ANALISIS PENATAAN DAERAH BERDASARKAN PERSPEKTIF KEUANGAN NEGARA: DESIGN BESAR PENATAAN DAERAH (DESARTADA) TAHUN 2010-2015

ANALISIS PENATAAN DAERAH BERDASARKAN PERSPEKTIF KEUANGAN NEGARA: DESIGN BESAR PENATAAN DAERAH (DESARTADA) TAHUN 2010-2015

Nita Nurliawati

Dosen STIA LAN Bandung e-mail: nitanurliawati@yahoo.com

Abstrak

Kebijakan penataan daerah seringkali diinterpretasikan secara sempit yaitu merujuk pada proses pemekaran daerah. Padahal mencakup pula proses penggabungan dan penghapusan daerah. Pertimbangan rasional kebijakan penataan daerah antara lain luasnya jangkauan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menjalankan misi utama meningkatkan kualitas pelayanan publik. Kecenderungan titik tekan kebijakan penataan daerah pada proses pemekaran daerah menyebabkan kondisi keuangan negara mengalami penurunan dari aspek kualitas. Hal tersebut dapat menyebabkan sasaran utama pemberlakuan kebijakan penataan daerah justru terabaikan. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi dampak negatif proses pemekaran daerah melalui penyusunan Desain Besar Penataan Daerah di Indonesia Tahun 2010-2015. Ditinjau dari aspek keuangan negara penyusunan Desartada diharapkan dapat memudahkan perkiraan perhitungan daerah yang dimekarkan dari tahun ke tahun sehingga memudahkan perkiraan perhitungan pengalokasian keuangan negara untuk mendukung aspek peningkatan kualitas pelayanan publik di tiap daerah. Konsep penataan daerah perlu dideseminasikan ulang yakni mencakup proses penggabungan dan penghapusan daerah. Adanya kemungkinan merger dan penghapusan daerah diharapkan akan berdampak pada tata kelola keuangan negara yang lebih efektif dan efisien sehingga tujuan utama kebijakan dapat terwujud.

Kata Kunci: Penataan Daerah, Pelayanan Publik, Keuangan Negara

An Analysis of Regional Structuring based on National Budget Perspective: Design Study of Regional Structuring in Indonesia 2010 - 2015

Abstract

The regional structuring policy is often interpreted in the narrow area which refers to the process of regional expansion, whereas also includes the process of merging and elimination of region. Rational consideration of the regional structuring policy is the extent of the territory of the Republic of Indonesia in carrying out the primary mission to improve the quality of public services. The tendency of the regional structuring policy accentuation in the process of regional expansion led to the condition of public finance that has decreased from the aspect of quality. This can cause major target of the regional structuring policy enforcement area just ignored. One of the government's efforts to anticipate the negative impact of regional expansion process is through the preparation of the Grand Design of the Regional Structuring in Indonesia in 2010-2015. Review from the public finance aspect is expected to facilitate the preparation of Desartada calculations estimate that the area was expanded from year to year, making it easier for the approximate calculation of the public financial allocation to support the aspect of improving the quality of public services in each area. The concept of regional restructuring needs dissemination that includes the process of merging and eliminating. The possibility of mergers and elimination area is expected to have an impact on financial governance more effective and efficient so that the main purpose of the policy can be implemented.

Keywords: Regional Structuring, Public Service, Public Finance

A. PENDAHULUAN

mempengaruhi proses pembelajaran yang ditandai proses peralihan zaman, pergeseran

Upaya memahami proses penyelenggaraan antar generasi, dan perubahan paradigma dalam tata kelola pemerintahan secara menyeluruh,

berbagai hal. Perjuangan idealis meruntuhkan baik di tingkat pusat maupun daerah pasca

rezim yang telah berkuasa selama lebih dari reformasi 1998 bukan hal yang mudah. Efek

32 tahun yang sarat akan korupsi, kolusi, dan gegar budaya (culture shocks) nampaknya

nepotisme masih terus berlangsung.

Jurnal

441

Volume XI | Nomor 3 | Desember 2014 Ilmu Administrasi

Media Pengembangan dan Praktik Administrasi

Jurnal Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi

Volume XI | Nomor 3 |Desember 2014

Kebingungan nampaknya kata yang tepat untuk melukiskan perjalanan administrasi publik dalam praktik. Pergulatan antara idealisme versus pragmatisme melahirkan berbagai bentuk rasa dan nilai di antara para pembelajar, pemerhati, sekaligus praktisi administrasi publik. Terkadang muncul optimis, lain waktu pesimis, kemudian apatis, bahkan skeptis. Perkembangan administrasi publik begitu dinamis. Banyak hal yang tidak mudah dipahami dalam kurun waktu yang relatif singkat.

Berawal dari kebingungan dalam memahami proses penyelenggaraan tata kelola pemerintahan itulah kajian ini dimulai. Upaya meminimalisir kebingungan dalam melihat “gap” antara idealisme versus pragmatisme. Kebingungan-kebingungan dalam memandang praktik administrasi publik ditinjau dari berbagai konsep yang dibangun para ahli menjadi salah satu pemicu untuk senantiasa mencari tahu tentang apa, mengapa, dan bagaimana tata kelola pemerintahan dijalankan dalam koridor pencapaian tujuan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karenanya diperlukan proses pembelajaran yang tiada henti sesuai dengan bidang minat setiap orang. Pemahaman yang sepotong-sepotong (snap shot) tentang administrasi publik berpeluang menciptakan kebingungan yang lebih parah di kalangan para pelajar, birokrat dan masyarakat yang berdampak pada kesemrawutan tata kelola pemerintahan.

Salah satu contoh kebingungan yang ada di masyarakat, lingkungan pendidikan dan birokrasi dapat dilakukan pengujian melalui pengajuan pertanyaan sederhana secara acak tentang berapa jumlah provinsi atau kabupaten/ kota di Indonesia saat ini? Pertanyaan yang tidak mudah untuk dapat dijawab langsung secara spontan seperti halnya zaman dahulu. Perlu membuka mesin pencari informasi terlebih dahulu sebelum menemukan jawaban pasti atau terpercaya. Hal tersebut mengindikasikan begitu cairnya dinamika administrasi publik. Salah satunya tercermin dalam proses penataan daerah termasuk pemekaran daerah. Bahkan bukan sekedar jumlah yang tidak pasti, esensi dari penataan daerah melalui proses pemekaran pun terkadang masih belum dipahami se- penuhnya oleh berbagai kalangan dan para pemangku berkepentingan (stakeholders). Kajian ini dibatasi pada kondisi penataan daerah dan keuangan negara periode tahun pertama

perumusan Desartada. Meskipun demikian ulasan akhir kajian menampilkan data terbaru pelaksanaan kebijakan penataan daerah secara sekilas.

B. LANDASAN PENATAAN DAERAH

Mendengar istilah penataan daerah, interpretasi sebagian orang cenderung mengarah pada konsep pemekaran daerah/ wilayah. Tidak salah memang, namun ternyata kurang tepat. Penataan daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 mencakup upaya pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah.

