Analisis Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Cost of Bank Loans Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftra di BEI Periode 2006-2010

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Agensi

Teori Agensi pertama kali dicetuskan oleh Jensen dan Meckling pada tahun 1976.Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan adanya konflik dalam hubungan keagenan atau adanya ketidaksamaan kepentingan antara agent dan principal. Prinsip utama teori ini adalah pernyataan adanya hubungan kinerja antara pihak yang memberi wewenang (principal) yaitu pemilik (pemegang saham), kreditor serta investor dengan pihak yang menerima wewenang (agent) yaitu manajemen perusahaan, dalam bentuk kontrak kerja sama. Terjadinya konflik kepentingan antara principal dengan agent karena kemungkinan agent bertindak tidak sesuai dengan kepentingan principal, sehingga memicu biaya keagenan (agency cost).Teori agensi mampu menjelaskan potensi konflik kepentingan diantara berbagai pihak yang berkepentingan dalam perusahaan tersebut.Dalam penelitian ini, principal difokuskan pada peran kreditor sebagai pemberi wewenang.

Masalah informasi asimetris (information asymetry) juga dijelaskan dalam agency theory. Informasi asimetri adalah keadaan dimana pemberian informasi yang dilakukan oleh principal berbeda dengan yang dilakukan oleh agent. Sehingga, informasi internal dan


(2)

prospek perusahaan di masa yang akan datang lebih banyak diketahui oleh manajer sebagai pengelola perusahaan dibandingkan dengan kreditor lainnya. Disamping itu, adanya informasi yang asimetris menyebabkan principal sulit mengamati kinerja agent dan informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya.Dengan keadaan yang demikian dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan tindakan oportunistik.Tindakan oportunistik (opportunistic behavior) adalah tindakan yang tujuannya mementingkan kepentingan diri sendiri.

Manajemen tidak selalu mengambil keputusan demi kepentingan terbaik bagi para kreditor (Hendriksen dan Breda, 2000).Sehingga, yang terjadi adalah masalah keagenan yang menyebabkan timbulnya default risk dalam hubungan kerjasama antara manajemen perusahaan dengan kreditor. Menurut Jensen dan Meckling (1976), masalah antara manajemen perusahaan dan kreditor disebabkan oleh :

1. Keputusan investasi dan operasi tetap pada manajer-pemegang saham. Dana yang berasal dari kreditor bisa digunakan untuk pembayaran dividen sehingga perusahaan default.

2. Manajer-pemegang saham melakukan investasi pada proyek yang beresiko tinggi karena memberikan ekspetasi imbal hasil yang tinggi pula. Jika proyek berhasil, maka utang secara penuh dibayar dan imbal hasil yang tersisa seluruhnya menjadi pemilik pemegang saham.Tetapi, jika gagal maka utang tidak dibayar atau perusahaan default.


(3)

Dampak yang ditimbulkan dari masalah-masalah tersebut yaitu, kreditor akan menderita kerugian yang besar, karena jika sukses akan menerima hasil tetap sedangkan jika gagal harus menderita kerugian yang sama besar dengan pemegang saham. Oleh karena itu, kreditor memerlukan sebuah keyakinan akan kelayakan perusahaan. Dimana kreditor seringkali meminta manajemen untuk menandatangi kontrak yang melindungi kreditor. Hal-hal penting seperti jaminan pinjaman, jumlah biaya pinjaman (bunga pinjaman), tanggal jatuh tempo, dan lain-lain akan dijelaskan dalam kontrak antara kreditor dan perusahaan.

Perusahaan yang memiliki resiko default yang tinggi, maka jaminan serta biaya pinjamannya yang diatur dalam kontrak akan memliki jumlah yang tinggi. Adanya jaminan dan biaya yang tinggi akan mendorong perusahaan untuk lebih giat membayarkan utangnya. Untuk itulah dibuat kontrak, berdasarkan risiko perusahaan.

Perusahaan dapat meningkatkan efektifitas tindakan monitoring yang ada di dalam perusahaan seperti menerapkan corporate governance yang baik, apabila perusahaan tersebut memiliki risiko yang rendah.Hal itu dapat dilakukan sebagai upaya untuk mendapatkan kepercayaan yang tinggi dari kreditor.

