Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Anggaran Belanja Modal Pada Pemko/Pemkab Sumatera Utara

(1)

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI

DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI

KHUSUS TERHADAP ANGGARAN BELANJA MODAL

PADA PEMKO/PEMKAB SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

ANGGIAT SITUNGKIR

077017030/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2009

S

E K O L

A

H P

A

S C

A S A R JA N


(2)

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI

DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI

KHUSUS TERHADAP ANGGARAN BELANJA MODAL

PADA PEMKO/PEMKAB SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

ANGGIAT SITUNGKIR

077017030/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2009


(3)

Judul Tesis : PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP ANGGARAN BELANJA MODAL PADA PEMKO/ PEMKAB SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : Anggiat Situngkir

Nomor Pokok : 077017030

Program Studi : Akuntansi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak) Ketua

(Drs. Firman Syarif, M.Si. Ak) Anggota

Ketua Program Studi,

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak)

Direktur,

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 9 September 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak Anggota : 1. Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak

2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak 3. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa yang berjudul :

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI

DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP ANGGARAN BELANJA MODAL PADA PEMKO/PEMKAB

SUMATERA UTARA”.

Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, 05 Juli 2009

Anggiat Situngkir 077017030/Akt


(6)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui dan menganalisa apakah Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Belanja Modal pada Pemko/Pemkab Sumatera Utara.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan pengujian regresi berganda dengan melakukan uji asumsi klasik sebelum mendapatkan model penelitian yang terbaik. Variabel dalam penelitian ini adalah Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus sebagai variabel independen dan Belanja Modal sebagai variabel dependen. Jumlah populasi penelitian ini sebanyak 33 kabupaten dan kota

dan dengan menggunakan purposive sampling diperoleh 19 Kabupaten/Kota sebagai

sampel dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa secara simultan Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan terhadap belanja modal di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara hal ini dapat dijelaskan dalam Adjusted R2 sebesar 71,5% variabel Belanja Modal dapat dijelaskan oleh variabel independen yang ada yaitu Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Belanja Modal. Sisanya sebesar 28,5% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini. Secara parsial variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi

Khusus (DAK) yang berpengaruh signifikan terhadap belanja modal

di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara, sedangkan Pertumbuhan Ekonomi yang diproksikan oleh PDRB harga berlaku, tidak berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya Belanja Modal. Dengan demikian, bagi pemerintah Kabupaten/Kota DAU sebagai alat pemerataan fiskal akibat adanya fiscal gap, di mana kebutuhan DAU suatu daerah ditentukan oleh kebutuhan daerah (fiscal needs) dan potensi daerah (fiscal capacity) yang sangat menentukan pemenuhan komposisi Belanja Modal pada Kabupaten Kota di Sumatera Utara.

Kata Kunci: Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,


(7)

ABSTRACT

The purpose of this research is to find out and to analyze whether Economic Growth, Local Own Revenue, General Alocation Fund, Special Alocation Fund influence the Capital Expenditure in North Sumatera Province.

The analyze method that is used in this research is quantitative method with multiple linier regression with bring about classical assumption test before finding out the best linier model. The variable used in this research are Economic Growth, Local Own Revenue, General Alocation Fund, Special Alocation Fund as independent variable and the Capital Expenditure as dependent variable. The population is 33 regencies and cities in North Sumatera, and by using purposive sampling technique, 19 regencies and cities in North Sumatera Province the year 2004 up to year 2007 are chosen as samples.

The result proof that Economic Growth, Local Own Revenue, General Alocation Fund, Special Alocation Fund influence significanly and simultaneously the Capital Expenditure of regencies and cities in North Sumatera. Adjusted R2 expressed that 71,5% influence given by Independent variables. The rest 28,5% influence given by other variables is not mentioned in this research model, Partially Local Own Revenue, General Alocation Fund, Special Alocation Fund variable influence Capital Expenditure. Economic Growth with PDRB with actual price have no significant influence to the Capital Expenditure. This implies to the heads of regencies and cities goverment that General Alocation Fund is a means of even distribution due to fiscal gap, fiscal needs and fiscal capacities determinant to meet the composition of capital expenditure of Regencies and cities in North Sumatera Province.

Keywords: Economic Growth, Regional Own Revenue, General Alocation Fund, Special Alocation Fund and Capital Expenditure.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunianya, penulisan tesis ini dapat diselesaikan tepat waktu. Tesis ini berjudul Pengaruh

Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Anggaran Belanja Modal pada Pemko/Pemkab Sumatera Utara” yang dikaji dengan beberapa pendekatan/analisis sebagai aplikasi pengetahuan yang didapat penulis selama mengikuti perkuliahan pada Program Magister Akuntansi Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada kesempatan ini penulis tidak lupa saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak, terutama kepada:

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A.(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, Selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak, Selaku Ketua Program Studi

Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan bertindak sebagai Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan saran dan kritik untuk penyelesaian tesis ini.

4. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak, selaku Sekretaris Program Studi Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan bertindak sebagai Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan masukan dan kritik dalam penyelesaian tesis ini.

5. Ibu Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak, selaku Dosen Pembimbing, yang telah banyak membantu/membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini.

6. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si,Ak, selaku Dosen Pembimbing, yang telah banyak membantu/membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini.


(9)

7. Bapak Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak, selaku Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan masukan dan kritik dalam penyelesaian tesis ini.

8. Dosen dan segenap Civitas Akademika Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara.

9. Bapak Ir. Zulkifli Lubis, M.I.Kom, selaku Direktur Politeknik Negeri Medan yang telah memberikan kesempatan mengikuti kuliah pada Program Studi Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

10. Istri dan Anakku tersayang, yang memberikan dorongan dan motivasi pada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi.

11. Ibunda tercinta D.br Sijabat (Op Ranto) yang tetap mendukung dalam doa. 12. Rekan-rekan seperjuangan dari Politeknik Negeri Medan dan angkatan 13

Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amin

Medan, 05 Juli 2009

Anggiat Situngkir 077017030/Akt


(10)

RIWAYAT HIDUP

1. N a m a : Anggiat Situngkir

2. Tempat/Tanggal lahir : Sipali-pali I/16 Agustus 1961 3. Pekerjaan : Dosen Politeknik Negeri Medan 4. Agama : Kristen

5. Orang tua

a. Ayah : St. N. Situngkir (Alm) b. Ibu : D br Sijabat

6. Isteri : Jojor Lisbet Sibarani, SE

7. Anak : 1. Alfin RJ Situngkir

2. Arren RY Situngkir 3. Ruthelica J Situngkir 8. Alamat : Jl. Pinang 3 No. 11 Medan 9. Pendidikan

a. SD : SD Negeri 2 Hutamanik, Tamat 1972

b. SLTP : SMP Negeri Sumbul, Tamat 1975

c. SMU : SMA Negeri 24 Medan, Tamat 1979

d. Universitas/Fakultas : Fakultas Ekonomi USU, Tamat 1997


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Penelitian... 1

1.2. Rumusan Masalah Penelitian... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

1.5. Originalitas Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Landasan Teoritis ... 8

2.1.1. Anggaran Daerah Sektor Publik ... 8

2.1.2. Proses Penyusunan Anggaran di Indonesia ... 9

2.1.3. Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 11

2.1.4. Pendapatan Asli Daerah ... 13

2.1.5 Dana Alokasi Umum ... 15

2.1.6. Dana Alokasi Khusus ... 18

2.1.7. Belanja Modal dalam Anggaran Daerah ... 20

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 23

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 25

3.1. Kerangka Konseptual ... 25

3.2. Hipotesis Penelitian ... 27

BAB IV METODE PENELITIAN……… 28

4.1. Jenis Penelitian ... 28

4.2. Lokasi Penelitian ... 28

4.3. Populasi dan Sampel... 29

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 30


(12)

