pada epitel usus. Proses absorpsi besi dibagi menjadi 3 fase :

  1. Fase luminal Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk yaitu: Besi heme : terdapat dalam daging dan ikan,tingkat absorpsinya tinggi,tidak dihambat oleh bahan penghambat sehingga mempunyai bioavaibilitas tinggi. Besi non heme : berasal dari tumbuh-tumbuhan ,tingkat absopsinya rendah,dipengaruhi oleh bahan pemacu atau penghambat sehingga bioaviabilitasnya rendah. Yang tergolong sebagai bahan pemacu absorpsi besi adalah meat factor dan vitamin C,sedangkan yang tergolong bahan penghambat ialah tanat,phytat dan serat (fiber). Dalam lambung karena pengaruh asam lambung maka besi dilepas dari ikatannya dengan senyawa lain. Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk ferri ke ferro yang siap untuk diserap.

  2. Fase mukosal Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa doudenum dan jejenum proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks dan terkendali. Besi dipertahankan dalam keadaan terlarut oleh pengaruh asam lambung. Sel absorptif terletak pada puncak villi usus ( apical sel). Pada brush border dari sel absorptif, besi ferri dikonversi menjadi besi ferro oleh enzim ferroreduktase, mungkin dimediasi oleh protein duodenal cytocrome b-like (DCYTB). Transport melalui membran difasilitasi oleh divalent metal tranporter (DMT 1,disebut juga Nramp 2).

  Setelah besi masuk dalam sitoplasma,sebagian disimpan dalam bentuk feritin,sebagian diloloskan melalui basolateral transporter ( ferroportin disebut juga sebagai IREG 1) ke dalam kapiler usus. Pada proese ini terjadi reduksi dari ferri menjadi ke ferro oleh enzim ferroreduktase (antara lain oleh hepaestin,identik dengan seruloplasmin pada metabolisme tembaga) kemudian besi (ferri) diikat oleh apotransferin dalam kapiler usus. Besi heme diabsorpsi melalui proses yang berbeda mekanismenya,belum diketahui dengan jelas. Besi heme dioksidasi menjadi hemin,kemudian diabsorpsi secara utuh diperkirakan melalui suatu reseptor. Absorpsi heme jauh lebih efisien dibandingkan dengan besi non heme. Besar kecilnya besi yang ditahan dalam eritrosit atau diloloskan ke basolateral diatur oleh set point yang sudah diset saat enterosit berada pada dasar Lieberkuhn,kemudian pada waktu pematangan bermigrasi ke arah puncak vili sehingga siap sebagai sel absortif.

  3. Fase korporal Besi setelah diserap oleh enterosit ( epitel usus) ,melewati bagian basal epitel usus memasuki kapiler usus,kemudian dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Transferin akan melepaskan besi pada sel RES melalui proses pinositosis.Satu molekul transferin dapat mengikat maksimal dua molekul besi. Besi yang terikat pada tranferin (Fe2-Tf) akan diikat oleh reseptor tranferin (transferin receptor = Tfr) yang terdapat pada permukaan sel, terutama sel normoblast.Kompleks Fe2-Tf-Tfr akan terlokalisir pada suatu cekungan yang dilapisi oleh klatrin ( clathrin-coated- pit), cekungan ini mengalami invaginasi sehingga melepaskan ikatan besi dengan transferin.Besi dalam endosom akan dikeluarkan ke sitoplasma dengan bantuan DMT1,sedangkan ikatan apotransferin dan reseptor mengalami siklus kembali ke permukaan sel dan dapat dipergunakan kembali.

2.1.6. MEKANISME REGULASI ABSORPSI BESI

  1,2,4,9

  Terdapat 3 mekanisme regulasi absorpsi besi dalam usus :

  1.Regulator dietik Absorpsi besi dipengaruhi oleh jenis diet dimana besi terdapat. Diet dengan bioavaibilitas tinggi yaitu besi heme,besi dari sumber hewani,serta adanya faktor enchancer akan meningkatkan absorpsi besi. Sedangkan besi dengan bioaviabilitas rendah adalah besi non heme,besi yang berasal dari sumber nabati dan banyak mengandung inhibitor akan disertai dengan persentasi absorpsi besi yang rendah.

  2.Regulator simpanan Penyerapan besi diatur melalui besarnya cadangan besi dalam tubuh.

  Penyerapan besi rendah jika cadangan besi tinggi,sebaliknya apabila cadangan besi rendah maka absorpsi besi akan ditingkatkan. Bagaimana mekanisme regulasi ini bekerja belum diketahui dengan pasti.

