Addthis PAJAK RESTORAN

PAJAK RESTORAN

A. Sejarah Perkembangan
Sejarah menjelaskan bahwa pajak restoran memiliki histori yang cukup panjang yang
melandasi keberadaan Pajak Restoran itu sendiri berawal dari Pajak Pembangunan I. Pada
waktu itu dasar hukum

yang melandasi

diberlakukannya Undang-undang Pajak

Pembangunan I adalah Undang-undang No. 14 Tahun 1947 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1947 No. 25). Di DKI Jakarta Undang-undang Pajak Pembangunan I 1947
telah disesuaikan dengan perkembangan daerah. Semula peraturan yang melandasinya adalah
Peraturan Daerah No. 4 Tahun 1962 kemudian di tetapkan kembali melalui Peraturan Daerah
No. 9 Tahun 1977.
Pada mulanya Pajak Pembangunan I bukanlah merupakan jenis pajak, tetapi
merupakan sumbangan dari banyak pihak untuk menunjang para pejuang pada tahun-tahun
setelah kemerdekaan. Mulai diadakan pada Tahun 1947, melalui Undang-undang Darurat
dengan nama Fonds Kemerdekaan atau Pot Kemerdekaan. Akan tetapi, setelah itu
perkembangan dana Fonds Kemerdekaan ini tidak lagi terkendalikan, sehingga lahirlah

Undang-undang yang menyatakan bahwa Fonds Kemerdekaan perlu diganti namanya dengan
Pajak Pembangunan I. Setelah namanya berganti menjadi Pajak Pembangunan I (PPb I),
dalam perkembangannya pajak tersebut mengalami kemajuan pesat. Pajak Pembangunan I ini
berlaku secara nasional.
Di beberapa daerah objek pajaknya telah berkembang dan peraturannya pun
disesuaikan dengan keadaan daerah masing-masing. Di DKI Jakarta sasaran yang pada
mulanya hanyalah rumah makan berkembang ke rumah penginapan dan Catering Service.
Demikian pula wajib pajaknya di tentukan berdasarkan kriteria tertentu. (lihat Peraturan
Daerah No. 4 Tahun 1962 dan No. 9 Tahun 1977).
Dalam perkembangannya ternyata peraturan Pajak Pembangunan I masih tertinggal
dan belum menjangkau semua bidang usaha rumah makan dan rumah penginapan. Oleh
karena itu, lalu dikeluarkan lah Peraturan Daerah yang mengatur tentang perluasan sasaran.
Pengertian rumah makan dalam peraturan itu diperluas, sehingga dengan demikian
perusahaan yang melakukan usaha melayani pesanan makanan (catering service) termasuk di
dalamnya. Penetapan pajak yang ditetapkan dalam ‘kohir’ ditentukan untuk masak paling
lama 3 bulan (wajib pajak juga diberikan Surat Ketetapan Pajak), mengingat bahwa objek
golongan ini pemiliknya tidak tetap, begitu juga tempat usahanyapun tidak menetap.
Sehingga untuk memudahkan wajib pajak menyetor serta memudahkan pengawasan dari
1


pihak petugas (fiskus), maka cara memungut pajak diatur dengan menggunakan Meterai
Pembangunan yang dapat disetor/diangsur seminggu sekali.
Di Wilayah Jakarta pemungutan pajak untuk rumah makan yang tidak tetap dan tidak
menetap diatur melalui keputusan tersendiri (Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No.D.VI2996/b/4/76). Pada umumnya rumah makan yang tidak tetap dan tidak menetap belum dapat
mengadakan catatan-catatan penerimaan atau pembukuan yang lengkap untuk dapat dijadikan
dasar untuk menetapkan pajak. Di samping itu, dengan tidak tetap dan tidak menetap itu akan
menimbulkan kesulitan pula dalam hal penagihan pajak. Karena itu lalu pemerintah
memandang perlu untuk mengadakan pelayanan langsung penagihan pajak ditempat usaha
wajib pajak.