Asimetri informasi dapat berkurang jika manajemen perusahaan

memiliki corporate governance yang baik.Good corporate

governanceakan mengurangi default risk dengan cara mengurangi biaya keagenan yaitu dengan cara memonitor kinerja manajer dan mengurangi


(4)

asimetri informasi antara perusahaan dengan kreditor (Bhoraj dan Sengupta, 2003).

2.1.2. Cost of Loan (Biaya Pinjaman)

Sesuai dengan Surat Keputusan Surat Direksi Bank Indonesia No. 31/147/KEP/DIR Tanggal 12 Nopember 1998 Tentang Kualitas Aktiva Produktif Pasal 2 Ayat 1 yang menyatakan bahwa penanaman dana Bank pada Aktiva Produktif (penanaman dana bank baik dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, penyertaan, termasuk komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif) wajib dilaksanakan berdasarkan prinsip kehati-hatian, maka bank pada prinsipnya harus melakukan estimasi default risk pada perusahaan calon penerima kredit (debitur).

Menurut PSAK No. 26 (Revisi 2011), biaya pinjaman adalah bunga dan biaya lainnya yang harus ditanggung sehubungan dengan peminjaman dana. Biaya pinjaman juga dapat didefenisikan sebagai tingkat pengembalian yang diminta oleh kreditor dari transaksi pinjaman yang dilakukan.Interest rate dari utang perusahaan digunakan untuk menghitung besarnya biaya pinjaman yang diterima perusahaan (Francis dkk, 2005).Biaya pinjaman harus diakui sebagai beban pada periode terjadinya biaya pinjaman tersebut.


(5)

Biaya pinjaman meliputi :

1. Bunga atas penggunaan dana pinjaman baik pinjaman jangka pendek maupun jangka panjang.

2. Amortisasi diskonto atau premium yang terkait dengan pinjaman (borrowings).

3. Amortisasi atas biaya yang terkait dengan perolehan pinjaman seperti biaya konsultan, ahli hukum, commitment fee, dan sebagainya.

4. Selisih kurs atas pinjaman dalam valuta asing (sepanjang bunga) atau amortisasi premi kontrak valuta berjangka dalam rangka hedging dana yang dipinjam dalam valuta asing.

Biaya utang yang timbul atas penerbitan utang yang baru oleh perusahaan didasarkan atas lima faktor ini, yaitu :

1. Nilai utang jangka panjang yang diterbitkan.

2. Periode jatuh tempo utang jangka panjang yang diterbitkan. 3. Tingkat risiko atas utang jangka panjang yang diterbitkan.

4. Persyaratan atau batasan atas utang jangka panjang yang

diterbitkan.

5. Tingkat pengurangan risiko bunga saat penerbitan utang jangka panjang.


(6)

2.1.3. Bank

Bank sebagai lembaga keuangan, selalu menjalankan aktivitasnya sehari-hari yang berkaitan dengan bidang keuangan. Menurut UU RI No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Berdasarkan defenisi di atas, kegiatan utama bank, yaitu :

1. Menghimpun dana dari masyarakat (funding), seperti giro, deposito, tabungan

2. Menyalurkan dana (lending), seperti kredit investasi, kredit modal kerja, kredit perdagangan, kredit konsumtif, produktif, dan lain-lainnya.

3. Kegiatan jasa-jasa pendukung lainnya, seperti transfer, inkasso, safe deposit box, credit card, bank garansi, dan lain-lainnya.

4. Pinjaman emisi, wali amanat, perantara perdagangan effek di dalam pasar modal, dan lain-lain.

5. Investasi.

Menurut UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, jenis bank dapat dibedakan berdasarkan :

1. Dilihat dari fungsinya, bank terdiri dari bank umum dan bank perkreditan rakyat (BPR).


(7)

2. Dilihat dari segi kepemilikan, bank terdiri dari bank milik pemerintah, bank milik swasta, bank milik asing, bank milik campuran.

3. Dilihat dari segi status, bank terdiri dari bank devisa dan bank non devisa.

4. Dilihat dari segi menentukan cara, bank terdiri dari bank berdasarkan prinsip konvensional dan bank berdasarkan prinsip syariah.

Bank memiliki beberapa keunggulan sebagai penyedia pinjaman dalam perekonomian dan keunggulan ini ditekankan dalam beberapa literatur. Literatur yang disusun oleh Diamond (1984) dan Fama (1985) menekankan keunggulan utama bank daripada investor publik lainnya dalam hal efisiensi pemantauan dan akses informasi. Berbeda dengan kreditor atau investor lainnya, aktivitas bank diatur dan diawasi oleh regulator khusus seperti bank sentral melalui peraturan-peraturan yang dibuatnya.Hal tersebutlah yang menjadikan pemantauan yang dilakukan oleh bank lebih efisien.

