TAP.COM - JURNAL HUBUNGAN ANTARA STRES DENGAN AGRESI PADA ...

JURNAL
HUBUNGAN ANTARA STRES
DENGAN AGRESI PADA IBU
RUMAH TANGGA YANG TIDAK
BEKERJA
Noviyan Mumtahinnah
Fakultas Psikologi
Universitas Gunadarma
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji
hubungan antara stres dengan agresi pada
ibu rumah tangga yang tidak bekerja.
Ibu rumah tangga yang tidak bekerja
atau singkatnya disebut ibu rumah tangga,
memiliki pengertian sebagai wanita yang
lebih banyak menghabiskan waktunya
dirumah, mempersembahkan waktunya
untuk memelihara anak-anak dan
mengasuh menurut pola-pola yang
diberikan masyarakat (Dwijayanti, 1999).
Sedangkan Vuuren (dalam Dwijayanti,

1999), menyatakan bahwa pekerjaan
kaum wanita adalah memasak dirumah,
menjahit, berbelanja, menyetrika pakaian
dan mengurus anak. Banyaknya tuntutan
pekerjaan dan tanggungjawab sebagai ibu
rumah tangga dengan pekerjaan yang
cenderung monoton dapat menimbulkan
stres.
Koeswara (1988) mengatakan bahwa
stres bisa muncul berupa stimulus
eksternal (sosiologis atau situasional) dan
bisa berupa stimulus internal (intrapsikis),
yang diterima atau dialami individu
sebagai hal yang tidak menyenangkan
atau menyebabkan serta menuntut
penyesuaian dan atau menghasilkan efek,
baik somatik maupun behavioral. Efek
stres yang menjadi fokus pembahasan

adalah

efek
behavioral
kemunculan agresi.

berupa

Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah stres dan variabel terikat dalam
penelitian ini adalah agresi. Ibu rumah
tangga yang tidak bekerja diminta
mengisi kuesioner skala stres dan skala
agresi. Jumlah responden yang di ambil
adalah 100 orang.
Dari 58 item skala yang di uji
cobakan terdapat 45 item yang valid dan
13 item yang gugur dan diperoleh nilai
reliabilitas sebesar 0,905. Dari 52 item
skala agresi yang diuji cobakan terdapat
35 item yang valid dan 17 item yang
gugur dan nilai reliabilitas sebesar 0,890.

Berdasarkan analisis data yang dilakukan
dengan menggunakan teknik korelasi
Karl Pearson, diketahui nilai r yang
diperoleh adalah sebesar 0,659 dengan
signifikansi 0,000 (p< 0,01).
Dari hasil tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara stres dengan agresi pada
ibu rumah tangga yang tidak bekerja.
Dengan
demikian
hipotesis
yang
menyatakan ada hubungan antara stres
dengan agresi pada ibu rumah tangga yag
tidak bekerja diterima.
Kata kunci: Stres, Agresi, Ibu rumah
tangga yang tidak bekerja.

PENDAHULUAN

Keluarga merupakan organisasi
sosial terkecil dan sangat penting dalam
kelompok sosial. Keluarga merupakan
lembaga paling utama dan paling pertama
bertanggungjawab di tengah masyarakat
dalam menjamin kesejahteraan sosial dan
kelestarian biologis anak manusia; karena
di tengah keluargalah anak manusia

dilahirkan serta dididik sampai menjadi
dewasa (Kartono, 1992).
Menurut Wallace (dalam Ihromi
1995), anggota keluarga terdiri dari suami
atau ayah, istri atau ibu, serta anak-anak
baik laki-laki maupun perempuan. Sesuai
dengan statusnya, masing-masing anggota
keluarga memiliki peran yang fungsinya
saling menunjang. Seorang suami atau
ayah memiliki peran yang dikaitkan
dengan keperkasaan dan perlindungan.

Menurut Dagun (1990), ayah juga aktif di
luar rumah mencari nafkah. Menurut
Wallace (dalam Ihromi, 1995) istri atau
ibu berperan ekspresif, yaitu peran yang
dikaitkan
dengan
kasih
sayang,
pelayanan,
pengasuhan
atau
pemeliharaan. Menurut Kartono (1992),
seorang ibu berperan sebagai istri,
sebagai ibu dan pendidik bagi anakanaknya dan sebagai pengatur rumah
tangganya.
Di dalam keluarga, ibu memiliki
peran yang sangat penting bagi anak.
Menurut Sukmana (1995), ibu berperan
sebagai pembimbing, pendidik dan guru
di rumah bagi anaknya. Freud (dalam

