Addthis PAJAK HIBURAN

PAJAK HIBURAN
A. Sejarah dan Dasar Hukum yang Pernah Berlaku
Pajak Tontonan merupakan hal ikhwal dari asal pajak hiburan, aslinya dalam bahasa Belanda
bernama Verma kelijheidsblasting, yang artinya pajak atas pemberian hiburan dan kesenangan.¹
Berdasarkan memori penjelasan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 10 Tahun 1971
diterangkan bahwa peraturan tentang pemungutan pajak untuk mengadakan tontonan dalam
wilayah Jakarta diatur dalam peraturan Pajak Tontonan Jakarta 1940 tanggal 4 Desember 1939
yang telah diubah dengan Peraturan Daerah DKI Jakarta tanggal 20 April 1968.
Berdasarkan perkembangan pertunjukan dan keramaian umum saat itu, peraturan tersebut
kemudian diganti dengan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 10 Tahun 1971 tentang
Penetapan dan Pemungutan Pajak Tontonan dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang
diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 1981 tentang Penetapan Kembali Peraturan
Pajak Tontonan dengan nama Pajak Hiburan. Peraturan ini diubah lagi dengan Peraturan Daerah
DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 1986 yang terakhir diperbarui kembali dengan Peraturan Daerah
Nomor7 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Hiburan dan Pajak Hiburan Dalam Wilayah
DaerahKhususIbukotaJakarta yang disahkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor
973.31 - 531 tanggal 26 Oktober 1998. Dasar Hukum terpenting ialah Undang-Undang Nomor
18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; Undang-Undang Nomor 34 Tahun
2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18Tahun 1997; dan
terakhir diberlakukan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.
Selanjutnya akan dijelaskan mengenai objek, subjek, tarif dan dasar perhitungan pajak

hiburan serta masa dan saat terutang pajak hiburan.

B. ObjekPajak
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 objek pajak hiburan adalah setiap
penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran .Adapun yang dimaksud dalam pengertian
hiburan adalah semua jenis pertuntujakan berupa:

1. tontonan film;
2. pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana;
3. kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya;
4. pameran;
5. diskotek, karaoke, klab malam, dan sejenisnya;
6. sirkus, akrobat, dan sulap;
7. permainan bilyar, golf, dan boling;
8. pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainnan ketangkasan;
9. panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center); dan
10. pertandingan olahraga.
Bila dibandingkan dengan peraturan daerah DKI Jakarta, maka Perda ini lebih terinci dalam
menentukan objek pajaknya, sebagaimana tergambar berikut ini:
1. Pertunjukan film;

2. Pertunjukan kesenian;
3. Pertunjukan pagelaran musik dan tari;
4. Penyelenggarakan diskotek, musik hidup, karaoke, klab malam,ruang musik (music
room), balai gita(singing hall),

pub, ruang selera musik

(music lounge), klub

eksekutif(executive club) dan sejenisnya;
5. Permainan biliar dan sejenisnya;
6. Permainan ketangkasan, termasuk mesin keping dan sejenisnya;
7. Panti pijat, mandi uap;
8. Pertandingan olahraga;
9. Penyelenggaraan tempat-tempat wisata, taman rekreasi, seluncur (ice skate), kolam
pemancingan, pasar malam, sirkus, komidi putar (yang digerakkan dengan peralatan
elektronik), kereta pesiar, dan sejenisnya;
10. Pertunjukan dan keramaian umum lainnya.
Di dalam perkembangannya Pajak Hiburan telah ikut memainkan peranan penting bagi
penambahan pendapatan pemerintah daerah.Objek Pajak Hiburan tidak hanya dari tontonan saja,

akan tetapi telah berkembang pada objek hiburan lainnya seperti coin game machine (mesin

permainan keping), musik hidup, pertunjukan temporer, klab malam, diskotek, mandi uap,
padang golf, taman hiburan, bioskop dan sebagainya.