Pemekaran atau pembentukan daerah otonom baru (DOB) hanya merupakan salah satu bagian dari upaya penataan daerah. Upaya penataan daerah lainnya dapat dilakukan melalui penghapusan dan atau penggabungan daerah yang sudah ada.

Apabila ditelusuri ke belakang, populernya istilah pemekaran daerah merupakan salah satu dampak dari gerakan reformasi dan dinamika demokratisasi kehidupan berbangsa bernegara. Euforia reformasi yang berimbas pada euforia politik serta sendi-sendi kehidupan lainnya. Hofman & Kaiser menyatakan bahwa peristiwa big bang decentralization telah dimulai.

Undang-undang Dasar 1945 yang dahulu dianggap sakral, pasca reformasi dapat diamandemen sampai empat kali dalam kurun waktu 1999-2002. Hal itu pula yang kemudian mungkin menyebabkan culture shocks. Sebelum era reformasi digulirkan, berbagai elemen masyarakat terutama para pelajar dan mahasiswa senantiasa berupaya keras menghapal sebelum sampai pada tataran memahami dan mengamalkan 36 butir Pancasila, mengikuti Pola Penataran Pendidikan, Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) sekian jam, Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945, serta berupaya mengenal berbagai landasan pokok penyelenggaraan pemerintah lainnya yang terstruktur dan relatif stabil.

Amandemen UUD 1945 itu pulalah yang pada akhirnya membuka peluang besar bagi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk berinisiatif membuat beragam peraturan perundangan yang mengarah pada proses demokratisasi ideal meski terkadang melalui cara trial & error atau coba-coba dan salah. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya peraturan yang direvisi atau bahkan harus kalah menghadapi Amandemen UUD 1945 itu pulalah yang pada akhirnya membuka peluang besar bagi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk berinisiatif membuat beragam peraturan perundangan yang mengarah pada proses demokratisasi ideal meski terkadang melalui cara trial & error atau coba-coba dan salah. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya peraturan yang direvisi atau bahkan harus kalah menghadapi

dan meramu beberapa komponen terbaik yang banyak dan tantangan besar bagi ilmuwan

dari berbagai peraturan perundangan kebijakan publik sehingga memerlukan fokus

sebelumnya. Hal ini menyebabkan tidak kajian tersendiri.

adanya platform yang kuat sehingga Salah satu diantara sekian banyak per-

tampilan hasil akhirnya tidak menjadi aturan perundangan yang dinilai sangat populer

yang terbaik. Justru dinilai sebagian dan strategis adalah peluang membuat undang-

kalangan menjadi “aneh”, dan tidak undang otonomi daerah. Hasrat tersebut

layak konsumsi. Nugroho mengibaratkan kemudian terwujud melalui kelahiran UU No.

ramuan membuat UU No. 22 Tahun 1999

22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah tentang Pemerintah Daerah seperti halnya yang dinilai cukup kontroversial.

semangat bereksperimen mencampur Banyaknya kelemahan dalam ketentuan

soto terenak, rawon terenak, dan baso peraturan UU No. 22 Tahun 1999 dikhawatirkan

terenak sehingga menghasilkan kombinasi dapat menimbulkan disintegrasi bangsa.

makanan yang “enek”.

Nugroho (2009: 140-143) menyatakan beberapa

4. Kelemahan manajerial di mana antara kelemahan dari UU No. 22 Tahun 1999 antara

masing-masing daerah, termasuk antara lain:

provinsi dan kabupaten/kota dapat

1. Bersifat inkonstitusional atau bertentangan berdiri sendiri dan tidak mempunyai dengan amanat UUD 1945 yang menyata-

hubungan hierarki satu sama lain. Hal kan bahwa “Indonesia adalah Negara

tersebut menyebabkan sulitnya koordinasi Kesatuan yang berbentuk Republik”. UU

yang dapat menyebabkan disintegrasi. No. 22 Tahun 1999 justru memperlihatkan

5. Masalah teknis implementasi kebijakan semangat “federalisme yang dikemas

kurang diperhatikan dengan tidak adanya dalam kesatuanisme” melalui upaya kecukupan waktu untuk melakukan pemretelan kekuasaan pusat. Hasilnya, deseminasi. Aspek kecukupan dari perbandingan kewenangan pusat dan berbagai sisi, secara rasional dan daerah yaitu 203 : 991. Artinya, pemerintah

pusat hanya memiliki 203 kewenangan, kondisional diperlukan dalam tahapan sementara pemerintah daerah dengan

implementasi sehingga proses dialog 991 kewenangan. Perbandingan yang

serta uji publik dapat terlaksana sesuai timpang dan tidak proporsional dalam

dengan kepentingan substansi kebijakan. menjalankan tugas mengelola Negara

6. Berbagai macam kelemahan yang menuai Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang

banyak kontroversi tersebut ternyata luas serta beragam dari berbagai aspek

ditindaklanjuti dengan penggantian guna mencapai satu tujuan kehidupan

peraturan perundangan yang ada yakni berbangsa dan bernegara.

dari UU No. 22 Tahun 1999 kemudian

2. Kentalnya nilai desentralisasi sehingga berubah bentuk, isi dan kemasan menjadi dapat menimbulkan suasana kontrapoduktif.

UU No. 32 Tahun 2004. Bukan dilakukan Peraturan perundangan sebelumnya yakni

revisi terhadap peraturan perundangan Undang-Undang No. 5 Tahun 1975 mengatur

yang sudah ada terlebih dahulu secara tentang Pemerintahan di Daerah, mengarah

inkremental. Dampak perubahan drastis pada penyelenggaraan bentuk negara

tersebut semakin membingungkan upaya kesatuan yang sentralistis namun dikemas

memahami tata kelola administrasi publik dalam bungkus desentralisasi. Berbeda

secara konseptual dan praktik. Selain itu halnya dengan UU No. 22 Tahun 1999 yang

inefisiensi pengelolaan keuangan negara langsung menyatakan “tentang Pemerintah

menjadi salah satu aspek yang perlu Daerah”. Seolah-olah daerah memiliki

dipertimbangkan dalam membuat produk sistem pemerintahan tersendiri, terlepas dari

aturan perundangan disamping preferensi jangkauan pandangan pemerintah pusat.

efektivitas administrasi.

3. Kelemahan UU No. 22 Tahun 1999 bersifat metodologis yang dilandasi metode

Berpijak dari berbagai kelemahan peraturan eklektik yaitu formulasi kebijakan yang

perundangan tentang pemerintah daerah di atas menunjukkan betapa rapuhnya kebijakan

Jurnal

Volume XI | Nomor 3 | Desember 2014 Ilmu Administrasi

Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi

dikategorikan sebagai agenda tersembunyi berbangsa dan bernegara. Bahkan tata kelola

(hidden agenda) di balik regulasi pembentukan kebijakan dalam ruang lingkup organisasi kecil

Daerah Otonomi Baru, antara lain: sekalipun kurang dapat dipahami oleh para

1. Upaya menyerap stimulus keuangan pengelola dan penyelenggara negara. Padahal

negara berupa Dana Alokasi Umum bangsa ini sedang menghadapi berbagai

(DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana tantangan besar di masa depan menyangkut

Bagi Hasil (DBH), Hibah, dan transfer pergaulan dunia di era globalisasi. Sekali lagi,

dana lainnya bagi kepentingan sebagian secara pribadi penulis setuju dan menyimpan

kecil kelompok kepentingan. keprihatian sekaligus kepedulian yang cukup

2. Kesempatan membuka peluang kerja tinggi terhadap tata kelola serta esensi kebijakan

sebagai pegawai pemerintah di daerah- publik yang menjadi otak dari pergerakan

daerah.

administrasi publik.