Dagun, 1990) menempatkan tokoh ibu
paling penting dalam perkembangan
seorang anak
Ibu rumah tangga yang tidak bekerja
atau singkatnya disebut ibu rumah tangga,
memiliki pengertian sebagai wanita yang
lebih banyak menghabiskan waktunya di
rumah, mempersembahkan waktunya
untuk memelihara anak-anak dan
mengasuh menurut pola-pola yang
diberikan masyarakat (Dwijayanti, 1999).
Seorang ibu rumah tangga yang
memilih full time mengurus rumah
tangganya,
ia
disibukkan
dengan
bermacam-macam
pekerjaan
rumah

tangga dalam setiap harinya. Vuuren
(dalam Dwijayanti, 1999) menyatakan
bahwa pekerjaan kaum wanita adalah

memasak di rumah, menjahit, berbelanja,
menyetrika pakaian dan mengurus anak.
Menurut Sukmana (1995), tugas ibu
rumah tangga dalam kehidupan keluarga
yaitu mengatur tata laksana rumah tangga
sehingga kondisi keluarga menjadi teratur
dan rapih
Ibu rumah tangga dituntut untuk
mengerjakan berbagai macam pekerjaan
rumah tangga dalam setiap harinya
dengan jam kerja yang tidak terbatas
karena
berlangsung
terus-menerus.
Menurut Smet (1994), tuntutan kerja yang
terlalu banyak dan beban kerja yang berat

dapat menimbulkan stres. Sedangkan
menurut Korchin (dalam Prabowo, 1998),
keadaan stres muncul apabila tuntutantuntutan yang luar biasa atau terlalu
banyak mengancam kesejahteraan dan
integritas seseorang.
Stres bisa berdampak negatif atau
positif. Menurut Rini (2002) stres bisa
berdampak pada interaksi interpersonal,
orang yang sedang stres akan lebih
sensitif dibandingkan orang yang tidak
dalam kondisi stres. Pada tingkat stres
yang berat, orang bisa menjadi depresi,
kehilangan rasa percaya diri dan harga
diri. Akibatnya, ia lebih banyak menarik
diri dari lingkungan, jarang berkumpul
dengan
sesamanya,
lebih
suka
menyendiri, mudah tersinggung, mudah

marah dan mudah emosi.
Salah satu dampak negatif lainnya
dari
stres
adalah
munculnya
kecenderungan perilaku agresi. Menurut
Koeswara (1988), stres bisa muncul
berupa stimulus eksternal (sosiologis atau
situasional) dan bisa berupa stimulus
internal (intrapsikis), yang diterima atau
dialami individu sebagai hal yang tidak
menyenangkan atau menyebabkan serta
menuntut
penyesuaian
dan
atau
menghasilkan efek, baik somatik maupun
behavioral. Salah satu efek behavioral


dari stres adalah berupa kemunculan
agresi. Moore dan Fine (dalam Koeswara,
1988) mendefinisikan agresi sebagai
tingkah laku kekerasan secara fisik
ataupun secara verbal terhadap individu
lain atau terhadap objek.
Menurut Krahe (2005), dalam
hubungannya dengan jenis kelamin
pelaku penganiayaan, beberapa sumber
menunjukkan bahwa perempuan lebih
sering terlibat dalam penganiayaan anak
dibandingkan laki-laki. Hal ini antara lain
karena merekalah yang kebanyakan
bertanggung jawab mengasuh anak,
terutama anak-anak yang masih kecil.
Dengan demikian, mereka pulalah yang
lebih
berkemungkinan
menghadapi
masalah-masalah dalam interaksinya

dengan anak, yang kemudian mengarah
pada kekerasan.
Dari
uraian
dimuka,
maka
permasalahan yang ingin dikaji dalam
penelitian ini adalah apakah ada
hubungan
antara
stres
dengan
kecenderungan perilaku agresi pada ibu
rumah tangga yang tidak bekerja ?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
menguji hubungan antara stres dengan
agresi pada ibu rumah tangga yang tidak
bekerja.
Manfaat Penelitian
Manfaat Teoritis, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi
yang bermanfaat dan masukan bagi
perkembangan ilmu psikologi, khususnya
psikologi sosial dan psikologi kesehatan
mental serta dapat menjadi masukan yang
berguna bagi penelitian lebih lanjut

mengenai stres, agresi dan ibu rumah
tangga.
Manfaat Praktis, hasil penelitian ini
menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan antara stres dengan agresi pada
ibu rumah tangga yang tidak bekerja. Ini
berarti bahwa ibu rumah tangga yang
tidak bekerja mudah melakukan agresi
yang disebabkan adanya stres. Stres
tersebut mudah timbul karena ibu rumah
tangga yang tidak bekerja menghadapi
situasi yang monoton dengan tuntutan
kerja yang terlalu banyak dan dilakukan
dalam setiap harinya. Penelitian ini juga
diharapkan dapat menambah pengetahuan
dan memberi masukan khususnya bagi
para ibu rumah tangga yang tidak bekerja
dan para wanita sebagai calon ibu rumah
tangga dalam mengelola stresnya ke arah
yang positif untuk meminimalkan
kecenderungan untuk berperilaku agresi
dalam kehidupan berumah tangga.
TINJAUAN PUSTAKA
Stres
Definisi Stres, Selye (dalam Prabowo,
1998) mendefinisikan stres sebagai
respon yang tidak spesifik dari tubuh
pada tiap tuntutan yang dikenakan
padanya. Sedangkan Korchin (dalam
Prabowo, 1998) menyatakan bahwa
keadaan stres muncul apabila tuntutantuntutan yang luar biasa atau terlalu
banyak mengancam kesejahteraan atau
integritas seseorang.
Dari beberapa definisi, dapat
disimpulkan bahwa stres merupakan
suatu keadaan psikologis individu yang
disebabkan oleh tuntutan-tuntutan yang
terlalu banyak yang bersumber dari
kondisi internal maupun lingkungan
eksternal
sehingga
terancam
kesejahteraannya.