4.5.1. Definisi Operasional ... 31

4.5.2. Metode Pengukuran Variabel ... 32

4.6. Metode Analisa Data ... 33

4.6.1. Uji Asumsi Klasik ... 33

4.6.2. Model Pengujian Hipotesis ... 35

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 37

5.1. Deskripsi Data Penelitian ... 37

5.2. Analisis Data ... 40

5.2.1. Uji Asumsi Klasik... 40

5.2.1.1. Uji normalitas ... 40

5.2.1.2. Uji multikolinieritas ... 42

5.2.1.3. Uji heteroskedastisitas ... 43

5.2.1.4. Uji autokorelasi ... 44

5.3. Hasil Analisis ... 45

5.4. Model Uji Hipotesis ... 47

5.4.1. Uji Signifikansi Simultan (Uji F) ... 47

5.4.2. Uji Signifikansi Parsial (Uji t)... 48

5.5. Pembahasan ... 50

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 55

6.1. Kesimpulan ... 55

6.2. Keterbatasan Penelitian... 55

6.3. Saran ………... 56


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Penelitian Terdahulu... 24

4.1. Populasi dan Sampel Penelitian ………... 29

4.2. Operasionalisasi Variabel ………. 32

5.1. Statistik Deskriptif………. 37

5.2. Hasil Pengujian One Sample Kolmogorov Smirnov Test…… 42

5.3. Uji Multikolinieritas ………. 43

5.4. Uji Glesjer………….……… 44

5.5. Uji Autokorelasi……… 45

5.6. Uji Kelayakan Model………. 46

5.7. Hasil Regresi Uji F……… 47


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

3.1. Kerangka Konseptual……….. 25

5.1. Grafik Normalitas Sebelum Transformasi ..…... 40 5.2. Grafik Normalitas Sesudah Transformasi ... 41


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Tabulasi Data……….. 60

2a. Hasil Uji Regresi Berganda Sebelum Transformasi Variabel

PDRB (X1)………... 63

2b. Hasil Uji Regresi Berganda Sesudah Transformasi Variabel


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Dampak pelaksanaan otonomi daerah adalah tuntutan terhadap pemerintah dalam

menciptakan good governance sebagai prasyarat dengan mengedepankan akuntanbilitas

dan transparansi. Lingkup anggaran menjadi relevan dan penting di lingkungan

pemerintah daerah karena terkait dengan dampak anggaran terhadap kinerja pemerintah, sehubungan dengan fungsi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Selanjutnya, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) akan mengawasi kinerja pemerintah melalui anggaran. Bentuk pengawasan ini sesuai

dengan agency theory yang mana pemerintah daerah sebagai agen dan DPRD sebagai

prinsipal. Hal ini menyebabkan penelitian di bidang anggaran pada pemerintah daerah menjadi relevan dan penting.

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Anggaran sektor publik pemerintah daerah sebenarnya merupakan output pengalokasian sumberdaya

dan pengalokasian sumberdaya merupakan permasalahan yang mendasar dalam penganggaran sektor publik. Keterbatasan sumberdaya sebagai akar masalah utama dalam pengalokasian anggaran sektor publik dapat diatasi dengan pendekatan ilmu ekonomi melalui berbagai teori. Tuntutan untuk mengubah struktur belanja menjadi semakin kuat, khususnya pada daerah-daerah yang mengalami kapasitas fiskal rendah (Halim, 2001).


(17)

Pergeseran komposisi belanja merupakan upaya logis yang dilakukan pemerintah daerah setempat dalam rangka meningkatkan tingkat kepercayaan publik. Pergesaran ini ditujukan untuk peningkatan investasi modal dalam bentuk aset tetap, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Semakin tinggi tingkat investasi modal diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik, karena aset tetap yang dimiliki sebagai akibat adanya anggaran belanja modal merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah daerah.

Anggaran belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, pemerintah daerah seharusnya mengubah komposisi belanjanya. Selama ini belanja daerah lebih banyak digunakan untuk belanja rutin yang relatif kurang produktif. Saragih (2003) menyatakan bahwa pemanfaatan belanja hendaknya dialokasikan untuk hal-hal produktif, misal untuk melakukan aktivitas pembangunan. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita diproksi

dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita (Boediono, 1985). Pertumbuhan ekonomi yang dimaksudkan di sini adalah pertumbuhan ekonomi yang tercermin dari PDRB berdasarkan harga berlaku. Dalam produk domestik regional bruto PDRB Sumatera Utara tahun 2007, menyebutkan 9 sektor-sektor ekonomi dalam PDRB antara lain; 1) Sektor Pertanian, 2) Sektor Pertambangan dan Penggalian; 3) Sektor Industri dan Pengolahan; 4) Sektor Listrik, Gas, dan Air


(18)

Bersih; 5) Sektor Bangunan; 6) Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran; 7) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi; 8) Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; 9) Sektor Jasa-jasa.

Kebijakan otonomi daerah merupakan pendelegasian kewenangan yang disertai dengan penyerahan dan pengalihan pendanaan, sarana dan prasarana dan sumber daya manusia (SDM) dalam kerangka desentralisasi fiskal. Dalam menghadapi desentralisasi fiskal menunjukkan bahwa potesnsi fiskal pemrintah daerah satu dengan daerah yang lain bisa jadi sangat beragam perbedaan ini pada gilirannya dsapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang beragam pula. Hasil penelitian yang dilakukan Oates (1995), Lin dan Liu (2000) dalam Darwanto (2007)

menunjukkan desentralisasi fiskal memberikan dampak yang sangat berarti bagi pertumbuhan ekonomi daerah dan membuktikan adanya hubungan yang positif dan signifikan. Sedangkan penelitian Darwanto (2007) menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki korelasi positif namun tidak signifikan terhadap anggaran belanja modal. Dengan demikian bahwa desntralisasi memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi dengan mengalokasikan secara lebih efisien berbagai potensi lokal untuk kepentingan layanan publik.

Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan asli daerah yang terdiri dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan dari laba perusahaan daerah dan lain-lain pendapatan yang sah. Menurut Mardiasmo (2002) saat ini masih banyak masalah yang dihadapi pemerintah daerah terkait dengan upaya meningkatkan penerimaan daerah. Keterbatasan infra struktur seperti sarana dan prasarana yang tidak


(19)

mendukung untuk investasi menimbulkan pertanyaan bagaimana sebenarnya alokasi PAD terhadap anggaran belanja modal, apakah karena PAD yang rendah atau alokasi yang kurang tepat?

Studi Abdullah (2004) menemukan adanya perbedaan preferensi antara eksekutif dan legislatif dalam pengalokasian spread PAD ke dalam belanja sektoral.

Alokasi untuk infrastruktur dan DPRD mengalami kenaikan, tapi alokasi untuk

belanja modal justru mengalami penurunan. Abdullah (2004) menduga power

legislatif yang sangat besar menyebabkan diskresi atas penggunaan spread PAD tidak

sesuai dengan preferensi publik.

Abdullah & Halim (2004) menemukan bahwa sumber pendapatan daerah berupa PAD dan dana perimbangan berpengaruh terhadap belanja daerah secara keseluruhan. Meskipun proporsi PAD maksimal hanya sebesar 10% dari total pendapatan daerah, kontribusinya terhadap pengalokasian anggaran cukup besar, terutama bila dikaitkan dengan kepentingan politis (Abdullah, 2004).

Menurut Setiaji (2005) perbedaan pertumbuhan PAD tidak diikuti dengan kenaikan share (kontribusi) PAD terhadap anggaran belanja modal dan peningkatan

PAD tidak sebanding dengan peningkatan total belanja mereka.

Dana Alokasi Umum, adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya di dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Konsekuensi akibat penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah mengakibatkan perlunya perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang


(20)

menyebabkan terjadinya transfer yang cukup signifikan di dalam APBN dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dan pemerintah daerah secara leluasa dapat menggunakan dana tersebut untuk memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat atau untuk keperluan lain yang mungkin tidak penting.

Berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan oleh Holtz-Eakin et.al., (1985)

dalam Darwanto (2007) menyatakan bahwa terdapat keterkaitan sangat erat antara

transfer dari pemerintah pusat dengan belanja pemerintah daerah. Secara spesifik mereka menegaskan bahwa variabel-variabel kebijakan pemerintah daerah dalam jangka pendek disesuaikan (adjusted) dengan transfer yang diterima, sehingga

memungkinkan terjadinya respon yang non-linier dan asymmetric.

Dana Alokasi Khusus, merupakan dana yang berasal dari APBN dan dialokasikan ke daerah kabupaten/kota untuk membiayai kebutuhan tertentu yang sifatnya khusus, tergantung tersedianya dana dalam APBN (Suparmoko, 2002). Kebutuhan khusus adalah kebutuhan yang sulit diperkirakan dengan rumus alokasi umum, dan atau kubutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Selain pertumbuhan ekonomi, PAD dan DAU, DAK juga memiliki pengaruh terhadap anggaran belanja modal, karena DAK ini juga cenderung akan menambah aset tetap yang dimiliki oleh pemerintah guna meningkatkan pelayanan publik.