3. Memunculkan elit-elit politik baru di Selanjutnya, turunan dari kebijakan

daerah sebagai sarana aktualisasi diri. pemerintah daerah di level undang-undang

4. Meningkatkan eksistensi identitas lokal. yaitu Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun

5. Melahirkan para pemburu keuntungan 2000 memberi kekuasaan dan kelonggaran bagi

(rent seeker) dan para petualang politik terbentuknya daerah otonomi baru atau yang

yang mengejar kepentingan/keuntungan dikenal dengan istilah pemekaran daerah/

sendiri yang bersifat jangka pendek. wilayah. Bahkan peraturan lain di level undang-

Seperti telah dikemukakan sebelumnya undang yaitu UU No. 33 Tahun 2004 tentang

bahwa lemahnya kebijakan publik dalam Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah

bentuk formulasi peraturan perundangan dan justru memberi insentif besar bagi masyarakat

sistem regulasi pada akhirnya justru semakin daerah yang berkeinginan membentuk daerah

memperburuk tata kelola pemerintahan secara otonom baru. Hal tersebut secara nyata terlihat

keseluruhan. Meskipun Peraturan Pemerintah dari adanya berbagai stimulus melalui kucuran

No. 129 Tahun 2000 telah diganti dengan PP No. dana perimbangan berupa Dana Alokasi Umum

78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana

Penghapusan, dan Penggabungan Daerah Bagi Hasil (DBH), dan dana-dana lainnya yang

dengan syarat-syarat pembentukan daerah disinyalir dilakukan tanpa memperhatikan

otonom yang lebih diperketat dilihat dari jumah kepentingan nasional secara lebih luas dalam

penduduk, cakupan wilayah, maupun potensi jangkauan perspektif jangka panjang.

ekonomi, namun pada praktiknya banyak Berbagai permasalahan yang muncul,

pelanggaran dan upaya manipulasi di sana-sini. mengarahkan kajian makalah ini pada

Semangat untuk melakukan pemekaran penelusuran landasan pembentukan daerah

daerah hanyalah bagian kecil dari upaya otonomi baru (DOB) di Indonesia. Sebagaimana

penataan daerah sebagaimana diamanatkan telah diulas sebelumya, selain efek euforia

undang-undang. Melalui cara pikir yang reformasi yang mengarah pada euforia politik

berupaya menempatkan daerah dan aktor lokal dan euforia-euforia lain pasca lengsernya masa

sebagai variabel utama guna mengakomodir kejayaan Orde Baru pada tahun 1998, semangat

pendekatan pembangunan dari bawah pembentukan DOB dilandasi pula oleh berbagai

(bottom-up approach) yang bersifat partisipatif, pertimbangan rasional antara lain:

maka pendekatan ini pun dalam prosesnya

1. Cakupan geografis wilayah Indonesia tidak berjalan mulus. Dampak negatif yang

yang sangat luas; tidak diharapkan seperti maraknya politik

2. Disparitas pembangunan di segala bidang; uang, meningkatnya semangat kedaerahan

3. Minimnya fasilitas penyelenggaraan dan semangat etnis semakin menambah pelayanan publik; serta

4. Gagalnya pengelolaan konflik komunal. kompleksitas masalah pengelolaan administrasi

publik. Selain dapat mengganggu stabilitas dan Meskipun demikian, di samping alasan

kepentingan nasional, rapuhnya identitas ke- rasional berdasarkan hasil kajian Kementerian

Indonesiaan juga dapat mengancam rapuhnya Dalam Negeri ternyata proses penataan daerah

sistem pertahanan dan penjagaan kewilayahan mengandung pula motif lain yang dinilai

dari ancaman serta gangguan pihak luar.

Jurnal Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi

Volume XI | Nomor 3 |Desember 2014

Data hasil evaluasi Direktorat Jenderal

Kab Kota

∑ Prov Kab Kota DOHP / /

Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri

Sebelum 1999

2 34 9 menyebutkan bahwa selama kurun waktu sepuluh 45

12 tahun sejak 1999, telah terbentuk daerah otonom 12

0 47 2 baru sebanyak 205 daerah, terdiri dari 7 daerah 49

otonom provinsi, 164 daerah otonom kabupaten, 0

21 4 dan 34 daerah otonom kota. Oleh karena itu 25

sampai pertengahan tahun 2011 Indonesia 2

34 telah memiliki 524 daerah otonom meliputi 33 205

Prov Kab Kota DOHP / /

93 provinsi, 398 kabupaten, dan 93 kota. Jumlah 524

Total Pemda (2009-2010)

Sumber: Dirjen Perimbangan Keungan- Kemenkeu, 2011

tersebut belum termasuk 6 daerah administratif

Perkembangan Daerah Otonom di Provinsi DKI Jakarta. Data itu pun akan terus

Tabel 1.

Tahun 1999 - 2009 bertambah dari waktu ke waktu sehinggaa

dituntut adanya pemutakhiran informasi sebelum Sementara itu, apabila digambarkan dalam tercipta pengetahuan baru guna mencapai sasaran

bentuk grafik pertumbuhan daerah otonom di kebijakan dan sampai pada kebijaksanan (wisdom)

Indonesia selama kurun waktu sepuluh tahun dalam menyikapi fenomena tersebut.

terakhir terlihat sebagai berikut: Kebijakan penataan daerah yang cenderung

menitikberatkan pada upaya pemekaran daerah tentu saja membawa berbagai implikasi dan konsekuensi dalam tata kelola administrasi publik. Salah satunya dapat dilihat dari aspek pengelolaan keuangan negara. Bisa jadi, pertambahan daerah otonom baru bergerak mengikuti deret ukur, sementara anggaran pemerintah bergerak pada jalur deret hitung. Bagaimana upaya menyeimbangkan dan

Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan-Kemenkeu, 2011

menyelaraskan antara keduanya? Gambar 1. Grafik Pertumbuhan Daerah Otonom Tahun 1999 -2009

