T BP 1201266 Chapter 3

BAB III
METODE PENELITIAN

Pada bab III dipaparkan pendekatan dan desain penelitian, lokasi
penelitian, populasi dan sampel penelitian, variabel penelitian dan definisi
operasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data
dan tahapan penelitian.

A. Pendekatan, Metode, dan Desain Penelitian
1.

Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan penelitian

kuantitatif. Creswell (2008, hlm. 299) menyatakan bahwa penelitian kuantitatif
merupakan penelitian yang bekerja dengan angka, yang datanya berwujud
bilangan dan dianalisis dengan menggunakan statistik. Fungsinya untuk
menjawab pertanyaan atau hipotesis penelitian yang sifatnya spesifik serta
melakukan prediksi bahwa suatu variabel tertentu mempengaruhi variabel yang
lain.
Pendekatan kuantitatif digunakan berdasarkan alasan bahwa penelitian ini

dimaksudkan untuk menjawab hipotesis penelitian yang sifatnya spesifik serta
melakukan prediksi bahwa bimbingan sosial mempengaruhi pengembangan
perilaku asertif pada remaja.
2.

Metode dan Desain Penelitian
Tujuan penelitain untuk menghasilkan bimbingan sosial yang efektif dalm

mengembangkan perilaku asertif remaja, sehingga metode penelitian yang
digunakan adalah penelitian eksperimen. Metode penelitian eksperimen terdiri
dari beberapa bentuk, yaitu: (1) pra eksperimen, merupakan eksperimen yang
dilakukan dengan tanpa melakukan pengendalian terhadap variable-variabel yang
berpengaruh. Dalam penelitian ini yang diutamakan adalah perlakuan saja tanpa
ada kelompok kontrol, (2) eksperimen murni, merupakan eksperimen yang
dilakukan dengan memberikan pengendalian secara ketat variable-variabel yang

Herny Novianti, 2016
Bimbingan Sosial Untuk Mengembangkan Perilaku Asertif Remaja
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu


tidak dikehendaki pada variable terikat. Dalam penentuan sampelnya dilakukan
randomisasi serta menggunakan kelompok kontrol sebagai pembanding kelompok
perlakuan, dan (3) eksperimen kuasi, yang merupakan desain eksperimen yang
pengendaliannya terhadap variable-variabel non eksperimental tidak begitu ketat.
Penentuan sampelnya dengan tidak randomisasi (Creswell, 2008).
Penelitian eksperimen yang digunakan

adalah penelitian eksperimen

kuasi, dimana penelitian tetap memiliki kelompok kontrol, namun tidak dapat
berfungsi

sepenuhnya

untuk

mengontrol

variabel-variabel


luar

yang

mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono, 2010).
Selain itu, menurut Cresswell (2008) metode eksperimen kuasi (quasi
experimental) digunakan dalam penelitian eksperimen apabila mempunyai dua
kelompok yang tidak dipilih secara acak. Mengingat penelitian mengenai
bimbingan sosial untuk mengembangkan perilaku asertif remaja dilakukan dalam
pembelajaran sehari-hari bukan dalam kondisi laboratorium, sehingga tidak
memungkinkan mengontrol variabel lain selain variabel bimbingan sosial dan
variabel perilaku asertif secara ketat. Dengan demikian, metode penelitian yang
cocok dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen kuasi dengan
desain nonequivalent (pretest dan posttest) control group design, serta kelompok
eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara acak. Proses
pelaksanaan eksperimen pada penelitian ini yaitu: (1) kelas eksperimen dan kelas
kontrol diberikan pretest, (2) perlakuan berupa pelaksanaan bimbingan sosial
diberikan kepada kelas eksperimen, sedangkan kelas kontrol tidak diberikan
perlakuan, (3) kelas eksperimen dan kelas kontrol diberikan posttest. Adapun
desain penelitian disajikan pada Tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1
Desain Penelitian
Kelas
Pretest
Perlakuan
Eksperimen
O1
X
Kontrol
O3
Sumber: Heppner, Wampold, dan Kivlinghan (2008)

Herny Novianti, 2016
Bimbingan Sosial Untuk Mengembangkan Perilaku Asertif Remaja
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Posttest
O2
O4


Keterangan:
O1

:

Pretest untuk mengungkap kondisi awal perilaku asertif remaja kelas
eksperimen.

O2

:

Posttest untuk mengungkap kondisi akhir perilaku asertif remaja
kelas eksperimen.