Jenis Stres
Holahan (dalam Prabowo, 1998)
menyebutkan jenis stres yang dibedakan
menjadi dua bagian, yaitu Systemic stress
dan Psychological stress sebagai berikut :
a. Systemic stress
Systemic
stress
didefinisikan oleh Selye sebagai
respon non spesifik dari tubuh
terhadap tuntutan lingkungan.
b. Psychological Stress
Menurut Lazarus (dalam
Prabowo, 1998) psychological
terjadi
ketika
individu
menjumpai kondisi lingkungan
yang penuh stres sebagai
ancaman yang secara kuat
menantang atau melampaui
kemampuan copingnya.
Tahapan Stres
Selye (dalam Munandar, 2001)
mengidentifikasikan 3 tahap dalam
respon sistemik tubuh terhadap kondisikondisi penuh stres, yang diistilahkan
General Adaptation Syndrome (GAS),
yaitu :
a. Alarm Reaction
Organisme berorientasi pada
tuntutan yang diberikan oleh
lingkungannya
dan
mulai
menghayatinya sebagai ancaman.
b. Resistance (perlawanan)
Organisme memobilisasi sumbersumbernya
supaya
mampu
menghadapi tuntutan.
c. Exhaustion
Jika tuntutan berlangsung lama,
maka sumber-sumber penyesuaian
ini mulai habis dan organisme
akan kehabisan tenaga. Jika reaksi
badan tidak cukup, berlebihan,

atau salah, maka reaksi badan itu
sendiri
dapat
menimbulkan
penyakit (diseases of adptation)
Sumber-sumber Stres
Sarafino (dalam Smet, 1994)
membedakan sumber-sumber stres, yaitu
dalam diri individu, keluarga, komunitas
dan masyarakat.
a. Sumber-sumber stres di dalam diri
seseorang
Menurut Sarafino (dalam Smet,
1994) kadang-kadang sumber stres itu
ada di dalam diri seseorang. Tingkatan
stres yang muncul tergantung pada
keadaan rasa sakit dan umur individu
b. Sumber-sumber stres di dalam keluarga
Stres di sini dapat bersumber dari
interaksi di antara para anggota
keluarga.
c. Sumber-sumber stres di dalam
komunitas dan lingkungan
Beberapa
pengalaman
stres
orangtua bersumber dari pekerjaannya,
dan lingkungan yang stresfull sifatnya.
d. Pekerjaan
Diantara
faktor-faktor
yang
membuat suatu pekerjaan itu stressfull
adalah tuntutan kerja.
e. Stres yang berasal dari lingkungan
Lingkungan yang dimaksudkan di
sini adalah lingkungan fisik, seperti:
kebisingan,
suhu
terlalu
panas,
kesesakan.
Gejala-gejala Stres
Menurut Vlisides, Eddy dan Mozie
(dalam Rice, 1998) secara umum, gejala
stres diidentifikasikan ke dalam 4 tipe
yang berbeda, yaitu : perilaku, emosi,
kognitif dan fisik.

Gejala Perilaku, banyak diantara
perilaku yang menunjukkan stres
diantaranya yaitu penundaan dan
menghindar, menarik diri dari teman dan
keluarga, kehilangan nafsu makan dan
tenaga, emosi yang meledak dan agresi,
memulai atau peningkatan penggunaan
obat-obatan secara dramatis, perubahan
pola tidur, melalaikan tanggungjawab,
penurunan produktifitas dalam diri
seseorang.
Gejala Emosi, sebagian besar gejala
emosi pada stres adalah kecemasan,
ketakutan, cepat marah dan depresi.
Gejala lainnya yaitu frustrasi, perasaan
yang tidak menentu dan kehilangan
kontrol. Di dalam pekerjaan, stres
ditunjukkan dengan kehilangan semangat
dan penurunan kepuasan kerja.
Gejala Kognitif, di antara sebagian besar
gejala mental atau kejiwaan dari stres
adalah
kehilangan
motivasi
dan
konsentrasi. Hal ini terlihat pada
seseorang yang kehilangan kemampuan
untuk memusatkan perhatian pada tugas
yang
diberikan
dan
kehilangan
kemampuan untuk menyelesaikan tugas
dengan baik. Gejala mental lainnya
adalah kecemasan yang berlebihan,
kehilangan ingatan, kesalahan persepsi,
kebingungan, terjadi pengurangan daya
tahan tubuh dalam membuat keputusan,
lemah dalam menyelesaikan masalah
terutama selama krisis, mengasihani diri
sendiri, kehilangan harapan.
Gejala Fisik, di antara gejala fisik dari
stres adalah kelelahan secara fisik dan
keadaan fisik yang lemah, migran dan
kepala
pusing,
sakit
punggung,
ketegangan otot yang ditandai dengan
gemetaran dan kekejangan. Dalam sistem
cardiovascular, stres ditandai dengan
percepatan denyut jantung, hipertensi dan
proses atherosclerotic yang buruk.