Sistem Self Assesment
Pada asasnya Pajak Pembangunan I menganut self assesment system. Sistem self
assesment itu sendiri menganjurkan wajib pajak agar dapat menghitung pajak, memungut,
menyetor, melunasi dan melaporkan pajaknya sendiri berdasarkan kesadaran dari wajib
pajak. Sistem self assesment ini diwujudkan dalam bentuk contante storting system (sistem
setor tunai).
Pemerintah mengharapkan agar semua wajib pajak dapat diarahkan supaya
melaksanakan sistem self assesment dengan baik. Dengan adanya sistem ini Wajib Pajak
Pembangunan I dapat dibagi atas :
1. Wajib pajak setor tunai (contante storting)

2. Wajib pajak SKP (Surat Ketetapan Pajak)
3. Wajib pajak MP (Meterai Pembangunan)
Penentuan untuk menjadi wajib pajak setor tunai biasanya didasarkan pada apakah
Wajib pajak melalukan pembukuan dengan baik atau tidak. Sete;ah sekian lama berjalan,
ternyata wajib pajak yang bersangkutan tidak mempu untuk melaksakan sistem setor tunai,
maka wajib pajak yang bersangkutan akan ditunjuk sebagai wajib pajak SKP atau MP.
Jika wajib pajak itu adalah wajib pajak setor tunai maka wajib pajak tersebut akan
dilengkapi dengan :
a. Surat penunjukan sebagai wajib pajak;
b. Penuntun pelaksanaan;
c. Maklumat.
Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentanPemerintahan Daerah,

2

Maka untuk melaksanakan otonomi daerah yang nyata, luas dan bertanggung jawab oerlu
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, agar mampu membiayai dirinya sendiri.
Pajak merupakan salah satu Pendapatan Asli Daerah yang dipungut dari masyarakat
tanpa mendapat imbalan secara langsung. Dengan menggali potensi pajak akuntansi yang ada
maka Pendapatan Asli Daerah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan

berlakunya Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang
Republik Indonesia No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak
Hotel, dan Restoran dipisahkan menjadi Pajak Hotel dan Pajak Restoran.
Dengan adanya pemisahan dimaksud, maka agar mudah pelaksanaannya Peratutan
Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang No. 3 Tahun 1998 tentang Pajak Hotel
dan Restoran perlu di sesuaikan dengan menerbitkan Peraturan Daerah baru dengan
nama Peraturan Daerah tentang Pajak Restoran.

B. Dasar Hukum
1. Undang-Undang No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaga Negara
Republik Indonesia Tahun 1990 No. 78, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia No. 3427).
2. Undang-Undang No. 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
(Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1997 No. 40, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia No. 3684).
3. Undang-Undang No. 18 Tahun 1997 tentan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
(Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1997 No. 41, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia No. 3685).
4. Undang-Undang No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
(Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1997 No. 42, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia No. 3686).
5. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaga Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 No. 60, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia No. 3839).
6. Undang-Undang Republik Indonesia No. 34 Tahun 2000 tentan Perubahan Atas
Undang-undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2000 No. 246,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4048).

3

7. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah (Lembaga Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 No. 54, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia No. 3691).
8. Peraturan

Pemerintah

No.


105

Tahun

2000

tentang

Pengelolaan

dan

Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaga Negara Republik Indonesia No.
202).
9. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 170 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara
Pemungutan Pajak Daerah.
10. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 173 Tahun 1997 tentang Tata Cara
Pemeriksaan di Bidang Pajak Daerah.

C. Beberapa Pengertian Penting

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Restoran adalah tempat menyantap makanan dan atau minuman yang disediakan
dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga dan catering.
2. Pajak Restoran yang selanjutnya disebut pajak adalah pungutan daerah atas penjualan
makanan di restoran.
3. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran
pajak yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu.
4. Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim
atau jangka waktu lain yang ditetapkan walikota/bupati.
5. Tahun pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun takwim kecuali bila
wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim.
6. Penyelenggaraan restoran adalah perorangan atau badan yang menyelenggarakan
usaha restoran untuk dan atas nama sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang
menjadi tanggungannya.

D. Nama Pajak dan Objek Pajak
Dengan nama Pajak Restoran dipungut pajak atas setiap pelayanan yan disediakan di
restoran. Pelayanan yang disediakan restoran meliputi pelayanan penjualan makanan dan atau
minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di

tempat lain.