  3.Regulator eritropoetik Besarnya absorpsi besi berhubungan dengan kecepatan eritropoesis.

  Regulator eritropoetik mempunyai kemampuan regulasi absorbsi besi lebih tinggi dibandingkan dengan regulator simpanan. Mekanisme regulator eritropeotik ini belum diketahui dengan pasti. Eritropoesis infektif ( peningkatan eritropoesis tetapi disertai penghancuran prekursor eritroid dalam sum-sum tulang) seperti misalnya pada thalasemia atau hemoglobinopati lainnya,disertai dengan peningkatan absorpsi besi lebih besar dibandingkan dengan peningkatan eritropoesis akibat destruksi eritrosit di darah tepi,seperti misalnya pada anemia hemolitik autoimun.Oleh karena itu hemokromatosis sekunder jauh lebih sering pada keadaan pertama dibandingkan dengan keadaan kedua. Akhir-akhir ini ditemukan suatu peptida hormonal kecil hepcidin yang diperkirakan mempunyai peran sebagai soluble regulator absorpsi besi dalam usus.

2.1.7. SIKLUS BESI DALAM TUBUH

  Pertukaran besi dalam tubuh merupakan lingkaran yang tertutup yang diatur oleh besarnya besi yang diserap,sedangkan kehilangan besi fisiologik bersifat tetap. Besi yang diserap usus setiap hari berkisar antara 1-2 mg,ekskresi besi terjadi dalam jumlah yang sama melalui eksfoliasi. Besi dari usus dalam bentuk transferin akan bergabung dengan besi yang dimobilisasi dari makrofag dalam sumsum tulang sebesar 22 mg perhari. Eritrosit yang terbentuk secara efektif yang akan beredar melalui sirkulasi memerlukan besi 17 mg,sedangkan besi sebesar 7 mg akan dikembalikan ke makrofag karena terjadinya eritropoeisis infektif (hemolisis intrameduler). Besi yang terdapat pada eritrosit yang beredar,setelah mengalami proese penuaan juga akan dikembalikan pada makrofage sumsum tulang 17 mg. Sehingga dengan demikian dapat dilihat suatu

  

1,2,17,19

lingkaran tertutup yang sangat efisien.

  2.1.8.. PERANAN BESI DALAM ERITROPOESIS

  Hemoglobin mempunyai masa hidup yang terbatas sesuai dengan umur eritrosit yaitu sekitar 120 hari dalam sirkulasi,sehingga sedikitnya satu persen dari total besi dalam eritrosit dilepaskan setiap hari dan berpengaruh pada keadaan besi dalam tubuh. Eritropoesis adalah suatu proses yang terus menerus dimana sel progenitor eritroid yang primitif mengalami proliferasi dan diferensiasi sehingga menjadi sel matang. Proses ini diatur oleh eritropoetin,suatu hormon yang dihasilkan oleh ginjal sebagai respons terhadap anemia dan hipoksia. Pada janin,eritropoetin berasal dari sistem monosit/makrofag di hati dan setelah lahir

  1,2,17,18 eritropoetin dihasilkan oleh sel peritubuler di ginjal.

  Sekitar 70% besi diangkut oleh eritrosit sebagai hemoglobin,sebagian besar sisanya disimpan sebagai cadangan yaitu feritin,hemosiderin dan kira-kira sepertiganya dalam makrofag serta sepertiganya lagi dalam hepatositnya. Sebagian kecil besi berada sebagai mioglobin dan enzim. Distribusi besi dalam tubuh akan mengalami daur ulang,setiap hari sekitar 25 ml eritrosit harus diganti sehingga membutuhkan 25 mg besi tetapi hanya sekitar 1mg/hari yang dapat diabsorbsi dari makanan sedangkan 24 mg lagi diambil dari daur ulang besi dan dari cadangan besi. Siklus besi harian ini diatur oleh transferin plasma (TF),cell surface transferin receptors (TFRs), dan cadangan protein feritin. Kontrol intraseluler dalam sel eritroid bergantung pada interaksi antara iron responssive binding protein (IRE-BP) dengan iron responssive elements (IRE) sebagai transferrin receptor (TFR).feritin dan juga erytroid cell-specific aminolevulinic acid synthetase (ALAS) yang merupakan enzim yang terlibat dalam pembentukan

