Kondisi Kehidupan Rumah Tangga Pasangan Sebelum Bercerai dan Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian (Studi pada Masyarakat Suku Jawa di Kecamatan Sei Dadap Kota Kisaran)

  2337-6740 - 2337-6740 - 2337-6740 - 2337-6880 2337-6880 2337-6880

  ISSN Cetak:

  ISSN Cetak:

  ISSN Cetak:

  

ISSN Online:

http://jurnal.konselingindonesia.com http://jurnal.konselingindonesia.com http://jurnal.konselingindonesia.com Volume 4 Nomor 3, November 2016, Hlm 41-51 Volume 4 Nomor 3, November 2016, Hlm 41-51 Volume 4 Nomor 3, November 2016, Hlm 41-51

  

ISSN Online:

  

ISSN Online:

  Info Artikel: Diterima 01/08/2016 Direvisi 27/10/2016 Dipublikasikan 18/11/2016 Kondisi Kehidupan R n Rumah Tangga Pasangan Sebelum Ber Bercerai dan

Faktor-Faktor Penyeba enyebab Terjadinya Perceraian (Studi p i pada Masyarakat

Suku Jawa di Kecam amatan Sei Dadap Kota Kisaran)

  1) 2) 3) Alfina Sari , Taufik , Af , Afrizal Sano 123

  Fakultas Ilmu Pendidikan, Un , Universitas Negeri Padang

  Abstratc

Perkawinan bertujuan memba mbangun keluarga yang harmonis, namun kenyataannya ya tidak demikian, sehingga

mengakibatkan terjadinya perc erceraian. oleh karena itu penelitian ini bertujuan meng mengungkap kondisi kehidupan

rumah tangga pasangan sebe ebelum berceerai dan faktor-faktor penyebab percera eraiannya.Temuan penelitian

menunjukkan bahwa: (1) 65,7 5,71% kondisi usia pasangan baik, (2) 45,71% kondisi isi fisiologis pasangan cukup

baik, (3) 71,43% kondisi psi psikologis pasangan kurang baik, (4) kondisi spiritua itual pasangan kurang baik,

(5)65,71% kondisi komunikasi asi kurang baik, dan (6) 89% kondisi kehidupan seksu ksual pasangan kurang baik.

  

Adapun faktor-faktor penyebab bab terjadinya perceraian adalah: (1) 94,28% pasangan an bersifat egois, (2) 85,71%

pasangan tidak menghargai, i, (3) 82,85% pasangan tidak berada dekat saat pas pasangan membutuhkan, (4)

sebanyak 80% pasangan tidak ak bisa diajak untuk saling berbagi, (5) 71,42 pasangan gan suka mengatur, dan tidak

meluangkan waktu, dan 54,28% 28% s/d 68,57% perceraian disebabkan oleh faktor lainn innya.

  Kata kunci : Kehidupan Ruma mah Tangga dan Perceraian

  Copyright © 2016 IICET (Indonesia) - All Rights Reserved Copyright © 2016 IICET (Indonesia) - All Rights Reserved Copyright © 2016 IICET (Indonesia) - All Rights Reserved Indonesian Institute for Counseling, Education and Theraphy (IICET) Indonesian Institute for Counseling, Education and Theraphy (IICET) Indonesian Institute for Counseling, Education and Theraphy (IICET)

  PENDAHULUAN

  Manusia adalah mahluk k sosial yang saling membutuhkan antara satu dengan an yang lain, saling tolong- menolong dan memiliki hasrat rat untuk saling memberi. Manusia juga dikatakan seba bagai makhluk biologis dan memiliki hasrat serta minat at untuk mengembangkan keturunan sebagai gener nerasi penerus yang akan melanjutkan garis keturunanny nya (Al-Fatih Suryadilaga 2003).

  Memiliki keturunan dapa pat ditempuh dengan melakukan suatu perkawinan. Per erkawinan merupakan salah satu peristiwa yang besar dan an penting dalam sejarah kehidupan seseorang, oleh ka karena itu biasanya mereka tidak melewatkan perkawinan an begitu saja sebagaimana mereka menghadapi kehidu idupan sehari-hari. Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1 n 1974 tentang perkawinan yang dimaksud dengan “per erkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan an seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan m n membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarka kan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dalam perkawinan n adanya ikatan lahir batin antara seorang pria dengan se seorang wanita sebagai suami isteri (Bimo Walgito, 2 , 2000). Tujuan perkawinan dalam suku Jawa agar dapat dic t diciptakannya rumah tangga yang rukun, damai, bahagia agia dan kehidupan sejahtera serta diberkahi suatu kesehatan tan baik jasmani maupun rohani.

  Sebuah perkawinan akan an membentuk sebuah keluarga menurut BKKBN (20 2013) “keluarga merupakan lembaga dalam kehidupan ana anak, tempat anak belajar dan berperan sebagai makhlu khluk sosial”. Pada konteks budaya Jawa ketika berkeluarg arga perempuan sebagai isteri memiliki tugas dan persya syaratan fisik maupun psikis dan sosial yang amat berat. Per Perempuan dalam budaya Jawa diibaratkan sebagai bung nga. Ia indah dipandang dan selalu memancarkan bau ha harum mewangi. Ia adalah ratu yang bertahta d dengan agung di dalam rumahtangganya. Serat Yadya yasusila (dalam Hariwijaya, 2004) menerangkan “tiga ga sifat wanita sebagai ratu rumah tangga yang baik, yakni kni merak ati, gemati, lalu luluh”. Merak ati dimaknai p i pandai menjaga kecantikan lahir batin, pandai bertutur sap sapa dengan santun, pandai mengatur pakaian yang panta antas, murah senyum, luwes gerak-geriknya, dan lumampa mpah anut wirama, artinya bertindak sesuai irama. Ge Gemati artinya menunaikan tangga dan mengatur keuanga gan sebaik-baiknya. Ia bertugas mendidik anak dengan gan naluri keibuannya yang terarah. Sedangkan luluh artiny tinya penyabar, tidak keras kepala, menerima segala masa asalah dengan hati lapang.