Dampak-dampak Stres
Dampak stres kerja bagi individu
adalah munculnya masalah-masalah yang
berhubungan
dengan
kesehatan,
psikologis dan interaksi interpersonal
(Rini, 2002).
Kesehatan, sistem kekebalan tubuh
manusia bekerja sama secara integral
dengan sistem fisiologis lain, dan
kesemuanya berfungsi untuk menjaga
keseimbangan tubuh, baik fisik maupun
psikis yang cara kerjanya diatur oleh otak
Psikologis, stres berkepanjangan akan
menyebabkan ketegangan dan kekuatiran
yang
terus-menerus.
Stres
kronis
umumnya terjadi di seputar masalah
kemiskinan, kekacauan keluarga, terjebak
dalam perkawinan yang tidak bahagia,
atau masalah ketidakpuasan kerja.
Akibatnya orang akan terus-menerus
merasa tertekan dan kehilangan harapan.
Interaksi interpersonal, orang stres
cenderung mengaitkan segala sesuatu
dengan dirinya. Pada tingkat stres yang
berat, orang bisa menjadi depresi,
kehilangan rasa percaya diri dan harga
diri. Akibatnya, ia lebih banyak menarik
diri dari lingkungan, tidak lagi mengikuti
kegiatan yang biasa dilakukan, jarang
berkumpul dengan sesamanya, lebih suka
menyendiri, mudah tersinggung, mudah
marah dan mudah emosi.
Agresi
Definisi Agresi, Menurut Aronson
(dalam Koeswara, 1988) agresi adalah
tingkah laku yang dijalankan oleh
individu dengan maksud melukai atau
mencelakakan individu lain dengan
ataupun tanpa tujuan tertentu. Sedangkan
Moore dan Fine (dalam Koeswara, 1988)
mendefinisikan agresi sebagai tingkah
laku kekerasan secara fisik ataupun secara

verbal terhadap
terhadap objek.

individu

lain

atau

Dari
beberapa
definisi,
dapat
disimpulkan bahwa agresi merupakan
tingkah laku individu baik secara fisik
atau lisan dengan maksud untuk
menyakiti atau melukai individu lain atau
terhadap objek dengan ataupun tanpa
tujuan tertentu
Aspek-aspek Perilaku Agresi
Definisi
agresi
disajikan
berdasarkan fokusnya terhadap tiga aspek
yaitu akibat merugikan/menyakitkan, niat,
dan harapan untuk merugikan, dan
keinginan orang yang menjadi sasaran
agresi untuk menghindari stimuli yang
merugikan itu (Krahe, 2005).

3. Irritability :Kesiapan untuk marah
meliputi temper yang cepat dan
kekasaran.
4. Negativisme
: Tingkah laku
menantang, termasuk penolakan untuk
bekerjasama, menolak untuk patuh dan
pembangkangan.
5. Resentment :Iri dan rasa benci terhadap
orang lain.
6. Kecurigaan : Ketidakpercayaan dan
proyeksi permusuhan terhadap orang
lain, bentuk ekstrim dari kecurigaan ini
adalah paranoia.
7. Agresi Verbal: Berdebat, berteriak,
menjerit, mengancam dan memaki.
Faktor-faktor Pengarah dan Pencetus
Agresi:

Tipe-tipe dan Bentuk-bentuk Agresi
Pembagian agresi yang lebih
lengkap diajukan oleh Kenneth Moyer
(dalam Koeswara, 1988) yang merinci
agresi ke dalam tujuh tipe agresi sebagai
berikut:
agresi
Predatori,
agresi
antarjantan, agresi ketakutan,
agresi
tersinggung, agresi pertahanan, agresi
maternal, agresi instrumental
Buss dan Durkee (dalam Edmunds &
Kendrick,
1980)
menggolongkan
beberapa bentuk tindakan agresif yang
secara operasional dapat digunakan untuk
mengukur agresi,yaitu sebagai berikut :
1.Penyerangan : Kekerasan fisik terhadap
manusia termasuk perkelahian, tidak
termasuk pengrusakan properti.
2.Agresi tidak langsung : Menyebarkan
gosip yang berkonotasi negatif, gurauan
yang negatif dan tepertantrum.