C. IMPLIKASI PENATAAN DAERAH

Berbagai hal yang dapat dicermati dari

TER HADAP KONDISI KEUANGAN

peningkatan jumlah daerah otonom sebagai

NEGARA

hasil pemekaran daerah terhadap kondisi Data Direktorat Jenderal Perimbangan

keuangan negara antara lain: Keuangan Kementerian Keuangan yang

1. Terhadap Dana Alokasi Umum (DAU) yang disampaikan pada acara diseminasi Desartada

semula menjalankan fungsi pemerataan, tanggal 9 Juni 2011 mengungkapkan bahwa

justru mengakibatkan terjadi penurunan besaran dana yang diserap untuk pemekaran

alokasi ril DAU bagi daerah-daerah lain daerah dari tahun ke tahun apabila dilihat

akibat bertambahnya jumlah daerah yang hanya dari satu sisi saja yaitu Dana Alokasi

harus diberi. Ilustrasi sederhananya adalah Umum (DAU) maka terjadi peningkatan

pembagian potongan kue. Apabila jumlah alokasi anggaran yang cukup fantastis. Tahun

yang dibagi sedikit maka hasil potongan 2003 pengalokasian DAU sebesar 1,33 triliun,

kuenya besar. Sebaliknya apabila jumlah meningkat hampir seratus persen menjadi 2,6

pembaginya banyak maka kue yang triliun pada tahun berikutnya, dan lonjakan

diterima pun semakin mengecil. Begitu fantastis terjadi enam tahun kemudian yaitu

halnya dengan pembagian DAU dalam pada tahun 2010 dimana alokasi DAU mencapai

konteks pengelolaan keuangan negara ber- angka 47, 9 triliun.

kaitan dengan kebijakan penataan daerah Data perkembangan daerah otonom hasil

ter utama melalui upaya pemekaran pemekaran setelah berlakunya UU No. 22

daerah.

tahun 1999 yang dirilis Kementerian Keuangan

2. Sementara bagi Dana Alokasi Khusus ditunjukkan melalui tabel 1 berikut:

(DAK) pun, beban APBN semakin ber- tambah berat. Hal tersebut dikarenakan peran pengalokasian bidang prasarana

Jurnal

Volume XI | Nomor 3 | Desember 2014 Ilmu Administrasi

Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi

cadangan devisa negara. Hal yang perlu pemerintah di daerah otonom baru sebagai

diantisipasi lainnya adalah kemungkinan hasil pemekaran menjadi bertambah.

penambahan utang negara yang sudah Dengan demikian DAK yang ada dan

menggelembung. Kewaspadaan perlu sifatnya terbatas, perlu dikelola dengan

dimiliki dan berbagai kemungkinan bisa lebih baik melalui upaya proses identifikasi

terjadi apabila pemerintah merasa terdesak skala prioritas dan penentuan syarat serta

oleh kepentingan politik yang sedang prasyarat tertentu.

menjadi panglima dalam kehidupan

3. Beban APBN dalam bentuk Dana Alokasi berbangsa dan bernegara. Padahal sifatnya Vertikal ke daerah untuk mendanai urusan

lebih mengarah pada high cost economy pemerintahan yang menjadi kewenangan

dan high risk dibanding pengalokasian pemerintah pusat seperti Kantor Kepolisian,

sejumlah dana bagi penanganan masalah Kantor Komando Angkatan Bersenjata,

substansial yang mempunyai visi jangka Kantor Agama, Pengadilan, Kejaksaan,

panjang dengan menitikberatkan pada aspek Kantor Kementerian Keuangan seperti

keberlanjutan seperti investasi di bidang Kantor Pajak, Kantor Pertanahan Negara,

pendidikan dan kesehatan. Bahkan investasi Kantor Badan Pusat Statistik dan yang

kesehatan mental perlu pula mendapat lainnya otomatis akan semakin membebani

perhatian dibanding fokus pada kesehatan kondisi keuangan negara secara keseluruhan.

fisik semata.

Dampaknya jumlah anggaran yang terbatas Gambar di bawah menyajikan ilustrasi terbagi lagi ke dalam porsi yang lebih sedikit. pengaruh pemekaran daerah terhadap peng- Bahkan hal tersebut dapat mengganggu stabilitas fiskal dan moneter dalam jangka alokasian DAU Kabupaten/Kota sebagai

berikut:

(dalam milliar) Kenaikan

( Penurunan ) Tahun

DAU Kab /Kota (90% DAU

Kab /Kota

Rata (%) - 2 DAU

Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu, 2011

Tabel 2. Pengaruh Pemekaran Daerah terhadap Alokasi DAU

Tabel 2 memperlihatkan terjadinya Tahun 2006, alokasi DAU secara ke- kenaikan DAU yang cukup signifikan pada

seluruhan naik secara signifikan. Dikarenakan Tahun 2004 yaitu sebesar 6,7%. Namun,

tidak ada pemekaran daerah maka perolehan dikarenakan terjadi peningkatan pemekaran

DAU untuk tiap-tiap kabupaten/kota naik daerah sehingga jumlah daerah yang menerima

secara tajam mencapai rata-rata 117, 97%. DAU pun semakin banyak yaitu sebanyak

Sementara pada tahun 2009, akibat dari krisis

40 daerah, maka besaran DAU untuk tiap finasial maka kemampuan APBN untuk kabupaten/kota mengalami penyesuaian

menaikkan DAU pun tidak terlalu besar. penurunan.

Padahal DOB bertambah sebanyak 26 daeerah, sehingga rata-rata penerimaan DAU mengalami penurunan sebesar 6,5%.

Jurnal Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi

Volume XI | Nomor 3 |Desember 2014

GRO WT H TOTAL

DA U V S GR O W T H R AT A - RATA PENERIMAAN

DAU PER DAERAH

Growth Total DAU

Growth Rata - 2 DAU per Kab/Kota

Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan-Kemenkeu, 2011

Gambar 2.

Grafik Pertumbuhan DAU secara Keseluruhan

Grafik di atas memperlihatkan ke cenderung­ 2011 rata-rata penerimaan DAU tiap daerah an peningkatan rata-rata penerimaan DAU

mencapai Rp 177,8 miliar. Namun pada tahun yang cukup tajam untuk setiap kabupaten/kota

2008 justru mengalami penurunan menjadi dari Tahun 2002 sampai 2011. Kisaran kenaikan

Rp167,3 miliar.

mencapai angka rata-rata 155% dalam kurun Dengan demikian DAU setiap daerah waktu 10 tahun terakhir sehingga jumlah nominal

akan meningkat secara ril, bukan hanya dilihat angka yang diterima kabupaten/kota mengalami

dari besaran angka yang ditampilkan secara peningkatan drastis dari Rp 16,6 miliar menuju

nominal. Hal tersebut dimungkinkan apabila angka Rp 413,4 miliar pada tahun 2011.

total DAU nasional naik secara signifikan, dan Sementara total pengeluaran DAU secara

jumlah daerah otonom tidak bertambah dalam nasional bahkan jauh lebih besar. Kenaikan

arti tidak ada pemekaran.

rata-rata pertumbuhan DAU secara nasional Perlu dikemukakan pula data pembanding mencapai angka 275% dari Rp 60,3 triliun

penerimaan DAU antara daerah yang meng- menjadi Rp 225,5 triliun pada tahun terakhir.

alami pemekaran dengan daerah yang tidak Dengan demikian rata-rata angka pertumbuhan

mengalami pemekaran.