  Terkait dengan tugas kese eseharian, menurut Hariwijaya (dalam Roqib Alwisol, 2 l, 2007) “perempuan sebagai pendamping suami harus setia setia serta menjalani empat hal, yaitu pawon, paturo turon, pangreksa, dan harus menghindari padudon”. Pawo awon artinya dapur, wanita dituntut pandai memasa asak agar bisa menyajikan masakan-masakan yang memb mbuat perut suami kenyang. Suami yang isterinya tida tidak pandai memasak akan suka jajan makan di luar rum umah. Paturon artinya tempat tidur, perempuan dituntu ntut untuk lincah dan dapat mengimbangi suami di ranjang ang. Jika hal ini gagal dilakukan seorang isteri, dikhaw awatirkan suami yang tidak tahan akan selingkuh atau ja jajan tanpa sepengetahuan isteri. Pangreksa artinya ya penguasaan, perempuan dituntut untuk mampu meng ngelola rumah tangga dan melayani segala kebutuha han suami sebaik-baiknya.

  

Padudon artinya pertengkaran an atau cekcok, wanita yang baik dituntut untuk mema mahami sifat temperamental

  dari suaminya. Jika suami men enjadi api yang membakar, ia harus menjadi air yang ng memadamkan. Jika suami menjadi gas yang melaju, ia ia harus menjadi rem yang mengendalikan. Harmoni ni api dengan air serta gas dengan rem akan melanggengk gkan kebahagiaan keluarga.

  Keluarga sejahtera meru erupakan dambaan dan harapan dari setiap keluarga.

  a. Untuk mencapai kondisi tersebut bukan suatu yang tid tidak mungkin terjadi apabila setiap keluarga menera erapkan fungsi-fungsi yang seharusnya berjalan didalam k kehidupan keluarga. Fungsi keluarga diantaranya fung ungsi agama, sosial budaya, cinta kasih, melindungi, repro roduksi, sosialisasi, pendidikan, ekonomi, dan pembina inaan lingkungan (BKKBN, 2013).

  Apabila semua fungsi k i keluarga dapat terlaksana dengan baik, masyaraka kat suku Jawa juga dapat menjalankan peranannya maka aka sejahtera dan harmonislah sebuah keluarga tersebut. but. Namun jika tidak maka akan mengakibatkan perceraia aian. Pada kenyataannya sangat banyak keluarga yang tid g tidak mampu menjalankan beberapa fungsi keluarga, begitu egitu juga pada keluarga suku Jawa, suami yang tidak bis bisa menjalankan tugas dan kewajibannya, atau istri yang ng tidak menjalankan peranannya maka hal inilah yan yang mengakibatkan terjadi perceraian dalam rumah tangg gga. Salah satu faktor yang memicu terjadi perceraian ian adalah suami yang tidak memenuhi kebutuhan perekon onomian keluarga, suami yang tidak pernah pulang k ke rumah dan sebagainya. Semua faktor penyebab perce rceraian tersebut tidak akan muncul apabila dilandasi asi dengan pendidikan dan pengetahuan yang baik.

  Perceraian menurut Elida lida Prayitno dan Erlamsyah (2002) “merupakan putusn snya hubungan suami-isteri yang telah sepakat untuk me menjalankan kehidupan secara bersama dalam bahag hagia pernikahan”. Hal ini menunjukkan bahwa perceraia aian adalah putusnya hubungan suami isteri dikarenakan an beberapa penyebab yang tidak bisa dipertahankan lagi. P i. Perceraian ini disebabkan karena beberapa faktor, dian iantaranya kegagalan dalam mencapai tujuan perkawinan y yang bahagia, kekal dan sejahtera serta tidak terjalanka kan fungsi keluarga.

  Tentunya perceraian men enimbulkan dampak yang kompleks bagi pasangan ya yang bercerai maupun bagi anak keturunannya. Landis (d (dalam T.O. Ihromi, 2004) menyatakan bahwa “damp pak dari perceraian adalah meningkatnya perasaan dekat at anak dengan ibunya serta menurunnya jarak emosio sional anak dengan ayahnya serta anak menjadi inferior ior terhadap anak yang lain”. Dalam kasus perceraia raian anak pada umumnya merasakan dampak psikologis gis, ekonomis, dan koparental yang kurang mengunt ntungkan dari orangtuanya. Psikologis anak menjadi terbe belah karena harus memilih salah satu orangtuanya. M Memilih berpihak kepada ibunya berarti menolak ayahn ahnya, begitu juga sebaliknya.

  Menurut Wiran dan Su Sudarto (dalam Bety Wiyaswiyanti, 2008), dampak k yang ditimbulkan dengan adanya perceraian antara lain: n: (1) Adanya perasaan ters tersingkir dan kesepian. (2) Perasaan tertekan karena h a harus menyesuaikan diri dengan status baru seba ebagai janda/duda. (3) Permasalahan hak asuh anak. (4) 4) adanya masalah ekonomi, yaitu penurunan perekono onomian secara drastis. Melihat banyaknya damp mpak perceraian baik bagi pasangan atau keluarga yan ang bercerai juga berakibat pada anak sebagai keturunann nnya. Bimbingan dan konseling sebenarnya sudah ber berusaha dalam menjadikan kelurga yang harmonis dan bah bahagia serta menghindari agar tidak terjadi perceraian ju n juga agar tidak adanya hal- hal yang merugikan dalam keh ehidupan keluarga, namun kadang-kadang usaha itu belu elumlah begitu nampak.

  Kenyataan menunjukkan an kondisi kehidupan rumah tangga semakin memburuk ruk serta perceraian semakin meningkat dari tahun ke tahun un. Diperoleh informasi dari Pengadilan Agama (dalam lam Sri Lestari, 2013) bahwa kasus perceraian di Indonesia esia mengalami tren peningkatan. Pada tahun 2007 07 jumlah perceraian yang diputuskan oleh pengadilan ag agama sebanyak 167.807 kasus, meningkat menjadi 2 i 213.960 kasus pada tahun 2008, dan 223.371 kasus pad ada tahun 2009. Tentunya hal ini disebabkan karena b a beberapa faktor, bisa jadi karena faktor ekonomi, perselin selingkuhan, pendidikan, dan lain sebagainya. hal ini ini diperkuat oleh penelitian terdahulu.

  Hasil penelitian Ira Kus Kusmawardani (2008) Menunjukan 25 responden yang ang ada, faktor-faktor yang mempengaruhi perceraian di di Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman adalah h ketidak mampuan suami memberi nafkah kepada isteri ri sebanyak 40%, perselingkuhan adanya PIL dan WIL

  IL sebanyak 20%, kekerasan dalam rumah tangga sebanya yak 16%, sifat pencemburu pasangan yang berlebih bihan sebanyak 12 % dan pertengkaran yang terus mene enerus sebanyak 12%. Faktor dominan yang mempen engaruhi perceraian adalah masalah ketidak mampuan sua uami memberikan nafkah kepada isteri sebanyak 40%. .