a.
Frustrasi,
Berkowitz
(dalam
Koeswara, 1988) mengatakan bahwa
frustrasi ٛ ias mengarahkan individu
kepada bertindak agresif.
b. Stres, menurut Koeswara (1988), stres
bisa muncul berupa stimulus eksternal
(sosiologis atau situasional) dan bisa
berupa stimulus internal (intrapsikis),
yang diterima atau dialami individu
sebagai hal yang tidak menyenangkan
atau menyebabkan serta menuntut
penyesuaian dan atau menghasilkan efek,
baik somatik maupun behavioral. Efek
stres yang menjadi fokus pembahasan
adalah
efek
behavioral
berupa
kemunculan agresi.
1). Stres Internal
Meninger
(dalam
Koeswara,
1988)
juga
mengungkapkan bahwa tingkah
laku yang tidak terkendali,
termasuk didalamnya agresi,
adalah akibat dari kegagalan ego

untuk mengadaptasi hambatanhambatan,
sekaligus
sebagai
upaya
untuk
memelihara
keseimbangan intrapsikis.
2). Stres Eksternal
Menurut Schlesinger dan Revitch
(dalam Koeswara, 1988), kondisikondisi lain yang bisa menjadi
sumber stres eksternal yang pada
gilirannya
bisa
memicu
kemunculan agresi adalah :
a.Isolasi
b.Kepadatan penduduk dan atau
sempitnya ruang hidup
c.Kekurangan privacy
d.Ketidakbebasan
e.Irama kehidupan yang rutin dan
monoton
f.Perpindahan tempat tinggal atau
mobilisasi sosial
c. Deindividuasi
d. Kekuasaan dan kepatuhan
e. Efek senjata
f. Provokasi
g. Alkohol dn obat-obatan
h. Suhu udara
Agresi dalam Rumah Tangga
Agresi yang ditimbulkan oleh
stres eksternal tidak hanya terjadi di
lingkungan sosial yang luas, tetapi bisa
dan sering ditemukan di lingkungan atau
kelompok sosial paling kecil yang
semestinya merupakan tempat yang
paling aman dan nyaman yaitu keluarga
(Koeswara, 1988).
Straus (dalam Koeswara, 1988)
mengemukakan
bahwa
tindakan
kekerasan atau agresi di lingkungan
keluarga sangat umum dan hampir
universal.
Para
peneliti
telah
mengidentifikasi
variabel-variabel
personal maupun situasional yang

berhubungan dengan peningkatan risiko
penganiayaan fisik. Dalam hubungannya
dengan
jenis
kelamin
pelaku
penganiayaan,
beberapa
sumber
menunjukkan bahwa perempuan lebih
sering terlibat dalam penganiayaan anak
dibandingkan laki-laki. Hal ini antara lain
karena merekalah yang kebanyakan
bertanggung jawab mengasuh anak,
terutama anak-anak yang masih kecil.
Dengan demikian, mereka pulalah yang
lebih
berkemungkinan
menghadapi
masalah-masalah dalam interaksinya
dengan anak, yang kemudian mengarah
pada kekerasan (Krahe, 2005).
Stres merupakan salah satu
penyebab munculnya agresi. Menurut
Schlesinger
dan
Revitch
(dalam
Koeswara, 1988), tanpa adanya stres,
agresi dalam keluarga itu kecil
kemungkinannya untuk terjadi.
Ibu Rumah Tangga
Ibu rumah tangga yang tidak
bekerja atau singkatnya disebut ibu rumah
tangga, memiliki pengertian sebagai
wanita yang lebih banyak menghabiskan
waktunya di rumah, mempersembahkan
waktunya untuk memelihara anak-anak
dan mengasuh menurut pola-pola yang
diberikan masyarakat (Dwijayanti, 1999).
Sedangkan Vuuren (dalam Dwijayanti,
1999), menyatakan bahwa pekerjaan
kaum wanita adalah memasak di rumah,
menjahit, berbelanja, menyetrika pakaian
dan mengurus anak
Menurut Kartono (1992), ibu
memiliki peranan sebagai berikut:
Peranan sebagai istri, mencakup sikap
hidup yang mantap, bisa mendampingi
suami dalam situasi yang bagaimanapun
juga, disertai rasa kasih sayang,
kecintaan, loyalitas dan kesetiaan pada
partner hidupnya.