(growth) peningkatan total alokasi DAU jauh

lebih tinggi dibanding growth peningkatan 2011 Total DAU Total DAU

Peningkatan

penerimaan rata-rata DAU tiap-tiap daerah. 10

Daerah

( miliar Kab

/Kota Rp )

Kab Jml /Kota

( miliar Kab /Kota Rp ) Kab/Kota Jml DAU Tahun dlm

10 Artinya, peningkatan jumlah daerah otonom 477%

14 sebagai hasil pemekaran daerah jauh melebihi 528%

kecepatan kemampuan APBN untuk mendanai

melalui alokasi DAU.

Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan-Kemenkeu, 2011

Tabel selanjutnya menunjukkan Tabel 4. Penerimaan DAU Kabupaten/Kota pengaruh pemekaran daerah terhadap rata-

Perbandingan Daerah yang Mekar dan tidak Mekar rata penerimaan DAU kabupaten/kota dengan

Terdapat perbedaan yang sangat signifikan harga konstan dalam miliar rupiah. antara daerah yang mengalami pemekaran

dengan yang tidak. Bengkulu dan Kalimantan

Tahun DAU Nasional DAU Harga Konstan

Penerima DAU Jml Kab /Kota

Rata -Rata Penerimaan DAU ( harga konstan )

Tengah (Kalteng) merupakan contoh daerah

yang mengalami pemekaran cukup banyak dari

Tahun 2001 sampai 2011, dimana jumlah daerah

yang dimekarkan mencapai dua kali lipat.

Sementara Jawa Tengah (Jateng) dan Jogjakarta

merupakan contoh daerah yang tidak pernah

melakukan pemekaran sehingga jumlah DAU

di kedua daerah tersebut mengalami kenaikan sampai 200% dengan rata-rata penerimaan

Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan-Kemenkeu, 2011 Tabel 3. Pengaruh Pemekaran Daerah terhadap Rata-

yang cukup besar untuk setiap kabupaten/ rata Penerimaan DAU Kabupaten/Kota dengan Harga kota. Berbeda halnya dengan Bengkulu dan

Konstan Kalteng dimana jumlah DAU total untuk kabupaten/kota (tidak termasuk provinsi) naik

Apabila menggunakan indikator harga sekitar 500% dalam 10 tahun terakhir, namun konstan maka sebenarnya terjadi angka

mengalami proses pemekaran dengan jumlah penurunan DAU secara ril dimana pada tahun

Jurnal

Volume XI | Nomor 3 | Desember 2014 Ilmu Administrasi

Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi

daerah/wilayah adalah Dana Alokasi Khusus mengalami penurunan.

(DAK). Gambaran tentang pengalokasian Dana Selain Dana Alokasi Umum (DAU), aspek

Alokasi Khusus (DAK) dapat dijelaskan melalui keuangan negara lainnya yang berpengaruh

tabel 5 berikut:

Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan-Kemenkeu, 2011

Tabel 5. Penerimaan DAK Berkaitan dengan Perkembangan Jumlah Daerah

Adapun grafik rata­rata penerimaan DAK kabupaten/kota dalam miliar rupiah dapat dilihat dari gambar berikut:

Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan-Kemenkeu, 2011 Gambar 3. Grafik Rata-Rata Penerimaan Dana Aloaksi Khusus (DAK)

Ternyata berbeda dengan DAU, rata penerimaan DAK bersifat stagnan atau tatap kecenderungan penerimaan Dana Alokasi Khusus

berada di kisaran angka Rp 50 miliar. Bahkan (DAK) meningkat sangat tajam antara tahun 2003

sempat mengalami penurunan pada tahun 2010. sampai tahun 2011. Namun demikian, dalam

Selain berpengaruh pada pengalokasian DAU kurun waktu 4 tahun terakhir pada saat total

dan DAK, upaya penataan daerah yang selama ini alokasi DAK relatif tidak banyak berubah yakni

masih mengarah pada proses pemekaran daerah berada di kisaran Rp 20 triliun sampai dengan Rp

juga sangat berpengaruh terhadap pengalokasian

25 triliun, ternyata pertumbuhan daerah otonom anggaran belanja pegawai pemerintah. Hal baru meningkat pula. Dengan demikian rata-

tersebut tergambar jelas dalam grafik berikut:

ilia r 4,000 m m la 3,000

a 2,749 d

Belanja Pegawai

Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan-Kemenkeu, 2011 Gambar 4. Pengaruh Pemekaran Daerah terhadap Belanja Pegawai pada Instansi Vertikal Pemerintah Pusat

Jurnal Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi

Volume XI | Nomor 3 |Desember 2014

Bukan hanya pengalokasian anggaran DAU Data terakhir tahun 2010, alokasi anggaran dan DAK saja yang mengalami peningkatan tajam,

yang dibutuhkan untuk belanja pegawai instansi pasca reformasi yang ditandai dengan upaya

vertikal di daerah otonom mencapai Rp 5,1 desentralisasi melalui pemekaran daerah juga

triliun. Bahkan data selanjutnya menunjukkan ternyata mempengaruhi alokasi belanja pegawai

komposisi perbandingan alokasi APBN untuk setiap tahunnya. Salah satu indikasinya terlihat

belanja pegawai dan belanja barang jasa yang dari besaran anggaran belanja pegawai pada

memperlihatkan ketimpangan mencolok. instansi vertikal yang ada di daerah otonom.

TA 1998/1999

TA 2011

Total Belanja

Rp . 512,120 (triliun ) % Belanja Pegawai terhadap

Rp . 27,324 (triliun )

Total Belanja

% Belanja Brg Jasa terhadap Total Belanja

Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan-Kemenkeu, 2011

Tabel 6. Perbandingan Alokasi Belanja Pegawai dan Belanja Barang Jasa Tahun 1998/1999 dan Tahun 2011

Meskipun terdapat kecenderungan berisi kekhawatiran bagaimana dengan peningkatan alokasi anggaran barang jasa dari

penyelenggaraan fungsi pelayanan publik tahun 1998/1999 yang hanya mengambil porsi

yang bersifat mendasar seperti pendidikan, 7,5% dari total dana APBN dan meningkat

kesehatan, pertahanan keamanan, serta secara signifikan menjadi 19,9% pada APBN

keperluan pembangunan infrastruktur dalam 2011, namun belanja pegawai pemerintah tetap

upaya mendukung pembangunan di bidang menyedot anggaran terbesar. Bahkan secara

lain?

nominal peningkatannya sangat fantastis dari Khusus di tahun 2011, data jumlah angka Rp 27,324 triliun di tahun 1998/1999

pegawai dan rasio belanja pegawai dibanding menjadi Rp 512,120 triliun pada Tahun 2011.

belanja lainnya yaitu belanja barang jasa dan Secara keseluruhan alokasi anggaran yang

modal berdasarkan kondisi kecenderungan tersedot untuk keperluan belanja pegawai pada

peningkatan jumlah daerah otonom melalui tahun 2011 mencapai angka 45,6%. Oleh karena

proses pemekaran dapat diperbandingkan itu, tidak heran apabila muncul pertanyaan

melalui tabel 7 berikut.

319 Daerah Lama

205 Daerah

Baru

Jumlah Pegawai

B. Pegawai

thd Total

Jasa B. Brg thd

B. Modal

thd Total

Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan-Kemenkeu, 2011

Tabel 7.