  1,2,17,19 heme dari glycine dan succinil CoA dalam mitokondria. Absorbsi besi terutama terjadi di duodenum oleh enterosit,pada villi usus besi melalui bagian apikal dan kemudian melalui bagian basoleteral dari membran sel untuk mencapai sirkulasi. Bagian apikal membran membawa heme dan besi ferro ke dalam sel. Heme diabsorbsi secara langsung ke dalam sel mukosa dimana heme tersebut diurai oleh heme oxygenase dan ferro dilepas. Besi anorganik dari diet makanan terutama dalam bentuk ferri dan secara enzimatik akan berkurang dalam bentuk yang lebih efisiens untuk diabsorbsi yaitu bentuk ferro oleh brush border feric reductase,difasilitasi oleh pH lambung yang rendah dan adanya agen-agen yang mengurangi pH lambung seperti asam askorbat. Besi ferro dibawa melalui bagian apikal membran ke dalam enterosit oleh divalen metal

  1,2,16,17 transporter.

  Pengambilan besi oleh enterosit ditentukan oleh kandungan besi dan hal ini tergantung kepada jumlah transferin yang berikatan dengan besi yang disimpan sebagai ferritin pada bagian basal sel kripta. Kandungan besi pada sel kripta mencerminkan jumlah total cadangan besi dan berhubungan erat dengan

  1,2,16,17 kebutuhan tubuh.

  Metabolisme seluler dari besi dilakukan oleh tiga protein yaitu transferin.receptor transferin dan ferritin. Besi lepas dari tempat absorbsi dan masuk ke sel yang sedang aktif bersintesis oleh suatu protein yaitu transferin. Protein transpor plasma ini mengandung 679 asam amino. Tidak seperti protein transpor lain,transferin tidak ikut dikomsumsi selama proses pengangkutan,sehingga daur ulangnya dalam plasma tidak sama dengan daur ulang besi dalam plasm. Produksi transferin meningkat pada keadaan defisiensi besi dan menurun pada keadaan overload besi. Konsentrasi transferin dalam plasma secara fungsional dihitung sebagai total iron binding capacity

  1,2,16,17 (TIBC).

  Serum transferin receptor adalah suatu protein transmembran dengan dua rantai polipeptida. Besi dibawa ke eritroblas melalui interaksi antara transferin plasma dengan permukaan sel reseptor transferin. Ketika terjadi defiensi besi 1,2,11,17. maka terjadi peningkatan jumlah tranferin receptor. Pada keadaan normal besi akan bergabung dengan protoporfirin selama tahap akhir biosintesis heme. Pada saat terjadi defisiensi besi,protoporfirin IX tidak dapat bergabung dengan besi untuk membentuk heme pada tahap akhir sintesis heme.Akibatnya tidak adanya besi ,protoporfirin bergabung dengan seng untuk membentuk free erythrocyte zinc protoporphyrin (ZPP) yang stabil selama hidup

  1,2,11,17 sel darah merah.

2.1.9.DEFISIENSI BESI

  1,2,4,7,

  Kriteria WHO untuk anenia defiensi besi adalah :

  1. Kadar hemoglobin dibawah nilai normal menurut umur: Bayi sampai umur 6 tahun : < 11 g/dl 6 tahun -14 tahun : <12 g/dl Wanita dewasa :

  ˂12 g/dl Laki-laki dewasa : <13 g/dl

  2. MCHC : <31 % ( 32-35%)

  3. Serum iron : <50 ng/dl (80-180ng/dl)

  4. Transferin saturation : <16% (20-50%)

  5. Serum feritin :<10 ng/ml (20-200ng/ml)

  6. Erythrocyte protoporphirin(EP) :>2,5 ng/g hemoglobin Defisiensi besi tanpa anemia akan mengakibatkan gangguan sintesis hemoglobin tapi kadar hemoglobin belum turun sesuai kriteria anemia.

  Biasanya ditandai dengan serum ferritin < 10 ng/l, EP> 2,5 ng/g hemoglobin. MCV <72 fl, atau respons terhadap terapi besi oral akan meningkatkan kadar hemoglobin sedikitnya 10g/l dalam satu bulan setelah pemberian besi oral 3mg/kg sebagai ferrosulfat satu kali perhari sebelum sarapan pagi.

2.1.10. PATOFISIOLOGI

  Anemia defisiensi besi merupakan tingkat terakhir dari tingkatan

  1,2,4,18

  kekurangan besi pada manusia. Tingkatan defisiensi besi yaitu :

  1. Strorage iron deficiency ( prelatent iron deficiency) Pada stadium ini cadangan besi menurun,absorbsi besi meningkat pada saluran cerna. Ditemukan penurunan serum ferritin,konsentrasi besi dalam sum-sum tulang dan jaringan hati menurun.

