Pengaruh Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan terhadap Pendapatan Perkapita di Pemko Pemkab Provinsi Sumatera Utara tahun 2011-2013

Bab 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teoritis
2.1.1. Pendapatan Perkapita
Pendapatan perkapita merupakan pendapatan rata-rata penduduk suatu negara
pada periode tertentu (umumnya satu tahun).Pendapatan perkapita dipengaruhi oleh
PDRB dan jumlah penduduk, dengan kata lain pendapatan perkapita mencerminkan
pendapatan rata-rata yang diperoleh di suatu daerah, sehingga jika pendapatan tersebut
besar masyarakat pun cenderung memiliki pengeluaran yang lebih besar untuk
kebutuhannya, sehingga dapat memenuhi kebutuhannya (Kuncoro, 2004).
Selanjutnya menurut Kuncoro (2004), Gaspersz dan Feony (2003) dalam
Harianto dan Adi (2007) indikator pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan Produk
Domestik Bruto (PDB) atau PDRB dianggap tidak selalu tepat karena tidak
mencerminkan makna pertumbuhan yang sebenarnya. Lebih lanjut disebutkan bahwa
indikator pendapatan perkapita lebih komprehensif dalam mengukur pertumbuhan
ekonomi karena lebih menekankan kemampuan daerah untuk meningkatkan PDRB
karena secara simultan menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang terjadi mampu
meningkatkan kesejahteraan seiring dengan laju pertambahan penduduk.
Hukum

Wagner


merupakan

teori

mengenai

perkembangan

persentase

pengeluaran pemerintah yang semakin besar terhadap Gross National Product(GNP).
Hukum Wagner menyatakan dalam suatu perekonomian apabila pendapatan perkapita
meningkat

secara

relatif

pengeluaran


pemerintah

juga

akan

meningkat.

(Mangkoesoebroto, 2001).

18
Universitas Sumatera Utara

Hukum tersebut dirumuskan sebagai berikut :
�� �� �� �� − 1
�� �� − �
>
>⋯>
�� �� �� �� − 1

�� �� − �

Keterangan :
Gp C = pengeluaran pemerintah perkapita
Yp C = produk atau pendapatan nasional perkapita
T
= indeks waktu (tahun)

Dalam hukum Wagner ada lima hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah
selalu meningkat yaitu tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan,
kenaikan tingkat pendapatan masyarakat, urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan
ekonomi, perkembangan demografi, dan ketidakefisienan birokrasi yang mengiringi
perkembangan pemerintah (Dumairy, 1997).

Pertumbuhan ekonomi adalah proses

kenaikan output perkapita dalam jangka panjang (Boediono, 1999).Pengertian tersebut
mencakup tiga aspek yaitu proses, output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan
ekonomi merupakan suatu proses bukan gambaran ekonomi pada suatu saat.Hal ini
mencerminkan aspek dinamis dari suatu perekonomian yaitu melihat bagaimana

perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Pertumbuhan ekonomi
berkaitan dengan kenaikan output perkapita. Dalam hal ini berkaitan output total (Gross
Domestic Product) dan jumlah penduduk karena output perkapita adalah total dibagi
dengan jumlah penduduk. Jadi proses kenaikan output perkapita harus dianalisa dengan
melihat apa yang terjadi dengan output total di satu pihak dan dan jumlah penduduk di
pihak lain.
Musgrave (1991) menyatakan bahwa pendekatan alternatif penyebab semakin
meningkatnya jumlah anggaran pemerintah antara lain adalah :
a. Pertumbuhan pendapatan perkapita; oleh karena proporsi antara barang
pribadi dan barang sosial selalu berubah sesuai dengan kenaikan pendapatan
perkapita dan bahwa porsi barang-barang sosial selalu mengalami
peningkatan. Hal ini membawa implikasi bahwa kebijakan anggaran yang

19
Universitas Sumatera Utara

efisien menghendaki adanya peningkatan rasio pembelanjaan pemerintah
terhadap gross national product (GNP).
b. Perubahan populasi penduduk; perubahan populasi bisa merupakan suatu
penentu utama porsi pengeluaran pemerintah.