  Selanjutnya penelitian M Mega Novita Sari (2015) faktor-faktor penyebab perce rceraian di antaranya adalah 1) sikap egosentrisme dalam m keluarga sebanyak 65.26%, 2) aspek tafsiran terhad adap perilaku marah-marah sebanyak 56.46%, 3) pergaulan lan negatif yang dilakukan pasangan suami isteri sebany nyak 62.51%.

  Kemudian hasil dan pem pembahasan dari penelitian Indah Nurnila Sari (2013) a 3) adalah bahwa perceraian di kalangan Masyarakat Kecam amatan Metro disebabkan oleh beberapa faktor di antara taranya yaitu perselingkuhan, kebutuhan ekonomi, dan adan anya kekerasan dalam rumah tangga. Ketiga hal ter tersebut yang sering kali muncul sebagai penyebab ter terjadinya perceraian.

  Hasil penelitian mengung ungkapkan banyak faktor yang menyebabkan tingginya ya angka perceraian. Untuk menjaga agar hal-hal seperti ti itu tidak berkembang dengan subur, maka dengan b n bimbingan dan konseling diharapkan dapat memperkecil cil ataupun meniadakan hal-hal yang tidak diharapkan d n dalam kehidupan keluarga, sehingga kebahagiaan dapat d t dicapai khususnya pada masyarakat suku Jawa Ke Kecamatan Sei Dadap kota Kisaran Sumatera Utara.

  Ketertarikan peneliti terh terhadap situasi lingkungan Kecamatan Sei Dadap Kota Kota Kisaran Sumatera Utara dikarenakan peneliti melihat Ke t Kecamatan Seidadap Kota Kisaran Sumatera Utara ad adalah daerah kecil namun sangat banyak perceraian yang ang terjadi di daerah tersebut khususnya untuk masyarak rakat suku Jawa, suku Jawa merupakan suku bangsa terbes besar di Indonesia yang berasal dari Jawa tengah, Jawa wa Timur, dan Yogyakarta. Sekitar 41,7% penduduk Indo ndonesia merupakan etnis Jawa, selain di ketiga prov rovinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di berbagai ai daerah salah satunya adalah Sumatera Utara (wikipe ipedia.com). Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan s suku lainnya, baik dari jumlah penduduk, pendid ndidikan suku Jawa lebih mementingkan pekerjaan darip ripada pendidikannya kemudian dalam suku Jawa laki-la i-laki lebih berperan penting daripada perempuan. Sehingg ingga dengan penelitian ini diharapkan akan menda dapatkan pengetahuan dan informasi yang baru sebagai b i bahan kajian dalam dunia keluarga. Berdasarkan feno nomena dan data yang ada, maka peneliti bermaksud untu ntuk mengadakan penelitian yang berjudul “Kondisi Ke i Kehidupan Rumah tangga Pasangan Sebelum Bercerai da i dan Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian Pad Pada Masyarakat Suku Jawa Di Kecamatan Sei Dadap Kota Kota Kisaran”.

  METODOLOGI

  Jenis penelitian ini adala alah deskriptif kuantitatif . Subjek dalam penelitian ini ini adalah masyarakat suku jawa di Kecamatan Sei Dadap ap Kota Kisaran yang berjumlah 35 orang diantaranya 18 18 orang perempuan dan 17 orang laki-laki.Instrumen pen enelitian untuk pengumpulan data dalam penelitian in ini adalah angket tertutup dengan menggunakan model s l skala likert dan angket terbuka. Angket ini bertujuan uan untuk memperoleh data tentang kondisi kehidupan rum rumah tangga pasangan sebelum bercerai dan faktor-fa -faktor penyebab terjadinya perceraian. Alternatif jawaban ban angket yang digunakan disediakan ada lima yait aitu Sangat Sesuai, Sesuai, Kurang Sesuai, Tidak Sesuai, ai, dan Sangat Tidak Sesuai. Untuk mendeskripsikan p persentase hasil penelitian, peneliti menggunakan rumus p s persentase.

  Sedangkan untuk me mencari kriteria penilaian masing-masing data mengg nggunakan langkah-langkah yang peneliti lakukan, yaitu; 1 ; 1) menentukan skor tertinggi (ideal) dan skor terenda ndah (ideal), 2) menetapkan jumlah kelompok interval dan an kriteria, 3) menyusun kelompok-kelompok interval ke l kedalam tabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN AN

  Hasil penelitian ini berk erkaitan dengan kondisi kehidupan rumah tangga pasan angan sebelum bercerai dan faktor-faktor terjadinya penyeb yebab perceraian.

1. Kondisi Kehidupan Ruma mah Tangga Pasangan Sebelum Bercerai

  Berdasarkan pengolaha han data tentang kondisi kehidupan rumah tangga pa pasangan sebelum bercerai secara keseluruhan dapat diketa iketahui bahwa skor ideal adalah sebesar 250. Skor tertin tinggi 175 dan skor terendah 117. Berdasarkan distribusi sk i skor tersebut diperoleh rata-rata (mean) 140,97 denga gan standar deviasi sebesar 20,02.

  Berikut dipaparkan gam ambar kondisi kehidupan rumah tangga pasangan sebel elum bercerai secara umum sebagai berikut: Tabel 1. Kondisi Um i Umum Kehidupan Rumah Tangga Pasangan Sebelum B Bercerai (n=35)

  No. Kat ategori Interval f f %

  1 Sangat Baik >211

  Baik 171-210

  6 6 17,14

  2

  3 Cukup Baik 131-170

  12 2 34,29

  4 Kurang Baik 91-130

  17 7 48,57

  5 Tidak Baik <90

  6 Jumlah

  35 5 100 Berdasarkan tabel 1 diketa etahui kondisi umum kehidupan rumah tangga pasangan gan sebelum bercerai bahwa sebanyak 48,57% responden n pasangan merasa kondisi kehidupan rumah tangga ga sebelum bercerai dalam keadaan kurang baik, kemud udian 34,29% responden pasangan merasa kondisi k i kehidupan rumah tangga pasangan sebelum bercerai d i dalam keadaan cukup baik, selanjutnya 17,14% resp esponden pasangan merasa bahwa kondisi kehidupan ruma mah tangga pasangan sebelum bercerai dalam keadaan an baik, tidak ada responden secara umum kondisi kehidupa upan rumah tangga pasangan sebelum bercerai berada d a dalam keadaan sangat baik dan tidak baik. Hal ini menunj unjukkan bahwa sebelum terjadi perceraian kondisi rum umah tangga dalam keadaan kurang baik sehingga pada akh khirnya menjadi perceraian.