Menurut Darwanto (2007) bahwa Pertumbuhan Ekonomi, PAD dan DAU berpengaruh positif terhadap pengalokasian belanja modal dalam ABPD. Penelitian ini merupakan penelitian relasional yang akan menguji pengaruh pertumbuhan ekonomi, PAD, DAU dan DAK terhadap anggaran belanja modal pada


(21)

Pemko/Pemkab Sumatera Utara dan merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Darwanto (2007). Menurut Darwanto secara parsial DAU dan PAD berpengaruh secara signifikan terhadap Anggaran belanja modal, sedangkan pertumbuhan ekonomi kurang berpengaruh secara signifikan, dan menyarankan penggunaan data yang lebih panjang, menambah variabel independen lainnya berupa variabel non keuangan. Perbedaan penelitian ini dengan yang dilakukan oleh Darwanto terletak pada variabel yang diteliti dengan menambah variabel DAK dan objek serta periode waktu penelitian. Dengan demikian penelitian ini akan menguji apakah Pertumbuhan ekonomi, PAD, DAU dan DAK berpengaruh terhadap Anggaran belanja modal dengan objek penelitian pada pemko/pemkab Sumatera Utara. Secara keseluruhan variabel ini akan di uji secara parsial dan simultan.

1.2. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

“Apakah Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Anggaran Belanja Modal?”

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa apakah Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Anggaran Belanja Modal.


(22)

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan masukan bagi pemko/pemkab tentang Pertumbuhan Ekonomi,

PAD, DAU, DAK dan Belanja Modal.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi Pemko/Pemkab di Sumatera Utara dalam penyusunan Anggaran Belanja Modal.

3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti tentang Pertumbuhan Ekonomi, PAD, DAU, DAK dan Anggaran Belanja Modal.

1.5. Originalitas Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian relasional yang akan menguji pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, DAU, DAK dan PAD terhadap Anggaran Belanja Modal pada Pemko/Pemkab Sumatera Utara dan merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Darwanto (2007). Perbedaan penelitian ini dengan yang dilakukan oleh Darwanto terletak pada variable yang diteliti dengan menambah variabel Dana Alokasi Khusus dan objek serta periode waktu penelitian.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teoritis

2.1.1. Anggaran Daerah Sektor Publik

Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran (Mardiasmo, 2002).

Dalam rangka meningkatkan pelayanan publik, anggaran daerah merupakan salah satu alat yang memegang peranan penting karena di dalamnya tercermin kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi dan sumber-sumber kekayaan daerah. Tujuan utama proses perumusan anggaran adalah menterjemahkan perencanaan ekonomi pemerintah, yang terdiri dari perencanaan input dan output

dalam satuan keuangan. Oleh karena itu, proses perumusan anggaran harus dapat menggali dan mengendalikan sumber-sumber dana publik. Proses pembuatan satu tahun anggaran tersebut dikenal dengan istilah penganggaran.

Proses pembuatan keputusan pengalokasian belanja modal menjadi sangat dinamis karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki serta terdapat banyak pihak dengan kepentingan dan preferensi yang berbeda (Rubin, 1993). Penganggaran setidaknya mempunyai tiga tahapan, yakni (1) perumusan proposal anggaran, (2) pengesahan proposal anggaran, (3) pengimplementasian anggaran yang telah


(24)

ditetapkan sebagai produk hukum (Samuel, 2000). Sedangkan menurut Von Hagen (2005) penganggaran terbagi ke dalam empat tahapan, yakni excecutive planning,

legislative approval, excecutive implementation, dan ex post accountability. Pada

kedua tahapan pertama terjadi interaksi antara eksekutif dan legislatif dan politik anggaran paling mendominasi, sementara pada dua tahap terakhir hanya melibatkan birokrasi sebagai agent.

2.1.2. Proses Penyusunan Anggaran di Indonesia

Perubahan paradigma baru dalam pengelolaan dan penganggaran daerah merupakan hal yang tak dapat dipisahkan sebagai akibat penerapan otonomi daerah di Indonesia. Penganggaran kinerja (performance budgeting) merupakan konsep

dalam penganggaran yang menjelaskan keterkaitan antara pengalokasian sumberdaya dengan pencapaian hasil yang dapat diukur.

Pembahasan anggaran dilakukan eksekutif dan legislatif dengan membuat kesepakatan-kesepakatan yang dicapai melalui bargaining dengan mengacu pada

Kebijakan Umum APBD dan Prioritas & Plafon Anggaran, sebelum anggaran ditetapkan menjadi suatu peraturan daerah. Anggaran yang telah ditetapkan menjadi dasar bagi eksekutif untuk melaksanakan aktivitasnya dalam pemberian pelayanan publik dan menjadi acuan bagi legislatif untuk melaksanakan fungsi pengawasan dan penilaian kinerja eksekutif dalam pertanggungjawaban kepala daerah.

Penyusunan APBD dilakukan terlebih dahulu dibuat kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang Kebijakan Umum APBD dan Prioritas & Plafon Anggaran yang akan menjadi pedoman untuk penyusunan anggaran pendapatan dan


(25)

anggaran belanja. Eksekutif membuat rancangan APBD sesuai dengan Kebijakan Umum APBD dan Prioritas & Plafon Anggaran yang kemudian diserahkan kepada legislatif untuk dipelajari dan dibahas bersama-sama sebelum ditetapkan sebagai Peraturan Daerah (Perda). Dalam perspektif keagenan, hal ini merupakan bentuk kontrak (incomplete contract), yang menjadi alat bagi legislatif untuk mengawasi

pelaksanaan anggaran oleh eksekutif.

Pengalokasian sumberdaya ke dalam belanja modal (capital expenditure)

merupakan sebuah proses yang sarat dengan kepentingan-kepentingan politis. Anggaran ini sebenarnya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan publik akan sarana dan prasarana umum yang diberikan secara cuma-cuma oleh pemerintah daerah. Namun, adanya kepentingan politik dari lembaga legislatif yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran menyebabkan alokasi belanja modal terdistorsi dan sering tidak efektif dalam memecahkan permasalahan di masyarakat (Keefer dan Khemani, 2003).

Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, anggaran belanja modal sangat berkaitan dengan perencanaan keuangan jangka panjang, terutama pembiayaan untuk pemeliharaan aset tetap yang dihasilkan dari belanja modal tersebut. Konsep

Multi-Term Expenditure Framework (MTEF) menyatakan bahwa kebijakan belanja modal

harus memperhatikan kemanfaatan (usefulness) dan kemampuan keuangan

pemerintah daerah (budget capability) dalam pengelolaan aset tersebut dalam jangka


(26)

Sesuai aturan APBD dan tujuan otonomi daerah, bahwa hakekat Anggaran Daerah adalah merupakan alat untuk meningkatan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, maka APBD harus benar-benar menggambarkan perangkaan ekonomis yang mencerminkan kebutuhan masyarakat untuk memecahkan masalahnya dan meningkatkan kesejahteraannya.

2.1.3. Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Pengertian pertumbuhan ekonomi seringkali dibedakan dengan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi bersangkut-paut dengan proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat, sementara pembangunan mengandung arti yang lebih luas. Proses pembangunan mencakup perubahan pada komposisi produksi, perubahan pada pola penggunaan (alokasi) sumber daya produksi diantara sektor-sektor kegiatan ekonomi, perubahan pada pola distribusi kekayaan dan pendapatan diantara berbagai golongan pelaku ekonomi, perubahan pada kerangka kelembagaan dalam kehidupan masyarakat secara

menyeluruh. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita

diproduksi dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita (Boediono, 1985). Satu-satunya ukuran yang paling penting dalam konsep ekonomi adalah produk domestik bruto (PDB) yang mengukur total nilai barang dan jasa yang dihasilkan pada suatu negara atau nasional dan PDRB untuk mengukur total nilai barang dan jasa yang dihasilkan pada suatu daerah atau lokal. PDB digunakan untuk banyak tujuan tetapi yang paling penting adalah untuk mengukur ke seluruh performa dari suatu perekonomian (Samuelson, 2004).


(27)

Namun demikian pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ciri pokok dalam proses pembangunan, hal ini diperlukan berhubungan dengan kenyataan adanya pertambahan penduduk. Bertambahnya penduduk dengan sendirinya menambah kebutuhannya akan pangan, sandang, pemukiman, pendidikan dan pelayanan kesehatan.

Harga yang berubah merupakan salah satu masalah yang harus dipecahkan ahli ekonomi ketika meraka menggunakan uang sebagai tolok ukur. Salah satu alat ukur yang digunakan dalam mengukur nilai uang dari barang dan jasa adalah menggunakan harga pasar untuk barang dan jasa yang berbeda (Samuelson, 2004). Berdasarkan teori tersebut peneliti menggunakan PDRB harga berlaku sebagai alat ukur untuk menilai pertumbuhan ekonomi.