X

:

Perlakuan


berupa

layanan

bimbingan

sosial

untuk

mengembangkan perilaku asertif remaja pada kelas eksperimen.
O3

:

Pretest untuk mengungkap kondisi akhir perilaku asertif remaja kelas
kontrol.

O4


:

Posttest untuk mengungkap kondisi akhir perilaku asertif remaja kelas
kontrol.

B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah 52 remaja LKSA, usia 15-17, yang
berasal dari lima tempat LKSA di Kota Bandung (Tunas Melati, Al-Amin, AlHayat, Muhammadiyah, dan Nugraha). Populasi tersebut dipilih atas dasar
petimbangan: (1) 63,2% remaja yang tinggal di LKSA memiliki percaya diri dan
penghargaan

diri

yang

rendah.

Mereka


mengalami

kesulitan

dalam

mengungkapkan pendapat dan pikirannya, dan sering secara pasif mengikuti apa
saja yang menjadi kehendak temannya (Bıçakçı (2011)); (2) remaja yang berada
dalam rentang usia 15-17 berada pada periode transisi perkembangan antara masa
kanak-kanak menuju masa dewasa yang melibatkan perubahan sosio emosional,
dan sering mengalami kesulitan dalam penyelesaian masalah sosial (Hurlock,
1980, hlm. 213).
2. Sample Penelitian
Pengambilan sampel pada penelitian menggunakan teknik purposive
sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono, 2012, hlm. 68). Dalam penelitian yang menjadi pertimbangan dalam
pemilihan sampel adalah remaja yang berada pada kategori tidak asertif.

Herny Novianti, 2016

Bimbingan Sosial Untuk Mengembangkan Perilaku Asertif Remaja
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Adapun tingkat ketercapaian perilaku asertif pada keempat LKSA di Kota
Bandung disajikan pada tabel berikut.
Tabel 3.2 Tingkat Ketercapaian Perilaku Asertif Remaja LKSA tahun 2015
No

Tempat LKSA

Kategori
Asertif

Tidak Asertif

1.

Tunas Melati

50%


50%

2.

Al-Amin

66,67%

33,33%

3.

Al-Hayat

66,67%

33,33%

4


Muhammadiyah

60%

40%

5

Nugraha

46,42%

53,58%

Berdasarkan hasil survei diperoleh satu tempat LKSA yang berada pada
persentase tertinggi pada kategori tidak asertif, yaitu LKSA Nugraha. Penentuan
jumlah sampel penelitian, penelitian ini mengacu pada pendapat Creswell (2008,
hlm. 156), “dalam penelitian eksperimen, estimasi jumlah sampel yang
dibutuhkan untuk prosedur pengolahan statistik sehingga dapat mewakili populasi
secara tepat adalah sekitar 15 orang”. Sampel yang diambil untuk kelompok
eksperimen berjumlah 13 orang dan kelompok kontrol berjumlah 15 orang.

C. Pengembangan Instrumen
Pengembangan instrumen ini meliputi definisi konseptual perilaku asertif,
definisi operasional perilaku asertif, kisi-kisi instrumen, pedoman skoring dan
penafsiran, uji kelayakan instrument, uji keterbacaan instrumen, uji validitas dan
realibilitas.
1. Definisi Konseptual Perilaku Asertif
Butler (Towned, 2007, hlm. 13) menyatakan perilaku asertif sebagai life
postion yang sehat (I’m Ok You’re Ok), meliputi aspek pikiran, perasaan, dan
tindakan. Aspek pikiran ditunjukkan dengan indikator hormat terhadap diri dan
orang lain, berpikir positif, bertanggung jawab terhadap pendapat yang