Jumlah Pegawai dan Rasio Belanja Pegawai dengan

Belanja Lainnya Tahun 2011

Meski secara nasional komposisi belanja Daerah otonomi lama yang berjumlah 319 rata- pegawai menyedot angka terbesar dibanding

rata mengalokasikan 48,3% dari total APBD-nya belanja barang jasa dan modal, namun tabel

untuk belanja pegawai. Sisanya dibagi hampir di atas menunjukkan kecenderungan yang

merata untuk alokasi belanja barang jasa dan sedikit berbeda di daerah-daerah otonomi baru.

modal. Sedangkan daerah otonomi baru yang

Jurnal

Volume XI | Nomor 3 | Desember 2014 Ilmu Administrasi

Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi

set dan culture-set. Diperlukan manajemen jumlah pegawai yang relatif masih sedikit

perubahan dari perspektif sumber daya ternyata mengalokasiakan belanja pegawainya

manusia yang memerlukan proses tidak dalam porsi lebih kecil bahkan hampir

sebentar. Investasi di bidang pendidikan seimbang dengan alokasi belanja modal. Hal

menjadi salah satu alternatif solusinya. Melalui tersebut mengindikasikan adanya konsentrasi

berbagai upaya perbaikan sistem pendidikan kebutuhan daerah otonomi baru terhadap

yang bukan sekedar perbaikan konsep, namun pembangunan sarana prasarana pada tahap

langsung mengarah pada contoh praktik. awal masa pemerintahan melalui pengalokasian

Bagaimana tidak, sistem pendidikan belanja modal yang mendapat porsi lebih besar.

di level terendah sampai tertinggi saat ini Berdasarkan data dan analisis penataan

memprihatinkan berbagai pihak yang memiliki daerah dilihat dari perspektif keuangan di atas,

kepedulian yang tinggi terhadap nasib masa maka pertanyaan selanjutnya upaya apa yang

depan bangsa. Berbagai adegan drama harus dilakukan pemerintah dalam konteks tata

atau dagelan yang tidak lucu berisi muatan kelola administrasi publik terkait rencana penataan

ketidakadilan dan ketidakjujuaran acapkali daerah menuju terciptanya daerah yang maju dan

dipertontonkan. Mirisnya, pertunjukan mandiri dalam kerangka pencapaian tujuan cita-

itu secara kasat mata diperlihatkan di cita berbangsa bernegara?

dunia pendidikan kita. Berbagai ungkapan menyuratkan dan menyiratkan kebingungan,

D. DESIGN BESAR PENATAAN DAERAH

kepedihan yang dapat membuahkan frustasi,

DI INDONESIA TAHUN 2010-2025

bukannya prestasi. Hal itu justru dapat terjadi

DAN PENYESUAIAN KEBIJAKAN

dan berawal dari sistem pendidikan yang

KEUANGAN NEGARA

kemudian berkontribusi melahirkan sistem administrasi publik yang carut marut pula.

mindset menjadi kunci dampak negatif euforia reformasi dimana

Melihat berbagai kecenderungan serta

Perubahan

penataan administrasi publik Indonesia. politik berperan sebagai “panglima” dalam

Perubahan pola pikir (mindset) (Monintja, kancah kehidupan berbangsa dan bernegara

2014) yang dapat dimulai dari perbaikan yang justru menimbulkan kekurangefektifan

sistem pendidikan melalui penataan sistem dan ketidakefisienan aspek pengelolaan

nilai (believe system) membutuhkan akselerasi keuangan negara, administrasi publik sudah

peningkatan level pemikiran. Beranjak dari seharusnya berperan lebih maju serta lebih

cara berpikir lama yang bersifat linear dan banyak dalam upaya menjaga keseimbangan

lateral yang menunjukkan pola perilaku dan berbagai elemen sistem yang ada di negeri ini.

aktivitas bussines as usual, pro status quo dan Panacea yang ditawarkan berupa reformasi

cenderung mempertahankan zona nyaman birokrasi yang merupakan bagian dari reformasi

sehingga menghasilkan fixed mindset yakni administrasi secara keseluruhan nampaknya

rangkaian pemikiran baku yang sudah terpola hanya manis di tataran konsep saja. Praktiknya,

atau terpatri sekian lama. Kemudian menuntut masih jauh panggang dari api. Pengamatan

percepatan pergerakan cara pikir yang lebih dan pengalaman langsung yang cenderung

maju dan bersifat out of the box melalui critical berperspektif emik menjadi landasan ungkapan

thinking, creative thinking bahkan meta thinking pernyataan hipotesa tersebut.

menuju sekumpulan pengetahuan yang dapat Berbagai asumsi yang dikemukakan

menghasilkan berbagai kreativitas dan inovasi, menyangkut upaya reformasi birokrasi meliputi

menuju titik kebajikan (wisdom). Tahapan pentingnya penataan ulang tiga aspek utama

tersebut mencerminkan growth mindset yakni yakni kelembagaan, ketatalaksanaan, dan

pola pikir yang terus-menerus diperbaharui sumber daya manusia dinilai cukup ideal. secara berkelanjutan melaui proses pem-

Namun berdasar pengalaman ternyata tidak belajaran tiada henti, sepanjang hayat yang mudah menata ulang ketiganya. Kunci utama

ditandai oleh salah satu ciri sikap open mind. keberhasilan atau ketidakberhasilan upaya

Bersedia menerima masukan, kritik, saran dan reformasi atau menata ulang ketiga hal tersebut

pengetahuan baru yang lebih baik dengan diyakini terletak pada mind-set atau culture-set.

mencoba mengesampingkan kepentingan-

Jurnal Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi

Volume XI | Nomor 3 |Desember 2014 Volume XI | Nomor 3 |Desember 2014

Kota Bandung. Tulisan ini pun tidak terlepas tersebut dapat dilakukan?

dari upaya berbagi informasi dan pengetahuan Salah satunya melalui pemanfaatan

dalam jangkauan yang lebih luas guna mencapai institusi-institusi profesional yang kemudian

efektivitas kebijakan dalam rangka pencapaian mengarah pada pendayagunaan institusi

tujuan negara jangka panjang. strategik dan bukan hanya bergerak pada

Adapun tujuan umum dilakukannya level institusi pengatur seperti yang selama ini

penataan daerah pada awalnya untuk mem- terjadi. Oleh karena itu institusi yang menjadi

percepat pengembangan potensi nasional yang tangki pemikir (think-tank) administrasi publik

diarahkan pada penguatan integrasi nasional, pun dapat meningkatkan peran secara optimal

akselerasi pengembangan ekonomi, dalam me lalui rangkaian aktivitas manajemen

upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik pengetahuan yang bercirikan organisasi pem-

bagi masyarakat seluruh daerah di Indonesia. belajar sejati. Tidak terjerembab pada kegiatan

Peningkatan kualitas pelayanan publik menjadi rutin yang kental semangat old public administrtion

salah satu poin penting tujuan kebijakan (OPA) dengan melahirkan berbagai aturan yang

penataan daerah.