Perubahan tingkat
pertumbuhan populasi menyebabkan perubahan distribusi umur dan
kecenderungan ini direfleksikan dalam perubahan pengeluaran seperti
kebutuhan pendidikan, fasilitas perumahan, dan sebagainya. Oleh sebab itu
kebutuhan akan pelayanan umum dipengaruhi pula oleh faktor-faktor seperti
mobilitas penduduk yang dapat mendorong pertumbuhan kota-kota baru dan
berakibat meningkatnya permintaan fasilitas publik.
2.1.2.Belanja Modal
Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 91/PMK.06/2007 tentang
Bagan Akun Standar (BAS) mendefinisikan belanja modal adalah pengeluaran anggaran
yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya
yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal
kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah.Aset tetap tersebut
dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja, bukan untuk
dijual.
Belanja modal yang dilakukan pemerintah daerah diantaranya adalah
pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan, kesehatan dan transportasi, sehingga
masyarakat juga memiliki manfaat dari pembangunan daerah.
Peraturan Direktorat Jenderal (Perdirjen) Perbendaharaan, suatu belanja
dikategorikan sebagai belanja modal apabila :

a. Pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset
lainnya yang menambah masa umur, manfaat dan kapasitas.
b. Pengeluaran tersebut melebihi batasan minimum kapitalisasi aset tetap atau aset
lainnya yang telah ditetapkan pemerintah.
c. Perolehan aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual.

20
Universitas Sumatera Utara

Pada Pasal 53 Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah, belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam
rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai
nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan
pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan,
jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya.Nilai pembelian/pengadaan atau
pembangunan aset tetap berwujud yang dianggarkan dalam belanja modal hanya sebesar
harga beli/bangun aset.
Dalam PSAP 07/PP/No.71/2010, aset tetap di neraca diklasifikasikan menjadi
enam akun sebagaimana dirinci dalam penjelasan berikut ini:
a. Tanah

Tanah yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah tanah yang dimiliki atau
dikuasai oleh pemerintah untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau
dimanfaatkan oleh masyarakat umum dan dalam kondisi siap digunakan.Tanah
yang digunakan untuk bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan tetap dicatat sebagai
tanah yang terpisah dari aset tetap yang dibangun di atas tanah tersebut.
b. Peralatan dan Mesin
Peralatan dan mesin yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah peralatan dan
mesin yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah untuk digunakan dalam
kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum dan dalam
kondisi siap digunakan. Aset tetap yang dapat diklasifikasikan dalam peralatan
dan mesin ini mencakup antara lain: alat berat; alat angkutan; alat bengkel dan
alat ukur; alat pertanian; alat kantor dan rumah tangga; alat studio, komunikasi,

21
Universitas Sumatera Utara

dan pemancar; alat kedokteran dan kesehatan; alat laboratorium; alat
persenjataan; komputer; alat eksplorasi; alat pemboran; alat produksi,
pengolahan, dan pemurnian; alat bantu eksplorasi; alat keselamatan kerja; alat
peraga; dan unit peralatan proses produksi.

c. Gedung dan Bangunan
Gedung dan bangunan yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah gedung dan
bangunan yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah untuk digunakan dalam
kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum dan dalam
kondisi siap digunakan.Termasuk dalam jenis gedung dan bangunan ini antara
lain: bangunan gedung, monumen, bangunan menara, dan rambu-rambu.
d. Jalan, Irigasi, dan Jaringan
Jalan, irigasi, dan jaringan yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah jalan,
irigasi, dan jaringan yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah untuk
digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum
dan dalam kondisi siap digunakan. Contoh aset tetap yang termasuk dalam
klasifikasi ini mencakup antara lain: jalan dan jembatan, bangunan air, instalasi,
dan jaringan.
e. Aset Tetap Lainnya
Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke
dalam kelompok aset tetap di atas, tetapi memenuhi definisi aset tetap.Aset tetap
lainnya ini dapat meliputi koleksi perpustakaan/buku dan barang bercorak
seni/budaya/olah raga.
f. Konstruksi dalam Pengerjaan