Peranan
sebagai
partner
seks,
mengimplikasi hal sebagai berikut:
terdapatnya hubungan hetero-seksual
yang memuaskan, tanpa disfungsi
(gangguan-gangguan fungsi) seks.
Fungsi sebagai ibu dan pendidik, bila
ibu tersebut mampu menciptakan iklim
psikis yang gembira-bahagia dan bebas:
sehingga suasana rumah tangga menjadi
semarak, dan bisa memberikan rasa aman,
bebas, hangat, menyenangkan serta penuh
kasih sayang.
Peranan wanita sebagai pengatur
rumah tangga, Dalam hal ini terdapat
relasi-relasi formal dan semacam
pembagian kerja (devision of labour):
dimana suami terutama sekali bertindak
sebagai pencari nafkah, dan istri
berfungsi sebagai pengurus rumah tangga.
Peranan sebagai partner hidup, peranan
sebagai partner hidup memerlukan: tact,
kebijaksanaan, mampu berpikiran luas,
dan sanggup mengikuti gerak langkah
atau karier suaminya.
Hubungan Antara Stres Dengan Agresi
Pada Ibu Rumah Tangga Yang Tidak
Bekerja
Stres merupakan suatu hal yang
wajar bila terjadi dalam diri individu.
Stres bisa bersumber dari dalam individu
maupun dari luar individu. Seperti yang
dikatakan Lazarus (dalam Prabowo,
1998) stres adalah suatu keadaan
psikologis individu yang disebabkan
karena individu dihadapkan pada situasi
internal dan eksternal.
Dalam kehidupan ini, setiap individu
tidak dapat terlepas dari stres. Hal ini
dikarenakan
dalam
menjalani
kehidupannya, setiap individu tentunya
akan mengalami tekanan-tekanan ataupun
tuntutan-tuntutan baik yang berasal dari

dalam individu maupun dari lingkungan
yang terkadang tuntutan-tuntutan ataupun
tekanan tersebut melebihi kemampuan
individu tersebut untuk mengatasinya.
Tuntutan yang terlalu banyak dapat
membuat individ terkena stres. Korchin
(dalam Prabowo, 1998) menyatakan
bahwa keadaan stres muncul apabila
tuntutan-tuntutan yang luar biasa atau
terlalu banyak mengancam kesejahteraan
dan integritas seseorang.
Stres juga bisa terjadi pada ibu
rumah tangga, terutama ibu rumah tangga
yang tidak bekerja. Seorang ibu rumah
tangga memiliki berbagai macam
pekerjaan dan tanggung jawab dalam
kehidupan rumah tangganya. Ibu rumah
tangga yang setiap harinya mengurus
rumah tangga dari pagi hingga malam,
dituntut
untuk
melakukan
semua
pekerjaan rumah tangga mulai dari
mengatur rumah dan keuangan, mencuci
dan menyetrika pakaian, berbelanja dan
memasak, mengurus anak dan suami,
membimbing dan mendidik serta guru di
rumah bagi anaknya, dan berbagai
pekerjaan
rumah
tangga
lainnya.
Banyaknya tuntutan pekerjaan yang harus
dilakukan oleh ibu rumah tangga dalam
setiap harinya sebagai tanggung jawab
atas tuntutan peran yang dimilikinya,
dapat memicu munculnya stres. Menurut
Smet (1994), pekerjaan-pekerjaan yang
menuntu tanggung jawab bagi kehidupan
manusia juga dapat mengakibatkan stres.
Dan diantara faktor-faktor yang membuat
suatu pekerjaan itu stressfull adalah
tuntutan kerja. Salah satu tuntutan kerja
yang dapat menimbulkan stres adalah
pekerjaan itu mungkin terlalu banyak.
Stres bisa berdampak bagi
individu maupun lingkungan yang berada
di sekitar individu yang terkena stres
tersebut. Salah satu dampak stres
diantaranya adalah munculnya agresi.

Karena menurut koeswara (1988) stres
merupakan salah satu faktor pengarah dan
pencetus munculnya agresi baik stres
internal maupun stres eksternal.
Stres merupakan salah satu faktor
yang dapat mengakibatkan munculnya
agresi. Seperti yang dikatakan Koeswara
(1988), yaitu stres bisa muncul berupa
stimulus eksternal (sosiologis atau
situasional) dan bisa berupa stimulus
internal (intrapsikis), yang diterima atau
dialami oleh individu sebagai hal yang
tidak menyenangkan atau menyakitkan
serta menuntut penyesuaian dan atau
menghasilkan efek, baik somatik maupun
behavioral. Salah satu efek behavioral
adalah berupa kemunculan agresi. Moore
dan Fine (dalam Koeswara, 1988)
mendefinisikan agresi sebagai tingkah
laku kekerasan secara fisik ataupun secara
verbal terhadap individu lain atau
terhadap objek.
Dalam keluarga, agresi dapat
dilakukan oleh perempuan khususnya ibu
rumah tangga karena ibu rumah tangga
yang tidak bekerja memiliki frekuensi
yang lebih banyak dalam mengurus anak
dan rumah tangga dibandingkan dengan
ibu rumah tangga yang bekerja. Krahe
(2005) menyebutkan, beberapa sumber
menunjukkan bahwa perempuan lebih
sering terlibat dalam penganiayaan anak
dibandingkan laki-laki. Hal ini antara lain
karena merekalah yang kebanyakan
bertanggung jawab mengasuh anak,
terutama anak-anak yang masih kecil.
Dengan demikian, mereka pulalah yang
lebih
berkemungkinan
menghadapi
masalah-masalah dalam interaksinya
dengan anak, yang kemudian mengarah
pada kekerasan.
Pekerjaan yang dilakukan ibu
rumah tangga cenderung monoton karena
dalam setiap harinya harus melakukan

