Diskriminasi Gender Yang Dialami Oleh Tokoh Gin Dalam Novel “Ginko” Karya Jun’ichi Watanabe

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan
masyarakat. Melalui karya sastra, pengarang berusaha mengungkapkan suka duka
kehidupan masyarakat yang mereka rasakan atau mereka alami. Selain itu karya
sastra menyuguhkan potret kehidupan dengan menyangkut persoalan sosial dalam
masyarakat, setelah mengalami pengendapan secara intensif dalam imajinasi
pengarang, maka lahirlah pengalaman kehidupan sosial tersebut dalam bentuk
karya sastra.
Menurut Semi dalam Wahyudi (2008: 67) sastra lahir oleh dorongan
manusia untuk mengungkapkan diri, tentang masalah manusia, kemanusiaan, dan
semesta. Dengan hadirnya karya sastra yang membicarakan persoalan manusia,
antara karya sastra dengan manusia memiliki hubungan yang tidak terpisahkan.
Sastra dengan segala ekspresinya merupakan pencerminan dari kehidupan manusia.
Adapun permasalahan manusia merupakan ilham bagi pengarang untuk
mengungkapkan dirinya dengan media karya sastra. Mencermati hal tersebut,
jelaslah manusia berperan sebagai pendukung yang sangat menentukan dalam
kehidupan sastra.
Karya sastra adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni. Sastra
merupakan segala sesuatu yang ditulis dan tercetak. Selain itu, karya sastra juga

merupakan karya imajinatif yang dipandang lebih luas pengertiannya dari pada
karya fiksi (Wellek dan Werren, 1995: 3-4).

Universitas Sumatera Utara

Sebagai

hasil

imajinatif,

sastra

berfungsi

sebagai

hiburan

yang


menyenangkan, juga guna menambah pengalaman batin bagi para pembacanya.
Sastra terdiri atas tiga jenis (genre), yaitu prosa, puisi, dan drama. Salah satu jenis
prosa adalah novel.
Novel sebagai salah satu produk karya sastra merupakan media yang
digunakan pengarang dalam menyampaikan ide-idenya. Sebagai media, karya
sastra menjadi jembatan untuk menghubungkan pikiran-pikiran pengarang untuk
disampaikan kepada pembaca. Karya sastra sebagai media untuk merefleksikan
pandangan si pengarang terhadap berbagai masalah yang diamatinya. Realitas
sosial yang terjadi diramu dengan sedemikian rupa menjadi sebuah teks yang
memungkinkan menghadirkan pencitraan yang berbeda dibandingkan dengan
realitas empiris. Dengan demikian, realitas sosial yang terjadi di masyarakat
dihadirkan kembali oleh pengarang melalui teks cerita dalam bentuk dan
pencitraan yang berbeda. Dalam karya sastra, hal-hal yang digambarkan tentang
masyarakat bisa berupa struktur sosial masyarakat, fungsi dan peran masingmasing anggota masyarakat, maupun interaksi yang terjalin diantara seluruh
anggotanya. Secara lebih sederhana, karya sastra menggambarkan unsur-unsur
masyarakat yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Interaksi yang terjalin antara
keduanya merupakan hal yang sangat menarik untuk dikaji.
Dalam sistem yang lebih kompleks, hubungan antara laki-laki dan
perempuan dimanifestasikan dalam berbagai bentuk pola dan prilaku yang

mencerminkan penerimaan dari pihak laki-laki dan perempuan terhadap
kedudukan tiap jenis kelamin. Proses ini dikuatkan oleh realitas dalam banyak

Universitas Sumatera Utara

kebudayaan bahwa secara struktural posisi lelaki lebih tinggi dari pada kaum
perempuan.
Saat membahas masalah perempuan, salah satu konsep penting yang tidak
bisa dilupakan adalah permasalahan gender. Kata gender dalam bahasa Indonesia
dipinjam dari bahasa Inggris. Kalau dilihat dalam kamus, tidak dijelaskan secara
jelas pengertian antara kata sex dan gender. Konsep gender adalah suatu sifat yang
melekat pada kaum laki-laki maupun kaum perempuan yang dikonstruksikan
secara sosial maupun kultural. Misalnya bahwa perempuan itu dikenal lemah
lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat,
rasional, jantan dan perkasa. Ciri dan sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang
dapat dipertukarkan. Perubahan ciri dari sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu ke
waktu dan dari tempat ke tempat yang lain. Semua hal yang dapat dipertukarkan
antara sifat laki-laki dan perempuan, yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta
berbeda dari tempat ke tempat lainnya, maupun berbeda dari suatu kelas ke kelas
lain, itulah yang dikenal dengan konsep gender.

Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis lakilaki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu
terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal,
diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi secara
sosial atau kultural melalui ajaran keagamaan maupun negara. Melalui proses
panjang, sosialisasi gender tersebut akhirnya dianggap menjadi ketentuan Tuhan—
seolah-olah bersifat biologis, yang tidak bisa diubah lagi, sehingga perbedaanperbedaan gender dianggap dan dipahami secara kodrat laki-laki dan kodrat
perempuan.

Universitas Sumatera Utara

Perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan sesungguhnya tidaklah
menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender. Namun, yang
menjadi permasalahan, ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai
ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki dan perempuan pada umumnya. Pihak
yang paling dirugikan dalam ketidakadilan gender biasanya adalah perempuan.
Salah satu faktor penyebabnya adalah budaya patriarki. Partiarki menurut Bhasin
(1996: 3) merupakan sebuah sistem dominasi dan superioritas laki-laki, sistem
kontrol terhadap perempuan, dalam mana perempuan dikuasai. Patriarki
membentuk laki-laki sebagai superordinat dalam kerangka hubungan dengan
perempuan yang dijadikan sebagai subordinatnya. Dari kondisi ini muncullah

dominasi kaum laki-laki terhadap kaum perempuan, baik dalam kehidupan rumah
tangga maupun masyarakat. Perempuan sebagai lawan jenis dari laki-laki,
digambarkan dengan citra tertentu yang mengesankan inferioritas perempuan.
Inferioitas adalah perasaan minder atau rasa rendah diri tentang ketidakmampuan
diri sehingga tidak bisa menunjukkan kebolehannya secara optimal. Inferioritas ini
juga yang menyebabkan posisi perempuan lebih rendah dari laki-laki. Salah satu
kesan inferioritas yang sering ada adalah adanya sistem pembagian kerja. Ada
beberapa pemahaman bahwa perempuan tidak hanya berperan sebagai istri, ibu,
dan ibu rumah tangga saja, namun secara sosial dan budaya dapat mejadi apapun
dalam ruang lingkup yang luas. Namun ketika peran itu diterapkan dalam anggota
keluarga, semua pemahaman itu tidak dapat terealisasi. Semua peran yang
menyangkut sosial dan masyarakat hanya didominasi oleh pihak laki-laki. Yang
terjadi selanjutnya adalah, laki-laki akan lebih berkuasa dalam keluarga karena
merasa memiliki tugas dan tanggung jawab yang lebih besar dan berat

Universitas Sumatera Utara

dibandingkan perempuan. Efek negatif yang muncul akibat dari pemilahan peran
gender dari budaya patriarki akan memunculkan ketidakadilan gender sehingga
akan membentuk diskriminasi perempuan.

Dalam pasal 1 butir 3 UU No. 39/1998 tentang HAM disebutkan
pengertian diskriminasi, yakni segala bentuk pembatasan, pelecehan, atau
pengucilan yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan pada pembedaan
manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial,
status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat
pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan, atau
penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik
individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya
dan aspek kehidupan lainnya.
Dalam

http://id.wikipedia.org/wiki/Diskriminasi , diskriminasi merujuk

kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, dimana layanan ini
dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi
merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam kehidupan masyarakat, ini
disebabkan kecenderungan manusia membeda-bedakan yang lain. Diskriminasi
juga

mempengaruhi


setiap

individu

dalam

menentukan

pilihan

dalam

kehidupannya.
Jadi diskriminasi merupakan tindakan yang memperlakukan satu orang
atau satu kelompok secara tidak adil dari pada orang yang lainnya.
Menurut Fakih (2004: 12-13), diskriminasi atau ketidakadilan gender
termanifestasi dalam berbagai bentuk ketidakadilan, yakni : a) Marginalisasi atau
peminggiran, b) Subordinasi atau anggapan tidak penting, c) Pembentukan