  Selanjutnya akan dijelaska skan kondisi kehidupan rumah tangga pasangan sebel belum bercerai berdasarkan masing-masing sub variabel. l.

a. Kondisi Kehidupan Ruma mah Tangga Usia Pasangan Sebelum Bercerai

  Berdasarkan hasil penelitia itian, maka dapat dijelaskan kondisi kehidupan rumah h tangga pasangan sebelum bercerai sebagai berikut: Tabel 2. Kondisi Ke isi Kehidupan Rumah Tangga Usia Pasangan Sebelum Be Bercerai (n=35)

  No. Kat ategori Interval f f %

  Sangat Baik >38 10 28,57

  1

  2 Baik 31-37

  23 3 65,71

  3 Cukup Baik 24-30

  2 2 5,71

  4 Kurang Baik 17-23

  5 Tidak Baik <16

  6 Jumlah

  35 5 100 Berdasarkan tabel 2 dike iketahui sebanyak 65,71% responden pasangan merasa sa bahwa kondisi kehidupan rumah tangga usia pasangan s n sebelum bercerai dalam keadaan baik, kemudian 28, 8,57% responden pasangan dalam keadaan sangat baik, sela selanjutnya 5,71% responden pasangan merasa dalam ke keadaan cukup baik. Hal ini menunjukkan bahwa sebahag agian besar kondisi kehidupan rumah tangga usia pa pasangan sebelum bercerai berada dalam keadaan baik, d , dan tidak ada responden yang berada pada keadaan k n kurang baik ataupun tidak baik.

b. Kondisi Fisiologis Kehidu idupan Rumah Tangga Pasangan Sebelum Bercerai i

  Berdasarkan hasil penelitia itian, maka dapat dijelaskan kondisi kehidupan rumah h tangga pasangan sebelum bercerai sebagai berikut: Tabel 3. Kondisi Fisio isiologis Kehidupan Rumah Tangga Pasangan Sebelum m Bercerai (n=35)

  No. Kat ategori Interval f f %

  Sangat Baik >38

  4 4 11,43

  1

  2 Baik 31-37

  15 5 42,86 Cukup Baik 24-30

  16 6 45,71

  3

  4 Kurang Baik 17-23

  Tidak Baik <16

  5

  6 Jumlah

  35 5 100 Berdasarkan tabel 3 diketah tahui sebanyak 45,71% responden pasangan merasa ko kondisi fisiologis kehidupan rumah tangga pasangan sebelu elum bercerai berada dalam kondisi cukup baik, kem emudian 42,86% responden pasangan merasa dalam keada daan baik, selanjutnya 11,43% responden pasangan mer erasa dalam kondisi sangat baik, dilihat dari kondisi fisio isiologis tidak ada responden yang merasa kurang baik aik dan tidak baik. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi isi fisiologis kehidupan rumah tangga pasangan sebel belum bercerai cukup baik. Artinya bahwa kondisi fisiolog logis tidak terlalu menjadi pemicu perceraian dalam rum mah tangga.

c. KondisiPsikologis Kehidu idupan Rumah Tangga Pasangan Sebelum Bercerai i

  Berdasarkan hasil peneli elitian, kondisi psikologis kehidupan rumah tangga pa pasangan sebelum bercerai sebagai berikut: Tabel 4. Kondisi Psik sikologis Kehidupan Rumah Tangga Pasangan Sebelum m Bercerai (n=35)

  Sangat Baik >64

  1

  2 Baik 52-63

  3 3 8,57

  3 Cukup Baik 40-51

  7

  7

  20

  4 Kurang Baik 28-39

  25 5 71,43 Tidak Baik <27

  5

  6 Jumlah

  35 5 100 Berdasarkan tabel 4 diketah tahui sebanyak 71,43% responden pasangan merasa kon ondisi psikologis kehidupan rumah tangga pasangan sebelu elum bercerai dalam keadaan kurang baik, kemudian n 20% responden pasangan merasa cukup baik, selanjutn utnya 8,57% responden pasangan merasa baik, dari ari data tersebut tidak ada responden yang berada dalam lam keadaan sangat baik dan tidak baik. Hal ini men enunjukkan bahwa kondisi psikologis kehidupan rumah ta tangga pasangan sebelum bercerai keadaan kurang baik ik.

d. Kondisi Spiritual Kehidup idupan Rumah Tangga Pasangan Sebelum Bercerai i

  Berdasarkan hasil penelitia litian, kondisi spiritual kehidupan rumah tangga pasangan gan sebelum bercerai adalah sebagai berikut: Tabel 5. Kondisi Sp i Spiritual Kehidupan Rumah Tangga Pasangan Sebelum m Bercerai n=35

  No. Kat ategori Interval f f %

  1 Sangat Baik >35

  2 Baik 22-28

  3 Cukup Baik 15-21

  4 Kurang Baik 8-14

  35 5 100

  5 Tidak Baik <7

  6 Jumlah

  35 5 100 Berdasarkan tabel 5 diketa iketahui sebanyak 100% responden pasangan merasa sa bahwa kondisi spiritual kehidupan rumah tangga pasan sangan sebelum bercerai berada dalam keadaan kurang b g baik. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi spiritual kehid hidupan rumah tangga pasangan sebelum bercerai dik i dikarenakan spiritual yang kurang baik, sehingga pada akh akhirnya menyebabkan perceraian.

e. Kondisi Komunikasi Pasa asangan Sebelum Bercerai

  Berdasarkan hasil penelitian litian, kondisi komunikasi pasangan sebelum bercerai seba ebagai berikut: Tabel 6. l 6. Kondisi Komunikasi Pasangan Sebelum Bercerai (n= n=35).