1. Mesin Permainan Keping (Coin Game Machine)
Permainan ini sebenarnya sudah lama berkembang, akan tetapi mesin permainan keping baru
dikenakan pajak beberapa tahun belakangan ini. Padadasarnya adadua macam permainan dalam
mesin permainan keping, yaitu:
a. Jenis Kiddy Ride
Digunakan khusus untuk permainan anak-anak.
b. Jenis Ding Dong
Digunakan oleh anak-anakdan orang dewasa.
Andaikan seorang pengusaha bermaksud untuk membuka suatu usaha baru dalam jenis
permainan ini, maka pengusaha tersebut harus mendapatkan terlebih dahulu izin. Gubernur akan
memberikan izin dalam batas waktu yang telah tertentu. Biasanya dalam surat izin yang
dikeluarkan,masa izinnya tidak lebih dari 1 (satu) tahun.Tetapi pengusaha dapat memperpanjang
masa usahanya setelah jangka waktu satu tahun itu habis masa berlakunya. Untuk mendapatkan
izinnya, pengusaha yang bersangkutan akan dikenakan retribusi yang besarnya ditetapkan oleh
gubernur.

Untuk menjaga hal-hal yang tidak diingkan, seperti halnya permainan judi dalam mesin
permainan keping atau keikutsertaan pelajar yang berseragam sekolah pada jam-jam sekolah ,
maka penyelenggaraan mesin permainan keping diatur waktunya menurut jenis yaitu :
a. Kiddy Ride : Jam 10.00 s/d 24.00 WIB setiap hari
b. Ding – Dong : Jam 16.00 s/d 24.00 WIB setiap hari
Jenis ding-dong pada tempat tertentu diberlakukan waktu yang berbeda, misalnya untuk
tempat hiburan/rekreasi/pasar dan swalayan/super market dari jam 10.00 s/d 24.00 WIB dan pada
hari-hari libur/hari besar dari jam 10.00 s/d 24.00 WIB.

2.Musik Hidup
Musik hidup diartikan sebagai musik yang dimainkan secara langsung oleh satu atau
beberapa orang dengan menggunakan alat-alat musik. Seperti halnya pertunjukan lain maka
musik hidup harus mendapat izin dari gubernur dengan mengajukan permohonan dan syaratsyarat tertentu. Biasanya izin hanya berlaku untuk satu tahun dan dapat diperpanjang kembali.
Ketentuan lain yang perlu untuk diketengahkan adalah tempat dan izin pertunjukkan.
Tempat ruangan musik hidup harus memenuhi persyaratan kedap suara dan lampu penerangan
yang cukup. Waktu pertunukkan ditentukan pula dari jam 19.00 sampai jam 24.00 WIB , kecuali
hari Minggu dari jam 19.00 sampai jam 01.00 WIB . Biasanya pada pertunjukkan musik hidup
ditampilkan

artis-artis


termasuk

artis

asing.

Pada

ketentuannya

khusus

untukartisasingdilaranguntukmenampilkannya, kecuali telah memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan. Pertunjukkan itu mutlak harus diselenggarakan di bar/ coffee house, restoran/rumah
makan atau yang sejenis itu.
Dalam penyediaan fasilitas lainnya, pengusaha musik hidup dilarang menyediakan
fasilitas melantai,pramuria,menerima tamu yang membawa senjata api atau senjata tajam, tamu
dalam keadaan mabuk dan memberikan kesempatan untuk melakukan perbuatan asusila.


3.PERTUNJUKKAN TEMPORER
Selain dari pertunjukkan musik hidup, ada pula pertunjukkan hiburan yang temporer.
Disebut temporer karena tujuan pertunjukan itu memang bukan untuk jangka waktu yang lama.
Yang termasuk pertunjukan yang temporer adalah pertunjukan kesenian, pertandingan olahraga,
pameran, bazaar atau kegiatan lain yang sejenis yang terbuka untuk umum dan waktunya
terbatas, maksimal satu bulan.
Dalam pengertian ini undangan perkawinan,ulangtahun, arisan keluarga/perkumpulan,
ceramah/dakwah yang dilakukan di tempat-tempat peribadatan tidak termasuk kedalam kategori
ini. Untuk itu setiap izin yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk jenis hiburan temporer
akan dikenakan retribusi yang besar ditetapkan kemudian sesuai dengan peraturan daerah. Izin
selanjutnya harus didapatkan dari kepolisian. Pengajuan permohonan izin adalah sekurang-

kurangnya 14 hari sebelum kegiatan temporer diselenggrakan, dan mempunyai keharusan untuk
menyebutkan Harga Tanda Masuk (HTM).
Seperti halnya pertunjukan di bioskop,pertunjukan hiburan temporer yang menggunakan
Harga Tanda Masuk (HTM) harus mendapat pengesahan untuk diperporasi oleh Dinas
Pendapatan Daerah.