  2. Iron limited erythtopoeisis ( latent iron deficiency) Cadangan besi menurun.Pada stadium ini terjadi penurunan serum ferritin,serum iron dan saturasi transferin.peningkatan total iron binding capacity,peningkatan free erythtrocyte porphyrin (FEP) sedang kadar hemoglobin masih dalam batas normal.

  3. Iron deficiency anemia Akibat balans besi negatif yang berkepanjangan maka produksi eritrosit terganggu yang mengakibatkan penurunan kadar hemoglobin yang menyebabkan anemia mikrositik hipokromik. Terjadi penurunan

  Hb,MCV,MCH,MCHC,besi serum,peningkatan TIBC dan penurunan saturasi transferin.

2.1.11. PENILAIAN STATUS BESI

  Diagnosis banding untuk anemia pada anak sangat luas,tetapi akan lebih sempit jika ditemukan gambaran eritrosit yang mikrositik pada darah tepi. Defisiensi besi dan thalasemia minor adalah penyebab yang paling sering dari anemia mikrositik pada anak. Belum ada pemeriksaan tunggal yang terbaik untuk menegakkan diagnosis defisiensi besi sebelum timbul anemia. Baku emas untuk mengidentifikasi defisiensi besi adalah dengan melakukan biopsi sum-sum tulang dengan pewarnaan prussian.Tetapi karena pemeriksaan ini sangat invasif maka 1,2,4,9. pemeriksaan indirek masih lebih banyak digunakan . Pemeriksaan laboratorium indirek yang digunakan dalam diagnosis defisiensi besi dapat digolongkan pada pemeriksaan hematologi berdasarkan gambaran eritrosit dan pemeriksaan biokimia berdasarkan metabolisme besi yaitu pemeriksaan serum ferritin,kadar besi serum,total iron binding capacity (TIBC),saturasi transferin,serum transferin receptor,erythrocyte protoporphyrin

  1,2,4,9 (EP) dan zinc protoporphyrin.

  1,2,4,9

1.Pemeriksaan hematologi

  Pemeriksaan ini sering digunakan untuk skrining pada suatu populasi yang cenderung berkembang menjadi defisiensi besi..

1.1.Hemoglobin (Hb)

  Tahap awal dalam diagnosis anemia defisiensi besi adalah pengukuran konsentrasi hemoglobin. Anemia secara umum didefenisikan sebagai kadar hemoglobin dibawah persentil kelima menurut referensi populasi yang sehat. Menurut WHO konsentrasi Hb normal adalah 11gr/dl untuk bayi sampai umur 6 tahun dan 12gr/dl untuk anak 6 tahun sampai 14 tahun.

  Hemoglobin adalah petanda yang lambat untuk defisiensi besi karena timbul setelah lanjut sehingga sensitifitasnya rendah karena anemia yang berhubungan dengan defisiensi besi biasanya ringan. Spesitifitasnya juga rendah karena nilai Hb yang rendah juga ditemukan pada infeksi kronis.inflamasi,malnutrisi.thalasemia minor dan sebagainya.

  1.2.Hematokrit (Ht)

  Pada defisiensi besi,Ht akan menurun setelah formasi Hb terganggu sehingga pada kasus-kasus awal defisiensi besi,konsentrasi Hb yang sedikit menurun akan menunjukkan nilai hematokrit yang normal.Hanya pada keadaan anemia defisiensi besi berat yang akan menurunkan nilai Ht.

  1.3. Indeks eritrosit

  Indeks eritrosit dihitung dari hasil pemeriksaan hemoglobin,hematokrit dan eritrosit yang dapat digunakan sebagai pemeriksaan tambahan untuk mengetahui jenis anemia.

  • Mean Corpuscular Volume (MCV) = volume eritrosit rata-rata = VER Rumus : nilai hematokrit X 10

  Jumlah eritrosit ( juta) Nilai normal : 80-93 fl Lebih besar dari nilai normal : makrositer Lebih kecil dari nilai normal : mikrositer

  MCV adalah penentuan volume index secara modern.

  • Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) = Hemoglobin Eritrosit Rata-rata=

  HER Rumus : Nilai hemoglobin X 10 Jumlah eritrosit (juta) Satuan SI : pikogram Nilai normal : 27-32 pq Lebih besar dari nilai normal : hiperkrom Lebih kecil dari nilai normal : hipokrom MCH adalah penentuan Colour index secara modern.

  • Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration=MCHC=Konsentrasi

  Hemoglobin Eritrosit Rata-rata=KHER Rumus : Nilai hemoglobin X 100 Nilai hematokrit Satuan SI :g/dl Nilai normal : 31-35 g/dl Lebih kecil dari nilai normal : hipokrom MCHC adalah penentuan saturation index secara modern.