  No. Kategori Interval f %

  1 Sangat Baik >21

  2 Baik 16-20

  3 Cukup Baik 11-15

  12 12 34,29

  4 Kurang Baik 6-10

  23 23 65,71 Tidak Baik <5

  5

  6 Jumlah

  35 100 Berdasarkan tabel 6 dik iketahui sebanyak 65,71% responden pasangan mer erasa kondisi komunikasi pasangan sebelum bercerai da i dalam keadaan kurang baik, dan 34,29% responden en pasangan merasa dalam keadaan cukup baik. Kondisi isi komunikasai pasangan sebelum bercerai sangat m menjadi pemicu penyebab perceraian, karena tidak ada r a responden yang merasa sangat baik dan baik kondisi isi komunikasinya sebelum bercerai.

f. Kondisi Seksual Pasangan gan Sebelum Bercerai

  Berdasarkan hasil penelitia litian, kondisi seksual kehidupan rumah tangga pasangan gan sebelum bercerai adalah sebagai berikut: Tabel 7. Kondisi Se i Seksual Kehidupan Rumah Tangga Pasangan Sebelum B Bercerai (n=35)

  No. Kat ategori Interval f f %

  Sangat Baik >73

  1

  3 Cukup Baik 37-54

  4

  4

  11

  4 Kurang Baik 19-36

  31

  1

  89

  5 Tidak Baik <18

  6 Jumlah

  35 5 100 Berdasarkan tabel 10 dike iketahui sebanyak 89% responden pasangan merasa k kondisi seksual kehidupan rumah tangga pasangan sebelu belum bercerai berada dalam keadaan kurang baik, 1 , 11% responden pasangan merasa berada dalam keadaan an cukup baik. Kondisi seksual kehidupan rumah tangg gga juga menjadi penyebab pemicu perceraian karena tida tidak ada responden yang kondisi seksualnya berada da dalam keadaan sangat baik, dan baik.

  Dari keenam aspek kondis disi kehidupan rumah tangga pasangan sebelum berce rcerai, kondisi yang paling dominan menjadi pemicu perc erceraian diantaranya adalah kondisi spiritual yaitu se sebanyak 100% responden pasangan, kemudian kondisi isi seksual sebanyak 89% responden pasangan kemu mudian kondisi psikologis sebanyak 71,43% responden p pasangan, kondisi komunikasi pasangan sebanyak 65,7 5,71% responden pasangan, usia pasangan sebanyak 48,57 ,57% responden pasangan, dan kondisi fisiologis seba ebanyak 45,71% responden pasangan.

  Hal ini menunjukkan bahw hwa kondisi spiritual, kondisi seksual, kondisi psikologis gis dan kondisi komunikasi merupakan aspek yang palin aling dominan menjadi pemicu perceraian, sedangkan kan responden tidak terlalu mempermasalahkan usia dan fis n fisiologis pasangan.

  2. Faktor-Faktor Penyebab ab Terjadinya Percerian

  Berdasarkan data y yang diperoleh, faktor-faktor penyebab terjadinya per perceriaan pada masyarakat suku jawa kota Kisaran seb ebagai berikut: 1) 94,28% menyatakan pasangan be bersifat egois, 2) 85,71% menyatakan pasangan tidak k menghargai, 3) 82,85% menyatakan pasangan tid tidak berada didekat saat dibutuhkan, 4) 80% menyatak takan pasangan tidak bisa diajak untuk saling berbagi, agi, 5) 71,42% menyatakan pasangan suka mengatur, dan dan pasangan tidak meluangkan waktunya 6) 68,57% 57% menyatakan pasangan memiliki emosional yang ting tinggi, 7) 65,71% menyatakan bahwa: a) sumber eko ekonomi tidak menentu, b) pasangan tidak memberikan se sesuatu yang disuka, dan c) pasangan jika berbicara se selalu menyakitkan hati, 8) 62,85% yang menyatakan bah ahwa: a) pasangan berbicara kasar, b) pasangan lebih m ih mengutamakan orang lain, dan c) pasangan tidak memilik iliki rasa toleransi, 9) 60% menyatakan pasangan tidak b k bisa memberikan apa yang diinginkan dan pasangan men engabaikan sholat lima waktu 10) 57,14% menyatakan an pasangan tidak mengerti dengan kondisi dan pasangan an enggan diajak untuk beribadah, 11) 54,28% meny nyatakan dorongan seksual pasangan terlalu tinggi.

  PEMBAHASAN

  Berdasarkan hasil analisis lisis data, maka pembahasan akan disesuaikan deng ngan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

  1. Kondisi Kehidupan Ruma mah Tangga Pasangan Sebelum Bercerai

  Temuan peneliti mengun ungkapkan bahwa kondisi kehidupan rumah tangga pa pasangan sebelum bercerai sebanyak 48,57% kurang baik. ik.

  Melihat kondisi kehidup untuk diperbaiki agar tidak me penting dalam membantu m mewujudkan tujuan yang hend konseling membantu dalam me

  Temuan peneliti meng dilihat dari aspek fisiologis kehidupan rumah tangga p cukup baik dan hal ini sang karena yang paling kuat da upan rumah tangga pasangan yang menjadi penyebab meningkatnya angka perceraian. Dalam hal ini bimbinga menjadikan keluarga harmonis yang sakinah, maw endak dicapai oleh setiap pasangan suami isteri, salah mecegah perceraian adalah melalui bimbingan dan konse ling keluarga adalah suatu kegiatan bimbingan dan untuk mencegah masalah-masalah yang akan timb salah-masalah yang ada pada keluarga (Sayekti Pujosu rupakan terapi untuk pasangan suami isteri yang nikahan, mengurangi konflik dan mencegah perceraian kawinan yang hendak dicapai oleh setiap pasangan me erkawinan, yaitu memenuhi nalurinya dan memenuhi mbingan dan konseling membantu melalui bimbingan da rkawinan (Yendi, F. M., Ardi, Z., & Ifdil, I, 2013). at disimpulkan bahwa kondisi kehidupan rumah tangga nan bimbingan dan konseling untuk mencegah terjad sangan sebelum bercerai dilihat dari beberapa aspek berik

  i

  engungkapkan bahwa kondisi kehidupan rumah tangga p gis sebanyak 45,71% cukup baik. Penjelasan di atas me a pasangan sebelum bercerai dilihat dari aspek fisiolo angat pelu diperbaiki, faktor fisiologis sangat berperan p t dan paling jelas antara dari sekian kebutuhan manusia bab perceraian sangat perlu ngan dan konseling berperan awaddah, warahma, serta lah satu cara bimbingan dna nseling keluarga. n kegiatan konseling yang timbul dalam keluarga dna osuwarno, 1994), sedangkan g tujuannya adalah untuk ian (Fatchiah E. Kertamuda. memiliki dua tujuan utama hi petunjuk agama. Untuk dan konseling keluarga dan ga pasangan perlu diperbaiki jadinya perceraian. Kondisi erikut: a pasangan sebelum bercerai gan yang menjadi penyebab perceraian. Dalam hal ini arga harmonis yang sakinah, etiap pasangan suami isteri, n adalah melalui bimbingan an kegiatan konseling yang timbul dalam keluarga dan yekti Pujosuwarno, 1994), isteri yang tujuannya adalah gah perceraian (Fatchiah E. a pasangan sebelum bercerai n bahwa kondisi kehidupan kategori cukup baik dan hal inan, karena dalam undang- agai salah satu syarat yang sia menjadi salah satu faktor n bahwa usia dan perbedaan segala usia, pria lebih puas dilihat sukses atau tidaknya wa salah satu yang menjadi perbedaan usia antara suami sangatlah penting untuk njadi pengukur sukses atau