Herny Novianti, 2016
Bimbingan Sosial Untuk Mengembangkan Perilaku Asertif Remaja
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dituangkan, terbuka terhadap perubahan. Aspek perasaan ditunjukkan dengan
indikator percaya diri, dan penghargaan diri. Aspek tindakan ditunjukkan dengan
indikator mendengarkan orang lain, melakukan kontak mata langsung, postur
tubuh yang terbuka, menerima dan memberi umpan balik.
Pernyataan Butler menjelaskan individu yang berperilaku asertif adalah
individu yang mampu mengungkapkan pikiran, perasaan, dan tindakan dengan
terbuka. Dalam hal ini, individu tersebut dapat membangun interaksi sosial yang
menguntungkan dua pihak baik bagi dirinya maupun orang lain. Individu yang
berperilaku asertif tidak dilatarbelakangi oleh maksud-maksud tertentu, seperti
untuk memanipulasi, memanfaatkan, memperdaya ataupun mencari keuntungan
dari orang itu. Sementara itu, Rathus dan Nevid (Weldy, 2009, hlm. 41)
menyatakan perilaku asertif adalah kemampuan individu yang menunjukkan
adanya keberanian untuk secara tegas dan terbuka mengekspresikan kebutuhan,
perasaan, dan pikiran apa adanya tanpa menyakiti hati orang lain. Aspek perilaku
asertif menurut Rathus dan Nevid adalah pikiran, perasaan, dan kebutuhan. Aspek
pikiran ditunjukkan dengan memulai pembicaraan, mengekspresikan pendapat
pribadi, mengekspresikan ketidaksetujuan. Aspek kebutuhan ditunjukkan dengan
indikator mengajukan permohonan. Aspek perasaan ditunjukkan dengan indikator
dengan menyampaikan pujian, menerima pujian, menyampaikan kritik, menerima
kritik, menolak permintaan orang lain.
Pernyataan Rathus dan Nevid menekankan manifestasi dasar dari perilaku
asertif adalah penghormatan terhadap diri sendiri dan orang lain. Individu yang
berperilaku asertif adalah individu yang memiliki pandangan aktif terhadap
hidupnya, yang ditandai dengan adanya usaha mewujudkan apa yang
diinginkannya dengan tetap menghormati orang lain.
Shamieva

(E n c h e va,

m e n y ata ka n

20 1 0,

perila k u

k u alitas

hl m .

asertif

in d i vi d u

3 7 5 )

se b a gai
dala m

m e n g i nte grasi ka n

pi kira n, perasaa n , da n

tin da ka n

ora n g

ke pa da

lai n.

Dalam

Herny Novianti, 2016
Bimbingan Sosial Untuk Mengembangkan Perilaku Asertif Remaja
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

h al

i ni,
d a n

in di vi d u

terse b ut

kesia pan

d ala m

kead aa n

m e m i li ki
k e p ut usa n
ja w a b

u nt u k

ter h a da p

inisiati f

m e n g a m b il
ya n g

ke m a m p u a n
d a n

m e m i li ki

resi k o

sulit,

u nt u k

m e n ga m b i l

se r t a

m e m b u at
tan g g u n g

k o nse k u e nsi n ya.

Aspek

perilaku asertif menurut Shamieva yaitu, (1) pikiran yang meliputi orientasi dan
evaluasi yang memadai dari situasi, transformasi produktif; (2) perasaan yang
meliputi penerimaan diri, percaya diri, empati; (3) tindakan yang meliputi
kegigihan pola perilaku, kesiapan mengambil resiko.
Sejalan dengan itu, Alberti dan Emmons (2012, hlm. 43) menyatakan
bahwa perilaku asertif adalah pernyataan diri yang melibatkan nilai-nilai orang
lain di dalam kehidupannya. Alberti dan Emmons menyatakan dengan berperilaku
asertif individu dapat: (1) mengembangkan persamaan hak dalam menjalin
hubungan dengan individu lain; (2) mengekspresikan perasaan dengan tepat dan
apa adanya; (3) menjaga kehormatan diri dengan tetap menghargai orang lain.
Pernyataan Alberti dan Emmons menjelaskan individu yang berperilaku
asertif adalah individu yang mampu mengkspesikan perasaan apa adanya dengan
tetap melibatkan nilai-nilai orang lain dalam kehidupannya sehingga tercipta
persamaan hal dalam menjalin hubungan dengan individu lain.
Aspek-aspek perilaku asertif menurut Alberti dan Emmons, yaitu: (1)
bertindak sesuai dengan keinginannya sendiri yang meliputi membuat keputusan,
mengambil inisiatif,

menentukan suatu tujuan, dan berpartisipasi dalam

pergaulan; (2) ekspresi perasaan dengan jujur dan nyaman yang meliputi
kemampuan menyatakan rasa tidak setuju, rasa marah, menunjukkan afeksi dan
persahabatan kepada orang lain serta mengakui perasaan takut atau cemas,
mengekspresikan persetujuan, menujukkan dukungan, dan bersikap spontan; (3)
pertahanan diri yang meliputi kemampuan untuk berkata tidak apabila diperlukan,
mampu menangapi kritik dan kemarahan dari orang lain secara terbuka; (4)
pikiran yang