Blakely (1994) dalam Darwanto (2007) juga mengemukakan akan pentingnya

peran pemerintah, dengan mengemukakan sejumlah faktor yang mempengaruhi pembangunan daerah. Faktor-faktor tersebut adalah sumber daya alam, tenaga kerja, investasi modal, kewirausahaan, transportasi, komunikasi, komposisi sektor industri, teknologi, pasar ekspor, situasi perekonomian internasional, kapasitas pemerintah daerah, pengeluaran pemerintah dan dukungan pembangunan. Berdasarkan uraian tersebut disimpulkan semakin tinggi tingkat pertumbuhan perekonomian tentu akan mengakibatkan bertumbuhnya investasi modal swasta maupun pemerintah. Hal inilah mengakibatkan pemerintah lebih leluasa dalam menyusun anggaran belanja modal.


(28)

2.1.4. Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah adalah salah satu sumber penerimaan yang harus selalu terus menerus di pacu pertumbuhannya. Dalam otonomi daerah ini kemandirian pemerintah daerah sangat dituntut dalam pembiayaan pembangunan daerah dan pelayaan kepada masyarakat. Oleh sebab itu pertumbuhan investasi di pemerintah kabupaten dan kota di Sumatera Utara perlu diprioritaskan karena diharapkan memberikan dampak positif terhadap peningkatan perekonomian regional.

Menurut Halim (2004: 67), "Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.

Pasal 157 UU No. 32 Tahun 2004 dan Pasal 6 UU No. 33 Tahun 2004 menjelaskan bahwa sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri:

1. Pajak Daerah, 2. Retribusi Daerah,

3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, 4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah.

Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, Pasal 1, “Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah yang asli digali di daerah yang digunakan untuk modal


(29)

dasar pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat.

Menurut Mardiasmo (2002: 132), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.

Menurut Abdul Halim (2007: 96) kelompok Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan:

a. Pajak Daerah.

Sesuai UU Nomor 34 Tahun 2000 jenis pendapatan pajak untuk kabupaten/ kota terdiri dari:

1) Pajak hotel, 2) Pajak restoran, 3) Pajak hiburan, 4) Pajak reklame,

5) Pajak penerangan jalan,

6) Pajak pengambilan bahan galian golongan C, 7) Pajak Parkir.

b. Retribusi Daerah.

Retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi. Terkait dengan UU Nomor 34 Tahun 2000 jenis pendapatan retribusi untuk kabupaten/kota meliputi objek pendapatan yang terdiri dari 29 objek.

c. Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan.

Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup:

1) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD.

2) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/BUMD.

3) Bagian laba penyertaan modal pada perusahaan milik swasta swasta atau kelompok usaha masyarakat.

d. Lain-lain PAD yang sah.

Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik Pemda. Rekening ini disediakan untuk mengakuntansikan penerimaan daerah


(30)

selain yang disebut di atas. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut:

1) Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan. 2) Jasa giro.

3) Pendapatan bunga.

4) Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah.

5) Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan pengadaan barang, dan jasa oleh daerah.

6) Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.

7) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan. 8) Pendapatan denda pajak.

9) Pendapatan denda retribusi. 10) Pendapatan eksekusi atas jaminan. 11) Pendapatan dari pengembalian. 12) Fasilitas sosial dan umum.

13) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. 14) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.

Secara konseptual, perubahan pendapatan akan berpengaruh terhadap belanja atau pengeluaran, namun tidak selalu seluruh tambahan pendapatan tersebut akan dialokasikan dalam belanja.

Abdullah & Halim (2004) menemukan bahwa sumber pendapatan daerah berupa PAD dan dana perimbangan berpengaruh terhadap belanja daerah secara keseluruhan. Meskipun proporsi PAD maksimal hanya sebesar 10% dari total pendapatan daerah, kontribusinya terhadap pengalokasian anggaran cukup besar, terutama bila dikaitkan dengan kepentingan politis (Abdullah, 2004).

2.1.5. Dana Alokasi Umum

Dalam pengaturan keuangan menurut UU Nomor 25 Tahun 1999 adalah provisi berupa transfer antar pemerintah dari pusat ke kabupaten dan kota yang disebut dengan dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Dana Alokasi Umum


(31)

adalah merupakan transfer yang bersifat umum (block grant) yang diberikan kepada

semua kabupaten dan kota untuk tujuan mengisi kesenjangan antara kapasitas dan kebutuhan fiskalnya dan didistribusikan dengan formula berdasarkan prinsip-pinsip tertentu yang secara umum mengindikasikan bahwa daerah miskin dan terbelakang harus menerima lebih banyak dari pada daerah kaya. Dengan kata lain tujuan alokasi DAU adalah dalam rangka pemerataan kemampuan penyediaan pelayanan publik antar pemda di Indonesia (Kuncoro, 2004).

Secara definisi DAU dapat diartikan sebagai berikut:

1. Salah satu komponen dari dana perimbangan pada APBN, yang pengalokasiannya didasarkan atas konsep kesenjangan fiskal yaitu selisih antara kebutuhan fiskal dengan kapital fiskal.

2. Instrumen untuk mengatasi horizontal balance yang dialokasikan dengan tujuan

pemerataan kemampuan keuangan antar daerah dan penggunaannya ditetapkan sepenuhnya oleh daerah.

3. Equalization grant berfungsi untuk menetralisasi ketimpangan kemampuan

keuangan dengan adanya PAD, Bagi Hasil Pajak dan bagi hasil SDA yang diperoleh daerah (Sigit, 2003; Kuncoro, 2004).

Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya di dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Berkaitan dengan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, hal tersebut merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah


(32)

daerah. Dengan demikian, terjadi transfer yang cukup signifikan didalam APBN dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dan pemerintah daerah secara leluasa dapat menggunakan dana ini apakah untuk memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat atau untuk keperluan lain yang tidak penting.

DAU merupakan salah satu alat bagi pemerintah pusat sebagai alat pemerataan pembangunan di Indonesia yang bertujuan untuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penguasaan pajak antara Pusat dan Daerah telah diatasi dengan adanya perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah (dengan kebijakan bagi hasil dan DAU minimal sebesar 25% dari Penerimaan Dalam Negeri). Dengan perimbangan tersebut, khususnya dari DAU akan memberikan kepastian bagi Daerah dalam memperoleh sumber-sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawabnya. Hal ini sesuai dengan prinsip fiscal gap yang dirumuskan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan

Keuangan Departemen Keuangan yang sejalan dengan Sesuai dengan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah bahwa kebutuhan DAU oleh suatu Daerah (Propinsi, Kabupaten dan Kota) ditentukan

dengan menggunakan pendekatan konsep fiscal gap, di mana kebutuhan DAU suatu

daerah ditentukan oleh kebutuhan daerah (fiscal needs) dan potensi daerah (fiscal

capacity). Dengan pengertian lain, DAU digunakan untuk menutup celah/gap yang

terjadi karena kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang ada. Berdasarkan konsep fiscal gap tersebut, distribusi DAU kepada daerah-daerah yang


(33)

yang mempunyai kemampuan keuangan relatif kecil akan memperoleh DAU yang relatif besar. Dengan konsep ini beberapa daerah, khususnya daerah yang kaya sumber daya alam dapat memperoleh DAU yang negatif.

Berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan oleh Holtz-Eakin et.al., (1985)

dalam Darwanto (2007) menyatakan bahwa terdapat keterkaitan sangat erat antara transfer dari pemerintah pusat dengan belanja pemerintah daerah. Secara spesifik mereka menegaskan bahwa variabel-variabel kebijakan pemerintah daerah dalam jangka pendek disesuaikan (adjusted) dengan transfer yang diterima, sehingga

memungkinkan terjadinya respon yang non-linier dan asymmetric

2.1.6. Dana Alokasi Khusus

Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN

yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah dengan kemampuan keuangan di bawah rata-rata nasional, dalam rangka mendanai kegiatan penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat yang telah merupakan urusan daerah. DAK merupakan dana yang berasal dari APBN dan dialokasikan ke daerah kabupaten/kota untuk membiayai kebutuhan tertentu yang sifatnya khusus, tergantung tersedianya dana dalam APBN (Suparmoko, 2002). Kebutuhan khusus adalah kebutuhan yang sulit diperkirakan dengan rumus alokasi umum, dan atau kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.