  Mean corpuskular volume (MCV) merupakan pemeriksaan yang cukup akurat dan merupakan parameter yang sensitif terhadap perubahan eritrosit bila dibandingkan dengan pemeriksaan MCHC dan MCH dan untuk mengetahui kemungkinanan terjadinya defisiensi besi.

  Wright CM dkk menyimpulkan bahwa anak dengan kadar hemoglobin dan MCH yang rendah specifik terhadap defisiensi besi dan respons yang baik terhadap preparat besi.

  1.4 Jumlah retikulosit

  Retikulosit merupakan eritrosit imatur yang berada dalam aliran darah dan akan berkurang jumlahnya pada keadaan defisiensi besi.

  Pemeriksaan ini dapat membantu membedakan anemia yang hipoproduktif (penurunan produksi eritrosit) dari proses destruksi ( peningkatan penghancuran eritrosit). Jumlah retikulosit yang rendah menunjukkan gangguan pada sum-sum tulang dan jumlah yang meningkat menunjukkan suatu proses hemolitik atau kehilangan darah yang aktif. Parameter ini biasanya digunakan untuk menilai respon awal terhadap pemberian suplementasi besi .Menurut Sandoval C,dkk(2004) ,respons terhadap defisiensi besi tampak pada puncak jumlah retikulosit hari ke-5-7 setelah suplementasi besi. Kemudian diikuti oleh nilai hemoglobin 1-2 g/dl setiap minggu sampai tercapai nilai normal dalam 4-6 minggu.

  1.5. Red blood distribution width index (RDW index) RDW index

  menunjukkan variabilitas bentuk ertrosit( anisositosis) yang juga merupakan manifestasi awal terjadinya defisiensi besi.

   RDW index

  yaitu (MCV/RBC X RDW ), bila >220 merupakan indikasi untuk anemia defisiensi besi dan bila < 220 merupakan indikasi thalasemia trait dengan spesifisitas 92%. Rumus ini dapat membantu klinisi untuk menentukan pilihan antara terapi besi empiris dan melakukan elektroforesis hemoglobin untuk konfirmasi thalasemia trait. Suatu penelitian yang dilakukan terhadap orang dewasa,RDW index yang tinggi menunjukkan sensitivitas 71-100% dan spesifitas 50% terhadap defisiensi besi dan penelitian pada bayi umur 12 bulan . RDW index yang tinggi menujukkan sensitivitas 100% dan spesifitas 82%..Karena spesifitasnya yang rendah maka RDW index tidak digunakan sebagai uji skrining tunggal tetapi biasanya digabung dengan MCV. Nilai RDW indeks yang meningkat dan MCV yang menurun mengarah kepada diagnosis defisiensi besi.

  1.6. Mentzer indeks

  Klinisi sering dihadapkan dengan kasus anemia mikrositik pada populasi dimana prevalensi thalasemia yang tinggi. Mentzer indeks dapat membantu membedakan defisiensi besi dengan thalassemia dimana pemeriksaan ini merupakan hasil perhitungan MCV/RBC.

  Bila hasil perhitungan >14 merupakan indikasi untuk anemia defisiensi besi, namun bila <12 merupakan indikasi untuk thalassemia trait .

  1.7.Hemoglobin content of reticulocytes (CHr)

  CHr merupakan konsentrasi besi yang mengandung protein dalam retikulosit yang diukur dengan menggunakan flowsitometer dan merupakan indikator awal terhadap defisiensi besi pada subyek sehat yang diberikan recombinant human eritropoietin.

  Brugnara C,dkk pada suatu penelitian retropektif terhadap 210 anak menunjukkan kadar CHr yang rendah merupakan prediktor terbaik terhadap defisiensi besi dibandingkan dengan Hb,MCV,serum iron,RDW. Saturasi transferin dan serum tranferin receptor..

  1,20,21,28

2. Pemeriksaan Biokimia

  2.1. Serum feritin

  Feritin merupakan komponen cadangan besi yang nilainya akan turun selama defisiensi besi sebelum perubahan karakteristik dari serum iron dan total iron binding capacity. Dalam keadaan anemia defisiensi besi ketika terjadi anemia mikrositik hipokromik,serum feritin akan sangat rendah , yang merupakan gambaran menurunnya cadangan besi. Penting dicatat bahwa konsentrasi serum feritin yang rendah merupakan karakteristik hanya pada keadaan defisiensi besi.