Universitas Sumatera Utara

stereotipe atau pelabelan, d) Kekerasan / violence , e) Beban kerja berlebih /
double burden.
Masalah mengenai diskriminasi khususnya diskriminasi gender juga
terdapat dalam sebuah novel Jepang karangan Jun’ichi Watanabe yang berjudul
Ginko. Novel Ginko menceritakan tentang seorang gadis desa Tarawase yang
bernama Ogino Gin yang memiliki ambisi dan harapan untuk menjadi seorang
dokter wanita. Pada masa awal pemerintahan Meiji, untuk meraih profesi dokter
merupakan hal yang sangat sulit bagi perempuan. Maka dari itu cita-cita Gin untuk
menjadi dokter terbilang mustahil untuk terwujud. Namun semua kenyataan itu
tidak menyurutkan niatnya untuk menjadi dokter. Diawali dengan mengubah
namanya menjadi Ginko sebagai simbol perlawanannnya terhadap ketidakdilan
yang mendera perempuan, dia memulai perjuangan untuk menjadi dokter
perempuan pertama di Jepang. Tokoh utama perempuan dalam novel ini
beranggapan bahwa perempuan juga memiliki hak untuk merasakan profesi dokter.
Dia berambisi menjadi dokter perempuan agar perempuan-perempuan lain yang
sedang sakit dan butuh pertolongan dokter tidak perlu merasa canggung lagi saat
mereka akan diperiksa oleh dokter perempuan dan mereka pun dengan senang hati
menjalani proses pengobatan apapun. Penyangkalan antara realitas dan keinginan

tokoh utama mencerminkan tidak banyak yang dapat dilakukan perempuan jepang
untuk melakukan budaya patriarki seperti yang biasa dilakukan oleh kaum lakilaki.
Berbagai bentuk ketidakadilan gender itu terlihat dari usaha laki-laki untuk
mengontrol perempuan dalam berbagai hal seperti penomorduaan, seksualitas,

Universitas Sumatera Utara

sistem pembagian kerja dan lain-lain. Walau demikian, tokoh utama wanita tidak
pernah menyerah untuk meraih ambisinya untuk menjadi dokter perempuan.
Berdasarkan pada uraian tersebut diatas, penulis tertarik untuk membahas
diskriminasi gender yang terdapat dalam novel Ginko karya Jun’ichi Watanabe
sehingga akhirnya penulis memilih judul skripsi yaitu “Diskriminasi Gender yang
Dialami Oleh Tokoh Gin Dalam Novel ‘Ginko’ Karya Jun’ichi Watanabe”.

1.2 Perumusan Masalah
Istilah gender sudah sangat sering terdengar namun belum semua orang
memahami apa itu gender sebenarnya. Sebagian besar orang menganggap gender
sama dengan sex atau jenis kelamin. Padahal gender dan sex merupakan dua istilah
yang artinya sangat jauh berbeda. Sex atau jenis kelamin merupakan penyifatan
atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang

melekat pada jenis kelamin tertentu. Jenis kelamin ini secara permanen tidak
berubah dan merupakan ketentuan biologis atau sering disebut sebagai ketentuan
Tuhan atau kodrat.
Setiap masyarakat dalam komunitas kebudayaan tertentu memiliki
pandangan yang tentunya berbeda mengenai sifat laki-laki dan perempuan.
Perbedaan gender sesungguhnya tidak akan menjadi masalah sepanjang tidak
terjadinya diskriminasi atau ketidakadilan gender.
Dalam novel Ginko, sang penulis mengangkat tokoh utama wanita. Tokoh
utama wania dalam novel ini merupakan representasi kaum perempuan yang
menerima perlakuan tidak adil di zamannya. Tokoh wanita tersebut bernama Gin