4

Objek pajak adalah setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di restoran.
Termasuk di dalamnya rumah makan, warung makan, kafe, Bar, pedagang kaki lima, kolam
pancing dan atau usaha lain yang sejenis yang disertai dengan fasilitas penyantapannya atau
disantap di tempat lain.

E. Pengecualian Pajak
Pajak restoran dikecualikan adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran yang nilai
penjualannya tidak melebihi batas tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah,
misalnya ada Peraturan Daerah yang mengatur sebagai berikut yaitu mereka mengecualikan:
1. Pelayanan jasa boga/katering.
2. Usaha yang peredarannya 1 (satu) tahun kurang atau tidak melebihi dari Rp.
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

F. Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas
Pelayanan penjualan makanan dan minuman di restoran.

Wajib pajak adalah pengusaha restoran termasuk di dalamnya pengusaha rumah
makan, warung makan, kafe, bar, pedagang kaki lima, kolam pancing dan atau usaha lain
yang sejenis yang disertai fasilitas penyantapannya atau disantap di tempat lain. Pengusaha
sebagai penanggung Pajak Restoran bertanggung jawab sepenuhnya untuk menyetor pajak
yang seharusnya terutang.

G. Dasar Pengenaan Pajak
Dasar pengenaan Pajak Restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang
seharusnya diterima restoran. Atau dalam pengertian lain dasar pengenaan pajak adalah
jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran termasuk di dalamnya rumah makan,
warung makan, kafe, bar, pedagang kaki lima, kolam pancing dan atau usaha lain yang
sejenis yang disertai fasilitas penyantapannya atau disantap di tempat lain, yang disertai
fasilitas penyantapannya dan memberikan pelayanan di tempat dan dibawa pulang (take way).

H. Tarif Pajak
Tarif pajak ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari dasar pengenaan pajak. Tarif
pajak dikenakan atas pembayaran yang dilakukan kepada restoran.

5


I.

Pemungutan dan Perhitungan Pajak
Pemungutan pajak tidak dapat diborongkan dan pajak dipungut berdasarkan

penetapan walikota/bupati atau dibayar sendiri oleh wajib pajak. Yang dimaksud dengan
tidak dapat diborongkan adalah bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan pajak tidak dapat
diserahkan kepada pihak ketiga. Namun, dimungkinkan adanya kerja sama dengan pihak
ketiga dalam rangka proses pemungutan pajak, antara lain pencetakan, formulir perpajakan,
pengiriman surat-surat kepada wajib pajak, atau penghimpun data objek dan subjek pajak.
Kegiatan yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan perhitungan
besarnya pajak yang terutang, pengawasan penyetoran pajak dan penagihan pajak.
Wajib pajak memenuhi kewajiban pajak yang dipungut dengan menggunakan SKPD,
atau dokumen lain yang dipersamakan dan wajib pajak memenuhi kewajiban pajak sendiri
dengan menggunakan SPTPD, SKPDKB dan atau SKPDKBT.
Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalihkan dengan dasar
pengenaan pajak. Wajib pajak diharuskan menggunakan Nota Penjualan sebagai bukti atas
pembayaran yang dilakukan kepada Pengusaha Restoran termasuk di dalamnya Pengusaha
Rumah Makan, Warung Makan, Kafe, Bar, Pedagang Kaki Lima, Kolam Pancing dan atau
usaha lain yang sejenis yang disertai fasilitas penyantapan atau disantap di tempat lain.

Nota dapat disediakan wajib pajak dan atau oleh pemerintah daerah dengan terlebih
dahulu diporporasi dan atau diberi tanda khusus oleh pemerintah daerah. Apabila wajib pajak
menggunakan mesin Cash Register wajib memasukkan program pengenaan pajak restoran
sebesar 10% dan kepada konsumen diberikan Nota Cah Register sebagai bukti pembayaran.

J.

Masa Pajak dan Saat Terutang Pajak
Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan takwim. Pajak terutang

dalam masa pajak terjadi pada saat pelayanan penjualan makanan dan minuman di restoran
yang termasuk di dalamnya rumah makan, warung makan, kafe, bar, pedagang kaki lima,
kolam pancing dan atau usaha lain yang sejenis yang disertai fasilitas penyantapannya atau
disantap di tempat lain.