Chu dkk (2007) menyatakan bahwa bukti keunggulan pinjaman bank lainnya terdapat dalam berbagai literatur yang menyatakan reaksi pasar yang positif terhadap pengumuman pinjaman bank. Literatur tersebut konsisten dengan literatur yang disusun Fama (1985) yang berpendapat bahwa, bank memiliki informasi tentang debitor yang tidak bersedia untuk para pemegang surat berharga lainnya.


(8)

Bank terlebih dahulu mengestimasi risiko kredit yang akan timbul dalam memberikan pinjamannya. Risiko kredit adalah risiko debitor dalam membayar kembali utang dan bunga yang merupakan kewajibannya.Risiko ini sangat diperhatikan oleh bank mengingat sebagian besar bank melakukan pemberian kredit sebagai bisnis utamanya.Sampai saat ini, adanya sejarah yang menunjukkan bahwa risiko kredit merupakan kontributor utama yang menyebabkan kondisi bank memburuk karena kerugian yang ditimbulkan sangat besar.

Analisis kredit oleh bank perlu diadakan untuk mengestimasi risiko kredit. Analisis kredit dimaksudkan untuk menilai suatu permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitor kredit sehingga dapat memberi keyakinan kepada pihak bank transaksi kredit yang akan dilakukan cukup layak (Dendawijaya, 2001). Analisis kredit dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip ‘6C’, yaitu :

1. Character

Character adalah penilaian terhadap calon debitor dalam hal sifat atau watak dari calon debitor. Dalam melakukan analisis ini, sifat atau watak berkaitan dengan latar belakang si calon debitor baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi, seperti cara hidup, keadaan keluarga ataupun social standingnya. Ini semua merupakan ukuran willingness to pay atau kemauan untuk membayar kembali atas kredit yang telah dinikmati debitor.


(9)

2. Capacity

Capacity adalah penilaian calon debitor dalam hal

kemampuan dalam bidang bisnis yang dihubungkan dengan pendidikannya.Kemampuan bisnisnya juga diukur dengan kemampuannya dalam memahami tentang ketentuan-ketentuan Pemerintah, begitu pula dengan kemampuannya menjalankan usaha selama ini. Pada akhirnya akan terlihat kemampuannya dalam mengembalikan kredit yang disalurkan.

3. Capital

Capital adalah penilaian terhadap calon debitor dalam hal kepemilikan modal sendiri. Disini dapat dilihat apakah penggunaan modal efektif dengan mengetahui laporan keuangan perusahaan (neraca dan laporan laba rugi). Capital juga harus dilihat dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini.

4. Condition of Economy

Kondisi ekonomi adalah penilaian terhadap calon debitor mengenai kondisi ekonomi secara umum dan kondisi sektor ekonomi secara umum.Misalnya penilaian terhadap prospek usaha yang sedang dijalankan, dimana prospek bidang usaha yang dibiayai tersebut hendaknya benar-benar memliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil.


(10)

5. Collateral

Collateral merupakan jaminan yang diberikan calon debitor baik yang bersifat fisik maupun non fisik.Jaminan disini hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan dan harus diteliti keabsahannya. Collateral berfungsi sebagai berikut :

- Bagian dari prinsip kehatian-hatian yang dilakukan bank, - Untuk menghindari kemungkinan terjadinya kegagalan usaha,

- Untuk mendorong debitor agar bersungguh-sungguh dalam

melaksanakan proyek,

- Penggantian pembayaran apabila calon debitor tidak dapat memenuhi kewajibannya.

6. Constraints

Constraints merupakan faktor hambatan atau rintangan

berupa faktor-faktor sosial psikologis yang ada pada suatu wilayah tertentu yang menyebabkan suatu usaha tidak dapat dilaksanakan.


(11)

2.1.4. Corporate Governance

Cadbury committee pertama kali memperkenalkan istilah “corporate governance” pada tahun 1992, dimana istilah tersebut digunakan dalam laporan mereka yang kemudian dikenal dengan Cadbury Report.Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) :

Corporate governance adalah seperangkat pengaturan yang mengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan.