  

idupan Rumah Tangga Pasangan Sebelum Bercerai

  engungkapkan bahwa kondisi kehidupan rumah tangga p ebanyak 65,71% baik. Penjelasan di atas menandakan sebelum bercerai dilihat dari aspek usia berada pada ka iki, faktor usia sangat berperan penting dalam perkawina al 7 ayat (1) juga sudah dijelaskan tentang usia sebag rang hendak melakukan perkawinan. an penting dalam perkawinan karena secara teoritis usia ap kepuasan perkawinan. Lemme (1995) mengatakan b epuasan dalam perkawinan jangka panjang. Dalam seg daripada wanita. Dengan demikian maka akan bisa dili l ini diperkuat oleh Noller dan Fitzpatrick (1993) bahwa u gagalnya perkawinan dilihat dari faktor usia dan per elasan di atas dapat disimpulkan bahwa usia s melangsungkan perkawinan. Karena usia dapat menja han.

  mah Tangga Usia Pasangan Sebelum Bercerai

  engungkapkan bahwa kondisi kehidupan rumah tangga p baik. Melihat kondisi kehidupan rumah tangga pasanga untuk diperbaiki agar tidak meningkatnya angka pe g berperan penting dalam membantu menjadikan keluarg erta mewujudkan tujuan yang hendak dicapai oleh setia n dna konseling membantu dalam mecegah perceraian a nseling keluarga adalah suatu kegiatan bimbingan dan rga untuk mencegah masalah-masalah yang akan tim n masalah-masalah yang ada pada keluarga (Sayek rkawinan merupakan terapi untuk pasangan suami iste bilitas pernikahan, mengurangi konflik dan mencegah

  

pan Rumah Tangga Pasangan Sebelum Bercerai

  c. Kondisi Fisiologis Kehidu

  Bimbingan dan konselin ditujukan kepada keluarga u membantu memecahkan masa konseling perkawinan merup meningkatkan stabilitas pernik 2009). Berbagai tujuan perkaw manusia melangsungkan perk mencapai tujuan tersebut bimb bimbingan dan konseling perka

  Berdasarkan penjela dipertimbangkan dalam m tidaknya sebuah pernikahan

  Usia sangat berperan yang berpengaruh terhadap gender menjadi faktor kep dengan perkawinannya dar pernikahan tersebut. Hal in prediktor dari sukses atau dan isteri.

  Temuan peneliti meng dilihat dari aspek usia seba rumah tangga pasangan seb ini sangat perlu diperbaiki, undang perkawinan pasal 7 perlu dipenuhi bila seseoran

  b. Kondisi Kehidupan Ruma

  Bimbingan dan konse ditujukan kepada keluarga membantu memecahkan sedangkan konseling perka untuk meningkatkan stabili Kertamuda. 2009).

  Temuan peneliti meng sebanyak 48,57% kurang b perceraian sangat perlu u bimbingan dan konseling b mawaddah, warahma, serta salah satu cara bimbingan d dan konseling keluarga.

  a. Kondisi Umum Kehidupa

  Dari uraian di atas dapat dengan memanfaatkan layana kehidupan rumah tangga pasan

  a pasangan sebelum bercerai menandakan bahwa kondisi iologis berada pada kategori n penting dalam perkawinan, sia adalah kebutuhan untuk mempertahankan hidupany nya secara fisik, yaitu kebutuhan makan, minum, tempa pat berteduh, seks, tidur dan oksigen.

  Dalam perkawinan an memang sangat dibutuhkan faktor fisiologis ini, bila ila faktor ini tidak terpenuhi maka hal ini akan dapat m t merupakan sumber suatu permasalahan. Berdasarkan an penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fisiolog logis sangatlah penting dalam melangsungkan perkawin winan. Karena fisilogis juga menjadi tolak ukur suatu pe perkawinan itu bahagia atau tidak.

  d. Kondisi Psikologis Kehidu idupan Rumah Tangga Pasangan Sebelum Bercerai ai

  Temuan peneliti meng engungkapkan bahwa kondisi kehidupan rumah tangga p a pasangan sebelum bercerai dilihat dari aspek psikologis gis sebanyak 71,43% kurang baik. Penjelasan di atas me menandakan bahwa kondisi kehidupan rumah tangga pa pasangan sebelum bercerai dilihat dari aspek psikolog logis berada pada kategori kurang baik. Hal ini sanga gat perlu diperbaiki, faktor psikologis sangat berperan an penting dalam perkawinan, karena salah satu ciri ked edewasaan seseorang dilihat dari segi psikologis yaitu a itu apabila seseorang telah dapat mengendalikan emosin sinya dan dengan demikian dapat berpikir secara baik baik, dapat menempatkan persoalan sesuai dengan n keadaan yang seobyek- objektifnya (Bimo Walgito, ito, 2000).

  Psikologis ini berkaita kaitan dengan kematangan emosi dan pikiran, sikap ap saling menerima, saling memberi dan sikap saling m g mengerti antara suami isteri. Dengan adanya kriteria te ia tersebut yang dimiliki oleh suami isteri maka sikap pe pengertian akan terwujud dalam rumah tangga, suami i dan isteri juga akan lebih bijaksana dalam mewujudk dkan keluarga harmonis.

  e. Kondisi Spiritual Kehidup idupan Rumah Tangga Pasangan Sebelum Bercerai i

  Temuan peneliti meng engungkapkan bahwa kondisi kehidupan rumah tangga p a pasangan sebelum bercerai dilihat dari aspek spiritual s al sebanyak 100% kurang baik. Penjelasan di atas me menandakan bahwa kondisi kehidupan rumah tangga pa pasangan sebelum bercerai dilihat dari aspek spiritual b al berada pada kategori kurang baik. Manusia sebagai ma makhluk Tuhan mempunyai dorongan untuk berhubun ungan dengan kekuatan yang ada di luarnya, hubu bungan dengan Tuhannya, Habluminallah dan Hablum uminannas (hubungan dengan Allah dan hubungan deng ngan manusia).