K. SPTPD dan Penetapan Pajak
1. Surat Pemberitahuan Pajak daerah (SPTPD) adalah surat yang oleh wajib pajak untuk
melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak objek pajak dan/atau harta dan
kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

6

2. Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan
untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas daerah
atau ke tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh walikota/bupati.
3. Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan besarnya jumlah pokok pajak.
4. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) adalah surta ketetapan pajak
yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah
kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang
masih harus dibayar.
5. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT) adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang ditetapkan.
6. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar (SKPDLB) adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak
lebih besar dari pada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
7. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN) adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak, atau
pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
8. Surat Pemberitahuan Setoran Masa (SPSM) adalah surat pemberitahuan kepada
wajib pajak yang berisi perkiraan pajak sementara, yang wajib disetor secara harian,
mingguan dan/ atau bulanan. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat
STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/ atau sanksi administrasi
berupa bunga dan/ atau denda.
9. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengolah data dan /atau
keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
daerah dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah.
Setiap wajib pajak mengisi SPTPD. SPTPD harus diisi dengan jelas, benar dan
lengkap serta ditandatangani oleh wajib pajak atau kuasanya. SPTPD yang dimaksud harus
disampaikan kepada walikota/bupati selambat-lambatnya 15 (limabelas) hari setelah
berakhirnya masa pajak. Bentuk isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan oleh
walikota/bupati. Berdasarkan SPTPD walikota/bupati menetapkan pajak terutang dengan
menerbitkan SKPD. Apabila tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 30
(tigapuluh) hari sejak SKPD diterima, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar
2% (duapersen) sebulan dan ditagih dengan meneritkan STPD. Wajib pajak yang membayar
7

sendiri SPTPD digunakan untuk menghitung, memperhitungkan dan menetapkan pajak
sendiri yang terutang. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak,
walikota/bupati dapat menerbitkan:
1. SKPDKB;
2. SKPDKBT;
3. SKPDN
SKPDKB diterbitkan apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain
pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% (duapersen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk
jangka waktu paling lam 24 (duapuluhempat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah
ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen)
sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling
lam 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
Tetapi apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang
dihitung secara jabatan, dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan 25% (duapuluh
lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2%
(duapersen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka
waktu paling lam 24 (duapuluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
SKPDKBT diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum
terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang, dikenakan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak
tersebut.
SKPDN diterbitkan apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah
kredit pajak atau pajak tidak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT tidak atau tidak
sepenuhnya dibayar dengan jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan
STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) sebulan.
Penambahan jumlah pajak yang terutang tidak dikenakan apabila wajib pajak
melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

L. Pembayaran Pajak
Pembayaran pajak dilakukan di kas daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh
walikota/bupati sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB,SKPDKBT
dan STPD.
8

Apabila pembayaran pajak dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan
pajak harus disetor ke kas daerah selambat-lambatnya 1x24 jam atau dalam waktu yang telah
ditentukan oleh walikota/bupati.
Pembayaran pajak dilakukan dengan menggunakan SSPD dan pembayaran pajak
harus dilakukan sekaligus atau lunas. Walikota/bupati dapat memberikan persetujuan pada
wajib pajak untuk mengangsur pajak terurtang dalam kurun waktu tertentu, setelah memenuhi
persyaratan yang ditentukan. Angsuran pembayaran pajak harus dilakukan secara teratur dan
berturut-turut dengan kenaikan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari jumlah pajak
wajib pajak untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang ditentukan setelah
memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan kenaikan bunga 2% (dua persen) sebulan dari
jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.
Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata vcara
pembayaran dan angsuran dan ditetapkan oleh walikota/bupati. Setiap pembayaran pajak
diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam buku penerimaan. Bentuk, jenis, isi,
ukuran buku penerimaan dan tanda bukti pembayaran pajak ditetapkan oleh walikota/bupati.