Menurut FCGI, dalam penerapan good corporate governance, terdapat beberapa prinsip yang harus dipenuhi yaitu :

1. Transparency (Transparansi)

Hak pemegang saham untuk mendapat informasi yang tepat waktu dan benar tentang perusahaan, sehingga dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.

2. Fairness (Kewajaran)

Perlakuan yang sama pada setiap pemegang saham, khususnya pemegang saham minoritas dan asing dengan pengungkapan penuh mengenai informasi material.

3. Responsibility (Responsibilitas)

Peran stakeholder harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh hukum dan adanya kerjasama aktif antara perusahaan dan stakeholder dalam menciptakan kekayaan, lapangan kerja dan finansial yang baik.


(12)

4. Indepedency (Indepedensi)

Pengungkapan tepat waktu, akurat dan transparan pada semua hal-hal penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan dan stakeholders.

5. Accountability (Akuntabilitas)

Tanggung jawab dewan dalam manajemen, pengawasan manajemen dan akuntabilitas kepada perusahaan dan pemegang saham.

Usaha monitoring aktivitas manajemen perusahaan, menggunakan prinsip-prinsip yang terkandung dalam penerapan corporate governance. Tindakan monitoring yang ada, bukan berarti mengekang kreatifitas dari manajemen, akan tetapi lebih ditujukan pada upaya menciptakan pengelolaan perusahaan yang lebih transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.

Secara teoritis, praktik good corporate governance dapat meningkatkan nilai (valuation) perusahaan dengan mengurangi risiko yang mungkin dilakukan oleh dewan dengan keputusan-keputusan yang menguntungkan diri sendiri.Praktik corporate governance yang baik dianggap mampu memberikan perlindungan efektif terhadap kreditor dalam memperoleh kreditnya kembali dengan wajar. Para kreditor akan menghadapi risiko yang lebih rendah ketika perusahaan memiliki aktivitas monitoring yang kuat.


(13)

Menurut Bhojraj dan Sengupta (2003), penerapan good corporate governance dapat meminimalkan kemungkinan terjadinya default risk yang berkaitan dengan 2 hal, yaitu :

1. Agency Risk

Adanya risiko manajemen yang bertindak untuk kepentingan sendiri dan menyimpang dari tujuan memaksimalkan nilai perusahaan.Praktik good coporate governance dapat mengurangi agency risk dengan tindakan monitoring yang kuat.

2. Information Risk

Manajemen perusahaan memiliki informasi yang lebih banyak daripada pemilik modal (informasi asimetri) yang dapat menyebabkan adanya default risk perusahaan.Praktik good corporate governance dapat mengurangi risiko tersebut dengan mendorong perusahaan untuk mengungkap informasi secara transparan.

Kepercayaan kreditor meningkat sebagai akibat dari berkurangnya default risk dalam sebuah perusahaan karena diterapkannya praktik good corporate governance. Penelitian yang dilakukan (Chu dkk, 2009; dan Piot-Monsier, 2007) membuktikan bahwa perusahaan yang menerapkan praktik good corporate governanceakan menikmati biaya pinjaman yang lebih rendah. Hal tersebut membuktikan meningkatnya kepercayaan kreditor akibat penerapan good corporate governance dalam sebuah perusahaan.


(14)

Penerapan praktik good corporate governance dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti memperbesar proporsi kepemilikan saham oleh institusi, memperbesar kepemilikan saham oleh manajer, membentuk komite audit, membentuk komisaris independen, dan lain-lain. Dalam penelitian ini, good corporate governance diukur dengan menggunakan tiga proksi, yaitu kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen dan jumlah komite audit.

2.1.4.1 Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional merupakan persentase kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh investor instusional seperti pemerintah, perusahaan investasi, bank, perusahaan asuransi, maupun kepemilikan lembaga dan perusahaan lain (Juniarti dan Sentosa, 2009). Investor institusional diyakini memiliki kemampuan yang lebih untuk mengatur dan memantau tindakan manajemen dibandingkan dengan investor individual.Hal ini disebabkan karena investor institusional tidak mudah diperdaya dengan tindakan manipulasi yang dilakukan oleh manajemen (Rachmawati dan Triatmoko, 2007).