Universitas Sumatera Utara

dan berasal dari keluarga Ogino yang merupakan kalangan Ogino Atas dan
keluarga yang paling dihormati dalam klan Ogino.
Tokoh Ginko dalam novel ini memiliki keinginan kuat untuk menjadi
seorang dokter perempuan. Namun keinginannya yang mulia ini malah ditentang
oleh ibunya sendiri. Ibunya beranggapan bahwa tugas dokter bukanlah pekerjaan
wanita. Ibunya mengatakan bahwa tugas seorang wanita hanyalah mengurus
rumah tangga dan merawat keluarga. Butuh waktu lebih dari setahum bagi Gin

untuk meyakinkan ibunya atas tekadnya untuk belajar ke Tokyo. Namun, izin yang
diberikan oleh ibunya masih penuh dengan rasa enggan, ibunya terkejut dan marah
atas tekad Gin yang pantang menyerah meskipun berhadapan dengan air matanya.
Akhirnya Gin bisa kuliah di Universitas Kedokteran Kojuin. Namun
semenjak hari pertamanya, Gin tidak mendapatkan apa-apa kecuali perlakuan
kasar dan diskriminasi dari mahasiswa yang merupakan laki-laki semua.
Mahasiswa-mahasiswa disana pun mengatakan bahwa derajat mereka telah
diturunan sampai pada tingkat perempuan karena adanya Gin yang melanjutkan
pendidikan ke profesi medis.
Ketidakdilan gender yang dialami Gin ada berbagai bentuk, diantaranya
adalah subordinasi, marginalisasi, stereotipe dan kekerasan/violence semua itu
dirasakan oleh Gin yang diungkapkan oleh pengarang dalam novel Ginko.
Sepintas tindakan ini diantaranya, saat Gin hendak pulang kerumah, ia
dicegat oleh sekelompok mahasiswa. Mereka melakukan pelecehan seksual kepada
Gin. Selain itu, setelah Gin lulus dari Universitas Kojuin, ia juga harus menerima
banyak tantangan yang cukup berat. Ia tidak diizinkan unuk mengikuti ujian lisensi
kedokteran. Serta masih banyak lagi perlakuan diskriminasi yang diterima oleh

Universitas Sumatera Utara

Gin bahkan saat dia sudah membuka praktik dokter di rumahnya. Dan masih
banyak lagi tindakan diskriminasi yang dialami oleh Gin yang akan dibahas di bab
tiga.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis merumuskan masalahnya dalam
bentuk pertanyaan sebagai berikut :
1. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender apa saja yang dialami oleh tokoh
Gin dalam novel Ginko?
2. Bagaimana ketidakadilan gender yang dialami oleh tokoh Gin dalam
novel Ginko yang diungkapkan oleh Jun’ichi Watanabe?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan
Dari permasalahan yang telah dikemukakan di atas, penulis menganggap
diperlukan adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan penelitiaan ini.
Hal ini dilakukan sebagai upaya agar masalah tidak terlalu luas dan berkembang
jauh dari topik penelitian, sehingga penulisan dapat lebih terarah dan terfokus.
Dalam penulisan skripsi ini penulis membatasi permasalahannya yakni
mengenai masalah diskriminasi gender dalam novel Ginko dan realitas masalah
gender di Jepang, khususnya masalah ketidakadilan gender berupa subordinasi,
marginalisasi, stereotipe dan violence atau kekerasan terhadap perempuan.
Untuk mempermudah dan memperjelas fokus mengenai diskriminasi gender ini,
penulis juga akan menjelaskan mengenai setting novel Ginko, biografi Jun’chi
Watanabe sebagai pengarang novel Ginko, dan pengertian gender termasuk
didalamnya konsep gender, ideologi gender dan ketidakadilan gender. Data

Universitas Sumatera Utara

utama adalah novel Ginko karya Jun’ichi Watanabe yang berjumlah 462 halaman,
dalam edisi bahasa Indonesia.