4. KLAB MALAM
Klab malam adalah suatu bentuk usaha komersial yang ruang lingkup penyelengaraannya

ialah menyajikan hiburan untuk orang dewasa yang menyediakan fasilitas untuk melantai dengan
diiringi band dan mengadakan pertujukkan floor show yang bermutu nasional atau internasional
dengan menyediakan pramuria, menyajikan hidangan makanan dan minuman biasa maupun
campuran, baik yang mengandung alkohol maupun tidak, terbuka untuk umum kecuali yang
diselenggarakan atas keanggotaan dan terbatas tidak dibuka untuk umum dan tidak dipungut
bayaran.
Untuk membuka usaha klab malam produsen harus mengajukan permohonan kepada
pemerintah daerah yang nantinya akan diberikan izin dalam jangka waktu satu tahun dan dapat
diperpanjang kemudian. Dalam pengurusan izin tersebut , pengusaha klab malam akan
dikenakan retribusi hiburan.
Klab malam dapat digolongkan menjadi 3 (atas) bagian, yaitu :
a. Kelas A : Mempunyai daya tampung 200 orang
b. Kelas B : Mempunyai daya tampung 150 orang
c. Kelas C : Mempunyai daya tampung 50 Orang

Sedangkan tarif kelas malam terdiri atas :
a. Tarif masuk (cover charge) dengan menggunakan karcis yang telah dilegalisir Dinas
Pendapatan Daerah.
b. Tarif makan dan minum
c. Tarif Pramuria


5. Diskotek
Hampir sama dengan klab malam, yaitu mengenai objek pengusahaan diskotek. Pengertian
diskotek itu sendiri adalah suatu usaha komersial yang ruang lingkupnya menyediakan hiburan
malam untuk orang dewasa dengan menyediakan fasilitas melantai diiringi musik rekaman atau
piringan hitam, tape recorder dan sejenisnya dan terbuka untuk umum. Pengertian yang di
maksud di atas lebih kepada pengertian tempat dan usaha.
Menurut aturan ini waktu penyelenggaran dibatasi dari waktu 19.00 sampai jam 02.00
WIB, sedangkan pada hari minggu/libur dimulai jam 19.00 sampai 03.00 WIB. Dalam
kententuan lainnya mengenai perolehan izin, pengenaan retribusi dan larangan hampir sama
dengan klab malam, kecuali tarif pramuria tidak di atur dalam undang-undang ini.

6. Mandi Uap
Demikian pula halnya dengan pengusahaan mandi uap. Dalam beberapa aturan di
kota/kabupaten di Indonesia maka yang di maksud dengan mandi uap/air panas adalah suatu
usaha komersial yang ruang lingkupnya menyediakan fasilitas mandi uap/air panas di sertai
pelayanan pijat, terbuka untuk umum kecuali usaha yang bertujuan untuk pengobatan
berdasarkan keanggotan terbatas dan tidak menerima keuntungan.
Mengenai perizinannya sama dengan peraturan klab malam dan diskotek. Demikian pula
pengenaan retribusi terhadap Pengusahaan Mandi Uap.