22
Universitas Sumatera Utara

Konstruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang dalam proses
pembangunan, yang pada tanggal neraca belum selesai dibangun seluruhnya.
2.1.3. Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah adalah salah satu sumber penerimaan yang harus selalu
terus-menerus di pacu pertumbuhannya.Dalam otonomi daerah ini kemandirian
pemerintah daerah sangat dituntut dalam pembiayaan pembangunan daerah dan
pelayaan kepada masyarakat. Oleh sebab itu pertumbuhan investasi di pemerintah
kabupaten dan kota di Sumatera Utara perlu diprioritaskan karena diharapkan
memberikan dampak positif terhadap peningkatan perekonomian regional.
Halim (2001), Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan
daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pasal 157 UU No. 32 Tahun 2004
dan Pasal 6 UU No. 33 Tahun 2004 menjelaskan bahwa sumber Pendapatan Asli
Daerah terdiri:
a. Pajak Daerah.
Sesuai UU Nomor 34 Tahun 2000 jenis pendapatan pajak untuk kabupaten/kota
terdiri dari:
1) Pajak hotel,

2) Pajak restoran,
3) Pajak hiburan,
4) Pajak reklame,
5) Pajak penerangan jalan,
6) Pajak pengambilan bahan galian golongan C,
7) Pajak Parkir.

23
Universitas Sumatera Utara

b. Retribusi Daerah.
Retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi.Terkait
dengan UU Nomor 34 Tahun 2000 jenis pendapatan retribusi untuk
kabupaten/kota meliputi objek pendapatan yang terdiri dari 29 objek.
c. Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan.
Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan
penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang
mencakup:
1) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD.

2) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/BUMD.
3) Bagian labapenyertaan modal pada perusahaan milik swasta swasta atau
kelompok usaha masyarakat.
d. Lain-lain PAD yang sah.
Menurut pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah adalah meliputi hasil penjualan kekayaan daerah
yang dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar
rupiah terhadap mata uang asing, komisi potongan ataupun bentuk lain sebagai
akibat dari penjualan dan atau pengadaan barang dan atau jasa oleh daerah.
Saragih (2006) dalam Harianto dan Adi (2007) menyatakan bahwa peningkatan
PAD harus berdampak pada perekonomian daerah. Peningkatan PAD
menunjukkan

adanya

peningkatan

partisipasi

publik

terhadap

jalannya

pemerintahan di daerah itu BAPPENAS (2003) seperti yang dikutip Adi (2006)

24
Universitas Sumatera Utara

melakukan analisis elastisitas PAD terhadap PDRB menunjukkan bahwa setiap
terjadi perubahan PDRB akan memberikan dampak yang positip dan signifikan
terhadap perubahan PAD.
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, Pasal 1, Pendapatan Asli Daerah adalah
penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang
dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah yang asli
digali di daerah yang digunakan untuk modal dasar Pemerintah daerah dan membiayai
pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan terhadap
pemerintah pusat.
Saragih (2006) dalam Harianto dan Adi (2007) menyatakan bahwa peningkatan
PAD harus berdampak pada perekonomian daerah.Peningkatan PAD menunjukkan
adanya

peningkatan

partisipasi

publik

terhadap

jalannya

pemerintahan

di

daerahnya.Pemda yang salah satu tugasnya adalah meningkatkan kesejahteraan
masyarakat memerlukan PAD sebagai bentuk kemandirian di era otonomi daerah.
2.1.4 Dana Perimbangan
2.1.4.1 Pengertian Dana Perimbangan
Dana Perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari
APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai
tujuan pemberian otonomi kepada daerah, yaitu terutama peningkatan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat yang semakin baik (Widjaja, 2002).
Elmi (2002), secara umum tujuan pemerintah pusat melakukan transfer dana
kepada pemerintah daerah adalah:

25
Universitas Sumatera Utara

1. Sebagai tindakan nyata untuk mengurangi ketimpangan pembagian "kue
nasional", baik vertikal maupun horisontal.
2. Suatu upaya untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah dengan
menyerahkan sebagian kewenangan dibidang pengelolaan keuangan negara dan
agar manfaat yang dihasilkan dapat dinikmati oleh rakyat di daerah yang
bersangkutan. Namun selama ini sumber dana pembangunan daerah di Indonesia
mencerminkan

ketergantungan

terhadap

sumbangan

dan

bantuan

dari

pemerintah pusat (Sumiyarti dan Imamy, 2005). Sejalan dengan itu, Elmi (2002)
juga menyatakan bahwa ketidakseimbangan fiskal (fiscal inbalance) yang terjadi
antara pemerintah

pusat

dan

daerah

selama ini

telah

menyebabkan

ketergantungan keuangan pemerintah daerah kepada bantuan dari pemerintah
pusat yang mencapai lebih dari 70 persen kecuali Propinsi DKI Jakarta.
Pemerintah daerah kepada bantuan dari pemerintah pusat yang mencapai lebih
dari 70 persen kecuali Propinsi DKI Jakarta. Padahal sebenarnya bantuan dana
dari pemerintah pusat tersebut hanyalah untuk rangsangan bagi daerah agar lebih
meningkatkan sumber penerimaan pendapatan asli daerahnya, yang merupakan
bagian penting dari sumber penerimaan daerah, bukan menjadikannya sebagai
prioritas utama dalam penerimaan daerah.
2.1.4.2. Pembagian Dana Perimbangan
2.1.4.2.1. Dana Alokasi Umum(DAU)
Dengan terbitnya Peraturan Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 tentang
dana perimbangan antara pemerintah Pusat dan Daerah menyebutkan Dana Alokasi
Umum (DAU) yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan perimbangan

26
Universitas Sumatera Utara

keuangan antara pusat dan daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Umum ini bersifat Block Grant yang berarti
penggunaan dana ini diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan
daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan
otonomi daerah dimana dasar hukum pengalokasian dana ini sesuai dengan Undangundang nomor 33 tahun 2003 tentang perimbangan dana antara pusat dan daerah
besaran Dana Alokasi Umum (DAU) ini sekurang-kurangnya 26 % dari pendapatan
dalam negeri (PDN) Netto yang ditetapkan dalam APBN. Sedangkan proporsi DAU
untuk daerah Propinsi danKabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan dan kewenangan
antara propinsi dan Kabupaten/kota formula DAU menggunakan pendekatan celah
fiskal (fiskal gap) yaitu selisih antara kebutuhandaerah (fiscal need) dan potensi daerah
(fiscal capasity) (Sutedi, 2009).Penyaluran DAU,DAK dan DBH disalurkan dengan
cara pemindah bukuan dari rekening Kas Umum Negara ke Kas Umum Daerah. Hal ini
berkaitan dengan perimbangan antara pusat dan daerah, hal tersebut merupakan
konsekuensi adanya penyerahan kewenangan antara pusat dan daerah (Darwanto dan
Yustikasari, 2007) lebih lanjut menurut Darwoto dan Yustikasari (2007) hal tersebut
menunjukkan terjadinya transfer yang cukup signifikan di dalam APBN dari Pemerintah
Pusat dan Daerah, dimana dana tersebut secara leluasa dapat dipergunakan untuk
pelaksanaan desentralisasi.
Peraturan terkait mengenai dana alokasi umum antara lain :
1.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005
2.UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah.