1.4 Tinjauan Pusataka dan Kerangka Teori
1.4.1

Tinjauan Pustaka
Menurut Semi

dalam Wahyudi (2008: 67),sastra lahir oleh dorongan

manusia untuk mengungkapkan diri, tentang masalah manusia, kemanusiaan, dan
semesta. Sastra adalah pengungkapan masalah hidup, filsafat, dan ilmu jiwa.
Sastra adalah kekayaan rohani yang dapat memperkaya rohani.
Banyak orang yang mendefenisiskan karya sastra dalam satu defenisi yang
umum. Padahal selain bersifat umum, karya sastra juga bersifat khusus. Dikatakan
bersifat umum karena semua karya sastra seharusnya dapat dibedakan dengan
bentuk hasil-hasil seni atau kebudayaan lainnya, seperti seni patung, seni tari, seni
lukis, seni rupa, dll. Karya sastra bersifat khusus karena karya sastra dapat
dibedakan atas puisi, prosa, dan drama. Prosa dapat dibedakan atas cerpen, novel,
novelet, dan cerpen.
Novel merupakan bentuk prosa rekaan yang lebih pendek dari pada roman.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996: 694), novel diartikan sebagai
karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang
dengan orang-orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap
pelaku. Masalah yang dibahas dalam novel juga tidak begitu kompleks.
Novel sebagai salah satu produk karya sastra, merupakan media yang
digunakan pengarang dalam menyampaikan gagasannya. Sebagai media, karya

Universitas Sumatera Utara

sastra menjadi jembatan yang menghubungkan pemikiran-pemikiran pengarang
yang disampaikan kepada pembaca.
Seperti karya seni pada umumnya, kesusastraan selalu diciptakan secara
kreatif, dalam pengertian bahwa karya sastra selalu diciptakan dalam realitas baru,
yang berarti sesuatu yang belum terlintas dan belum tertangkap oleh orang lain.
Karya sastra sebagai media untuk merefleksikan pandangan pengarang terhadap
berbagai masalah yang diamatinya dilingkungan.
Realitas sosial yang terjadi diramu dengan sedemikian rupa menjadi sebuah
teks yang nantinya dapat menghadirkan pencitraan yang berbeda dibandingkan
dengan realitas empiris. Dengan demikian, realitas sosial yang terjadi di
masyarakat dihadirkan kembali oleh pengarang melalui teks cerita dalam bentuk
dan pencitraan yang berbeda.
Penciptaan sastra selalu bersumber dari kenyataan-kenyataan yang hidup
dalam masyarakat (Rampan, 2008: 82). Dalam sebuah karya sastra, hal-hal yang
digambarkan tentang masyarakat dapat berupa struktur sosial masyarakat, fungsi
dan peran masing-masing anggota masyarakat, maupun interaksi yang terjalin
diantara seluruh anggotanya.
Menurut Trisakti dan Sugiarti (2008: 4-6) kata “gender” sering diartikan
sebagai kelompok laki-laki, permpuan, atau perbedaan jenis kelamin. Untuk
memahami kata gender, harus dibedakan dengan kata sex atau jenis kelamin.
Secara struktur biologis atau jenis kelamin, manusia terdiri dari laki-laki dan
perempuan yang masing-masing memiliki alat dan fungsi biologis yang melekat
setra tidak dapat dipertukarkan. Laki-laki tidak dapat menstruasi, tidak dapat hamil,

Universitas Sumatera Utara

karena tidak memiliki organ peranakan. Sedangkan perempuan tidak bersuara
berat, tidak berkumis, karena keduanya memiliki hormon yang berbeda.
Konsep gender adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan
perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir
beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan perempuan.
Bentukan sosial atas laki-laki dan perempuan itu antara lain : kalau perempuan
dikenal sebagai makhluk yang lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan.
Sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, dan perkasa.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa gender dapat diartikan sebagai
konsep sosial yang membedakan (dalam arti: memilih atau memisahkan) peran
antara laki-laki dan perempuan. Dengan melihat perbedaan yang jelas antara lakilaki dan perempuan, maka dapat dikatakan perbedaan itu terjadi secara kodrati.
Gender adalah perbedaan peran, fungsi dan tanggung jawab antara laki-laki
dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial dan dapat berubah sesuai
dengan perkembangan zaman.
Seks adalah perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis. Seks
melekat secara fisik sebagai alat reproduksi. Oleh karena itu, seks merupakan
kodrat atau ketentuan Tuhan sehingga bersifat permanen dan universal.
Jadi, gender menurut Fakih (2004: 8) adalah suatu sifat yang melekat pada
kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun
kultural. Sementara itu kultur yang ada dalam masyarakat akan mengalami
perubahan dan perkembangan seiring dengan berjalannya waktu, maka sifat yang
dilekatkan oleh masyarakat juga akan mengalami perubahan dan perkembangan.
Perubahan ciri dan sifat itu dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke

Universitas Sumatera Utara

tempat yang lainnya. Misalnya saja, kultur masyarakat yang berubah dari mulai
zaman batu, laki-laki lebih dominan daripada perempuan karena kekuatan fisik
yang berbeda, kemudian pada zaman agraris, dimana perempuan tampak lebih
mandiri, dan di zaman industri maju dengan teknologi yang canggih saat ini lebih
menghargai skill daripada jenis kelamin, yang menempatkan perempuan pada
posisi yang setara dengan kaum laki-laki. Struktur sosial dan kondisi sosio-kultural
akan mempengaruhi identitas gender.

1.4.2

Kerangka Teori
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan pada konsep

gender, khususnya pada konsep ketidakadilan gender. Menurut Fakih (2004: 1213), diskriminasi atau ketidakadilan gender sering terjadi di dalam keluarga dan
masyarakat serta di tempat kerja dalam berbagai bentuk, yaitu :

a.

Peminggiran / Marginalisasi
Marginalisasi atau peminggiran adalah kondisi dimana terjadinya

peminggiran terhadap salah satu jenis kelamin dari arus pekerjaan utama yang
berakibat pemiskinan. Proses marginalisasi yang mengakibatkan pemiskinan
sesungguhnya banyak sekali terjadi dalam masyarakat dan negara yang menimpa
kaum laki-laki dan perempuan. Namun ada salah satu bentuk pemiskinan atas satu
jenis kelamin tertentu dalam hal ini perempuan, disebabkan oleh gender. Banyak
studi telah dilakukan dalam rangka membahas program pembangunan pemerintah
yang menjadi penyebab kemiskinan kaum perempuan. Misalnya, program

Universitas Sumatera Utara

swasembada pangan atau revolusi hijau (green revolution) secara ekonomis telah
menyingkirkan kaum perempuan dari pekerjannya sehinggga memiskinkan mereka.
b. Anggapan Tidak Penting / Subordinasi
Subordinasi atau anggapan tidak peting adalah anggapan bahwa salah satu
jenis kelamin dianggap lebih rendah atau dinomorduakan posisinya dibandingkan
dengan jenis kelamin lainnya.
Pandangan gender ternyata bisa menimbulkan subordinasi terhadap
perempuan. Anggapan bahwa perempuan itu irrasional atau emosional sehingga
perempuan tidak bisa tampil memimpin, berakibat munculnya sikap yang
menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. Misalnya saja sejak
zaman dahulu perempuan tidak diperbolehkan untuk sekolah tinggi-tinggi karena
akhirnya mereka akan di dapursaja dan mengurus pekerjaan rumah tangga.

c.

Pelabelan / Stereotipe
Secara umum stereotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu

kelompok tertentu. Celakanya stereotipe selalu merugikan dan menimbulkan
diskriminasi atau ketidakadilan. Salah satu jenis stereotipe itu adalah yang
bersumber dari pandangan

gender. Banyak sekali diskriminasi terhadap jenis

kelamin tertentu, umumnya perempuan, yang bersumber dari pelabelan yang
dilekatkan terhadap kaum perempuan. Misalnya saja, penandaan yang berawal dari
asumsi bahwa perempuan bersolek adalah dalam rangka memancing perhatian
lawan jenisnya, maka setiap ada kasus kekerasan atau pelecehan seksual selalu
dikaitkan dengan stereotipe ini.