Cornett dkk (2006) menemukan bukti yang menyatakan bahwa tindakan monitoring yang dilakukan oleh sebuah perusahaan dan pihak investor institusional dapat membatasi perilaku manajemen seperti perilaku opportunistic atau perilaku mementingkan kepentingan diri sendiri. Shleifer dan Vishny (1997) menyatakan bahwa investor


(15)

institusional memiliki peran yang cukup penting dalam penegakan praktik good corporate governance dalam suatu perusahaan, dimana investor institusional secara independen mengawasi tindakan manajemen dan memliki voting power untuk mengadakan perubahan pada saat manajemen sudah dianggap tidak efektif lagi dalam hal pengelolaan perusahaan.

2.1.4.2 Dewan Komisaris Independen

Menurut Surat Keputusan Ketua Bapepam No. 29 Tahun 1994, defenisi komisaris independen adalah anggota komisaris yang :

1. Berasal dari luar Emiten atau Perusahaan Publik;

2. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada Emiten atau Perusahaan Publik;

3. Tidak mempunyai hubungan Afiliasi dengan Emiten atau Perusahaan Publik, Komisaris, Direksi, atau Pemegang Saham Utama Emiten atau Perusahaan Publik; dan

4. Tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak

langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha Emiten atau Perusahaan Publik.

Komisaris independen dibentuk untuk menyeimbangkan pengambilan keputusan khususnya dalam rangka perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dan pihak-pihak lain yang terkait. Istilah dan keberadaan komisaris independen diatur dalam Surat edaran Bapepam No.: SE03/PM/2000. Menurut peraturan tersebut perusahaan publik yang


(16)

tercatat di Bursa Efek wajib memiliki beberapa anggota dewan komisaris yang memenuhi kualifikasi sebagai komisaris independen.Jumlah komisaris independen adalah sekurang-kurangnya 30% dari jumlah dewan komisaris.

Dewan komisaris dipercaya dapat mencegah praktik manipulasi laporan keuangan.Veronica dan Bachtiar (2004) meneliti bahwa perusahaan yang melakukan kecurangan memiliki persentase dewan komisaris eksternal lebih rendah dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan.Adanya kemampuan monitoring yang baik terhadap manajemen, yang dimiliki oleh dewan komisaris independen, dapat mencegah kecurangan dalam penyajian laporan keuangan yang dilakukan oleh manajemen.

2.1.4.3 Komite Audit

Menurut Surat Keputusan Ketua Bapepam No. 29 Tahun 2004 tentang Pembentukan dan Pelaksanaan Kerja Komite Audit, komite audit adalah komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris dalam rangka membantu melaksanakan tugas dan fungsinya. Komite audit mempunyai peran yang sangat penting dalam memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan seperti halnya menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang memadai serta dilaksanakannya good corporate governance. Rahmawati dan Triatmoko (2007) menyatakan bahwa dengan berjalannya fungsi komite audit secara efektif, maka control


(17)

terhadap perusahaan akan lebih baik, sehingga konflik keagenan yang terjadi akibat keinginan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraannya sendiri dapat diminimalisasi.

Berdasarkan Surat Edaran Bapepam Nomor SE-03/PM/2002 (bagi perusahaan publik), keanggotan komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang termasuk ketua komite audit.Anggota komite yang berasal dari komisaris hanya sebanyak satu orang, yaitu yang diketuai oleh Komisaris Independen perusahaan tercatat.Sedangkan dua orang anggota lainnya berasal dari pihak eksternal yang independen.

Dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya, seperti yang diatur dalam Kep-29/PM/2004, Komite audit mempunyai fungsi membantu Dewan Komisaris, berkaitan dengan :

1. Melakukan penelahaan atas informasi keuangan yang akan

dikeluarkan perusahaan,

2. Melakukan penelahaan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal dan yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan lainnya,

3. Melakukan penelahaan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor internal,

4. Melaporkan kepada Komisaris berbagai risiko yang dihadapi


(18)

5. Melakukan penelahaan dan melaporkan kepada Komisaris atas pengaduan yang berkaitan dengan perusahaan publik,

6. Menjaga kerahasiaan dokumen, data dan informasi perusahaan. Pembentukan komite audit diharapkan dapat mengurangi tindakan manajemen yang opportunistic, dan juga dapat mengurangi masalah pelaporan keuangan.