  Agama memiliki pera eranan yang sangat penting di dalam kehidupan keluarga rga, karena agama berfungsi untuk memberikan wawasa asan pengetahuan tentang agama terhadap anak, selain it in itu agama juga merupakan pegangan hidup bagi kehidu idupan keluarga (Muhammad Isa Soelaeman, 1994).

  Sehingga dengan dem emikian dapat dikemukakan bahwa makin kuat seseor orang menganut agamanya, maka orang tersebut akan an mempunyai sikap yang mengarah pada kebaikan, s , sehingga muncul perasaan positif seperti rasa bahagia, ia, rasa sukses, merasa dicintai serta rasa aman (Jalaludd ddin Rahmat, 2000).

  Apabila hal ini dikaitk aitkan dengan perkawinan, maka agama memberikan bi bimbingan bertindak secara baik, guna untuk mewuju ujudkan ketentraman batin dalam rumah tangga dan n akhirnya akan terbentuk keluarga yang sakinah dan an harmonis, salah satu ciri keluarga harmonis adalah lah adanya ketenangan jiwa yang dilandasi oleh ketakw kwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (Danuri dalam Say ayekti Pujosuwarno, 1994).

  f. Kondisi Komunikasi Pasa asangan Sebelum Bercerai

  Temuan peneliti meng engungkapkan bahwa kondisi kehidupan rumah tangga p a pasangan sebelum bercerai dilihat dari aspek komunika ikasi pasangan dalam keluarga sebanyak 65,71% kurang ng baik. Dalam kaitannya den dengan hal tersebut, maka peranan komunikasi dalam lam keluarga adalah sangat penting. Komunikasi antar tara suami isteri pada dasarnya harus saling terbuka s a suami dan isteri harusnya memiliki self disclosure ya yang baik kepada pasangan dan juga yang lainnya (Gus Gusmawati, G., Taufik, T., & Ifdil, I. 2016). Hal tersebu but karena suami isteri telah merupakan satu kesatuan. n. Komunikasi yang terbuka diharapkan dapat menghi ghindari kesalahpahaman. Dengan komunikasi yang ng terbuka antara anggota keluarga, maka akan terbina ina saling pengertian dan menghindari hal-hal yang tida tidak baik.

  Komunikasi dalam ke keluarga tetap harus dibangun dan dijaga dengan baik. A . Apabila dalam komunikasi dalam keluarga kurang lanc lancar, maka akan dapat timbul dan berkembangnya beb eberapa permasalahan yang gawat dalam keluarga. Pe Permasalahan-permasalahan dalam bidang keuangan, an, seks, pendidikan anak, anggota keluarga dan lain s in sebagainya sangat perlu dikemukakan secara terbuka te a terutama antara suami dan isteri (Hasan Basri, 1994). ).

  Dalam kehidupan se sehari-hari, baik dalam keluarga ataupun dalam k kehidupan bermasyarakat sangatlah perlu bersikap ju jujur dan belajar untuk mengembangkan diri terutam tama dalam hal kemampuan berkomunikasi dengan oran rang lain.

g. Kondisi Seksual Kehidup upan Rumah Tangga Pasangan Sebelum Bercerai

  Temuan peneliti meng engungkapkan bahwa kondisi kehidupan rumah tangga p a pasangan sebelum bercerai dilihat dari aspek seksual se l sebanyak 89% kurang baik. Dorongan seksual ini ini apabila tidak tersalurkan sebagaimana mestinya ata atau tersalurkan tetapi tidak dapat dibenarkan oleh nor norma agama dan masyarakat, maka akan berakibat n t negatif bagi mereka yang melakukan dan bagi suami mi isteri akan mengakibatkan perceraian (Sayekti Pujosu suwarno, 1994).

  Berdasarkan penjelasa lasan di atas dapat disimpulkan bahwa seksual sangat at penting dalam hubungan suami isteri dalam perkaw awinan. Karena dengan melakukan hubungan seksual ual seseorang tersebut akan dapat mencurahkan kasih sa h sayang antara suami isteri.

  2. Faktor-Faktor Penyebab ab Terjadinya Perceraian

  Berdasarkan hasil penelitia litian, beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya per perceraian diantaranya: Faktor-faktor penyebab pe perceraian pada masyarakat suku jawa diantaranya seb ebanyak 94,28% responden pasangan yang bersifat egois ois, pada peringkat ke dua sebanyak 85,71% respond onden pasangan yang tidak menghargai, selanjutnya seban banyak 82,85% responden pasangan tidak berada di de dekat saat butuh, kemudian sebanyak 80% responden pasa asangan tidak bisa diajak untuk berbagi, selanjutnya seb sebanyak 71,42% responden pasangan suka mengatur, serta rta 71, 42% responden pasangan tidak meluangkan wakt aktunya, kemudian sebanyak 68,57% responden pasangan n memiliki emosional yang tinggi, dan sebanyak 65,7 5,71% responden pasangan sumber ekonomi tidak menen nentu, selanjutnya sebanyak 65,71% responden pas asangan tidak memberikan sesuatu yang disuka, dan 65,7 5,71% responden pasangan jika berbicara menyakitkan an hati, kemudian sebanyak 62,85% responden pasangan b n bicara kasar, serta sebanyak 62,85% responden pasan sangan lebih mengutamakan orang lain, dan sebanyak 62,85 ,85% responden pasangan tidak memiliki rasa toleransi, si, kemudian sebanyak 60% responden pasangan tidak bisa isa memberikan apa yang diinginkan, serta sebanyak k 60% responden pasangan mengabaikan sholat lima wak aktu, selanjutnya sebanyak 57,14% responden pasanga ngan tidak mengerti dengan kondisi, dan sebanyak 57,14% 4% responden pasangan enggan diajak beribadah, kem kemudian sebanyak 54,28% responden pasangan dorongan gan seksual terlalu tinggi, serta sebanyak 48,57% re responden pasangan tidak bertanggung jawab kepada kelu keluarga dan sebanyak 48,57% responden pasangan tid tidak bisa mengekspresikan rasa sayangnya.

  Dugaan peneliti faktor pen penyebab terjadinya perceraian pada masyarakat suku ku Jawa di Kecamatan Sei Dadap Kota Kisaran Sumate atera Utara adalah dikarenakan latar belakang pendid ndidikan yang kurang, dan kurangnya persiapkan untuk m membangun rumah tangga.