  Serum feritin mempunyai spesifitas yang tinggi untuk defisiensi besi khususnya bila dikombinasi dengan pemeriksaan lainnya seperti Hb,tetapi masih terbatas penggunaannya karena harganya yang sangat mahal dan belum semua klinik bisa melakukannya. Sheriff A dkk(1998) menyatakan bahwa pada bayi antara umur 12 dan 18 bulan tidak terjadi perubahan yang bermakna pada kadar Hb tetapi terjadi perubahan kadar serum feritin menurut umur sehingga bila feritin digunakan sebagai alat skrining defieinsi besi maka faktor umur harus juga diperhatikan.

  2.2. Konsentrasi serum iron

  Konsentrasi serum iron akan menurun bila terjadi penurunan cadangan besi tubuh tetapi konsentrasinya tidak menggambarkan keadaan cadangan besi secara akurat karena dipengaruhi oleh faktor tambahan seperti absorbsi besi dari makanan,infeksi dan inflamasi.

  2.3.Total iron binding capacity (TIBC)

  Ketika terjadi defisiensi besi ,deplesi dari cadangan besi diikuti dengan menurunnya serum iron dan peningkatan kadar TIBC,terjadi penurunan jumlah eritrosit dan penurunan kandungan hemoglobin dengan tampaknya bentuk eritrosit yang mikrositik hipokromik.

  Hampir semua besi dalam serum berikatan dengan protein,yaitu transferin sehingga TIBC secara tidak langsung juga menunjukkan kadar transferin yang akan meningkat bila konsentrasi dan cadangan besi dalam serum menurun.

  2.4. Serum transferin Transferin merupakan glikoprotein, yang mengangkut besi dari plasma.

  Menunjukkan jumlah iron binding sites dan besi transpor pada cadangan besi dengan menghitung perbandingan antara konsentrasi serum iron dengan TIBC yang dinyatakan dalam persen. Saturasi transferin yang rendah menunjukkan rendahnya kadar serum iron relative terhadap jumlah iron binding sites, yang menandakan rendahnya cadangan besi. Saturasi tansferin yang menurun sebelum timbulnya anemia tetapi belum cukup cepat untuk menunjukkan deplesi besi. Pemeriksaan ini juga dipengaruhi oleh faktor lain sama seperti pemeriksaan TIBC dan konsentrasi serum iron dan kurang sensitif terhadap perubahan cadangan besi bila dibandingkan dengan serum feritin.

  Saturasi transferin lebih sensitif terhadap perubahan status besi dalam tubuh bila dibandingkan dengan indeks eritrosit, nilainya yang rendah bila dihubungkan dengan peningkatan TIBC akan mengarah kepada diagnosa defisiensi besi .

  2.5.Serum transferin reseptor

  Serum transferin reseptor adalah suatu protein transmembran dengan dua rantai polipeptida. Besi dibawa ke eritroblas melalui interaksi antara transferin plasma dengan transferin reseptor di permukaan sel. Ketika terjadi defisiensi besi maka terjadi peningkatan jumlah transferin reseptor. Pemeriksaan ini baik digunakan pada bayi dan pada daerah dengan prevalensi infeksi yang tinggi karena serum transferin tidak dipengaruhi oleh proses inflamasi akut atau kronik.

  2.6. Erythrocyte protoporphyrin(EP)

  Terjadi akumulasi protoporpirin pada ertrosit pada saat kekurangan besi dimana seharusnya besi tersebut akan bergabung dengan protoporpirin untuk membentuk heme. EP meningkat pada defisiensi besi dan keracunan timbal sehingga dapat digunakan terhadap bayi dan anak pada daerah perkotaan dengan ekonomi lemah dimana kedua kondisi ini sering dijumpai. Serdar,dkk (2000) dalam suatu penelitian terhadap 72 anak dengan anemia defisiensi besi menyatakan bahwa terdapat hubungan yang significant antara EP dengan hemoglobin.EP lebih sensitif tetapi kurang specifik dibanding pemerikasaan kadar feritin tetapi dapat digunakan sebagai pemeriksaan diagnostik terhadap defisiensi besi dan untuk diagnosa anemia defisiensi besi pada bayi.

  2.7. Zinc protoporphyrin (ZPP)

  ZPP adalah metabolit normal yang jumlahnya sedikit tetapi dibutuhkan dalam biosintesis heme. Reaksi akhir dari jalur biosintesis heme adalah ikatan antara besi dan protoporpirin. Bila terdapat kekurangan atau gangguan penggunaan besi maka seng merupakan logam alternatif untuk ikatan tersebut yang akan meningkatkan kadar ZPP. Telah terbukti bahwa hal ini merupakan respons biokimia pertama terhadap kekurangan besi untuk eritropoesis,yang mengakibatkan meningkatnya ZPP dalam di sirkulasi.