27
Universitas Sumatera Utara

2.1.4.2.2. Dana Alokasi Khusus
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana
Perimbangan menyebutkan bahwa Dana Alokasi Khusus (DAK) ádalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan
tujuan untuk membantu mendanaikegiatan khusus yang merupakan urusan daerah yang
sesuai dengan prioritas nasional yang dilaksanakan di tingkat daerah.Kegiatan khusus
ini sulit untuk diperkirakan dengan rumus alokasi khusus.DAK ditujukan untuk
daerahkhusus yang terpilih untuk tujuan khusus.Karena itu, alokasi yang didistribusikan
oleh pernerintah pusat sepenuhnya merupakanwewenang pemerintah pusat untuk tujuan
nasional Kebutuhan khusus alokasi DAK meliputi :
1) Kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah terpencil yang tidak rnempunyai
akses yang memadai ke daerah lain.
2) Kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah yang menampung transmigrasi.
3) Kebutuhan prasarana dan sarana fisik yang terletak di daerah pesisir kepulauan
dan tidak mempunyai prasarana dan sarana yang rnemadai.
4) Kebutuhan prasarana dansarana fisik di daerah guna mengatasi dampak
Kerusakan lingkungan.
5) Pembangunan Jalan, rumah sakit, irigási dan air bersih DAK disalurkan dengan
cara pemindah bukuan dari rekening Kas Umum Negara ke rekening Kas Umum
Daerah, oleh sebab itu DAK dicantumkan dalam APBD. DAK tidak dapat
digunakan untuk mendanai adiministrasi kegiatan, penelitian, pelatihan dan
perjalanan dinas.

28
Universitas Sumatera Utara

Pembiayaan yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) ini bisa
disamakan dengan belanja pembangunan karena digunakan untuk mendanai
peningkatan kwalitas pelayanan publik berupa pembangunan sarana dan prasana publik
( Ndadari dan Adi, 2008).Halim dan Abdullah (2006) aset tetap yang dimiliki dari
penggunaan belanja modal merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan
publik oleh pemerintahan daerah.Abimanyu (2005) yang dikutip oleh Harianto dan Adi
(2007) infrastruktur dan sarana prasana yang ada di daerah akan berdampak pada
pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Jika sarana prasana yang memadai di daerah itu
maka masyarakat akandapat melaksanakan aktivitas pekerjaan sehingga akan
berdampak positif terhadap roda perekonomian sehingga akan berpengaruh pada
produktifitas yang semakin meningkat.
Peraturan terkait mengenai dana alokasi khusus antara lain:
1.UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah
2.UU No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
3.PP No.55/2005 tentang Dana Perimbangan.
2.1.4.2.3. Dana Bagi Hasil
Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU No.33 Tahun
2004,Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
daerah). DBH yang ditransfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah terdiri dari
dua (2) jenis, yaitu DBH pajak dan DBH Sumber Daya Alam (SDA).Pola bagi hasil

29
Universitas Sumatera Utara

penerimaan tersebut dilakukan dengan presentase tertentu yang didasarkan atas daerah
penghasil.
Penerimaan DBH pajak bersumber dari:
1) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),
2) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
3) Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam
Negeri (PPh WPOPDN) dan Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21).
Sedangkan penerimaan DBH SDA bersumber dari: Kehutanan, Pertambangan
Umum, Perikanan, Pertambangan Minyak Bumi, Pertambangan Gas Bumi, dan
Pertambangan Panas Bumi.
Pada umumnya setiap daerah memiliki sektor unggulan sendiri-sendiri dalam hal
keuangan dan hal ini sangat bergantung pada pemerintah daerah itu sendiri dalam
menggali dan mengembangkan potensi-potensi yang ada.Demikian halnya dalam sistem
DBH yang bersumber dari pajak dan SDA.Mekanisme bagi hasil SDA dan pajak
bertujuan untuk mengurangi ketimpangan vertikal pusat-daerah.Namun, pola bagi hasil
tersebut dapat berpotensi mempertajam ketimpangan horisontal yang dialami antara
daerah penghasil dan non penghasil.horisontal tersebut disebabkan karena dalam
kenyataannya karakteristik daerah di Indonesia sangat beraneka ragam.
Ada daerah yang dianugerahi kekayaan alam yang sangat melimpah seperti di
Riau,Aceh, Kalimantan Timur dan Papua yang berupa minyak bumi dan gas alam
(migas), pertambangan, dan kehutanan.Ada juga daerah yang sebenarnya tidak memiliki
kekayaan alam yang besar namun karena struktur perekonomian mereka telah tertata
dengan baik maka potensi pajak dapat dioptimalkan sehingga daerah tersebut menjadi