meliputi kemampuan menyatakan

gagasan, membuat suatu

perubahan.
Herny Novianti, 2016
Bimbingan Sosial Untuk Mengembangkan Perilaku Asertif Remaja
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan pendapat para ahli (Butler, Rathus dan Nevid, Shamieva,
Alberti dan Emmons), dapat disimpulkan bahwa hakikat perilaku asertif adalah
kemampuan mengungkapkan pikiran dan perasaan, serta melakukan tindakan
secara tegas dan apa adanya dengan tetap menjaga kehormatan diri dan orang
lain. Aspek pikiran ditunjukkan dengan indikator hormat terhadap diri dan orang
lain, berpikir positif, bertanggung jawab terhadap pendapat yang dituangkan,
terbuka terhadap perubahan. Aspek perasaan ditunjukkan dengan indikator
percaya diri, penerimaan diri, penghargaan diri, dan empati. Aspek tindakan
ditunjukkan dengan indikator mendengarkan orang lain, melakukan kontak mata
langsung, postur tubuh yang terbuka, menerima dan memberi umpan balik,
berpartipasi dalam pergaulan.
2. Definisi Operasional Perilaku Asertif
Perilaku asertif dalam penelitian didefinisikan sebagai kemampuan remaja
untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan, serta melakukan tindakan secara
tegas dan apa adanya dengan tetap menjaga kehormatan diri dan orang lain. Aspek
perilaku asertif yang diukur dibatasi hanya pada tiga aspek yakni pikiran,
perasaan, dan tindakan.
Aspek pikiran ditunjukkan dengan indikator: (1) hormat terhadap diri dan
orang lain; (2) berpikir positif; (3) bertanggung jawab terhadap pendapat yang
dituangkan; dan (4) terbuka terhadap perubahan. Aspek perasaan ditunjukkan
dengan indikator: (1) percaya diri; (2) penerimaan diri; (3) penghargaan diri; dan
(4) empati. Aspek tindakan ditunjukkan dengan indikator: (1) mendengarkan
orang lain; (2) melakukan kontak mata langsung; (3) postur tubuh yang terbuka;
(4) menerima dan memberi umpan; dan (5) berpartipasi dalam pergaulan.
Pada tataran operasional, perilaku asertif dalam penelitian ini diungkapkan
dari remaja (subjek penelitian) melalui instrumen perilaku asertif yang berbentuk
skala. Dengan demikian, perilaku asertif dinyatakan dalam bentuk skor yang
diperoleh remaja berdasarkan tanggapan terhadap pernyataan dalam instrumen
perilaku asertif.
Herny Novianti, 2016
Bimbingan Sosial Untuk Mengembangkan Perilaku Asertif Remaja
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Kisi-Kisi Instrumen
a.

Penyusunan Kisi-Kisi Instrumen
Kisi-kisi instrumen dikembangkan dari definisi operasional variabel

penelitian perilaku asertif yang meliputi aspek pikiran, perasaan, dan tindakan.
Adapun kisi-kisi instrumen perilaku asertif sebelum dan sesudah validasi dapat
dilihat pada Tabel 3.3 dan tabel 3.4 berikut ini.
Tabel 3.3
Kisi-Kisi Instrumen Perilaku Asertif Sebelum Validasi
Pernyataan
Positif
(+)
1,4

Negatif
(-)
2,3

Ʃ

5,6,

7,8

4

9,10,12

11

4

13,14.15

16

4

17,19

18

3

Penghargaan Diri

20,21,23,28

22,24,25,26,27

9

Penerimaan Diri

30

29

2

31,32

-

2

Mendengarkan Orang Lain

33

34

2

Melakukan
Langsung

37

35,36,38,39,40

6

41

42

2

43,44,45,47

46

5

48,50

49

3

NO.

Aspek

Indikator

1.

Pikiran

Hormat Terhadap Diri dan
Orang Lain
Berpikir Positif

2.

Perasaan

Bertanggung jawab terhadap
pendapat yang dituangkan
Terbuka
Terhadap
Perubahan
Percaya Diri

Empati
3.

Tindakan

Kontak

Mata

Postur Tubuh yang Terbuka

Menerima
Umpan

dan

Berpartisipasi
Pergaulan

Memberi

dalam

4

Tabel 3.4
Kisi-Kisi Instrumen Perilaku Asertif Setelah Validasi
NO.

Aspek

Indikator

Pernyataan

Herny Novianti, 2016
Bimbingan Sosial Untuk Mengembangkan Perilaku Asertif Remaja
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Ʃ

1.