Perusahaan mandi uap dapat digolongkan atas tiga kelas, yaitu :
a. Kelas A : terdiri atas 21 Kamar Pijat
b. Kelas B : terdiri atas 11 sampai 20 Kamar Pijat
c. Kelas C : terdiri atas 1 sampai 10 Kamar Pijat
Penggolongan kelas ditetapkan dalam surat izin yang bersangkutan, dapat didasarkan atas
letak lokasi, susunan tata ruang, mutu perlengkapan, banyaknya kamar mandi uap (steam box),
kamar pijat (massage room) dan kelengkapan fasilitas lain.
Pengusaha Klab malam, Diskotek dan Mandi Uap harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Berbentuk badan hukum.
b. Warga Negara Indonesia.
c. Mempunyai modal yang cukup.
d. Mempunyai tenaga dokter sebagai pengawas medis.
e. Mempunyai kendaraan antarjemput karyawan yang bertugas pada malam hari
f. Khusus untuk klab malam yang menggunakan jasa pelayanan pramuria dan penata
minum harus memiliki izin kerkaryaan
g. Khusus untuk Pengusahaan Mandi Uap yang menggunakan jasa pelayanan pemijat harus
memiliki keterampilan khusus..
h. Tidak mengganggu ketertiban umum, terutama pada Pengusahaan Diskotek dan
Pengusahaan Klab Malam.


7. Padang Golf
Padang-padang golf seperti padang golf Kebayoran, padang golf Rawamangun dan padang
golf Ancol dikenakan pajak hiburan sebesar 10%.

C. Subjek Pajak
Subjek pajak hiburan adalah setiap pribadi atau badan yang menonton dan/atau
menikmati hiburan, sedangkan wajib pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan
menyelenggarakan hiburan (pasal 43, UU no 28 thn 2009). Penyelenggaraan hiburan adalah
orang pribadi atau badan yang bertindak, baik untuk atas namanya sendiri atau untuk dan atas
nama pihak lain yang menjadi tanggungannya menyelenggarakan suatu hibu-ran. Apabila
hiburan diselenggarakan atas nama atau tanggungan beberapa penyelenggara atau oleh satu atau
beberapa badan maka masing-masing anggota penyelenggara atau pengurus badan di anggap
sebagai wajib pajak dan bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajaknya. Selain itu, hotel
atau tempat-tempat lain yang ketempatan di selenggarakannya hiburan ikut bertanggung jawab
terhadap pembayaran pajak hiburan terutang atas penyelenggaran hiburan pada tempat tersebut.
Sedangkan pengertian penonton atau pengunjung adalah setiap orang yang menghadiri sesuatu
hiburan untuk melihat dan/atau mendengar atau menikmatinya atau mempergunakan fasilitas
yang disediakan oleh penyelenggara hiburan kecuali penyelenggara, karyawan, artis (para
pemain), dan petugas yang menghadiri untuk melakukan tugas pengawasan.


Dengan demikian, penyelenggara hiburanlah yang bertanggung jawab membayar pajak,
tapi pada dasarnya pajak dibayar para penonton atau pengunjung yang menonton, menikmati,
menggunakan alat hiburan atau mengunjungi hiburan. Jadi penyelenggara adalah wajib pajak dan
juga penanggung pajak. Apabila penonton atau pengunjung tidak melunasi pajak yang terutang,
maka penyelenggara bertanggung jawab atas utang pajak tersebut. Ini berarti, pajak hiburan
merupakan pajak tidak langsung karena beban pajaknya dapat dilimpahkan (can be shifted) baik
seluruhnya maupun sebagian kepada pihak lain (dalam hal ini pengunjung/penonton).

D.

Tarif dan Dasar Perhitungan Pajak Hiburan
Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima persen).
Walaupun ditetapkan setinggi-tingginya 35%, namun berlaku ketentuan khusus pada

objek tertentu sebagaimana dibawah ini:
1. Hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotek, karaoke, klab malam,
permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif Pajak Hiburan dapat
ditetapkan paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen).
2. Hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi
sebesar 10% (sepuluh persen).
Tarif Pajak Hiburan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

E.

Pajak Hiburan di Jakarta
Jakarta adalah daerah provinsi yang memiliki ciri tersendiri, berbeda dengan daerah

provinsi lainnya yang bersumber dari beban tugas, tanggung jawab dan tantangan yang lebih
kompleks. Kompleksitas permasalahan itu juga berkaitan erat dengan terbatas, jumlah dan
populasi penduduk yang tinggi dengan segala dampak yang ditimbulkannya dengan aspek-aspek
pemukiman, peranan wilayah transportasi, komunikasi dan faktor-faktor lainnya. Karena berbeda
dengan provinsi lainnya itulah maka berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Pasal
117 disebutkan bahwa Ibukota Negara Republik Indonesia, Jakarta, karena kedudukannyadiatur
tersendiri dengan undang-undang. Menurut penjelasannya dikatakan bahwa untuk menjawab
tantangan yang serba kompleks maka sangat dirasakan pentingnya pemberian otonomi hanya
pada lingkup provinsi saja agar dapat membina, menumbuhkembangkan Jakarta dalam satu