(34)

Kebijakan DAK secara spesifik: (www.depkeu.djpk.go.id)

1. Diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah dengan kemampuan keuangan di bawah rata-rata nasional, dalam rangka mendanai kegiatan penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat yang telah merupakan urusan daerah;

2. Menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/ terpencil, daerah rawan banjir/longsor, serta termasuk kategori daerah ketahanan pangan dan daerah pariwisata;

3. Mendorong peningkatan produktivitas perluasan kesempatan kerja dan diversifikasi ekonomi terutama di pedesaan, melalui kegiatan khusus di bidang pertanian, kelautan dan perikanan, serta infrastruktur;

4. Meningkatkan akses penduduk miskin terhadap pelayanan dasar dan prasarana dasar melalui kegiatan khusus di bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur; 5. Menjaga dan meningkatkan kualitas hidup, serta mencegah kerusakan lingkungan

hidup, dan mengurangi risiko bencana melalui kegiatan khusus di bidang lingkungan hidup, mempercepat penyediaan serta meningkatkan cakupan dan kehandalan pelayanan prasarana dan sarana dasar dalam satu kesatuan sistem yang terpadu melalui kegiatan khusus di bidang infrastruktur;

6. Mendukung penyediaan prasarana di daerah yang terkena dampak pemekaran pemerintah kabupaten, kota, dan provinsi melalui kegiatan khusus di bidang prasarana pemerintahan;


(35)

7. Meningkatkan keterpaduan dan sinkronisasi kegiatan yang didanai dari DAK dengan kegiatan yang didanai dari anggaran Kementerian/Lembaga dan kegiatan yang didanai dari APBD;

8. Mengalihkan secara bertahap dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang digunakan untuk mendanai kegiatan-kegiatan yang telah menjadi urusan daerah ke DAK. Dana yang dialihkan berasal dari anggaran Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Kesehatan.

2.1.7. Belanja Modal dalam Anggaran Daerah

Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan dan aset tak berwujud (PP Nomor 24 Tahun 2005). Dengan kata lain belanja modal dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Belanja Modal dapat dikategorikan dalam 5 (lima) kategori utama:

1. Belanja Modal Tanah

Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/pembeliaan/pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertipikat,


(36)

dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.

2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin

Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.

3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan

Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan

Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangu-nan/pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

5. Belanja Modal Fisik Lainnya

Belanja Modal Fisik Lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/pembuatan serta


(37)

perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan kedalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.

Aset tetap merupakan prasayarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah daerah. Untuk menambah aset tetap, pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk belanja modal dalam APBD. Alokasi belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Biasanya setiap tahun diadakan pengadaan aset tetap oleh pemerintahan daerah, sesuai dengan prioritas anggaran dan pelayanan publik yang memberikan dampak jangka panjang secara finansial.

Menurut Halim (2004), belanja modal merupakan belanja yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah serta akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan. Munir (2003)

dalam Darwanto (2007) juga menyatakan menyatakan hal sama. Bahwa belanja

modal memiliki karakteristik spesifik menunjukkan adanya berbagai pertimbangan dalam pengalokasiannya.


(38)

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini diantaranya. Sulistiawan (2005) meneliti pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Pemerintah dan menemukan bahwa DAU dan PAD berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah. Maimunah (2004) melakukan penelitian tentang Flypaper Effect pada DAU

dan PAD terhadap belanja daerah Kabupaten/Kota di Sumatera dan menemukan besarnya nilai DAU dan PAD berpengaruh positif terhadap belanja daerah dan ada Pengaruh flypaper effect dalam memprediksi belanja daerah periode ke depan.

Darwanto (2007) meneliti Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, PAD, dan DAU terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal dengan mengambil sampel Kabupaten/Kota di Pulau Jawa, menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi, PAD dan DAU berpengaruh signifikan terhadap anggaran belanja modal. Sedangkan secara parsial PAD dan DAU berpengaruh signifikan terhdap anggaran belanja modal, sedangkan pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh.

Beberapa penelitian sebelumnya yang dijadikan sebagai pedoman untuk melakukan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini:


(39)

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu Nama

Peneliti /Tahun

Judul Penelitian Variabel yang

Digunakan Hasil Penelitian

Sulistiawan (2005) Pengaruh DAU, PAD terhadap Belanja Pemerintah DAU, PAD Belanja Pemerintah Daerah

DAU, PAD berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah.

Maimunah (2004)

Flypaper Effect Pada DAU dan PAD Terhadap Belanja Daerah Kabupaten/ Kota di Sumatera

DAU PAD

Belanja Daerah

Besarnya nilai DAU dan PAD berpengaruh positif terhadap

Belanja daerah dan ada

Pengaruh flypaper effect dalam memprediksi Belanja Daerah periode ke depan.

Darwanto (2007)

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, PAD, Dan DAU terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Pertumbuhan Ekonomi PAD DAU Anggaran Belanja Modal

PE, PAD dan DAU berpengaruh signifikan terhadap variabel BM. Secara parsial PAD dan DAU berpengaruh signifikan, sedangkan PE tidak berpengaruh.

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Darwanto (2007). Perbedaan penelitian ini dengan yang dilakukan oleh Darwanto terletak pada variabel DAK, waktu dan objek penelitian, Sehingga penelitian ini akan menguji pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, PAD, DAU dan DAK terhadap Anggaran belanja modal. Dengan demikian penelitian ini akan menguji apakah Pertumbuhan Ekonomi, PAD, DAU dan DAK berpengaruh terhadap anggaran belanja modal baik secara parsial maupun simultan.


(40)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konseptual

Gambar 3.1. Kerangka Konseptual

Pertumbuhan Ekonomi adalah sebagai suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian daerah dari suatu tahun ke tahun berikutnya diproksikan dengan PDRB, semakin tinggi PDRB suatu daerah berarti

P

P

e

e

n

n

d

d

a

a

p

p

a

a

t

t

a

a

n

n

A

A

s

s

l

l

i

i

D

D

a

a

e

e

r

r

a

a

h

h

(

(

P

P

A

A

D

D

)

)

(

(

X

X

22

)

)

P

P

e

e

r

r

t

t

u

u

m

m

b

b

u

u

h

h

a

a

n

n

E

E

k

k

o

o

n

n

o

o

m

m

i

i

(

(

P

P

E

E

)

)

(

(

X

X

11

)

)

D

D

a

a

n

n

a

a

A

A

l

l

o

o

k

k

a

a

s

s

i

i

U

U

m

m

u

u

m

m

(

(

D

D

A

A

U

U

)

)

(

(

X

X

3

)

)

D

D

a

a

n

n

a

a

A

A

l

l

o

o

k

k

a

a

s

s

i

i

K

K

h

h

u

u

s

s

u

u

s

s

(

(

D

D

A

A

K

K

)

)

(

(

X

X

44

)

)

A

A

n

n

g

g

g

g

a

a

r

r

a

a

n

n

B

B

e

e

l

l

a

a

n

n

j

j

a

a

M

M

o

o

d

d

a

a

l

l

(

(

B

B

M

M

)

)

(

(

Y

Y

)

)


(41)

pertumbuhan ekonomi semakin meningkat yang mengakibatkan pengalokasian anggaran belanja modal yang semakin dinamis.

PAD adalah pendapatan asli daerah yang berasal dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Dana Alokasi Umum (DAU) adalah merupakan transfer yang bersifat umum (block grant) untuk mengatasi masalah ketimpangan horizontal (antar daerah) dengan

tujuan utama pemerataan kemampuan keuangan antar daerah.

DAK adalah merupakan transfer yang bersifat khusus untuk mengatasi masalah khusus dengan dana pendampingan dari APBN dengan tujuan utama pembangunan nasional.

Anggaran Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan dan aset tak berwujud (PP Nomor 24 Tahun 2005).

Pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD untuk menambah aset tetap. Alokasi belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk kualitas pelayanan publik. Besarnya belanja modal yang dialokasikan pemerintah daerah dalam APBD tentu sangat dipengaruhi oleh posisi keuangan pada daerah tersebut.


(42)

3.2. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tinjauan teoritis, dan kerangka pemikiran, maka hipotesis penelitian dapat dikemukakan sebagai berikut “Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Anggaran belanja modal”.