  Anemia defisiensi besi dapat dilihat dari rendahnya kadar hemoglobin dan tahap deplesi besi dapat diketahui dengan penurunan konsentrasi serum feritin. Tetapi untuk mengetahui apakah telah terjadi kekurangan besi untuk eritropoesis diperlukan pemerikasaan ZPP yang konsentrasinya akan meningkat karena seng (Zn) akan menggantikan posisi besi dalam proses pembentukan heme. ZPP juga dapat digunakan sebagai pemeriksaan skrinning terhadap defisiensi besi. Hastka dkk (1994) berdasarkan penelitiannya menyarankan pemeriksaan hemoglobin,feritin dan ZPP untuk mempermudah melihat setiap tahap defisiensi besi.

2.2 THALASSEMIA

  2.2.1. Defenisi thalassemia

  Thalassemia adalah kelainan kuantitatif yang ditandai oleh produksi hemoglobin (Hb) yang tidak adekuat sebagai akibat kurang atau tidak adanya

  1,2,10,11 sintesis satu atau lebih rantai polipeptida globin.

  2.2.2. Distribusi thalassemia

  Thalassemia ditemukan tersebar di seluruh ras Mediterania,Timur Tengah,India sampai Asia Tenggara. Dalam tiga tahun terakhir ini,daerah tersebut telah mengalami perubahan pola penyakit yang bermakna. Thalass emia β memiliki distribusi yang sama dengan thalass emia α. Dengan kekecualian di beberapa negara, frekuensinya rendah di Afrika,tinggi di Mediterania dab

  1,12,1 bervariasi di Timur Tengah,India, dan Asia Tenggara.

  2.2.3. Etiologi

  Lebih dari 150 mutasi diketahui thalass emia β, sebagian besar disebabkan perubahan pada satu basa,delesi atau insersi 1-2 basa pada satu bagian yang sangat berpengaruh.Hal ini bisa terjadi pada intron,ekson ataupun

  1 13,14,15 diluar gen pengkode.

  1,2,12,17.

  2.2.4.Klasifikasi

  Secara klinis bisa dibagi menjadi 3 grup yaitu :

  1. Thalassemia mayor

  2. Thalassemia intermedia

  3. Thalassemia minor Secara laboratorium thalassemia dibagi atas :

  1. Thalass emia α : - homozigot

  • heterozigot

  2. Thalass emia β : - homozigot

  • heterozigot

2.2.4.1. Beta –thalassemia homozigot

  Kelainan beta-thalassemia homozigot disebut juga thalassemia mayor

  ’ atau Cooley s Anemia. Pada penyakit ini terjadi defek pada gen kedua rantai beta.

  Produksi rantai alfa menjadi berlebihan dan tidak mendapat pasangan. Hal ini menyebabkan rantai alfa menumpuk dan menggumpal. Gumpalan rantai alfa tidak stabil dan mengendap membentuk Heinz Bodies hingga eritrosit yang mengandung agregat ini dihancurkan secara berlebihan dalam limpa. Hal ini biasanya mengakibatkan anemia hemolitik yang berat dan berlangsung seumur

  1,10,11,13 hidup.

  Pemeriksaan hematologik menunjukkan kadar hemoglobin amat rendah,eritrosit mikrositik hipokrom dengan berbagai kelainan morfologik.

  Retikulositosis dapat mencapai 15% dan dalam darah tepi dapat dijumpai eritrosit berinti. Kelainan tulang tampak jelas karena adanya hiperplasia sum-sum tulang.

  Hal ini terjadi karena HbA2 dan HbF yang dibentuk berlebihan sebagai ,kompensasi mempunyai afinitas terhadap oksigen yang lebih tinggi sehingga oksigen yang dilepaskan ke jaringan lebih sedikit. Hipoksia yang terjadi akan menyebabkan peningkatan produksi eritropoetin dan stimulasi sum-sum tulang secara berlebihan. Pada kelainan ini mungkin pula dijumpai splenomegali dan

  1,11,12,14 ikterus.