2.2. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Ringkasan Penelitian Terdahulu

No. Nama Peneliti

Judul Penelitian

Variabel Hasil Penelitian 1. Chu, dkk

(2009)

The Impact of Corporate Governance and Audit Quality on The Cost of Private Loans AISpread, GCG_Index, dan beberapa variable kontrol. Hasil menunjukkan, bahwa corporate governance dan kualitas audit berpengaruh negatif secara signifikan terhadap cost of loan ketika perusahaan memiliki probabilitas tinggi

kebangkrutan. 2. Piot dan

Monsierra (2007)

Corporate Governance, Audit Quality, and The Cost of Debt Debt Cost, Corporate Governance Quality, Audit Hanya corporate governance quality yang berpengaruh


(19)

Financing of French Listed Companies Process Quality. signifikan terhadap cost of debt, sedangkan audit quality tidak. 3. Lin, dkk

(2009)

Ownership Structure and The Cost of Corporate Borrowing. Loan Spread, Control Ownership Wedge, dan beberapa variable kontrol. Kepemilikan keluarga yang besar berpengaruh positif secara signifikan terhadap cost of borrowing. 4. Juniarti,

Sentosa (2009) Pengaruh Good Corporate Governance dan Voluntary Disclosure terhadap Biaya Utang (Cost of Debt) COD, KIND, KMAN, KINST, KUAD, VDISC, dan beberapa variabel kontrol. Hanya kepemilikan institusional dan kualitas audit yang berpengaruh negatif secara signifikan terhadap cost of debt, sedangkan kepemilikan manajerial, voluntary disclosure, dan komisaris independen tidak. 5. Robert

dan Yuan (2006)

Does Institutional Ownership Affect the Cost of Bank Borrowing? Spread, Institutional Owhership dan beberapa variabel kontrol. Kepemilikan institusional terbukti berpengaruh negatif secara signifikan terhadap cost of borrowings. 6. Anderson

dkk (2003) Board Characteristics, Accounting Report Integrity, and Board Independent, Board Size, Audit Committee Board independent, board size, audit committee


(20)

The Cost of Debt.

Structure, Audit Committee Size, Director Characteristi cs, Financial Expertise on The Audit Committee, Audit Committee Meeting Frequency, dan beberapa variabel kontrol.

structure, audit committee size, audit committee meeting frequency berpengaruh secara signifikan terhadap cost of debt.

Sumber: Dikumpulkan dari berbagai sumber

2.3. Kerangka Konseptual

Mekanisme corporate governance yang kuat dapat mengurangi default risk dari perusahaan, dimana hal ini dapat meningkatkan kepercayaan kreditor kepada pihak bank. Bank dalam memberikan pinjamannya, akan memperhatikan default risk yang dimiliki perusahaan, apakah tinggi atau rendah. Tarif biaya pinjaman yang tinggi akan diberikan bank kepada perusahaan yang default risk nya tinggi, begitu juga sebaliknya. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diuraikan kerangka pemikiran sebagai berikut :


(21)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.4 Hipotesis

Dalam penelitian ini terdapat tiga hipotesis yang akan diuji. Berikut merupakan penjelasan-penjelasan mengenai hipotesis-hipotesis berikut :

2.4.1. Pengaruh Proporsi Kepemilikan Institusional Terhadap Cost of Bank Loan

Karena adanya kemampuan yang dimiliki oleh kepemilikan institusional untuk mengendalikan pihak manajemen melalui aktivitas monitoring yang efektif, maka masalah pelaporan keuangan dapat dikurangi.Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Lin dkk (2009), dimana kepemilikan saham perusahaan oleh non institusional (dimiliki oleh keluarga), mengakibatkan perusahaan mendapatkan biaya pinjaman yang besar.Penelitian tersebut konsisten dengan penelitian Robert dan Yuan (2006), yang berasumsi bahwa

Proporsi Kepemilikan Institusional (KEP_INST)

Cost of Bank Loan (CoL) Jumlah Komite Audit

(K_AUDIT)

Proporsi Dewan Komisaris Independen


(22)

kepemilikan institusional dapat mengurangi biaya pinjaman secara signifikan.

Dari semua penelitian-penelitian tersebut, maka dapat diindikasikan bahwa kepemilikan institusional yang besar dapat mengurangi biaya pinjaman bank, sehingga menyebabkan akitivitas monitoring yang lebih ketat terhadap pihak manajemen, dan membuat pihak manajemen terdorong untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Dengan meningkatnya kinerja perusahaan, membuat default risk perusahaan menjadi lebih kecil, sehingga bank meminta return yang lebih rendah. Berdasarkan hal diatas, maka perumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah :

H1: Proporsi kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap cost of bank loan.