  KESIMPULAN DAN SARAN ARAN Kesimpulan

  Berdasarkan hasil an analisis data yang telah dibahas pada bab terdahu hulu, maka dapat diambil kesimpulan tentang kondisi i kehidupan rumah tangga pasangan sebelum berce cerai dan faktor penyebab perceraian pada masyarakat suk t suku Jawa sebagai berikut:

  1. Kondisi kehidupan rumah ah tangga pasangan sebelum bercerai

  a. Kondisi umum kehidup idupan rumah tangga pasangan sebelum bercerai sebaha ahagian besar berada dalam keadaan kurang baik. .

  b. Kondisi usia dan kondis disi fisiologis pasangan sebelum bercerai diterima denga gan baik dan cukup baik.

  c. Secara umum kondisi p i psikologis, kondisi spiritual, kondisi komunikasi, dan k n kondisi seksual kehidupan rumah tangga pasangan an sebelum bercerai kebanyakan berada dalam keadaan k n kurang baik.

  2. Faktor-faktor penyebab t b terjadinya perceraian

  Faktor-faktor penyebab te b terjadinya perceraian sebagai berikut: Sebanyak 94,28 ,28% menyatakan pasangan bersifat egois, kemudian seba banyak 85,71% menyatakan pasangan tidak mengharg argai, selanjutnya sebanyak 82,85% menyatakan pasanga gan tidak berada didekat saat butuh, kemudian seb sebanyak 80% menyatakan pasangan tidak bisa diajak u untuk saling berbagi, seterusnya sebanyak 71,42 me menyatakan pasangan suka mengatur, dan pasangan tidak tidak meluangkan waktunya, kemudian sebanyak 68,57 ,57% menyatakan pasangan memiliki emosional yang tin tinggi, selanjutnya sebanyak 65,71% menyatakan me enyatakan bahwa: sumber ekonomi tidak menentu, pasan angan tidak memberikan sesuatu yang disuka, dan pasa sangan jika berbicara selalu menyakitkan hati,

  Sebanyak 62,85% menya nyatakan diantaranya pasangan berbicara kasar, pasan angan lebih mengutamakan orang lain, dan pasangan tidak ak memiliki rasa toleransi, selanjutnya sebanyak 60% m menyatakan pasangan tidak bisa memberikan apa yang diin diinginkan dan pasangan mengabaikan sholat lima wa waktu, kemudian sebanyak 57,14% menyatakan pasangan an tidak mengerti dengan kondisi dan pasangan enggan gan diajak untuk beribadah, dan sebanyak 54,28% menyata atakan dorongan seksual pasangan terlalu tinggi.

  Saran

  Berdasarkan hasil temuan uan penelitian, maka peneliti dapat mengungkapkan be beberapa saran, diantaranya Kantor Urusan Agama (KUA)

  A) untuk dapat memberikan bimbingan pranikah kepa epada pasangan suami isteri yang akan menikah dengan m n materi keagamaan, interpersonal, komunikasi dan s seksual. Konselor di luar sekolah untuk melakukan bimb mbingan pranikah bagi yang akan menikah dan bimbing ingan keluarga bagi keluarga yang sudah menikah dan me memiliki anak dengan materi spiritual, interpersonal, l, komunikasi dan seksual. Lembaga pendidikan konselor lor membekali mahasiswa dengan mengajarkan kompete petensi untuk melaksanakan konseling pranikah dan konse seling keluarga dengan materi spiritual, interpersonal, al, komunikasi dan seksual. Peneliti lanjutan meneliti ap apa yang akan diteliti berkaitan dengan kondisi psi psikologis pasca terjadinya perceraian dengan sampel yang ang lebih luas.

  DAFTAR RUJUKAN Al-Fatih Suryadilaga. (2003). S ). Studi Kitab Hadis. Yogyakarta: Teras.

  Bety Wiyaswiyanti. (2008). ). Dampak Psikologis Perceraian Pada Wanita. Skrip kripsi. Semarang: Fakultas Psikologi. Universitas Ka s Katolik Soegijapranata: Tidak Diterbitkan. Bimo Walgito. (2000). Bimbin imbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta: ANDI DI BKKBN. (2013). Buku Pen engantar Kader BKR Tentang Delapan Fungsi K Keluarga. Jakarta: Badan Kependudukan dan Kel Keluarga Berencana nasional Direktorat Bina Ketahanan an Remaja. Elida Prayitno & Erlamsyah. (2 . (2002). Buku Ajar Perkembangan Psikologi Remaja. P . Padang: Angkasa Raya. Fatchiah E. Kertamuda. (20 2009). Konseling Pernikahan Untuk Keluarga Indo ndonesia. Jakarta: Salemba Humanika. Gusmawati, G., Taufik, T., & & Ifdil, I. (2016). Kondisi Self Disclosure Mahasiswa B a Bimbingan dan Konseling.

  Jurnal Konseling dan Pe Pendidikan, 4(2), 92-97. Hariwijaya. (2004). Seks Jawa wa. Yogyakarta: Niagara Pustaka Sufi. Hasan Basri. (1994). Merawat at Cinta Kasih. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Indah Nurnila Sari. (2013). Stu Studi Deskriptif Faktor-Faktor Penyebab Perceraian (Stu (Studi di Kecamatan Metro).

  Skripsi. Fakultas Ilmu u Sosial Dan Ilmu Politik. Universitas Lampung. . Bandar Lampung: Tidak Diterbitkan.

  Indonesia. Undang-undang Te Tentang Perkawinan, UU No. 1 Tahun 1974. LN No. No.1 Tahun 1974, TLN No.

  3019. Ira Kusmawardani. (2008). Stu Studi Terhadap Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perc erceraian di Kabupaten

  Gamping Kabupaten S n Sleman Dalam Tinjauan Hukum Islam. Skripsi. i. J Jurusan Al-Akhwal Asy- Syakhsiyyah. Fakultas S s Syariah. Universitas Sunan Kalijaga. Yogyakarta: Tida idak Diterbitkan.

  Jalaludin Rahmat. (2000). Meto etode Penelitian Komunikasi. Jakarta: Erlangga. Lemme, B.H. (1995). Developme lopment in Adulthood . Needham Heights: Ally and Bacon con. Mega Novita Sari. (2015). Fa Faktor Penyebab Perceraian dan Implikasinya dalam P Pelayanan Bimbingan Dan

  Konseling. (Skripsi). Ju Jurusan Bimbingan dan Konseling. Fakultas Ilmu Pendid ndidikan. Universitas Negeri Padang. Padang: Tidak ak Diterbitkan. Muhammad Isa Soelaeman. (19 (1994). Pendidikan Dalam keluarga. Bandung: Alfabeta eta. Noller, P. and Fitzpatrick, M M.A. (1993). Communication In Family Relationship ships . New Jersey : Prentice Hall.