M. Penagihan Pajak
Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan
pelaksaan penagihan pajak di keluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.
Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan atau
surat lain yang sejenis, wajib pajak harus melunasi pajak terutang.
Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis di keluarkan oleh pejabat.
Apabila jumlah pajak yang masih harus di bayar tidak di lunasi dalam jangka waktu
sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang
sejenis, jumlah pajak yang harus di bayar di tagih dengan Surat Paksa.
Setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal Surat Teguran atau Surat
Peringatan atau surat lain yang sejenis disampaikan, pejabat segera menerbitkan Surat Paksa.
Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2x24 jam sesudah
tanggal pemberitahuan Surat Paksa, walikota/bupati segera menerbitkan Surat Perintah
melaksanakn penyitaan.
Setelah dilakukan penyitaan dan wajib pajak belum juga melunasi utang pajaknya,
setelah lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksaan Surat Perintah melaksaan penyitaan,
pejabat mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada Kantor Lelang Negara.

9

Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat pelaksaan
lelang, juru sita memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada wajib pajak. Bentuk,
jenis dan isi formulir yang dipergunakan untuk pelaksaan penagihan pajak daerah ditetapkan
oleh walikota/bupati.

N. Pengurangan, Keringanan dan Pembebasan Pajak
Walikota/bupati

karena

jabatannya

dan

berdasarkan

unsur

keadilan

dapat

mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak. Walikota/bupati berdasarkan permohonan
wajib pajak dapat memberikan pengurangan, keringanan, dan pembebasan pajak. Tata cara
pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak ditetapkan oleh walikota/bupati.

O. Pembetulan, Pembatalan, Pengurangan Ketetapan dan Sanksi
Walikota/bupati karena jabatan atau atas permohonan wajib pajak dapat:
1. Membetulkan SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD yang dalam
penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan dalam
penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah;
2. Membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak;
3. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan
kenaikan pajak yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kesalahan
wajib pajak.
Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau
pengurangan sanksi administrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD harus
disampaikan secara tertulis oleh wajib pajak kepada walikota/ bupati selambat-lambatnya 30
(tiga puluh) hari sejak tanggal diterima SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD dengan
memberikan alasan yang jelas. Walikota/ bupati paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat
permohonan diterima, sudah harus memberikan keputusan. Apabila setelah lewat waktu 3
(tiga) bulan Walikota/ bupati tidak memberikan keputusan permohonan pembetulan,
pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi
dianggap dikabulkan.

P. Pemeriksaan Pajak
Pajak yang telah dibayar termasuk yang berdasarkan SPSM setiap 3 (tiga) bulan di
periksa oleh Tim Pemeriksa yang hasilnya dimuat dalam Berita Acara untuk dipergunakan
sebagai dasar perhitungan SKPDKB, SKPDBT,SKPDN, SKPDLB. Tim Pemeriksa Pajak
10

Restoran dibentuk berdasarkan keputusan walikota/bupati.Tim Pemeriksa Pajak mempunyai
tugas menguji kepatuhan pemenuhan pembayaran pajak.
Untuk keperluan pemeriksaan, wajib pajak diwajibkan memperlihatkan,meminjamkan
buku catatan, dokumen penjualan, cash register, peralatan komputer yang berkaitan dengan
transaksi penjualan, memberi kesempatan untuk memasuki ruangan/tempat yang diperlukan
dan memberi keterangan yang dapat dipertanggungjawabkan. Walikota/Bupati dapat
memrintahkan kepada pejabat untuk melakukan penungguan pada objek pajak yang
bersangkutan dalam hal:
1. Wajib pajak mengajukan keberatan atau keringan terhadap SKPD,SKPDKB dan
SKPDKBT;
2. Untuk mendapatkan data yang objektif di lapanganan.
Hasil penungguan digunakan sebagai dasar untuk menetapkan pajak. Lamanya jangka
waktu penungguan ditentukan oleh walikota/bupati.