Pikiran

Positif
(+)
1,4

Negatif
(-)
2,3

4

5,6,

7,8

4

9

11

2

15

16

2

-

18

1

Penerimaan Diri

28

23, 24,25,26,27

6

Penghargaan Diri

-

29

1

Empati

32

-

1

Mendengarkan Orang Lain

33

-

1

-

35,36,39,40

4

-

42

1

43,44,45

46

4

48,50

49

3

Hormat Terhadap Diri dan
Orang Lain
Berpikir Positif
Bertanggung jawab terhadap
pendapat yang dituangkan
Terbuka
Terhadap
Perubahan

2.

3.

Perasaan

Tindakan

Percaya Diri

Melakukan Kontak Mata
Langsung
Postur Tubuh yang Terbuka
Menerima
Umpan

dan

Berpartisipasi
Pergaulan

Memberi

dalam

4. Penskoran dan Penafsiran
Berdasarkan jenis data yang dibutuhkan untuk memperoleh data keperluan
penelitian digunakan instrumen yang berbentuk angket berskala pengungkap
perilaku asertif. Subino (1987: 124) menyatakan metode skala imi disebut “ The
Method of Summated Rattings. Skala ini memiliki lima butir skala yaitu: setuju
sekali (SS), setuju (S), tidak mempunyai sikap atau netral (N), tidak setuju (T),
dan tidak setuju sekali (TS). Penentuan skala dapat dilakukan secara apriori dan
dapat pula secara aposteriori. Secara apriori maka bagi skala yang berarah positif
akan mempunyai kemungkinan- kemungkinan skor 4 bagi SS, 3 bagi S, 2 bagi N,
1 bagi T, dan 0 bagi TS. Sedangkan bagi arah yang berarah negatif maka

Herny Novianti, 2016
Bimbingan Sosial Untuk Mengembangkan Perilaku Asertif Remaja
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kemungkinan skor tersebut menjadi sebaliknya. Pernyatan tersebut jika
dipaparkan dalam bentuk tabel adalah sebagai berikut.

Tabel 3.5
Skor Angket Perilaku Asertif
Pernyataan

Skor
SS

S

N

T

TS

Positif (+)

4

3

2

1

0

Negatif (-)

0

1

2

3

4

Upaya untuk mengetahui tingkat asertif subyek dalam penelitian dilakukan
konversi skor mentah menjadi skor matang dengan menggunakan batas lulus
actual dengan langkah-langkah sebagai berikut (Sugiono, 2010).
1.

Menghitung skor total masing-masing responden

2.

Menentukan Range (R) = nilai terbesar-nilai terkecil

3.

Menghitung banyak kelas P= 1+3,3 log n

4.

Menghitung panjang kelas= range: banyak kelas (R/P)

5.

Memasukkan data responden kedalam table frekuensi

6.

Mencari rata-rata aktual

7.

Mencari simpangan

8.

Mencari batas lulus (BL)= X+ 0.25 s

9.

Mengelompokkan data menjadi dua kategori dengan pedoman sebagai
berikut

Tabel 3.6 Konversi Skor Mentah menjadi Skor Matang degan Batas
Lulus Aktual
No
1

Kriteria

Kategori Skor

Kategori Asertif

X ≥ X +0.25

Tinggi

Asertif

Herny Novianti, 2016
Bimbingan Sosial Untuk Mengembangkan Perilaku Asertif Remaja
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2

X < X +0.25

Sedang

Tidak asertif

Tabel 3.7 Kategori Perilaku Asertif
No

Kriteria

Kategori

Deskripsi

1

X≥ X +0.25

Asertif

Remaja cenderung dapat: hormat terhadap diri
sendiri dan orang lain;
berpikir positif;
bertanggung jawab terhadap pendapat yang
dituangkan; percaya diri, menghargai diri,
menerima diri; berempati; mendengarkan orang
lain, melakukan kontak mata langsung,
memperlihatkan postur tubuh yang terbuka,
menerima dan memberi umpan balik; dan
berpartisipasi dalam pergaulan.