bermacam-macam
pekerjaan
rumah
tangga dari pagi hingga malam dengan
jam kerja yang tidak terbatas karena
berlangsung dalam setiap harinya. Hal ini
merupakan salahsatu penyebab stres yang
dapat menyebabkan agresi. Menurut
Schlesinger
dan
Revitch
(dalam
Koeswara, 1988), salah satu kondisi yang
bisa menjadi sumber stres eksternal yang
pada gilirannya bisa memicu kemunculan
agresi adalah irama kehidupan yang rutin
dan monoton. Kecenderungan perilaku
agresi dapat muncul baik berupa verbal
maupun nonverbal.
Dari uraian di atas, dapat kita lihat
adanya hubungan antara stres dengan
agresi pada ibu rumah tangga. Hal ini
juga didukung dengan pernyataan tanpa
adanya stres, agresi dalam keluarga itu
kecil kemungkinannya untuk terjadi
(Schlesinger
dan
Revitch,
dalam
Koeswara, 1988)
Hipotesis
Dalam penelitian ini, hipotesis
yang diajukan adalah terdapat hubungan
yang positif antara stres dengan agresi
pada ibu rumah tangga yang tidak
bekerja. Semakin tinggi stres yang
dialami oleh ibu rumah tangga yang tidak
bekerja, maka semakin tinggi pula
agresinya. Sebaliknya, semakin rendah
stres yang di alami pada ibu rumah tangga
yang tidak bekerja, maka semakin rendah
pula agresi yang dilakukan.
METODE PENELITIAN
Identifikasi Variabel-variabel
Penelitian
Dalam penelitian ini beberapa
variabel yang akan dikaji adalah:
Variabel bebas
: Stres
Variabel terikat
: Agresi

Definisi Operasional Variabel-variabel
Penelitian
Definisi Operasional dalam penelitian ini
adalah:
1. Stres adalah suatu keadaan psikologis
individu yang disebabkan oleh
tuntutan-tuntutan yang terlalu banyak
yang bersumber dari kondisi internal
maupun
lingkungan
eksternal
sehingga terancam kesejahteraannya.
Dimensi-dimensi dalam penelitian ini
adalah gejala-gejala dari stres
menurut Vlisides, Eddy dan Mozie
(dalam Rice, 1998) yaitu : gejala
perilaku, gejala emosi, gejala kognitif,
dan gejala fisik. Dalam penelitian ini,
stres diukur dengan menggunakan
skala stres.
2. Agresi adalah tingkah laku individu
baik secara fisik atau lisan dengan
maksud untuk menyakiti atau melukai
individu lain atau terhadap objek
dengan ataupun tanpa tujuan tertentu.
Dalam penelitian ini, agresi dapat
diukur dengan menggunakan skala
dari bentuk-bentuk agresi. Buss dan
Durkee (dalam Edmunds & Kendrick,
1980)
menggolongkan
beberapa
bentuk tindakan agresif yang dapat
digunakan untuk mengukur agresi,
yaitu: penyerangan, agresi tidak
langsung, irritability, negativisme,
resentment, kecurigaan, dan agresi
verbal.
Subjek Penelitian, pada penelitian ini,
subjek yang akan diambil adalah ibu
rumah tangga khususnya yang tidak
bekerja. Subjek yang di ambil dengan
jumlah sekitar lebih atau sama dengan 30
responden.

Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini akan
digunakan metode kuesioner sebagai alat
pengumpulan data. Metode kuesioner
dibagi atas daftar isian identitas subjek,
skala stres dan skala agresi.
Skala Stres, Stres dapat diukur dengan
menggunakan skala stres yang disusun
berdasarkan gejala-gejala yang timbul
pada individu yang mengalami stres yang
meliputi: gejala perilaku, gejala emosi,
gejala kognitif, dan gejala fisik yang
dikemukakan oleh Vlisides, Eddy, dan
Mozie (dalam Rice, 1998).
Skala Agresi, agresi dapat diukur dengan
menggunakan skala agresi yang disusun
berdasarkan skala dari bentuk-bentuk
agresi menurut Buss dan Durkee (dalam
Edmunds & Kendrick, 1980) yang
menggolongkan
beberapa
bentuk
tindakan agresif yang dapat digunakan
untuk
mengukur
agresi,
yaitu:
penyerangan, agresi tidak langsung,
irritability, negativisme, resentment,
kecurigaan, dan agresi verbal.
Penelitian ini akan menggunakan
kuesioner sebagai alat pengumpulan data
yang berupa skala model Likert.
Pernyataan-pernyataan
tersebut
digolongkaan ke dalam pernyataan yang
bersifat favorable dan unfavorable.
Masing-masing pernyataan terdiri dari
empat alternatif jawaban, yaitu jawaban
Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak
Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS).
Validitas
dan
Reliabilitas
Pengumpulan data