2.2.4.2. Beta-thalassemia heterozigot

  Penyakit ini disebut juga thalassemia minor atau Cooley’s trait. Gejala klinis bervariasi mulai dari tidak ada gejala hingga gejala berat. Penderita dengan satu gen rantai beta normal dan satu gen rantai beta abnormal menunjukkan relatif ringan gejala klinis. Beta thalassemia heterozigot ini menunjukkan sindrom thalassemia minor dengan gambaran: anemia ringan,eritrosit mikrositik hipokrom,banyak sel target,eritrosit dengan bintik-bintik basofil, peningkatan tahanan osmotik. Sum-sum tulang menunjukkan eritropoesis inefisien

  1,11,12,14 ringan.

  2.2.4.3. Alfa thalassemia homozigot Pada alfa thalassemia terjadi defek pada gen yang membentuk rantai alfa.

  Bila rantai alfa tidak diproduksi sama sekali,seperti pada alfa thalassemia homozigot,dapat terjadi kematian intrauterin setelah trimester kedua. Janin dapat hidup dengan hemoglobin embrional sampai trimester kedua. Pada defisiensi rantai alfa terdapat rantai gamma yang tidak berpasangan dan membentuk hemoglobin Barts.Hb Barts mempunyai afinitas terhadap oksigen sangat tinggi sehingga walaupun hemoglobin samapai ke jaringan hampir tidak ada oksigen yang dilepaskan. Akibatnya adalah bahwa janin dalam kandungan mati karena anemia dan gagal jantung kongestif (hidrops fetalis). Hemoglobin pada penderita ini seringkali terdiri atas hemoglobin Barts yang dominan,sedikit hemoglobin H dan

  1,11,12.14 tidak ada hemoglobin A.

  2.2.4.4.Alfa-thalassemia heterozigot

  Pada heterozigot alfa-thalasemia dengan defek pada 2 atau 3 gen, terdapat rantai alfa yang berfungsi sehingga gejala penyakit tidak terlalu jelas. Hasil pemeriksaan hematogik hanya menunjukkan kelainan ringan dan tidak

  1,11.12,14 specifik .

2.2.5.Patofisiologi thalassemia

  Lebih 150 mutasi telah diketahui tentang thalas semia β trait, sebagian besar disebabkan perubahan pada satu basa,delesi atau insersi 1-2 basa pada bagian yang sangat berpengaruh. Hal ini bisa terjadi pada intron,ekson ataupun

  1,12,13,15 diluar gen pengkode. Satu substitusi disebut mutasi non sense menyebabkan perubahan satu basa pada ekson yang mengkode kodon stop pada mRNA. Hal ini menyebabkan terminasi sintesis rantai globin menjadi lebih pendek dan tidak tahan lama. Satu mutasi lain yang disebut frameshift menyebabkan 1-2 basa tidak dibaca sehingga menghasilkan kodon stop baru. Mutasi pada intron,ekson,atau perbatasannya,mengganggu penglepasan ekson dari prekursor mRNA. Misalnya satu substitusi pada GT atau AG pada intron-ekson junction mengganggu pemisahan,beberapa mutasi p ada bagian ini menyebabkan penurunan produksi β globin. Mutasi pada sekuens menjadi menyerupai intron-ekson junction mengaktivasi terjadinya pemisahan.Misalnya sekuens yang menyerupai IVS-1 dan kodon 24-27 pada ekson 1 gen globin β,mutasi pada kodon 19 (A-G),26 (G-T) menyebabkan perubahan jumlah mRNA karena splicing abnormal dan substitusi asam amino pada mRNA normal yang diterjemahkan menjadi protein. Substitusi satu basa juga terjadi bagian kosong gen globin β.Bila mengenai bagian promoter, menurunkan ju mlah transkripsi gen globin β dan menyebabkan thalassemia β

  11,12,14,15 minor.

2.2.6. Gejala klinis thalassemia

  Bentuk homozigot menunjukkan gejala klinis yang berat dan untuk kelangsungan hidupnya penderita membutuhkan transfusi darah rutin. Bentuk heterozigot memperlihatkan gejala yang ringan,hampir tanpa gejala,dengan

  1,12,13,14 anemia ringan dan jarang didapatkan splenomegali.

  1,2,12,13

II.2.7. Pemeriksaan laboratorium :

  1.Pemeriksaan darah lengkap

  • anemia ringan
  • MCV dan MCH mengalami penurunan yang bermakna
  • morfologi darah tepi : hipokromik mikrositik, basophilic stippling

  2. Hb elektroforesis : HbA2 ˃3,5%

  3.HPLC

2.3. Kerangka konseptual

  

Kriteria inklusi Mikrositer Krietiria eksklusi

Hipokrom

Mentzer Indeks

MI < 12

  MI > 14

Feritin

Hemoglobin Elektroforesis

Intreprestasi hasil