(43)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang menguji teori-teori melalui pengukuran variabel penelitian dengan angka dan melakukan analisis data dengan prosedur statistik. Tujuan penelitian ini untuk menguji hipotesis penelitian yang berkaitan dengan variabel yang diteliti. Hasil pengujian data digunakan sebagai dasar untuk menarik kesimpulan penelitian, mendukung atau menolak hipotesis yang dikembangkan dari telaah teoritis. Penelitian ini akan mengindentifikasi bagaimana variabel independen mempengaruhi variabel dependen.

4.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini di Provinsi Sumatera Utara dengan mengambil sampel sebanyak 19 kabupaten dan kota. Ruang lingkup penelitian ini dilaksanakan dengan memusatkan pembahasan mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi yang diproksikan dengan PDRB, pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus terhadap anggaran belanja modal di Provinsi Sumatera Utara. Waktu penelitian dilaksanakan pada awal April 2009 dan selesai pada bulan awal Juli 2009.


(44)

4.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kota/Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara berjumlah 33 kabupaten dan kota. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemerintah daerah kabupaten dan kota di Sumatera Utara pada tahun 2004-2007.

Tabel 4.1. Populasi dan Sampel Penelitian

Kriteria No Nama Kabupaten/Kota

1 2 Sampel

1. Kota Binjai √ √ Sampel 1

2. Kota Medan √ √ Sampel 2

3. Kota Sibolga √ √ Sampel 3

4. Kota Padang Sidempuan X X -

5. Kota Tebing Tinggi √ √ Sampel 4

6. Kota Tanjung Balai √ √ Sampel 5

7. Kota Pematang Siantar √ √ Sampel 6

8. Kabupaten Asahan √ √ Sampel 7

9. Kabupaten Humbang Hasundutan X X - 10. Kabupaten Toba Samosir √ √ Sampel 8 11. Kabupaten Tapanuli Selatan √ √ Sampel 9 12. Kabupaten Tapanuli Tengah √ √ Sampel 10

13. Kabupaten Batubara X X -

14. Kabupaten Pakphak Barat X X -

15. Kabupaten Tapanuli Utara √ √ Sampel 11

16. Kabupaten Nias Selatan X X -

17. Kabupaten Deli Serdang √ √ Sampel 12

18. Kabupaten Karo √ √ Sampel 13

19. Kabupaten Serdang Bedagai X √ - 20. Kabupaten Labuhan Batu √ √ Sampel 14

21. Kabupaten Nias √ √ Sampel 15

22. Kabupaten Langkat √ √ Sampel 16

23. Kabupaten Mandailing Natal √ √ Sampel 17

24. Kabupaten Samosir √ X -

25. Kabupaten Simalungun √ √ Sampel 18

26. Kabupaten Dairi √ √ Sampel 19

27. Kabupaten Angkola Sipirok X X -

28. Kabupaten Padang Lawas X X -

29. Kabupaten Padang Lawas Utara X X -

30. Kabupaten Nias Utara X X -

31. Kabupaten Labuhan Batu Utara X X - 32. Kabupaten Labuhan Batu Selatan X X -

33. Kota Gunung Sitoli X X -


(45)

Data sampel diambil dengan menggunakan purposive sampling dengan

kriteria yaitu:

1. Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara yang mempublikasikan laporan keuangannya secara konsisten dari tahun 2004-2007.

2. Pemerintah daerah kabupaten dan kota yang tidak dimekarkan pada kurun waktu

2004 -2007.

Dari 33 daerah kota dan kabupaten yang dijadikan populasi, hanya sebanyak 19 yang memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai sampel penelitian pada Tabel 4.1.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder bersumber dari dokumen laporan realisasi APBD yang diperoleh dari situs Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah melalui www.depkeu.djpk.go.id. Dari laporan realisasi APBD ini diperoleh data mengenai jumlah anggaran belanja modal, dana alokasi umum, dana alokasi khusus. Variabel Pertumbuhan Ekonomi yang diproksikan oleh PDRB harga berlaku dan PAD bersumber dari BPS Sumut melalui www.bps.go.id/sumut.


(46)

4.5. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel 4.5.1. Definisi Operasional

Variabel bebas (Independent Variabel) yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu pertumbuhan ekonomi yang diproksikan dengan PDRB harga berlaku, PAD, DAU dan DAK. Variabel terikat (dependent variabel) yang merupakan perhatian

utama adalah anggaran belanja modal. Untuk menjelaskan variabel-variabel yang sudah diidentifikasi sebagai berikut:

1. Pertumbuhan Ekonomi adalah sebagai suatu ukuran kuantitatif yang

menggambarkan perkembangan suatu perekonomian daerah dalam suatu tahun tertentu. Pertumbuhan ekonomi tersebut diproksikan dengan PDRB harga berlaku dengan menggunakan skala rasio

2. PAD, Total realisasi penerimaan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain penerimaan PAD yang sah dengan menggunakan skala rasio. 3. DAU, Total dana transfer yang bersifat umum (block grant) untuk mengatasi

masalah ketimpangan horizontal (antar daerah) dengan tujuan utama

pemerataan kemampuan keuangan antar daerah dengan menggunakan skala rasio.

4. DAK adalah total dana transfer dari pemerintah pusat bersifat khusus dengan menggunakan skala rasio.

5. Anggaran Belanja Modal adalah total anggaran pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset


(47)

tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset dengan menggunakan skala rasio.

4.5.2. Metode Pengukuran Variabel

Untuk mengukur variabel-variabel yang sudah diidentifikasi digunakan instrumen dan alat ukur sebagai berikut:

Tabel 4.2. Operasionalisasi Variabel Jenis

Variabel

Nama

Variabel Indikator Kriteria/Ukuran

Skala Pengukuran

Dependen Anggaran

Belanja Modal (Y) Laporan APBD Pemkab/ Pemkot Sumut

Anggaran Belanja Modal tahun 2004-2007.

Rasio

Independen

Pertumbu-han Ekonomi (X1)

Laporan Hasil Pertumbuhan Ekonomi Pemkab/ Pemkot Sumut

Berdasarkan PDRB harga berlaku tahun 2003-2006.

Rasio

Independen PAD (X2) Laporan PAD

Pemkab/ Pemkot Sumut

Anggaran PAD

tahun 2004-2007.

Rasio

Independen DAU (X3) Laporan

APBD Pemkab/ Pemkot Sumut

Anggaran DAU

tahun 2004-2007.

Rasio

Independen DAK (X4) Laporan

APBD Pemkab/ Pemkot Sumut

Anggaran DAK

tahun 2004-2007.


(48)

4.6. Metode Analisa Data

Data dianalisis dengan menggunakan metode analisa data multivariate, yang merupakan metode statistik deskriptif dan infrensial yang digunakan untuk menganalisa data lebih dari dua variabel penelitian.

4.6.1. Uji Asumsi Klasik

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis regresi maka diperlukan pengujian asumsi klasik meliputi:

1. Uji Normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal (Nugroho, 2005: 18). Untuk menguji apakah distribusi normal atau tidak dapat dilihat melalui normal probability plot dengan membandingkan distribusi kumulatif dan distribusi normal. Data normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data adalah normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya (Ghozali, 2005: 110).

2. Uji Multikolinieritas, diperlukan untuk mengetahui apakah ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lain dalam satu model (Nugroho, 2005: 58). Selain itu deteksi terhadap multikoliniearitas juga bertujuan untuk menghindari bias dalam proses pengambilan keputusan mengenai pengaruh pada uji parsial masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Deteksi multikolinieritas pada suatu model dapat dilihat jika nilai


(49)

Variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1, maka model tersebut dapat dikatakan terbebas dari multikolinieritas. VIF = 1/Tolerance, jika VIF = 10 maka Tolerance = 1/10 = 0,1. 3. Uji Heteroskedastisitas, bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

terjadi perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki kesamaan variance residual suatu periode pengamatan dengan pengamatan yang lain, atau homokesdastisitas. Cara memprediksi ada tidaknya heteroskedastisitas pada suatu model dapat dilihat dari pola gambar scatter plot model tersebut dan melakukan uji Glesjer (Nugroho, 2005).

4. Uji Autokorelasi, dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dan dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Pengujian asumsi ketiga ini, dilakukan dengan menggunakan uji Durbin Watson (Durbin-Watson Test), yaitu

untuk menguji apakah terjadi korelasi serial atau tidak dengan menghitung nilai d

statistik. Salah satu pengujian yang digunakan untuk mengetahui adanya autokorelasi adalah dengan memakai uji statistik Durbin–Watson (DW test). Jika nilai Durbin–Watson berada diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi (Nugroho, 2005).