Q. Keberatan dan Banding
Wajib pajak dapat mengajukan keberatan kepada walikota/bupati atas:
1. SKPD.
2. SKPDKB.
3. SKPDKBT.
4. SKPDLB.
5. SKPDN.
Permohonan keberatan harus disampaikan secara tertulis paling lama 3 (tiga) bulan
sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN diterima oleh wajib pajak,
kecuali apabila wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi
karena keadaan diluar kekuasaannya.
Walikota/bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal
Surat Permohonan keberatan diterima sudah harus memberikan keputusan. Apabila setelah
lewat waktu 12 (dua belas) bulan. Walikota/bupati tidak memberikan keputusan, maka
permohonan keberatan dianggap dikabulkan. Pengjuan keberatan tidak menunda kewajiban
membayar pajak. Wajib pajak dapat mengajukan banding kepada Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak da;am jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya keputusan keberatan.
Pengajuan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak. Apabila pengajuan
keberatan atau banding sebagaimana dimaksud pasal 30 dikabulkan sebagian atau

11

seluruhnya, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan
bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

R. Pengembalin Kelebihan Pembayaran Pajak
Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak kepada walikota/bupati secara tertulis dengan menyebutkan sekurang-kurangnya :
1. Nama dan alamat wajib pajak;
2. Masa pajak;
3. Besarnya kelebihan pembayaran pajak;
4. Alasan yang jelas.
Walikota/bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak
diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud
ayat (1), sudah harus memberikan keputusan. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud
ayat (2) dilampaui, walikota/bupati tidak memberikan keputusan, maka permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus
diterbitkan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan. Apabila wajib pajak mempunyai utang
pajak lainnya, kelebihan pembayaran pajak, langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih
dahulu utang pajak dimaksud.
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2
(dua)

bulan

sejak

diterbitkannya

SKPDLB

dengan

menerbitkan

Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP). Apabila pengembalian kelebihan
pengembalian pajak dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya
SKPDLB, walikota/bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas
keterlambatan pembayaran kelebihan pajak. Apabila kelebihan pembayaran pajak
diperhitungkan dengan utang pajak, maka pembayarannya dilakukan dengan cara pemindah
bukuan dan bukti pemindah bukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.

S. Kedaluwarsa
Hak untuk melakukan penagihan pajak, kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu
5 (lima) tahun terhitung sejak saat terhutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan
tindak pidana dibidang perpajakan daerah.
Kedaluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila:
1. Diterbitkan Surta Teguran dan Surat Paksa; atau
2. Ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun tidak langsung.
12

T. Penyidikan
Pejabat pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan pemerintah daerah diberi
wewenang khusus sebagi penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan daerah, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang hukum acara pidana yang
berlaku.
Wewenang penyidik adalah:
1. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan
dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah agar keterangan atau laporan
tersebut menjadi lengkap dan jelas.
2. Meneliti, mencari, dan melaporkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan
tetntang kebenaran perbuatan yang di lakukan sehubungan dengan tindak pidana
perpajakan daerah.
3. Menerima keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan
dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah.
4. Memeriksa bubu-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan
dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah.
5. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan
dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut.
6. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana dibidang perpajakan daerah.
7. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat
pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitsas orang atau
dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada poin 5.
8. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan daerah.
9. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan di periksa sebagai tersangka atau
saksi.
10. Menghentikan penyidikan.
11. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk lancaran penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan daerah menurut hukum yang bertanggung jawab.
12. Penyidik memberitahukan dimulainya penyidikannya dan menyampaikan hasil
penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat polisi Negara
Republik Indonesia, seusai dengan ketentuan yang di atur dalam Undang-undang
hukum acara pidana yang berlaku.

13

U. Sanksi Administrasi
Walikota/bupati dapat menutup dan mencabut izin usaha bagi pengusaha yang:
1. Melalaikan kewajiban dan atau selama 2 (dua) bulan berturut-turut tidak membayar
pajak, atau;
2. Dengan sengaja memungut pajak dengan tidak menggunakan nota pembayaran yang
sah atau memungut pajak tidak di setorkan ke kas daerah; atau
3. Tidak melayani dengan baik petugas dan atau tanpa dasar alasan yang sah menolak
untuk diadakan tindakan pemeriksaan dan melawan petugas pemeriksa yang sah yang
dilengkapi dengan surat tugas dari walikota/bupati.

V. Ketentuan Pidana
Wajib pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi
dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar
sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana demgan pidana kurungan paling lama 1
(satu) tahun dan atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang.
Wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan
tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga
merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang.
Wajib pajak yang dengan sengaja tidak menggunakan nota dan atau menggunakan
nota tanpa diporporasi sehingga merugikan keuangan daerah 4 (empat) kali jumlah pajak
terutang.
Tindak pidana tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 10 (sepuluh) tahun
sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak atau berakhirnya bagian tahun
pajak atau berakhirnya tahun pajak.