kesatuan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian.Ini berarti provinsi terbagi dalam wilayah
kotamadya/Kabupaten yang bukan merupakan daerah otonom.
Karena pemberian otonomi sebatas pada lingkup provinsi saja, maka Jakarta hanya
memiliki satu kas daerah yakni pada tingkatan provinsi saja. Ini berbeda dengan provinsi lain
yang tiap tingkat pemerintahan daerah kota ini berbeda dengan provinsi lain yang tiap tingkat
pemerintahan daerah kotadan kecamatan serta daerah kabupaten yang memiliki kas daerah
terpisah dan tersendiri dimana masing-masing pemerintahannya dapat mengolah serta
mengalokasikan sendiri dana daerahnya (sesuai dengan pemberian otonomi penuh terhadap
daerah provinsi, daerah provinsi, daerah kotadan kabupaten).
Dipenda merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah dibidang pemungut pendapatan
daerah yang juga mempunyai tugas melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah dalam
bidang pemungutan pendapatan daerah dan mengadakan koordinasi dengan instansi lain dalam
perencanaan, pelaksanaan serta pengendalian pemungutan pendapatan daerah.
Pajak hiburan sebenarnya merupakan jenis pajak daerah kota/kabupaten, tapi untuk
wilayah Jakarta pajak hiburan pemungutannya diserahkan kepada pemerintah provinsi
(wewenangnya dilimpahkan pada Balai Dipenda), tingkat kota (pada Suku Dinas Pendapatan
Daerah) serta kecamatan yang sifatnya hierarkis, dengan penggolongan jenis hiburan yang telah
ditentukan oleh gubernur yang dituangkan dalam Surat Keputusan Gubernur tentang Pelimpahan
Wewenang Kepada Suku Dinas Pendapatan Daerah Kota dan Seksi Pendapatan Daerah
Kecamatan untuk Melaksanakan sebagian tugas Dinas Pendapatan Daerah.

F. Pengelolaan Pemungutan Pajak Hiburan
Berdasarkan rincian tugas, wewenang, dan tanggung jawab seksi dan subbagian di
lingkungan Dinas Pendapatan dapat terlihat bahwa pengelolaan pemungutan masing-masing
jenis pajak tidak ada kekhususan. Maksudnya pasal di atas ialah bahwa pelaksanaan tugas
masing-masing seksi adalah didasarkan atas fungsi bukan objek pajak. Demikian juga halnya
dengan pengelolaan pajak hiburan di mana fungsi masing-masing seksi yang berkaitan dengan
pengelolaan dan pemungutan pajak hiburan dapat dilihat pada Bagan 1 di bawah ini.

Seksi Pendataan dan
Pemeriksaan dan
Pemantauan dan
Perkembangan
Seksi Penagihan
 Penatausahaan
piutang,
pembayaran dan
tunggakan pajak
 Penagihan pasif
 Penerbitan
pelunasan pajak

Penyelenggaraan
Pemungutan Pajak
Hiburan

Seksi Penetapan
 Nota perhitungan
 Penatausahaan
 Penetapan pajak
hiburan
 Usul Pengukuhan

Seksi Penatausahaan dan Pendapatan Daerah
 Pembuatan daftar subjek dan objek pajak
 Pembuatan Perhitungan hasil penetapan
 Proses usul pengukuhan WP baru

Bagan 1 Seksi-seksi yang Berkaitan dengan Penyelenggaraan Pemungutan Pajak Hiburan (PHi)

Pada bagan tersebut dapat dilihat keterkaitan masing-masing seksi dalam kegiatan
pengelolaan dan pemungutan pajak hiburan di mana seksi-seksi yang terkait di dalamnya antara
lain: Seksi Pendataan dan Pemeriksaan, Seksi

Penatausahaan Pendapatan Daerah, Seksi

Penetapan, serta Seksi Penagihan.
Berdasarkan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Hiburan dan Pajak Hiburan,
pemungutan pajak hiburan dilakukan untuk tiga jenis penyelenggaraan hiburan yaitu jenis
penyelenggaraan hiburan rutin yang menggunakan tiket tanda masuk dan penyelenggaraan
hiburan rutin yang tidak menggunakan tiket tanda masuk tapi menggunakan bill sebagai bukti
pembayaran serta penyelenggaraan hiburan insidental.