bersifat rasionalitas sinoptis yaitu memandang Wilayah Negara Kesatuan Republik satu-satunya kebenaran berdasarkan peraturan

Indonesia yang luas menjadi potensi sekaligus perundangan yang cenderung kaku, baku,

tantangan dalam tata kelola administrasi publik. bahkan mungkin sudah kadaluarsa, kurang

Selain itu keberagamaan suku, agama, budaya, relevan dan tidak kontekstual dengan tuntutan

serta keadaan sosial ekonomi masyarakat di perubahan serta perkembangan zaman. Hal

berbagai daerah di belahan bumi khatulistiwa tersebut dapat melahirkan sekaligus memelihara

Indonesia memerlukan sentuhan kebijakan yang model perilaku manusia administratif yang kaku.

berlandaskan pertimbangan sudut pandang yang Rigiditas dan kekakuan birokrasi yang dibangun

berbeda disesuaikan dengan situasi, kondisi, berdasarkan formalitas terstruktur, yang men-

pandangan, jangkauan, untuk mencapai toleransi. ciptakan sebuah paradoks karena relatif abai

Oleh karena itu, selain memuat tujuan terhadap isi, makna, dan tujuan kehidupan

umum, perumusan Desain Besar Penataan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang

Daerah juga memiliki tujuan khusus seperti berperspektif jangka panjang.

dikemukakan Dirjen Otonomi Daerah Demikian halnya dengan upaya perbaikan,

Kementerian Dalam Negeri antara lain: peningkatan dan pengembangan tata kelola

a. Menciptakan pijakan bagi penataan administrasi publik melalui kebijakan penataan

regulasi tentang penataan dan perencanaan daerah. Perlu kesadaran sekaligus penyadaran

daerah di tingkat nasional; (awareness) pada tahap awal dengan memberikan

b. Merumuskan prosedur baru bagi pem- berbagai informasi tentang esensi tujuan berbangsa

bentukan daerah otonom; dan bernegara sebagaimana diamanatkan para

c. Merumuskan panduan dasar bagi founding fathers/mothers berkenaan dengan upaya

pentaan daerah otonom yang meliputi memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

penggabungan DOB, penataan ibukota, kehidupan bangsa, mewujudkan keadilan sosial

penataan batas wilayah, penataan kota, serta ikut serta menjaga perdamaian dunia

penataan kecamatan, dan penataan desa. dalam konteks global. Fenomena pemekaran

d. Merumuskan panduan dasar bagi penataan daerah yang relatif kurang terkontrol dan

daerah atau kawasan dengan karakteristik terkendali, termasuk efek positif dan negatif

yang bersifat khusus baik daerah khusus dalam jangka pendek serta dampak kebijakan

yang sudah ada maupun daerah khusus dalam jangka panjang, berdasarkan hasil kajian

lain seperti kawasan perbatasan, kawasan berbagai institusi profesional perlu disampaikan

konservasi alam, kawasan ekonomi, secara lebih luas dan intens kepada semua

maupun penentuan kekhususan urusan elemen masyarakat termasuk para pemangku

dan format kelembagaan daerah otonom. kepentingan (stakeholders).

e. Menetapkan estimasi jumlah maksimum Salah satu contoh upaya nyata yang

daerah otonom provinsi dan kabupaten/ dilakukan adalah deseminasi penciptaan

kota sebagai panduan kebijakan penataan “Desain Besar Penataan Daerah (Desartada)” di

daerah di Indonesia hingga Tahun 2025.

Jurnal

Volume XI | Nomor 3 | Desember 2014 Ilmu Administrasi

Media Pengembangan dan Praktik Administrasi

Berbagai dimensi yang dijadikan per- sangat menentukan hajat hidup keseluruhan timbangan penyusunan Desartada diharapkan

masyarakat di sebuah negara dalam jangka bersifat rational comprehensive mencakup:

panjang. Pengelolaan keuangan negara di masa

1. Dimensi geografi yang bersifat relatif statis kini yang terpancar dalam pilihan kebijakan mencakup luas dan karakteristik wilayah;

mencerminkan skala prioritas berlandaskan

2. Dimensi demografi yang relatif dinamis pertimbangan filosofis yang menentukan mencakup kuantitas dan kualitas

kualitas kehidupann masyarakat, bangsa dan penduduk; serta

negara di masa depan.

3. Dimensi sistem yang bersifat sangat Oleh karenanya berkaitan dengan dinamika dinamis, terdiri dari sistem pertahanan

administrasi publik yang masih menyisakan dan keamanan, sistem keuangan, sistem

kebingungan dengan beragam masalah seperti administrasi publik, serta sistem manajmen

halnya upaya penataan daerah dilihat dari pemerintahan.

perspektif keuangan negara, maka Kementerian Ketiga dimensi tersebut berhubungan

Dalam Negeri menetapkan beberapa perbaikan secara simultan membentuk satu kesatuan

atau revisi kebijakan antara lain: dinamis yang perlu diperhatikan dalam setiap

1. Reformulasi Dana Alokasi Umum (DAU) tahap proses penyelenggaraan berbangsa dan

yang ditujukan untuk meningkatkan bernegara yang secara konvensional dimulai

pemerataan antar daerah dengan tidak memberikan insentif kepada daerah

dari tahap perencanaan, pengorganisasian, pemekaran dan tidak menambah pelaksanaan, serta pengawasan atau evaluasi. PNSD. Berkenaan dengan kebijakan Namun proses penyusunan Desain Besar ini, nampaknya diperlukan keberanian Penataan Daerah di Indonesia dilakukan melalui para penyelenggara negara di tingkat cara yang berbeda. Melalui dua metode yang

pusat untuk secara konsisten meng- dilakukan secara sekuensial, proses ini dimulai

implementasikannya? Mengapa? Karena dari aktivitas evaluasi, inventarisasi gagasan

fenomena yang muncul sampai saat ini baru kemudian perumusan Desartada.

proses pemekaran masih terjadi, bahkan Sebagaimana dikemukakan di

pemberian insentif dan penambahan awal, mengingat begitu kompleks dan

PNSD masih terbuka peluang untuk komprehensifnya aspek-aspek yang menjadi

dinegosiasikan melalui pendekatan perhatian serta pertimbangan penyusunan

hubungan personal dan kekuasaan. Desain Besar Penataan Daerah (Desartada)

Berbagai kajian yang bersifat akademik maka dalam kajian ini penulis membatasi

acapkali terabaikan, kalaupun menjadi fokus perhatian pada aspek keuangan negara

prasayarat untuk dilakukan semata berkenaan dengan sistem penyelenggaraan

memenuhi unsur formalitas. Sekali lagi, administrasi publik. Alasan pemilihan fokus

pentingnya penyesuaian mind-set menuju pada aspek keuangan negara berlandaskan

tingkat pemikiran yang lebih tinggi yakni pengalaman, pemahaman, dan keyakinan wisdom dalam membuat keputusan atau

bahwa pengelolaan anggaran menjadi hal yang

kebijakan.