W. Contoh Perhitungan Pajak
Kasus-1 : Pembayaran tax and service
Tuan Irvan memesan makanan dan minuman di Restoran Kuring di kota Bandung
tanggal 1 Agustus 2013 jam 12.00 WIB siang untuk jamuan perusahaannya yang baru berdiri.
Pesanan Tuan Irvan ialah makanan untuk karyawan 200 kotak/kardus beserta minuman;
pesanan makanan dan minum di tempat/ di restoran untuk tamu 50 orang. Restoran Kuring
mengenakan tax 10% terhadap Tuan X.

14

Data pembelian Tuan X ialah sebagai berikut :
1. Pesanan makanan 200 kardus

@Rp. 25.000,00

2. Pesanan makan di tempat 50 orang

@Rp. 70.000,00

3. Minuman untuk 200 karyawan

@Rp. 5.000,00

4. Munuman untuk 50 tamu

@Rp. 15.000,00

Hitunglah :
Berapa pajak restoran yang dikenakan terhadap Tuan X ?
Jawab :
Pembayaran yang dilakukan oleh Tuan X :
Pesanan makanan 200 kardus

@Rp. 25.000,00

Rp. 500.000,00

Pesanan makan di tempat 50 orang

@Rp. 70.000,00

Rp. 350.000,00

Minuman untuk 200 karyawan

@Rp. 5.000,00

Rp. 100.000,00

Minuman untuk 50 tamu

@Rp. 15.000,00

Rp. 75.000,00

a. Jml pembayaran sebelum tax

Rp. 1.025.000,00

b. Tax 10% (10% x Rp. 1.025.000,00)

Rp.

Jumlah yang dibayar

102.500,00

Rp. 1.127.500,00

Kasus-2 : Perhitungan Sanksi Administrasi
Tuan Agil sebagai wajib pajak telah diperiksa untuk masa pajak Januari-Desember
2012. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Tuan Agil terutang pajak, karena itu
diterbitkan SKPDKB dengan pokok pajak terutang Rp. 10.000.000,00 tidak termasuk sanksi
administrasi. Namun pada bulan Mei 2013 ditemukan data baru yang menunjukkan pokok
pajak terutang ialah sebesar Rp. 15.000.000,00.
Hitunglah berapa pajak kemudian yang harus dibayar oleh Tuan Agil?
Jawab :
Terhadap wajib pajak diterbitkan SKPDKBT untuk masa Januari-Desember 2012
dengan perhitungan sebagai berikut :
Pokok Pajak Terutang

Rp. 15.000.000,00

Pokok pajak yang telah dibayar (SKPDKB)

Rp. 10.000.000,00

Pokok pajak kurang bayar

Rp. 5.000.000,00

Sanksi kenaikan :
100% x Rp. 5.000.000,00

Rp. 5.000.000,00

Jumlah pajak dibayar (SKPDKBT)

Rp. 10.000.000,00
15

Kasus-3
Perhitungan jumlah pajak yang harus dibayar bila dengan tidak melakukan penyetoran
pada SPTPD. WP X sebagai wajib pajak tidak melakukan kewajiban mengisi, menyampaikan
dan menyetorkan SPTPD untuk masa pajak Januari 2012. Setelah diperiksa 6 bulan kemudian
pada bulan Juli 2012 ternyata rata-rata peredaran usaha untuk satu masa pajak ialah Rp.
60.000.000,00 berapa pajak yang harus dibayar WP X ?
Jawab :
Pokok Pajak Terutang (Rp. 60 Juta: 6 bln)

Rp. 10.000.000,00

Pokok pajak yang telah dibayar

Rp.

Pokok pajak kurang bayar

Rp. 10.000.000,00

0

Sanksi Kenaikan :
25% x Rp. 10.000.000,00

Rp. 2.500.000,00

Sanksi bunga untuk masa Jan-Jul 2002 :
2% x 6 bulan x Rp. 10.000.000,00

Rp. 1.200.000,00

Jumlah pajak yang harus dibayar

Rp. 13.700.000,00

16