Mekanisme pemungutan pajak hiburan dapat digambarkan dan dilihat pada Bagan 2
berikut ini:

Menggunakan
Tanda Masuk

RUTIN

Sistem
SDM

Legalisir

Cetak/Stok

PEMERIKSAAN

Tidak
Menggunakan
Tanda Masuk

WAJIB PJK/
Penyelenggara

SKP/Self
Assesment

Insidental

Jaminan PDm

Realisasi
Pembayaran

KKeterangan:
1. SKP = Surat Ketetapan Pajak
2. PDm = Pembayaran di Muka

Bagan 2 Mekanisme Pemungutan Pajak Hiburan
Dalam bagan tersebut dapat dilihat bahwa pemungutan pajak hiburan dibagi melalui tiga
kegiatan penyelenggaraan hiburan, yang masing-masing memiliki sistem pemungutan yang
berbeda, di mana ada yang menggunakan Self Assessment.Selanjutnya, pelaksanaan pemungutan
dan pembayaran pajak hiburan dapat dirinci sebagai berikut:

1. Penyelenggaraan Hiburan Rutin yang Menggunakan Tiket Tanda Masuk
Terhadap wajib pajak yang menyelenggarakan hiburan rutin dengan menggunakan tiket
tanda masuk seperti bioskop, penyelenggaran tempat-tempat wisata, taman rekreasi, seluncur(ice
skate), kolam pemancingan dan sejenisnya, pelaksanaan pemungutan dan pembayaran wajib
pajak hiburan ditetapkan dengan sistem Official Assessment di mana fiskus yang memiliki
wewenang untuk menentukan berapa besarnya pajak yang terutang dan wajib pajak baru dapat
melakukan pembayaran setelah adanya surat ketetapan pajak yang terutang, dengan melalui
tahapan:
-

Wajib pajak menyampaikan stok cetakan tiket dengan nomor dan seri berurutan dengan
membayar Ongkos Cetak Karcis (OCK) dan mengajukan permohonan legalisasi atau
perporasi tiket. Fiskus dalam hal ini Seksi Penetapan melakukan perhitungan dengan
menggunakan Nota Perhitungan Pajak berdasarkan jumlah tiket yang dipesan dan tarif
dari tiket tersebut.

Contoh :
Jumlah tiket bioskop golongan A.II Utama yang diperporasi 1000 lembar.
Nomor seri: A. 0001 sampaidengan A. 1000
Tiket/Harga Tanda Masuk : Rp30.000,00
Tarif pajak hiburan : 25%
Pajak hiburan yang harus di setor:
1000 x Rp30.000,00 x 25% = Rp7.500.000,00
-

Seksi Penetapan melakukan perhitungan dengan menerbitkan surat ketetapan sebagai
saran yang di gunakan oleh wajib pajak untuk menyetorkan jumlah kewajibannya ke
kantor kas daerah. Selanjutnya Seksi Penetapan melakukan pencatatan/pembukaan dana
administrasi pengambilan tiket dan melakukan koordinasi dengan seksi pendataan dan
pemeriksaan

-

Seksi Pendataan dan Pemeriksaan selanjutnya melakukan pengawasan di lapangan atas
penjualan tiket untuk mencegah terjadinya penyelundupan pajak melalui penjualan tiket
non perporasi. Di samping itu juga melakukan pemeriksaan terhadap persediaan tiket
yang telah di perporasi serta melakukan pembinaan terhadap wajib pajak untuk segera

melakukan pengambilan tiket dan melegalisasi tiket kembali sebelum persediaan yang
ada terjual habis.