30
Universitas Sumatera Utara

kaya. (Astuti dan Joko, 2005) menyatakan bahwa potensi penerimaan daerah dari Pajak
Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Pajak
Penghasilan dimana potensi yang cukup signifikan hanya dimiliki oleh beberapa daerah
saja Berdasarkan Undang-Undang PPh yang baru (UU Nomor 17 Tahun 2000), mulai
tahun anggaran 2001 Daerah memperoleh bagi hasil dari Pajak Penghasilan (PPh) orang
pribadi (personal income tax), yaitu PPh Pasal 21 serta PPh Pasal 25/29 Orang
Pribadi.Ditetapkannya PPh Perorangan sebagai objek bagi hasil dimaksudkan sebagai
kompensasi dan penyelaras bagi daerah-daerah yang tidak memiliki SDA tetapi
memberikan kontribusi yang besar bagi penerimaan negara (APBN).Volume perolehan
pajak di daerah berasosiasi kuat dengan besarnya tingkat pendapatan sebagai basis
pajak. Dengan demikian, daerah dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi cenderung
akan memperoleh DBH pajak yang lebih tinggi pula.DBH merupakan sumber
pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakansalah satu modal dasar
pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan danmemenuhi belanja
daerah yang bukan berasal dari Pendapatan Asli Daerah selain Dana Alokasi Umum dan
Dana Alokasi Khusus.
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Irawan (2009) meneliti mengenai pengaruh PAD, transfer pemerintah pusat, dan
belanja modal terhadap pendapatan perkapita masyarakat di kabupaten/kota se-Provinsi
Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari situs
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dan situs BPS dengan
tahun amatan 2004 – 2006.

Metode analisis yang digunakan adalah regresi linier

berganda. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pendapatan perkapita yang

31
Universitas Sumatera Utara

diperoleh dari hasil pembagian PDRB dengan jumlah penduduk. Variabel independen
penelitian ini adalah PAD, transfer pemerintah pusat, dan belanja modal.

Hasil

penelitian ini menyatakan bahwa secara individual hanya PAD yang berpengaruh positif
dan signifikan terhadap pendapatan perkapita sedangkan transfer pemerintah pusat dan
belanja modal secara individual berpengaruh positif tidak signifikan terhadap
pendapatan perkapita. Kesimpulan berdasarkan uji simultan diperoleh hasil bahwa
PAD, transfer pemerintah pusat, dan belanja modal berpengaruh signifikan terhadap
pendapatan perkapita kabupaten/kota se-Sumatera Utara.
Walidi (2009) meneliti pengaruh DAU terhadap pendapatan perkapita dengan
belanja modal sebagai variabel intervening.Populasi yang digunakan adalah seluruh
kabupaten/kota yang terdapat di Sumatera Utara dengan rentang waktu tahun 2004 –
2006.Metode analisis yang digunakan adalah regresi bertingkat.Data sekunder diperoleh
dari BPS dan situs Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah.Kesimpulan penelitian ini yaitu secara individual DAU berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pendapatan perkapita dan belanja modal secara individual
berpengaruh positif tidak signifikan terhadap pendapatan perkapita.Kesimpulan
berdasarkan uji simultan ditemukan bahwa DAU dan belanja modal berpengaruh secara
signifikan terhadap pendapatan perkapita kabupaten/kota se-Sumatera Utara.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No

Nama
peneliti dan
Tahun
penelitian

Judul
penelitian

Variabel
penelitian

Metode yang
digunakan

Hasil penelitian

32
Universitas Sumatera Utara

1.

2.