2

X < X +0.25

Tidak
asertif

Remaja cenderung tidak dapat: hormat terhadap
diri sendiri dan orang lain; berpikir positif;
bertanggung jawab terhadap pendapat yang
dituangkan; percaya diri, menghargai diri,
menerima diri; berempati; mendengarkan orang
lain, melakukan kontak mata langsung,
memperlihatkan postur tubuh yang terbuka,
menerima dan memberi umpan balik; dan
berpartisipasi dalam pergaulan

5. Uji Kelayakan Instrumen
Uji kelayakan instrumen terhadap segi bahasa, kostruk dan konten
dilakukan untuk memperoleh item-item yang valid. Dalam penelitian ini terdapat
tiga aspek perilaku asertif yang meliputi 13 indikator yang berisikan 50
pernyataan. Instrumen penelitian ditimbang oleh tiga orang penimbang yaitu Prof.
Herny Novianti, 2016
Bimbingan Sosial Untuk Mengembangkan Perilaku Asertif Remaja
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dr. Syamsu Yusuf, M.Pd., Dr. Nani M. Sugandhi, M.Pd. yang merupakan pakar
dalam Bimbingan dan Konseling (BK), serta Dr. Tina Hayati Dahlan, M.Pd. yang
merupakan pakar konseling dan psikoterapi. Instrumen yang telah memperoleh
penilaian dari ketiga pakar kemudian direvisi sesuai dengan saran dan masukan
dari para penimbang.

6. Uji Keterbacaan
Uji keterbacaan instrumen dilakukan pada dua puluh responden dengan
karakteristik yang cenderung sama dengan remaja yang tinggal di LKSA. Hal
tersebut dilakukan untuk mengetahui tingkat keterbacaan setiap item agar mudah
dipahami oleh responden, mengetahui kata-kata yang kurang dipahami, sehingga
kalimat dalam pernyataan dapat disederhanakan tanpa mengubah maksud
pernyataan tersebut. Setelah uji keterbacaan, pernyataan-pernyataan yang tidak
dipahami kemudian direvisi sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat dimengerti
oleh remaja yang tinggal di LKSA dan kemudian dilakukan uji validitas dan
reliabilitasnya.
7. Uji Validitas dan Realibitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kedalaman alat
ukur atau instrumen (Arikunto, 2006: 168). Sementara itu Sugiyono (2010:179)
menyatakan validitas menunjukkan sejauh mana relevansi pertanyaan terhadap
apa yang ditanyakan dan apa yang ingin diukur dalam penelitian. Suatu
pertanyaan dikatakan valid dan dapat mengukur variabel penelitian jika nilai
koefisien validitasnya lebih atau sama dengan 0,30.
Pada penelitian ini, uji validitas dilakukan dengan tahapan sebagai berikut.
1) Menghitung koefisien korelasi product moment/ r hitung (r xy ), dengan
menggunakan rumus seperti berikut.

Herny Novianti, 2016
Bimbingan Sosial Untuk Mengembangkan Perilaku Asertif Remaja
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

rXY 

N XY  ( X)( Y)

N X

2



 ( X)2 N Y 2  ( Y) 2



(Arikunto, 2006, hlm.170)
Keterangan:
rXY = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
X = Item soal yang dicari validitasnya
Y = Skor total yang diperoleh sampel
2) Proses pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan didasarkan pada kriteria sebagai berikut.
b) Jika r hitung positif, dan r hitung ≥ 0,3, maka butir soal valid
c) Jika r hitung negatif, dan r hitung < 0,3, maka butir soal tidak valid
Menurut Sugiyono (2010: 179) item yang dipilih (valid) adalah yang
memiliki tingkat korelasi ≥ 0,3. Jadi, semakin tinggi validitas suatu alat ukur,
maka alat ukur tersebut semakin mengenai sasarannya atau semakin menunjukkan
yang seharusnya diukur.
Uji validitas perilaku asertif pada penelitian ini menggunakan dengan
menggunakan software SPSS version 17.0 for Windows, dan diperoleh item
yang valid ada 34 pernyataan dan yang tidak valid ada 16 pernyataan. Item yang
tidak valid artinya bahwa item tersebut tidak dapat mengukur yang seharusnya
diukur.
Langkah berikutnya adalah melakukan uji realibitas. Reliabilitas menunjuk
pada satu pengertian derajat konsistensi (keajegan) instrument pengumpul data.
Uji reliabilitas ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat ketetapan setiap item
yang digunakan.
Pengujian reliabilitas menggunakan rumus Cronbach’s Alpha (  ) melalui
tahapan sebagai berikut.
Pertama, menghitung nilai reliabilitas atau r hitung (r11) dengan
menggunakan rumus berikut.

Herny Novianti, 2016
Bimbingan Sosial Untuk Mengembangkan Perilaku Asertif Remaja
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2
 n    i 
r11  

 1 
 t2 
 n  1  

Keterangan :

r11

= Reliabilitas tes yang dicari


t

2
i

 Jumlah varians skor tiap-tiap item

2

= Varians total
n
= banyaknya soal
Kedua, mencari varians semua item menggunakan rumus berikut.