2. Penyelenggaraan Hiburan Rutin Yang Tidak Menggunakan Tiket Tanda
Masuk
Untuk kegiatan penyelenggaraan rutin yang tidak menggunakan tiket tanda masuk seperti
penyelenggaran diskotek, musik hidup, karaoke, klab malam ,ruang musik(music room), balai
gita(singing hall), pub, ruang selesa musik ( music lounge ), klab eksekutif ( executive club ) dan
ejenisnya, sistem pemungutan pajak hiburan berdasarkan Self Assessment, dimana wajib pajak
diberi wewenang dan kepercayaan serta tanggung jawab untuk menghitung , membayar dan
melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.
Membayar ke kasda
paling lambat tanggal 15
bulan berikutnya
SSP

PKP
Menyampaikan SPT
paling lambat
tanggal 15 bulan
berikutnya dilampiri
dokumen
-

Sanksi Terlambat setor
Bunga 2% Bulan
Petugas
Pajak

SPT diteliti
- Tidak sesuai
- Kurang bayar
- Tidak disampaikan
(terlambat)

Diterbitkan
- STP + bunga 2%
per bulan
- Sata meragukan
usul pemeriksaan
Sie. P2

Sales Report
SSP

SPT diteliti
- Sesuai/benar

File/Berkas WP

Bagan 3 Mekanisme Perhitungan, Pembayaran, Pelaporan dengan Sistem Self Assessmen

Dengan sistem Self Assessment tersebut wajib pajak berkewajiban untuk melakukan
pembayaran setiap bulannya ke kantor kas daerah dan menyampaikan Surat Pemberitahuan
(SPT) yang dilampirkan dengan laporan penerimaan harian Dipenda dalam hal ini Seksi
Penagihan. Pelaksanaan pemungutan pajak hiburan yang tidak menggunakan tiket tanda masuk
dapat digambarkan seperti Bagan 3 di atas.

3.

Penyelenggaraan Hiburan Insidental
Terhadap kegiatan penyelenggaraan hiburan insidental sistem pemungutannya dengan

menggunakan sistem Semi Self Assessment, di mana pada saat penyelenggaraan hiburan, wajib
pajak diberi kewenangan untuk melakukan pemungutan pajak melalui penjualan tiket dan pada
masa penyelenggaraan hiburan berakhir fiskus menentukan ketetapan pajak terutang atau
menentukan

besarnya

pajak

yang

harus

dibayar

oleh

wajib

pajak.

Tahapan

pemungutan/pembayaran pajak hiburan insidental sebagai berikut:


Wajib pajak menyampaikan tiketyang akan digunakan untuk acara insidental tersebut
dalam waktu minimal 7 ( tujuh ) hari sebelum acara insidental dilaksanakan dengan
nomor dan seri tiket beruntun dan mengajukan permohonan legalisasi/perporasi tiket
dengan memberikan uang jaminan berupa Pembayaran Di Muka (PDm) sebesar jumlah
tiket yang akan digunakan
Contoh:
Jumlah tiket dilegalisasi

= 200 lembar

Nomor seri

= A. 002 sampai A. 0200

Tiket/Harga Tanda Masuk

= Rp200.000

Tarif pajak hiburan

= 15%

PDm yang harus dibayar

= 200 x Rp200.000 ,00 x 15%
= Rp6.000.000,00



Pada waktu penyelenggaraan hiburan insidental, fiskus dalam hal ini seksi pendataan dan
pemeriksaan melakukan pemeriksaan langsungsung atas penjualan tiket acara insidental
tersebut untuk mengawasi dan menghitung jumlah tiket yang terjual dan selanjutnya

fiskus membuat laporan realisasi penjualan tiket dengan mengetahui dan ditandatangani
oleh wajib pajak.


Dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah acara insidental, Seksi Penetapan Balai
Dipenda membuat Surat Ketetapan Pajak yang harus dibayar sesuai dengan jumlah tiket
yang terjual berdasarkan laporan Seksi Pendataan dan Pemeriksaan lalu menyampaikan
pada wajib pajak untuk selanjutnya dilakukan pembayaran ke kantor kas daerah dengan
terlebih dahulu wajib pajak mengambil uang jaminan.



Bukti pembayaran kantor kas daerah aslinya untuk wajib pajak sedangkan tembusannya
disampaikan ke Seksi penetapan dan penagihan.