Universitas Sumatera Utara

d. Beban Kerja Berlebih / Double burden
Beban kerja berlebih atau double burden adalah perlakuan terhadap salah
satu jenis kelamin dimana yang bersangkutan bekerja jauh lebih banyak
dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya. Adanya anggapan bahwa kaum
perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi
kepala rumah tangga, berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga
menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Konsekuensinya, banyak kaum
perempuan yang harus bekerja keras dan lama untuk menjaga kebersihan dan
kerapian rumah tangganya, mulai dari membersihan dan mengepel lantai,
memasak, mencuci, mencari air untuk mandi hingga mengurus anak-anaknya. Di
kalangan keluarga miskin beban kerja yang sangat berat ini harus ditanggung oleh
perempuan sendiri. Terlebih lebih jika si perempuan tersebut harus bekerja, maka
ia memikul beban kerja berlebih.

e.

Kekerasan / Violence
Kekerasan/ violence adalah serangan atau invasi (assault) terhadap fisik

maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan terhadap sesama
manusia pada dasarnya berasal dari berbagai sumber, namun salah satu kekerasan
terhadap satu jenis kelamin tertentu yang disebabkan oleh anggapan gender.
Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender-related violence.
Banyak macam dan bentuk kejahatan yang bisa dikategorikan sebagai kekerasan
gender, diantaranya :
1) Bentuk pemerkosaan terhadap perempuan, termasuk perkosaan
dalam perkawinan.

Universitas Sumatera Utara

2) Tindakan pemukulan dan serangan fisik yang terjadi dalam rumah
tangga.
3) Bentuk penyiksaan yang mengarah kepada organ alat kelamin.
4) Kekerasan dalam bentuk pelacuran/prostitusi.
5) Kekerasan dalam bentuk pornografi.
6) Kekerasan dalam betuk pemaksaan sterilisasi dalam Keluarga
Berencana.
7) Jenis kekerasan terselubung.
8) Pelecehan seksual.
Dengan demikian, pengkajian Novel Ginko ini mengambil pendekatan
analisis diskriminasi atau ketidakadilan gender menurut pendapat diatas.
Bagaimana

pemikiran,

tindakan,serta

situasi

sosial

yang

mencerminkan

ketidakadilan gender dalam novel ini.
Dalam skripsi ini penulis juga menggunakan pendekatan semiotik. Menurut
Sobur (1999: 107), semiologi merupakan sebuah ilmu yang mengkaji kehidupan
tanda-tanda di tengah masyarakat dan dengan demikian, menjadi bagian dari
disiplin psikologi sosial. Menurut Sobur semiotika adalah suatu ilmu atau metode
analisis untuk mengkaji tanda.
Menurut Broadbent dalam blog yang ditulis oleh Syarufudin dengan
website

http://ode87.blogspot.com/2011/03/pengertian-semiotik.html,

semiotik

berasal dari kata Yunani: semeion yang berarti tanda. Semiotik adalah model
penelitian sastra dengan memperhatikan tanda-tanda. Tanda tersebut dianggap
mewakili sesuatu objek secara representatif. Istilah semiotik sering digunakan

Universitas Sumatera Utara

bersama dengan istilah semiologi. Istilah pertama, merujuk pada sebuah disiplin
sedangkan istilah kedua merefer pada ilmu tentangnya.
Menurut Broadbent juga, secara umum, semiotik didefenisikan sebagai
berikut. “Semiotik biasanya didefenisikan sebagai teori filsafat umum yang
berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari
sistem kode yang digunakan untuk mengkomunikasikan informasi. Semiotik
meliputi tanda-tanda visual dan verbal serta tactile dan olfactory [semua tanda
atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indra yang kita
miliki] ketika tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang secara sistematis
menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di setiap kegiatan dan
perilaku manusia”.
Tanda (sign), adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap
oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk atau
mereprensentasi hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda terbagi menjadi tiga yaitu
simbol, ikon, dan indeks. Simbol adalah tanda yang muncul dari kesepakatan atau
konvensi-konvensi bahasa. Ikon adalah tanda-tanda yang muncul dari perwakilan
fisik. Indeks adalah tanda yang muncul dari hubungan sebab akibat.
Tanda bermacam-macam asalnya. Ada tanda yang berasal dari manusia
yang berwujud lambang dan isyarat, ada juga yang berasal dari hewan, ada tanda
yang diciptakan oleh manusia. Misalnya saja rambu-rambu lalu lintas. Dan ada
juga tanda yang berasal dari alam serta tanda yang berasal dari dunia tanaman.
Dalam lapangan sastra, karya sastra dengan keutuhannya secara semiotik
dapat dipandang sebagai sebuah tanda. Karya sastra akan dibahas sebagai tanda-