Irawan
(2009)

Walidi
(2009)

Pengaruh
Pendapatan
Asli Daerah,
Transfer
Pemerintah
Pusat dan
Belanja
Modal
terhadap
Pendapatan
Perkapita
Masyarakat
di
Kabupaten/
Kota seProvinsi
Sumatera
Utara

Variabel
Dependen :
Pendapatan
Perkapita

Pengaruh
Dana Alokasi
Umum
terhadap
Pendapatan
Perkapita,
Belanja
Modal
sebagai
Intervening
Variabel
(Studi
Kasus di
Propinsi
Sumatera
Utara)

Variabel
Dependen :
Pendapatan
Perkapita

Regresi
Linier
Berganda

Variabel
Independen :
PAD, Transfer
Pemerintah,
Belanja
Modal

Variabel
Independen :
DAU
Variabel
Intervening :
Belanja Modal

-Secara parsial
PAD
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
pendapatan
perkapita.
-Secara parsial
Transfer
Pemerintah dan
Belanja
Modal
berpengaruh
positif tidak
signifikan
terhadap
pendapatan
perkapita.

Analisis
Regresi
Bertingkat

Dana Alokasi
Umum dan
Belanja Modal
berpengaruh
secara
signifikan
terhadap
pendapatan
perkapita di
kabupaten/kota
se- Sumatera
Utara.

Sumber : Diolah oleh peneliti.

33
Universitas Sumatera Utara

2.3. Kerangka Konseptual

Belanja modal
(X1)
H1

H1

g

Pendapatan asli daerah
(PAD)

Pendapatan
perkapita

H2

(X2)

(Y)

Dana perimbangan:
 DAU
 DAK
 DBH

H3

(X3)

H4
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Dari semua penjelasan tinjauan teoritis peneliti menyusun kerangka konseptual
seperti gambar di atas.Kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan
bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui
dalam suatu masalah tertentu. Kerangka konseptual akan menghubungkan secara teoritis
antara variabel-variabel penelitian yaitu variabel bebas dan variabel terikat.Kerangka

34
Universitas Sumatera Utara

konseptual di atas menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara semua
variabel bebas dengan variabel terikat baik secara parsial maupun secara simultan.
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konseptual, maka hipotesis dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut :
1) Hipotesis 1 (H1)

: Belanja Modal berpengaruh secara parsial

terhadap pendapatan perkapita.
2) Hipotesis 2 (H2)

: Pendapatan asli daerah berpengaruh secara

parsial terhadap pendapatan perkapita
3) Hipotesis 3(H3)

: Dana perimbangan berpengaruh secara parsial

terhadap pendapatan perkapita
4) Hipotesis 4 (H4)

: Belanja modal, pendapatan asli daerah dan dana

perimbangan berpengaruh secara simultan terhadap pendapatan perkapita.

35
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Belanja Modal terhadap Pendapatan Perkapita pada Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara

2 77 79

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Anggaran Belanja Modal Pada Pemko/Pemkab Sumatera Utara

1 65 74

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi dengan Belanja Modal sebagai variabel moderating pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2011-2013

0 4 77

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA PERIMBANGAN DAN BELANJA MODAL TERHADAP Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan Dan Belanja Modal Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Dan Kota Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012-2013.

0 2 17

Pengaruh Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan terhadap Pendapatan Perkapita di Pemko Pemkab Provinsi Sumatera Utara tahun 2011-2013

0 0 11

Pengaruh Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan terhadap Pendapatan Perkapita di Pemko Pemkab Provinsi Sumatera Utara tahun 2011-2013

0 0 2

Pengaruh Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan terhadap Pendapatan Perkapita di Pemko Pemkab Provinsi Sumatera Utara tahun 2011-2013

0 0 7

Pengaruh Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan terhadap Pendapatan Perkapita di Pemko Pemkab Provinsi Sumatera Utara tahun 2011-2013

0 0 3

Pengaruh Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan terhadap Pendapatan Perkapita di Pemko Pemkab Provinsi Sumatera Utara tahun 2011-2013

0 0 13

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Belanja Modal terhadap Pendapatan Perkapita pada Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara

0 0 10