Alat

Validitas berasal dari kata validity
yang mempunyai arti sejauhmana
ketepatan
dan
kecermatan
suatu
instrument
pengukur
(tes)
dalam
melakukan fungsi ukurnya (Azwar,

1996). Uji validitas dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan metode
Correlation Coefficients Pearson yaitu
dengan mengukur korelasi antara butirbutir pertanyaan dengan skor pertanyaan
secara keseluruhan.
Reliabilitas
merujuk
pada
konsistensi skor yang dicapai oleh orang
yang sama ketika mereka diuji ulang
dengan tes yang sama pada kesempatan
yang bebeda, atau dengan seperangkat
butir-butir ekuivalen (equivalent Items)
yang berbeda, atau dibawah kondisi
pengujian yang berbeda (Anastasi dan
Urbina, 1997). Untuk menguji reliabilitas
dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan Koefisien Cronbach Alpha.
Uji Validitas dan reliabilitas dilakukan
dengan bantuan program komputer SPSS
ver 12.0 for Windows.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang
digunakan adalah dengan metode korelasi
Product Momen dari Karl Pearson. Yaitu
menganalisis hubungan antara stres (X1)
sebagai prediktor dan agresi (X2) sebagai
kriterium.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persiapan
Penelitian,
Persiapan
penelitian di awali dengan penyusunan
skala stress dan skala perilaku agresi.
Pada skala stres dipersiapkan 58 item
pernyataan yang akan dipakai terdiri atas
29 item favorable dan 29 item
unfavorable. Sedangkan pada skala agresi
terdapat 52 item pernyataan yang akan
dipakai terdiri atas 26 item favorable dan
26 item unfavorable.
Pelaksanaan Penelitian, Penelitian ini
menggunakan sistem try out terpakai,

yaitu data yang diperoleh dengan sekali
try out dalam penyebaran skala dan
sekaligus juga digunakan sebagai data
dalam penelitian. Pengambilan data
dilaksanakan di daerah Bekasi Utara dan
Depok.
Deskripsi Subjek Penelitian, Subjek
dalam penelitian ini adalah ibu rumah
tangga yang tidak bekerja dengan
responden yang berjumlah 100 orang.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa
subjek yang berpendidikan dibawah atau
setara SLTA berjumlah 85 responden,
sedangkan yang berpendidikan di atas
SLTA
berjumlah
15
responden.
Berdasarkan
kepemilikan
anak,
didapatkan bahwa subjek yang memiliki
anak berjumlah 96 responden sedangkan
subjek yang tidak memiliki anak
berjumlah 4 responden. Berdasarkan
domisili, didapatkan bahwa subjek yang
berdomisili di Jakarta berjumlah 20
responden, sedangkan subjek yang
berdomisili di Bekasi berjumlah 30
responden.
Uji Coba Skala Stres
Uji Validitas, azwar (1996) menyatakan
bahwa koefisien validitas dapat dianggap
memuaskan apabila melebihi 0,30.
Dengan demikian, dari 58 item skala stres
yang diuji cobakan terdapat 45 item yang
valid dan 13 item yang gugur. Dari 45
item yang valid tersebut memiliki
korelasi total item antara 0,301 sampai
dengan 0,579.
Uji Reliabilitas, untuk mengetahui
konsistensi alat ukur dapat dilakukan uji
reliabilitas. Teknik yang digunakan untuk
mendapat konsistensi dari alat ukur ini
yaitu dengan teknik Alpha Cronbach.

Dari hasil uji reliabilitas alat ukur tersebut
diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0,905.

titik-titik data menyebar di atas dan di
bawah atau di sekitar angka 0, dan titiktitik data tidak mengumpul hanya di atas
atau di bawah saja (Eko, 2007).

Uji Coba Skala Agresi
Uji Hipotesis
Uji Validitas, dari 52 item skala agresi
yang diuji cobakan terdapat 35 item yang
valid dan 17 item yang gugur. Dari 33
item yang valid tersebut memiliki
korelasi total item antara 0,317 sampai
dengan 0,598.
Uji Reliabilitas, Untuk mengetahui
konsistensi alat ukur dapat dilakukan uji
reliabilitas. Teknik yang digunakan untuk
mendapat konsistensi dari alat ukur ini
yaitu dengan teknik Alpha Cronbach.
Dari hasil uji reliabilitas alat ukur tersebut
diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0,890.
Uji Asumsi
Uji Normalitas, untuk uji normalitas
digunakan uji Kolmogorof Smirnov untuk
menguji normalitas sebaran skor.
Berdasarkan pengujian normalitas
pada variabel stres diperoleh nilai
signifikansi sebesar 0,200 (p>0,05).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
distribusi skor stres pada sampel yang
telah di ambil adalah normal.
Pada variabel agresi diperoleh
nilai signifikansi sebesar 0,068 (p>0,05).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
distribusi skor perilaku Agresi pada
sampel yang telah diambil adalah normal.
Uji Linearitas, dari hasil pengujian
diperoleh nilai F sebesar 75,182 dengan
signifikansi 0,000 (p