(50)

4.6.2. Model Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model analisis regresi berganda bertujuan untuk memprediksi kekuatan pengaruh seberapa variabel independen terhadap variabel dependen (Sekaran, 1992). Dalam penelitian ini digunakan tingkat signifikansi () 0,05 atau 5%. Untuk menguji apakah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak, maka dilakukan pengujian terhadap variabel-variabel penelitian dengan cara menguji secara simultan melalui signifikansi simultan (Uji statistik F), yang bermaksud untuk dapat menjelaskan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Sedangkan untuk menguji masing-masing variabel secara parsial, dilakukan dengan uji signifikansi parameter individual (uji t statistik) yang bertujuan untuk mengetahui apakah variabel independen berpengaruh atau tidak terhadap variabel dependen, serta variabel mana yang dominan mempengaruhi variabel dependen.

Model regresi yang digunakan adalah:

Y = + ß1 PE_PDRB + ß2PAD + ß3DAU + ß4DAK + e

Di mana:

Y = Anggaran Belanja Modal (BM)

 = Konstanta

ß = Slope atau Koefisien Regresi

PE_PDRB = Pertumbuhan Ekonomi

PAD = Pendapatan Asli Daerah


(51)

DAK = Dana Alokasi Khusus e = error


(52)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Deskripsi Data Penelitian

Sebelum melakukan pembahasan mengenai data secara statistik harus terlebih dahulu memperhatikan deskripsi data Kabupaten/Kota yang telah ditentukan sebagai sampel. Kabupaten/Kota yang terpilih menjadi sampel penelitian adalah sebanyak 19 (sembilan belas) sampel yang terdapat pada Tabel 4.1 pada bab sebelumnya.

Berdasarkan hasil pengolahan data yang terdapat pada Lampiran 2a di mana hasil uji regresi berganda yang menunjukkan model regresi yang tidak linier dan tidak melewati uji asumsi klasik yaitu adanya gejala multikolinieritas pada variabel PE_PDRB. Selanjutnya untuk mendapatkan model yang layak (blues unbiased linier)

setelah melalui uji asumsi klasik dilanjutkan dengan melakukan transformasi logaritma natural hanya pada variabel PE_PDRB. Berdasarkan model yang sudah ditransformasi maka diperoleh model yang akan dibahas lebih lanjut yang terdapat pada Lampiran 2b merupakan model yang telah melewati uji asumsi klasik.

Deskripsi statistik dari data penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut:

Tabel 5.1. Statistik Deskriptif

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

PDRB_X1 76 640.71 48849.95 6519.8189 9210.39767 PAD_X2 76 4262.52 324263.23 30714.7825 64167.11465 DAU_X3 76 93121.00 748707.00 287920.3487 156944.33583 DAK_X4 76 4000.00 66721.00 21436.0263 16880.93617 Belanja_Modal_Y 76 7100.00 435000.00 88763.6842 78378.80815

Valid N (listwise) 76


(53)

Berdasarkan Tabel 5.1 di atas dapat dilihat bahwa dari jumlah N sampel sebanyak 76, di mana rata-rata jumlah PE_PDRB (X1) Kabupaten Kota di Sumut

sebanyak Rp. 6.519 Milyar Rupiah dengan jumlah PE_PDRB terendah Rp.640,71 Juta Rupiah dan tertinggi sebanyak Rp. 48.849 Milyar dengan standar deviasi Rp.9.210 Milyar dari rata-rata. Dengan melihat angka laju pertumbuhan PE_PDRB pada suatu daerah maka dapat memberikan suatu gambaran bagaimana pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai oleh daerah tersebut.

Rata-rata jumlah PAD Kabupaten Kota di Sumut sebanyak Rp.30.728 Milyar dengan jumlah PAD terendah sebesar Rp.4.262 Milyar dan tertinggi sebanyak Rp.324.263 Milyar dengan standar deviasi Rp.64.162 Milyar dari rata-rata. PAD menggambarkan kemampuan Pemda/Pemko menggali potensi yang yang ada untuk meningkatkan pendapatan daerahnya dalam merealisasikan PAD yang direncanakan guna untuk membiayai daerah pemerintahannya, berdasarkan potensi riil daerah. Secara keseluruhan PAD Propinsi Sumatera Utara mengalami kenaikan. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah ini merupakan akibat perkembangan pesat pajak daerah dan retribusi daerah.

Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Berdasarkan data di atas rata-rata jumlah DAU Kabupaten Kota di Sumut sebanyak 287.920 Milyar Rupiah dengan jumlah DAU terendah sebesar 93.121 Milyar Rupiah dan


(54)

DAU tertinggi sebanyak 748.707 Milyar Rupiah dengan standar deviasi 156.944 Milyar Rupiah dari rata-rata.

Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah dengan kemampuan keuangan di bawah rata-rata nasional, dalam rangka mendanai kegiatan penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat yang telah merupakan urusan daerah. Berdasarkan data di atas rata-rata jumlah DAK Kabupaten Kota di Sumut sebesar 21.436 Milyar Rupiah dengan jumlah DAK terendah sebesar 4 Milyar Rupiah dan DAK tertinggi sebanyak 66.721 Milyar Rupiah dengan standar deviasi 16.880 Milyar Rupiah dari rata-rata.

Belanja modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada Kelompok Belanja Administrasi Umum. Belanja Modal merupakan belanja daerah yang dilakukan oleh pemerintah daerah diantaranya pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat juga menikmati manfaat dari pembangunan daerah. Tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas di berbagai sektor, produktivitas masyarakat diharapkan menjadi semakin tinggi dan pada gilirannya terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi. Rata-rata anggaran belanja modal sebesar


(55)

88.76 Milyar Rupiah dengan jumlah anggaran belanja modal terendah sebesar Rp. 7.10 Milyar dan tertinggi sebesar Rp. 435.00 Milyar dengan standar deviasi 78.38 dari rata-rata.

5.2. Analisis Data 5.2.1. Uji Asumsi Klasik

Pengujian terhadap ada tidaknya pelanggaran terhadap asumsi-asumsi klasik yang merupakan dasar dalam model regresi linier berganda. Hal ini dilakukan sebelum pengujian hipotesis meliputi:

5.2.1.1.Pengujian normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi pada variabel terikat dan variabel bebas mempunyai distribusi normal atau tidak. Untuk menguji apakah data penelitian ini terdistribusi normal atau tidak dapat dideteksi melalui 2 cara yaitu analisis grafik dan analisis statistik (uji One sample Kolmogorov Smirnov).

a. Analisis Grafik

1. Sebelum Transformasi


(56)

2. Sesudah Transformasi

Gambar 5.2. Grafik Normalitas Sesudah Transformasi

Berdasarkan pada Gambar 5.1 dan 5.2 tersebut Ghozali (2005) menyatakan jika distribusi data adalah normal, maka terdapat titik titik yang menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti arah garis diagonalnya. Hasil grafik sebelum dan sesudah transformasi tersebut terlihat bahwa titik-titik yang menyebar di sekitar garis diagonalnya maka dapat dinyatakan bahwa residual terdistribusi normal.

b. Uji Statistik

Uji Normalitas bertujuan untuk melihat apakah model regresi, variabel pengganggu atau residual berdistribusi normal. Untuk itu dilakukan uji one sample


(57)

Tabel 5.2. Hasil Pengujian One Sample Kolmogorov Smirnov Test One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 76

Mean .0000000

Normal Parametersa

Std. Deviation 40.72045848

Absolute .097

Positive .097

Most Extreme Differences

Negative -.091

Kolmogorov-Smirnov Z .844

Asymp. Sig. (2-tailed) .475

a. Test distribution is Normal.

Sumber: Lampiran 2b. Hasil Output SPSS 16.

Dari hasil pengujian terlihat pada Tabel 5.2 tersebut terlihat besarnya nilai Kolmogorov- Smirnov adalah 0.844 dan signifikansinya pada 0.475 dan nilainya jauh diatas á = 0.05 Dalam hal ini berarti H0 diterima yang berarti data residual berdistribusi normal.