krusial dalam upaya menjaga stabilitas sekaligus

2. Reformulasi Dana Alokasi Khusus (DAK) kontinuitas kehidupan berbangsa bernegara di

diarahkan untuk mendanai urusan daerah masa kini dan masa depan.

terkait dengan pelayanan dasar dan untuk Banyak perumpamaan yang menjelaskan

pemenuhan Standar Pelayanan Minimal. peran vital anggaran seperti halnya ibarat

Pengalokasian DAK selama ini lebih darah dalam aliran tubuh manusia atau bensin

banyak ditujukan pada pengadaan sarana dalam sistem kendaraan. Begitu halnya dalam

prasarana guna memenuhi kebutuhan konteks administrasi publik. Aspek keuangan

pemerintahan baru di daerah. Sementara negara yang salah satunya berbentuk anggaran

pelayanan public yang bersifat mendasar bukan hanya berwujud uang dengan jumlah

masih kurang mendapat perhatian. Padahal, tujuan umum dilakukannya

nominal tertentu. Namun, secara instrinsik penataan daerah, khususnya pemekaraan sejumlah uang tersebut mencerminkan nilai filosofis sekaligus pilihan kebijakan hasil olah dan pembentukan daerah otonomi baru

tertuju pada upaya meningkatkan kualitas pikir dan olah rasa manusia yang diwakili

pelayanan publik.

sebagian kecil penyelenggara negara yang akan 452

Jurnal Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi

Volume XI | Nomor 3 |Desember 2014

3. Reformulasi Dana Bagi Hasil (DBH) yang

d. Melakukan perubahan status daerah diarahkan untuk menjaga keseimbangan

persiapan menjadi daerah otonom penerimaan antara pusat dan daerah. Hal

hanya bagi daerah yang dinilai layak tersebut bertujuan untuk meminimalisir

berdasarkan hasil evaluasi. kesenjangan atau disparitaritas antara

2. Penghapusan, penggabungan dan penerimaan pemerintah pusat yang dulu

penyesuaian daerah otonom, antara lain: menjadi bahan kecemburuan daerah, atau

a. Mengembangkan pola evaluasi dan menjaga keseimbangan antar daerah tanpa

fasilitasi umum penggabungan daerah mengabaikan hak dan keadilan untuk

otonom.

masing-masing daerah. Meski demikian

b. Menerapkan pola intensif dan fasilitasi formula baru DBH yang dianggap paling khusus bagi pengahapusan maupun tepat dan disetujui setiap daerah secara penggabungan daerah otonom dinamis masih terus didiskusikan sambil berdasarkan hasil evaluasi kemampuan diimplementasikan, dan dievaluasi secara penyelenggaraan otonomi daerah berkelanjutan dalam kerangka menjaga

(EKPOD).

integritas kesatuan serta persatuan bangsa.

c. Menyesuaikan cakupan fisik wilayah,

4. Reformulasi Transfer Dana lainnya penegasan batas wilayah, dan

yang diarahkan untuk dilakukannya pe- penetapan ibukota daerah otonom nyederhanaan jenis-jenis transfer lain-lain

yang maju mandiri. dengan menggunakan kriteria dan ketentuan

d. Menyiapkan alternatif pemekaran yang jelas serta fair. Upaya transfer dana

daerah otonom dengan penguatan dilakukan untuk meminimalisir kebocoran

kecamatan sebagai pusat pelayanan dan penyalahgunaan lainnya melalui

publik dan mengendalikan kualitas penguatan sistem informasi dalam berbagai

proses kecamatan secara lebih ketat. bentuk apliksi serta pertanggungjawaban

3. Pengaturan Daerah Otonom/Kawasan lainnya. Meskipun demikian dalam

yang memiliki karakter khusus yaitu: praktiknya, berbagai celah masih cukup

a. Mempertahankan kekhususan be- menganga terutama di daerah-daerah berapa daerah otonom yang sudah yang memiliki keterbatasan sumber daya ada: daerah khusus ibukota, otonomi manusia maupun ketersediaan sarana

khusus Aceh, Otonomi Khusus Papua, prasarana dalam mengakses berbagai

dan Daerah Istimewa Yogyakarta. aplikasi teknologi informasi.

b. Membuka kemungkinan kekhususan Secara umum terdapat empat elemen

otonomi secara terbatas bagi daerah- pokok yang merupakan strategi dasar kebijakan

daerah otonom tertentu atas dasar Desain Besar Penataan Daerah di Indonesia

kepentingan strategis nasional: Tahun 2010-2025 yaitu:

kawasan perbatasan antar negara,

1. Pembentukan Daerah Persiapan sebagai kawasan ekonomi khusus, dan Prosedur Baru Pembentukan Daerah

kawasan konservasi alam. Otonom dengan cara:

c. Merumuskan parameter khusus

a. Mengembangkan parameter pem - pembentukan daerah otonom baru bentukan daerah persiapan berdasarkan

untuk wilayah tertentu atas dasar parameter geografis, demografis, dan

pertimbangan kepentingan strategis. kesisteman.

4. Estimasi jumlah daerah otonom di

b. Membentuk daerah otonom baru Indonesia hingga tahun 2025: melalui tahap pembentukan daerah

a. Memberi prioritas pada pembentukan persiapan yang ditetapkan dengan

provinsi di wilayah perbatasan antar Peraturan Pemerintah untuk jangka

negara, daerah yang masih sangat waktu transisi 3 tahun.

luas, dan daerah yang rentang

c. Menyediakan fasilitasi dan kendalinya terlampau besar (lebih pen dampingan

dari 30 kabupaten/kota). penyelenggaraan pemerintahan bagi

professional

b. Memberi prioritas pembentukan setiap daerah persiapan selama masa

kabupaten/kota hingga tahun 2025 transisi.

secara sangat selektif, berdasarkan

Jurnal

Volume XI | Nomor 3 | Desember 2014 Ilmu Administrasi

Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi

ketidaksetaraan dan ketidaksamaan dalam demografis, dan kesisteman) dan

berbagai hal menyangkut pengelolaan realistis (memperhatikan aspirasi

daerah yang bersifat asimetris diperlukan. yang berkembang).

2. Implikasi penataan daerah yang memper-

c. Membuat estimasi jumlah maksimum lihatkan kecenderungan titik tekan pada provinsi, kabupaten, dan kota di

pemekaran daerah/wilayah menyebabkan Indonesia hingga 2025 berdasarkan

kondisi keuangan mengalami penurunan parameter geografis, demografis, dan

dari aspek kualitas. Hal tersebut dapat kesisteman (pertahanan keamanan,

menyebabkan sasaran utama pemberlakuan sosial politik, administrasi publik dan

kebijakan penataan daerah yakni dalam manajemen pemerintahan).

rangka meningkatkan kualitas pelayanan Demikian analisa hasil kajian penataan

publik justru terabaikan. Sejumlah dana daerah ditinjau dari perspektif keuangan negara

yang dialokasikan pemerintah pusat pada yang kemudian melahirkan sebuah desain besar

akhirnya harus terbagi dengan daerah- penataan daerah (Desartada) di Indonesia untuk