Universitas Sumatera Utara

tanda. Tanda-tanda tersebut telah ditata oleh pengarang sehingga ada sistem,
konvensi, dan aturan-aturan tertentu.
Menurut Amminudin, dalam blog yang ditulis oleh Greyanasari Rachmadi
(2012) dengan website http://bastraindonesia.blogspot.com/2012/11/semiotiksastra, terdapat tiga wawasan semiotika dalam studi sastra, yakni :
1. Karya sastra merupakan gejala konsumsi yang berkaitan dengan pengarang,
wujud sastra sebagai sistem tanda, dan pembaca.
2. Karya sastra merupakan salah satu bentuk penggunaan sistem tanda yang
memiliki struktur dalam tata tingkatan tertentu.
3. Karya sastra merupakan fakta yang harus direkonstruksikan pembaca
sejalan dengan dunia pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya.
Dalam skripsi ini penulis mengkaji novel Ginko dengan pendekatan
semiotik. Penulis menggunakan tanda-tanda dalam novel Ginko yang menandakan
adanya indeksikal perbedaan gender. Maka dari itu, penulis mengambil cuplikan
yang ada dalam novel Ginko yang nantinya cuplikan dalam novel tersebut
menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di setiap kegiatan dan perilaku
manusia, apakah mencerminkan ketidakadilan gender atau tidak.

Universitas Sumatera Utara

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.5.1

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk menunjukkan apa saja bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang
dialami oleh Gin dalam Novel Ginko karya Jun’ichi Watanabe.
2. Untuk mendeskripsikan ketidakadilan gender yang dialami oleh tokoh
Gin dalam novel Ginko karya Jun’ichi Watanabe.

1.5.2

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk pihak-pihak

tertentu baik penulis maupun pembaca, diantaranya :
1. Untuk peneliti sendiri diharapkan dapat menambah wawasan mengenai
realitas permasalahan gender di Jepang.
2. Bagi pembaca dan pelajar-pelajar bahasa Jepang pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya diharapkan semoga penelitian ini bisa
sebagai bahan referensi dan menambah informasi tentang masalah
gender yang ada di Jepang.
3. Untuk pembaca penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
perbandingan dengan penelitian-penelitian lain yag telah

ada

sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara

1.6 Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian, sangat diperlukan metode-metode untuk
menunjang keberhasilan tulisan yang akan disampaikan penulis kepada para
pembaca. Metode penelitian adalah cara pengumpulan data, penyusunan data
untuk menguji hipotesa pada penelitian.
Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan metode penelitian
deskriptif. Menurut Nazir (2002: 54), metode penelitian deskriptif adalah suatu
metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, kondisi, sistem
pemikiran maupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Metode deskriptif
juga termasuk sebagai metode dalam penelitian kualitatif.
Menurut Moleong (1994: 6), metode penelitian kualitatif adalah merupakan
penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan
fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode
yang ada. Penelitian kualitatif ini bukanlah penelitian kuantitatifikasi yang
berdasarkan angka-angka, tapi menggunakan kedalaman penghayatan terhadap
interaksi antar konsep yang seang dikaji secara empiris.
Untuk mendukung deskripsi dan analisis diskriminasi gender dalam Novel
Ginko ini, penulis juga menggunakan metode studi kepustakaan untuk
mengumpulkan data-data pendukung. Yaitu dengan cara mengumpulkan data dari
berbagai macam literatur buku yang berhubungan dengan masalah penelitian dan
menghimpun data yang bersumber dari internet seperti google dan blog-blog yang
membahas mengenai permasalahan yang berkaitan dengan penelitian ini.
Kemudian semua data tersebut dianalisa untuk mendapatkan kesimpulan dan saran.

Universitas Sumatera Utara