2.4.2. Pengaruh Jumlah Komite Audit Terhadap Cost of Bank Loan

Tujuan komite audit dibentuk dalam perusahaan adalah untuk mengurangi kinerja dewan komisaris agar lebih efektif. Dengan demikian, secara tidak langsung keberadaan komite audit dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan mengurangi masalah pelaporan keuangan.

Anderson dkk (2003) membuktikan, bahwa komite audit berbanding terbalik dengan cost of debt.Dalam melakukan tindakan monitoring, pemilik modal mempertimbangkan keefektifan kinerja komite audit sebagai jaminan atas integritas pelaporan keuangan.Hal tersebut dapat memberikan nilai positif bagi bank terhadap kelayakan perusahaan,


(23)

akibat meningkatnya kualitas pelaporan dan kinerja keuangan. Dengan tingginya tingkat kepercayaan bank, maka akan mempengaruhi bank dalam menetukan return yang diminta. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

H2: Jumlah komite audit berpengaruh negatif terhadap cost

of bank loan.

2.4.3. Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen Terhadap Cost of Bank Loan.

Indepedensi dan transparansi dalam perusahaan dapat terwujud karena adanya komisaris independen di dalam struktur dewan komisaris.Anderson dkk (2003) membuktikan bahwa biaya pinjaman berbanding terbalik dengan komisaris independen.Piot dan Monsierra (2007) juga menunjukkan bahwa proporsi dewan komisaris dapat menurunkan biaya pinjaman secara signifikan.

Adanya penelitian yang dilakukan oleh Veronica dan Bachtiar (2004) menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen yang besar dapat meningkatkan nilai perusahaan.Hal tersebut mengindikasikan bahwa dengan adanya komisaris independen, maka dapat meningkatkan kinerja manajemen, sehingga mengurangi default risk perusahaan. Dan hal inilah yang menjadi pertimbangan bank dalam menentukan return yang diminta. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :


(24)

H3: Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh


(1)

Financing of French Listed Companies Process Quality. signifikan terhadap cost of debt, sedangkan audit quality tidak. 3. Lin, dkk

(2009)

Ownership Structure and The Cost of Corporate Borrowing. Loan Spread, Control Ownership Wedge, dan beberapa variable kontrol. Kepemilikan keluarga yang besar berpengaruh positif secara signifikan terhadap cost of borrowing. 4. Juniarti,

Sentosa (2009) Pengaruh Good Corporate Governance dan Voluntary Disclosure terhadap Biaya Utang (Cost of Debt) COD, KIND, KMAN, KINST, KUAD, VDISC, dan beberapa variabel kontrol. Hanya kepemilikan institusional dan kualitas audit yang berpengaruh negatif secara signifikan terhadap cost of debt, sedangkan kepemilikan manajerial, voluntary disclosure, dan komisaris independen tidak. 5. Robert

dan Yuan (2006)

Does Institutional Ownership Affect the Cost of Bank Borrowing? Spread, Institutional Owhership dan beberapa variabel kontrol. Kepemilikan institusional terbukti berpengaruh negatif secara signifikan terhadap cost of borrowings. 6. Anderson

dkk (2003) Board Characteristics, Accounting Report Integrity, and Board Independent, Board Size, Audit Committee Board independent, board size, audit committee


(2)

The Cost of Debt.

Structure, Audit Committee Size, Director Characteristi cs, Financial Expertise on The Audit Committee, Audit Committee Meeting Frequency, dan beberapa variabel kontrol.

structure, audit committee size, audit committee meeting frequency berpengaruh secara signifikan terhadap cost of debt.

Sumber: Dikumpulkan dari berbagai sumber

2.3. Kerangka Konseptual

Mekanisme corporate governance yang kuat dapat mengurangi default risk dari perusahaan, dimana hal ini dapat meningkatkan kepercayaan kreditor kepada pihak bank. Bank dalam memberikan pinjamannya, akan memperhatikan default risk yang dimiliki perusahaan, apakah tinggi atau rendah. Tarif biaya pinjaman yang tinggi akan diberikan bank kepada perusahaan yang default risk nya tinggi, begitu juga sebaliknya. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diuraikan kerangka pemikiran sebagai berikut :


(3)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.4 Hipotesis

Dalam penelitian ini terdapat tiga hipotesis yang akan diuji. Berikut merupakan penjelasan-penjelasan mengenai hipotesis-hipotesis berikut :