5.2.1.2.Uji multikolinearitas

Pengujian multikolinearitas dilakukan untuk melihat apakah pada model regresi ditemukan ada tidaknya korelasi antar variabel bebas. Berdasarkan pada Lampiran 2a terlihat bahwa variabel independen PE_PDRB (X1) memiliki nilai VIF sebesar 16.381 dan persamaan prediksi (unstandardized coefficients) sebesar 0,003,

hal tersebutlah melatar belakangi dilakukan proses transformasi. Nilai VIF pada variabel PE_PDRB (X1) tersebut menunjukkan terjadinya gejala multikolinieritas diantara variabel independen atau penyebab multikolinieritas dengan variabel yang lain. Menurut Ghozali menyatakan bahwa problem multikolinieritas dapat


(1)

ke dalam DBH SDA Kehutanan. Pada tahun 2004, DAK Non-DR dialokasikan untuk infrastruktur air bersih serta bidang kelautan dan perikanan, dan pada tahun 2005 terdapat penambahan bidang, yaitu pertanian. Selanjutnya, pada tahun 2006 bidang yang didanai melalui DAK ditambah bidang lingkungan hidup. Bahkan pada tahun 2008 bertambah dua bidang, yaitu bidang keluarga berencana (KB) dan bidang kehutanan. Untuk menunjukkan komitmen daerah dalam pelaksanaan DAK, kepada daerah diwajibkan menganggarkan dana pendamping dalam APBD, sekurang-kurangnya 10 persen dari besaran alokasi DAK yang diterima.


(2)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Secara simultan Pertumbuhan Ekonomi/PDRB, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan terhadap anggaran belanja modal di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.

2. Secara parsial hanya variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang berpengaruh signifikan terhadap anggaran belanja modal daerah di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Sedangkan variabel Pertumbuhan Ekonomi yang diproksikan dengan PDRB tidakberpengaruh signifikan dengan tingkat alpha 5% terhadap anggaran belanja modal di daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Hasil tersebut konsisten dengan hasil penelitian Darwanto (2007) yang menyatakan pertumbuhan ekonomi tidak diikuti oleh alokasi belanja modal yang signifikan.

6.2. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini yaitu:

1. Sampel dalam penelitian ini dibatasi pada kabupaten/kota tertentu yang memiliki ketersediaan data, yaitu 19 kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara. Hal ini menyebabkan hasil penelitian hanya berlaku untuk kabupaten/kota yang menjadi


(3)

sampel penelitian, sehingga belum dapat di generalisasi untuk seluruh Kabupaten/ Kota di Indonesia.

2. Penelitian ini tidak memberikan secara rinci alokasi penggunaan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum manakah yang memberikan kontribusi besar terhadap anggaran belanja modal.

3. Penelitian ini tidak membahas kebijakan pemerintah dalam penyusunan anggaran Belanja Modal.

6.3. Saran

1. Bagi peneliti berikutnya dimasa mendatang agar dapat memperluas atau menambah sampel penelitian seperti sampel dari luar Sumatera Utara atau seluruh Indonesia dengan menambah periode pengamatan.

2. Peneliti berikutnya sebaiknya menambah variabel atau faktor-faktor lain yang mempengaruhi anggaran belanja modal seperti kebijakan pemerintah daerah.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Syukriy. 2004. Perilaku Oportunistik Legislatif dalam Penganggaran Daerah: Pendekatan Principal-Agent Theory. Makalah disajikan pada Seminar Antarbangsa di Universitas Bengkulu. Bengkulu. 4-5 Oktober 2004. Allen, Richard dan Tommasi, Daniel, 2001. Managing a Public Expenditure: A

Reference Book for Transition Coutries. OECD Paris.

BAPPENAS. 2003. Peta Kemampuan Keuangan Propinsi dalam Era Otonomi Daerah: Tinjauan Atas Kinerja PAD dan Upaya yang Dilakukan Daerah. Direktorat Jenderal Pengembangan Otonomi Daerah. Jakarta.

Budiono, 1985. Pengantar Ilmu Ekonomi No. 4. BPFE. Yogyakarta.

Darwanto dan Yustikasari, Yulia. 2007. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Sektor Publik, Vol 08 No 01. February 2007. BPFE UGM. Yogyakarta.

Departemen Keuangan RI. Kebijakan Desentralisasi Fiskal dan Pengelolaan Keuangan Daerah 2009. www.depkeu.djpk.go.id. akses 05 Juni 2009.

Fozzard, Adrian. 2001. The basic budgeting problem: Approaches to resource allocation in the public sector and their implications for pro-poor budgeting. Center for Aid and Public Expenditure, Overseas Development Institute (ODI). Working paper 147. www.odi.org.uk/resources/odi- publications/working-papers/147-resource-allocation-public-sector-pro-poor-budgeting.pdfdiakses 1 April 2009.

Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi III, 1-52, 79-134, 251-258, Badan Penerbit UNDIP. Semarang.

Halim, Abdul & Syukriy Abdullah. 2004. Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Pemda: Studi Kasus Kabupaten dan Kota di Jawa dan Bali. Jurnal Ekonomi STEI No.2/Tahun XIII/25.

Halim, Abdul & Syukriy Abdullah. 2006. Hubungan dan Masalah Keagenan di Pemerintahan Daerah: Sebuah Peluang Penelitian Anggaran dan Akuntansi.


(5)

Hair, et al. 1988. Multivariate Data Analisys, Fifth Edition, Prentice-Hall International. New Jersey.

Keefer, Philip and Khemani, Democracy, Public Expenditures, and the Poor, 2003,

Word Bank Policy Research Working Paper 3164.

Kuncoro, Mudrajat. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Lin, Justin Yifu dan Zhiqiang Liu. 2000. Fiscal Decentralization and Economic Growth in China, Economic Development and Cultural Change, Chicago. http://www3.nccu.edu.tw/~jthuang/Fiscal%20Decentralization%20and%20Ec onomic%20Growth.pdf diakses 1 April 2009.

Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Andi. Yogyakarta.

Nugroho, Bhuono, Agung. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian Dengan SPSS, Edisi I. Andi. Yogyakarta.

Republik Indonesia. Himpunan Undang-Undang Republik Indonesia. Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia. Jakarta. 2004.

_____________. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Departemen Komunikasi dan Informatika. Jakarta.

_____________. Undang-Undang Keuangan Negara Tahun 2003 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Departemen Komunikasi dan Informatika. Jakarta.

_____________. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Departemen Komunikasi dan Informatika. Jakarta.

_____________. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, Departemen Komunikasi dan Informatika. Jakarta.

_______________. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2005 tentang

Sistem Informasi Keuangan Daerah. Departemen Komunikasi dan Informatika. Jakarta.

_____________. Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 1999 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Anggaran. Citra Umbara. Bandung.


(6)

Rubin, Irene S. 1993. The Politics of Public Budgeting: Getting and Spending, Borrowing and Balancing. Second edition. Chatam, NJ: Chatham House Publishers, Inc.

Samuels, David. 2000. Fiscal horizontal accountability? Toward theory of budgetary “checks and balances” in presidential systems. University of Minnesota,

Working paper presented at the Conference on Horizontal Accountability in New Democracies, University of Notre Dame, May.

Samuelson, Paul. 2004. Ilmu Makro Ekonomi, Edisi 17 (terjemahan). Penerbit Media Global Edukasi. Jakarta.

Santoso. 2005. Statistik Parametrik. Penerbit Elex Media Computindo. Jakarta. Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam

Otonomi. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta.

Sekaran, Uma. 1992. Research Methods for Business (A Skill Building Approach).

Second Edition. John Wiley & Sons. New York.

Sidik, Machfud, Raksaka Mahi, Robert Simanjuntak dan Bambang Brodjonegoro. 2002. Dana Alokasi Umum: Konsep, Hambatan dan Prospek di Era Otonomi Daerah. Penerbit Buku Kompas. Jakarta.

Stine, William F. 2001. Is Local Government Revenue Responseti Federal Aid Symetrical? Evidence From Pennsylvania Country Government in an era of Retrenchment. National Tax Journal 47. No. 4.

http://www.ecomod.net/conferences/ecomod2001/papers_web/legrenzi_asy% 20local%20adjustment.pdf

Wong, John D. 2004. The Fiscal Impact of Economic Growth and Development on Local Government Capacity, Journal of Public Budgeting, Accounting and Financial Management. Fall. 16.3. Hal : 413-423.

Von, Hagen, 2005, Political Economy of Fiscal Institutions, Discussion paper 149, Governance and efficiency of Economic System, GESY.

Zainuddin et al., 2002. Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah di Indonesia. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

5 90 92

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Daerah di Provinsi Aceh

1 50 99

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

2 39 85

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Daerah pada Pemda di Provinsi Sumatera Utara

1 43 73

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Propinsi Sumatera Utara

1 41 93

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Anggaran Belanja Modal Pada Pemko/Pemkab Sumatera Utara

1 65 74

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

1 40 75

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Terhadap Belanja Modal pada Pemerintah Provinsi se Indonesia

0 36 72

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

0 0 11

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

0 0 12