 
2

X

 X 


2

2

(Arikunto, 2002, hlm.109)

N

N

Keterangan :
 X = Jumlah Skor

X

N

2

= jumlah kuadrat skor
= banyaknya sampel

Setelah diuji validitas butir item dari variabel perilaku asertif, maka
langkah selanjutnya adalah menguji apakah reliabilitas item tersebut dengan
menggunakan bantuan perhitungan software SPSS version 17.0 for Windows dan
diperoleh hasil sebagai berikut.
Titik tolak ukur koefisien reliabilitas digunakan pedoman koefisien
korelasi dari Sugiyono (1999 : 149) yang disajikan pada tabel berikut.
Tabel 3.8
Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisen Korelasi
Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199
0,20 – 0,399
0,40 – 0,599
0,60 - 0,799
0,80 – 1,000

Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi

Tabel 3.9
Herny Novianti, 2016
Bimbingan Sosial Untuk Mengembangkan Perilaku Asertif Remaja
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Klasifikasi Koefisien Realibitas
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha

N of Items
.802

50

Merujuk pada tabel interpretasi nilai koefisien korelasi, maka reliabilitas
instrumen ini dinyatakan sangat tinggi, dengan kata lain instrumen ini dapat
digunakan untuk penelitian.
D. Pengembangan Bimbingan Sosial
Pengembangan bimbingan sosial meliputi: (1) struktur program; (2) uji
kelayakan bimbingan sosial; (3) uji empiris
1. Struktur Bimbingan Sosial
Struktur bimbingan sosial pada penelitian mengacu pada model pengajaran
sosial Joyce, Weil, dan Calhoun (2011) yaitu: (a) rasional, (b) asumsi, (c) tujuan,
(d) sintaksis, (e) sistem sosial, (f) sistem pendukung, (g) evaluasi, dan (h)
SKLBK.
2. Uji Kelayakan Bimbingan Sosial
Uji kelayakan bimbingan sosial dinilai oleh dua orang dosen ahli dalam bidang
bimbingan sosial yaitu: (1) Prof. Dr. Syamsu Yusuf Ln, M.Pd., Prof. Dr. Ahmad
Juntika Nurihsan, M.Pd., serta satu praktisi Bimbingan dan Konseling di LKSA
Nugraha yaitu Agus Sutardi, S.Pd. Penilaian dilakukan melalui draft penilaian
dengan pemberian tanda cheklist (

) dengan memakai empat skala penilaian

yaitu; (1) = kurang memadai; (2) = cukup memadai; (3) = memadai; (4) = sangat
memadai. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3. 10 sebagai berikut.
Tabel 3.10
Penilaian Pakar Terhadap Isi Bimbingan Sosial

No

Skala
Penilaian

Komponen
1

2

3

Komentar/ Saran
4

Herny Novianti, 2016
Bimbingan Sosial Untuk Mengembangkan Perilaku Asertif Remaja
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

No

Skala
Penilaian

Komponen
1

1.

Rasional

2.

Asumsi

3.

Tujuan

4.

Sintaksis

5.

Sistem Sosial

6.

Sistem Pendukung

7.

Evaluasi

8.

SKLBK

2

3

Komentar/ Saran
4

3. Uji Empirik
Uji empirik bimbingan sosial untuk mengembangkan perilaku asertif remaja,
meliputi: (a) penyusunan rencana kegiatan uji lapangan; (b) pelaksanaan uji
lapangan dengan desain penelitian eksperimen kuasi dengan desain nonequivalent
(pretest dan posttest) control group design, dan (c) Pendeskripsian hasil
pelaksanaan ujian lapangan.

Tabel 3.11
Desain Uji Bimbingan Sosial Untuk Mengembangkan
Perilaku Asertif Remaja
Kelas
Pretest
Perlakuan
Eksperimen
O1
X
Kontrol
O3
Sumber: Heppner, Wampold, dan Kivlinghan (2008)

E. Prosedur Penelitian

Herny Novianti, 2016
Bimbingan Sosial Untuk Mengembangkan Perilaku Asertif Remaja
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Posttest
O2
O4