2.4.1. Pengaruh Proporsi Kepemilikan Institusional Terhadap Cost of Bank Loan

Karena adanya kemampuan yang dimiliki oleh kepemilikan institusional untuk mengendalikan pihak manajemen melalui aktivitas monitoring yang efektif, maka masalah pelaporan keuangan dapat dikurangi.Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Lin dkk (2009), dimana kepemilikan saham perusahaan oleh non institusional (dimiliki oleh keluarga), mengakibatkan perusahaan mendapatkan biaya pinjaman yang besar.Penelitian tersebut konsisten dengan penelitian Robert dan Yuan (2006), yang berasumsi bahwa

Proporsi Kepemilikan Institusional (KEP_INST)

Cost of Bank Loan (CoL) Jumlah Komite Audit

(K_AUDIT)

Proporsi Dewan Komisaris Independen


(4)

kepemilikan institusional dapat mengurangi biaya pinjaman secara signifikan.

Dari semua penelitian-penelitian tersebut, maka dapat diindikasikan bahwa kepemilikan institusional yang besar dapat mengurangi biaya pinjaman bank, sehingga menyebabkan akitivitas monitoring yang lebih ketat terhadap pihak manajemen, dan membuat pihak manajemen terdorong untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Dengan meningkatnya kinerja perusahaan, membuat default risk perusahaan menjadi lebih kecil, sehingga bank meminta return yang lebih rendah. Berdasarkan hal diatas, maka perumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah :

H1: Proporsi kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap cost of bank loan.

2.4.2. Pengaruh Jumlah Komite Audit Terhadap Cost of Bank Loan

Tujuan komite audit dibentuk dalam perusahaan adalah untuk mengurangi kinerja dewan komisaris agar lebih efektif. Dengan demikian, secara tidak langsung keberadaan komite audit dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan mengurangi masalah pelaporan keuangan.

Anderson dkk (2003) membuktikan, bahwa komite audit berbanding terbalik dengan cost of debt.Dalam melakukan tindakan monitoring, pemilik modal mempertimbangkan keefektifan kinerja komite audit sebagai jaminan atas integritas pelaporan keuangan.Hal tersebut dapat memberikan nilai positif bagi bank terhadap kelayakan perusahaan,


(5)

akibat meningkatnya kualitas pelaporan dan kinerja keuangan. Dengan tingginya tingkat kepercayaan bank, maka akan mempengaruhi bank dalam menetukan return yang diminta. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

H2: Jumlah komite audit berpengaruh negatif terhadap cost

of bank loan.

2.4.3. Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen Terhadap Cost of Bank Loan.

Indepedensi dan transparansi dalam perusahaan dapat terwujud karena adanya komisaris independen di dalam struktur dewan komisaris.Anderson dkk (2003) membuktikan bahwa biaya pinjaman berbanding terbalik dengan komisaris independen.Piot dan Monsierra (2007) juga menunjukkan bahwa proporsi dewan komisaris dapat menurunkan biaya pinjaman secara signifikan.

Adanya penelitian yang dilakukan oleh Veronica dan Bachtiar (2004) menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen yang besar dapat meningkatkan nilai perusahaan.Hal tersebut mengindikasikan bahwa dengan adanya komisaris independen, maka dapat meningkatkan kinerja manajemen, sehingga mengurangi default risk perusahaan. Dan hal inilah yang menjadi pertimbangan bank dalam menentukan return yang diminta. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :


(6)

H3: Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh


Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Cost of Bank Loans Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftra di BEI Periode 2006-2010

4 94 95

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP BIAYA MODAL(STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI PERIODE TAHUN 2010-2014)

4 23 76

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA (STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI PERIODE 2010-2012).

0 2 17

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN MANUFAKTUR Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Perusahaan Manufaktur (Studi Empiris Laporan Keuangan Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI, periode 2010-2012).

0 2 19

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP COST OF DEBT PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA.

1 15 36

Analisis Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Cost of Bank Loans Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftra di BEI Periode 2006-2010

0 0 13

Analisis Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Cost of Bank Loans Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftra di BEI Periode 2006-2010

0 0 2

Analisis Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Cost of Bank Loans Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftra di BEI Periode 2006-2010

0 0 7

Analisis Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Cost of Bank Loans Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftra di BEI Periode 2006-2010

0 0 2

Analisis Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Cost of Bank Loans Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftra di BEI Periode 2006-2010

0 0 10