Prosedur penelitian yang dilaksanakan pada penelitian ini yakni tahap: (1)
persiapan, (2) pelaksanaan, dan pelaporan. Secara lebih rinci diuraikan sebagai
berikut.
1. Tahap Persiapan
Persiapan penelitian ini dimulai dengan disusunnya proposal penelitian,
kemudian melangsungkan seminar proposal jika telah memenuhi syarat. Setelah
diseminarkan, dilanjutkan dengan pengajuan pembimbing dan pengurusan surat
perijinan penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan
Langkah awal yang dilakukan dalam tahap pelaksanaan yakni perumusan
instrumen penelitian dimulai dengan merumuskan definisi operasional perilaku
asertif, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan kisi-kisi dan butir pernyataan
yang selanjutnya diuji kelayakannya oleh para ahli baik dari segi konstruk,
bacaan, maupun isi instrumen. Setelah itu, instrument perilaku asertif remaja di
uji keterbacaan oleh 20 orang remaja LKSA yang berusia 15-17 tahun yang bukan
merupakan sampel penelitian. Tahap akhir dari pengujian instrumen adalah uji
validitas dan reliabilitas instrumen yang fungsinya untuk mengetahui tingkat
keakuratan instrumen dalam mengungkap data perilaku asertif remaja.
Selanjutnya, instrumen penelitian disebarkan pada sampel penelitian. Hal
tersebut dimaksudkan untuk mengungkap profil perilaku asertif remaja LKSA
Nugraha Tahun 2015. Penentuan subjek pada kelompok eksperimen dan control
tidak dipilih secara acak. Hasil pengungkapan tersebut dijelaskan pada sample
penelitian.
Berikutnya, penyusunan bimbingan sosial dilakukan berdasarkan analisis
hasil dari profil umum perilaku asertif remaja, kemudian membuat draft
bimbingan sosial yang meliputi: (a) rasional, (b) asumsi, (c) tujuan, (d) sintaksis,
(e) sistem sosial, (f) sistem pendukung, (g) evaluasi, (h) SKLBK. Tahap akhir
dari penyusunan bimbingan tersebut adalah pengujian bimbingan sosial oleh dua

Herny Novianti, 2016
Bimbingan Sosial Untuk Mengembangkan Perilaku Asertif Remaja
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dosen ahli dalam bidang bimbingan sosial dan satu praktisi dari LKSA Nugraha
yang memiliki latar belakang pendidikan bimbingan dan konseling.
Kemudian, melakukan kuasi eksperimen yang dimulai dari (a)
pengambilan data pretest (pengukuran awal) pada kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen dengan menggunakan instrumen perilaku aserrif; (b)
pelaksanaan perlakuan berupa penerapan bimbingan sosial yang diberikan kepada
kelompok eksperimen, sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan; (c)
pengambilan data potstest (pengukuran akhir) pada kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen dengan tujuan untuk mengetahui keadaan akhir perilaku
asertif remaja subjek penelitian dan menguji keefektifan bimbingan sosial. Langkah
berikutnya adalah mengolah data tentang perubahan perilaku asertif remaja LKSA
Nugraha Tahun 2015.
3. Tahap Pelaporan
Pada tahap pelaporan data yang diperoleh kemudian dianalisa dan diolah
sebagai hasil penelitian. Analisa data dilakukan atas dasar hasil penelitian berupa
data kuantitatif. Pelaporan data kuantitatif melalui hasil pengolahan data di paparkan
pada hasil penelitian dan kesimpulan.

Herny Novianti, 2016
Bimbingan Sosial Untuk Mengembangkan Perilaku Asertif Remaja
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

F. Alur Penelitian
G. Alur Penelitian

IDENTIFIKASI MASALAH

PENDAHULUAN

Studi Lapangan

Studi Pustaka

A
l
Penyusunan Instrumen

u
r
P
e
n
e
l
i
t
i
a
n

Judgement Ke Pakar

Uji Keterbacaan

Uji Validitas dan Reabilitas

Instrumen yang terstandar

Pre Test

Uji Coba
Instrumen
pada
populasi
penelitian

Profil
Perilaku
Asertif
Remaja
LKSA
Nugraha
Tahun 2015

Judgement
Program ke
Pakar&Praktisi

PELAKSANAAN
Treatment

Post Test

Bimbingan Sosial yang
Efektif untuk
Herny Novianti, 2016
mengembangkan
perilaku
Bimbingan Sosial Untuk Mengembangkan Perilaku
Asertif Remaja
| remaja
perpustakaan.upi.edu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
asertif

Bimbingan Sosial
untuk
mengembangkan
perilaku asertif yang
terstandar

HASIL DAN
LAPORAN

Gambar 3.1
Alur Penelitian

Herny Novianti, 2016
Bimbingan Sosial Untuk Mengembangkan Perilaku Asertif Remaja
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu