Membelajarkan Teks Cerpen Bertema Lokal

Membelajarkan Teks Cerpen Bertema Lokal
dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013
Istiqomah, S.Pd. M.Pd
(Guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 1 batu)
Pendahuluan
Dalam Kurikulum 2013, ada perubahan yang sangat mendasar untuk mata pelajaran
Bahasa Indonesia yaitu digunakannya pendekatan pembelajaran bahasa berbasis teks.
Perubahan ini membawa konsekuensi tidak hanya pada proses pembelajaran, tetapi juga
pada materi pembelajaran. Selain itu, dalam implementasi kurikulum 2013 bahasa
Indonesia juga ditetapkan sebagai penghela ilmu pengetahuan (carrier of knowledge).
Fungsi ini menjadikan bahasa sebagai alat untuk mempercepat berkembangnya
penguasaan ilmu pengetahuan siswa yang seiring dan seirama dengan perkembangan
kemampuan berbahasa. Kemahiran menguasai makna dan struktur bahasa Indonesia
sekaligus menjadi kekayaan pengetahuannya.
Wiratno yang merujuk pada Martin&Rose (2003) seringkali menyamakan istilah teks
dengan istilah genre karena kegiatan berbahasa merupakan proses sosial yang berproses
secara bertahap untuk mencapai tujuan tertentu. Genre berkaitan dengan latar belakang
budaya dan sosial yang mendasari tercipta suatu teks. Oleh karena itu, pembelajaran
tentang teks secara mendalam tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai budaya yang
melatarinya dan tujuan sosial mendasarinya. Bahkan, analisis lebih jauh melalui teks
tertentu dapat dikenali pula nilai-nilai spiritual atau moral yang melandasi tumbuhnya

tujuan sosial maupun nilai-nilai budaya. Oleh kaena itu, membelajarkan teks yang
mengangkat isu-isu lokal sepereti tradisi, potensi, dan konflik lokal tidak hanya sesuai
dengan konsep teks, tetapi juga menjadi salah satu sarana untuk mewujudkan peran bahasa
Indonesia sebagai penghela ilmu pengetahuan.
Tulisan ini dimaksudkan untuk membahas bagaimana memasukkan lokalitas,
terutama tema-tema lokal dalam pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks. Penulis
membatasi pada meri teks cerita pendek atau cerpen. Pemilihan cerpen semata-mata agar
pembahasannya lebih terfokus, tidak dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa teks cerpen
merupakan teks terbaik untuk memasukkan unsur lokalitas.

Makalah disajikan pada Rapat kerja MGMP Bidang Studi Bahasa Indonesia Tingkat SMP/SMA/SMK
Prov jatim ; 9-11 September 2014
Page 1

Menerapkan Pendekatan Ilmiah dalam Pembelajaran Bahasa Berbasis Teks
Pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks menggunakan empat tahapan yaitu (a)
pembangunan konteks, pemodelan,membangun teks secara bersama-sama, dan
membangun teks secara mandiri. Pada sisi lain, Kurikulum 2013 mengamanatkan
pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang mencakup kegiatan mengamati, menanya,
mengumpulkan informasi/ eksperimen, mengasosiasikan/ mengolah informasi, dan

mengomunikasikan (Lampiran IV Permendikbud Nomor 81 A). Untuk itu, guru bahasa
Indonesia harus mampu merancang pembelajaran yang yang dapat mengolaborasikan
kedua pendekatan tersebut dalam pembelajaran yang aktif, ktreatif, dan menyenangkan
yang muaranya tidak hanya pada pemahaman siswa tentang kebahasaan, tetapi juga
mengantar siswa pada ke empat ketrampilan berbahasa.
Berikut ini adalah contoh analisis kegiatan pembelajaran teks cerpen yang dapat
dilakukan sesuai dengan tahapan pembelajaran berbasis teks dengan mengintegrasikan
kegiatan 5 M.
Tabel 1: Contoh Penerapan Pendekatan Berbasis Teks dan Pendekatan
Saintifik

No
1.

Tahapan
Pembangunan
konteks.

2.


Pemodelan

3

Membangun

Alternatif kegiatan pembelajaran
Aktivitas belajar bisa dilakukan dengan mengamati
dan menanya.
Guru memulai pembelajaran dengan menyajikan sebuah
teks cerpen. Selanjutnya, guru mengajak siswa bertanya
jawab tentang cerpen yang pernah dibaca siswa. Misalnya,
dengan pertanyaan, “Mengapa teks tersebut dinamakan
cerpen? Apa yang membedakan cerpen dengan teks lain
misalnya biografi atau berita?”
Tujuan tanya jawab adalah menyiapkan konsentrasi
siswa pada materi yang akan dipelajari yaitu cerpen. Guru
dapat menggali pemahaman awal siswa tentang cerpen, ciriciri konteks budaya, dan tujuan komunikasi dalam cerpen.
Aktivitas belajar yang dilakukan kegiatan mengamati
teks cerpen yang dijadikan model, mencoba dan menalar

untuk merumuskan model strukur teks dan kaidah
bahasanya, serta menginterpretasi isi atau makna teks
dibacanya.
Untuk itu harus disiapkan teks cerpen ideal secara
struktur dan kaidah teks cerpen, serta sesuai dengan tingkat
perkembangan siswa.
Model pembelajaran yang tepat untuk tahap pemodelan
ini adalah discovery learning yang menuntut aktifitas siswa
untuk menemukan ciri struktur dan kebahasaan teks cerpen.
Aktivitas pembelajaran mencakup mengamati,

Makalah disajikan pada Rapat kerja MGMP Bidang Studi Bahasa Indonesia Tingkat SMP/SMA/SMK
Prov jatim ; 9-11 September 2014
Page 2

teks bersama

4

Membangun

teks secara
mandiri

menanya, mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi/ eksperimen, mengasosiasikan/ mengolah
informasi, dan mengomunikasikan.
Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain dengan
penugasan kelompok untuk melengkapi atau menyelesaikan
teks cerpen yang dirumpangkan. Guru bisa juga membentuk
kelompok-kelompok kecil antara 3-5 orang kemudian
menugaskan mereka untuk menulis sebuah cerpen. Untuk
membantu siswa, guru data menyediakan media filem
pendek kemudian menugaskan siswa untuk menuliskan
kembali isi filem tersebut dalam bentuk cerpen. Cerpen yang
ditulis boleh sama persis isinya, boleh juga dengan
perubahan.
Tugas yang diberikan dapat juga model lain seperti
mendiskusikan tema-tema yang menarik, mendata peristiwa,
menyusun peristiwa menjadi alur, menyusun draft cerpen,
kemudian merevisi cerpen. Kegiatan ini dilakukan secara

bersama-sama untuk memberikan pengalaman menulis
cerpen pada siswa.
Salah satu model pembelajaran yang tepat digunakan
adalah problem based learning (PBL).
Pada tahap ini siswa sudah mulai memiliki kemampuan
yang cukup untuk membuat teks yang mirip dengan model
teks yang diajarkan.
Teknik menulis yang dapat diterapkan adalah teknik
copy the master.
Model pembelajaran yang paling ideal adalah
pembelajaran berbasis proyek. Alasannya, untuk menulis
sebuah cerpen yang ideal dibutuhkan waktu yang lebih
panjang dibanding hanya dalam pertemuan di kelas.

Pembelajaran Menulis Teks Cerpen Bertema Lokal, Mengapa dan Bagaimana?
Dalam sedikit uraian di bagian pendahuluan telah disinggung bahwa sebuah teks
tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai budaya dan sosial saat bahasa itu digunakan. Karena
itu dalam pembelajaran berbagai jenis teks, masalah sosial dan budaya yang menjadi
konteks berbahasa hendaknya menjadi pertimbangan bagi guru. Pemikiran tersebut sesuai
dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Dasar, pasal 36

ayat (2) bahwa “Pengembangan kurikulum secara berdiversifikasi dimaksudkan untuk
memungkinkan penyesuaian program pendidikan pada satuan pendidikan dengan kondisi
dan kekhasan potensi yang ada di daerah.”
Salah satu jenis teks yang memiliki potensi cukup besar untuk mewadahi amanat UU
Sisdiknas di atasadalah teks cerpen. Melalui teks cerpen yang disajikan, guru dapat
menyampaikan nilai-nilai budaya, sosial, dan kearifan lokal tanpa harus berteori.
Makalah disajikan pada Rapat kerja MGMP Bidang Studi Bahasa Indonesia Tingkat SMP/SMA/SMK
Prov jatim ; 9-11 September 2014
Page 3

Penanaman budi pekerti yang hingga saat ini masih sangat penting dapat dilakukan lebih
halus dan tidak menimbulkan kesan menggurui.
Merebaknya karya sastra yang mengangkat isu lokalitas seharusnya dibaca sebagai
kesadaran para sastrawan atas realitas perubahan politik kebudayaan di daerah pasca
membesarnya wewenang daerah di era otonomi daerah dalam memikirkan, merenungkan
dan membangun kebudayaannya masing-masing. Bagaimana pun, budaya Indonesia
dibangun atas dasar budaya-budaya daerah yang sebagian besar mulai tergerus oleh arus
globalisasi. Bila pada para siswa, sebagai generasi muda, tidak ditanamkan kesadaran
untuk terus melestarikan dan mengembangkan apa-apa yang ada di daerahnya, maka ciri
khas kedaerah yang merupakan cirri Indonesia akan pelan-pelan tergerus. Apalah artinya

Indonesia tanpa rasa Jawa, tanpa rasa Sunda, tanpa rasa Papua, dan tanpa rasa-rasa daerah
lainnya? Aneka rasa itulah yang membangun Indonesia. Pada titik inilah kesadaran untuk
tetap mempertahankan Indonesia yang beraneka rasa itu harus dipertahankan agar batasbatas negara kita dalam berbagai sudut pandang, baik fisik maupun nonfisik jelas dapat
ditengarai dalam dunia global.
Dilihat dari wujudnya, teks cerpen yang mengangkat lokalitas hendaknya tidak
dipandang dari penggunaan kosa kata lokal, istilah-istilah dari khazanah tradisional, dan
penggunaan seting geografis lokal semata. Lokalitas hendaknya dimaknai sebagai hal-hal
yang berkaitan dengan potensi lokal dimana karya sastra itu ditulis. Dengan demikian tema
yang diangkat dapat berupa isu yang sedang berkembang di daerah tersebut dan potensi
daerah baik potensi budaya, ekonomi, sosial, dan bahasa. Kalau pun penulis cerpen
menggunakan kosa kata atau peribahasa lokal hendaknya di bagian akhir diberi
penjelasannya karena tidak semua kosa kata daerah mempunyai padanan dengan bahasa
Indonesia.
Dalam pembelajaran teks cerpen bertema lokalitas, guru dapat menyediakan cerpencerpen bertema lokal pada tahap pemodelan; dan menugaskan siswa untuk menulis teks
bertema lokal baik pada tahap membangun teks bersama maupun pada tahapan
membangun teks secara mandiri.
Berikut ini disajikan contoh pengembangan pembelajaran KD memahami struktur
dan kaidah teks cerpen dengan menggunakan model discovery learning. Pembelajaran ini
merupakan tahapan pemodelan karena pada tahap ini siswa dituntut untuk memahami
pengetahuan tentang struktur dan kaidah bahasa teks cerpen.


Makalah disajikan pada Rapat kerja MGMP Bidang Studi Bahasa Indonesia Tingkat SMP/SMA/SMK
Prov jatim ; 9-11 September 2014
Page 4

Tabel 2: Contoh Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Discovery
(Tahap Pemodelan)
Pemberian rangsangan (Stimulasi)
 Guru menyampaikan kepada siswa bahwa teks cerpen memiliki struktur dan
kaidah bahasa yang berbeda dibanding teks lain.
 Guru membagikan teks cerpen kepada siswa.
 Siswa membaca teks cerpen “Juru Masak” karya Damhuri Muhamad dari buku teks
kelas XI halaman 7-11. (mengamati)
Pernyataan/ Identifikasi masalah
 Guru menyampaikan kepada siswa bahwa struktur teks cerpen meliputi abstrak,
orientasi,komplikasi, evaluasi, resolusi, dan koda. Siswa diminta untuk
menemukan bagian-bagian struktur tersebut.
Pengumpulan Data
 Secara berkelompok, siswa mencari informasi tambahan tentang teori struktur dan
kaidah teks cerpen baik dari buku maupun internet. (mengumpulkan informasi)

 Secara berkelompok, siswa mendata bagian-bagian cerpen yang menunjukkan
bukti bagian dari struktur teks cerpen. (mengumpulkan informasi)
 Secara berkelompok, siswa mendata bagian-bagian cerpen yang menunjukkan
bukti penggunaan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa teks cerpen.
(mengumpulkan informasi)
Pengolahan Data
 Secara berkelompok peserta didik mendiskusikan isi tiap-tiap bagian struktur
cerpen yang ditemukannya. (mengasosiasikan)
 Secara berkelompok peserta didik mendiskusikan makna dan fungsi penggunaan
bahasa dalam teks cerpen. (mengasosiasikan)
Pembuktian
 Secara berkelompok, siswa mendiskusikan kesesuaian struktur dan kaidah bahasa
yang ditemukan dengan cirri struktur dan kaidah bahasa teks cerpen.
(mengasosiasikan)
 Secara berkelompok siswa menyusun laporan hasil kerja. (mengasosiasikan)
 Salah satu kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas dan
peserta didik dari kelompok lain memberikan tanggapan. (mengomunikasikan)
 Pendidik memberikan penegasan terhadap hasil pembelajaran peserta didik.
(mengomunikasikan)
Pembelajaran KD 4.2 memproduksi teks cerpen dapat dikembangkan setelah siswa

mencapai ketuntasan pada KD 3.1, 3.2, dan 4.1 dngan asumsi bahwa mereka telah
memahami bstruktur dan kaidah bahasa teks cerpen. Dalam penerapan pendekatan
pembelajaran bahasa berbasis teks, sebelum siswa diberi tugas untuk menulis cerpen
secara mandiri, ia harus mendapatkan pembelajaran menulis cerpen secara bersama.
Pembelajaran menulis teks cerpen secara bersama dapat dilakukan dengan berbagai
metode di antaranya dengan melanjutkan cerpen yang dirumpangkan, menata urutan
cerpen yang diacak, menulis cerpen berdasarkan filem, dan sebagainya. Pada tahapan
Makalah disajikan pada Rapat kerja MGMP Bidang Studi Bahasa Indonesia Tingkat SMP/SMA/SMK
Prov jatim ; 9-11 September 2014
Page 5

menulis cerpen, guru dapat juga memfasilitasi pengalaman menulis cerpen bersama
dengan cara menulis berantai. Misalnya, untuk setiap kelompok guru menyediakan sebuah
judul cerpen, dan satu paragraph pembuka (bagian abstrak). Kemudian setiap siswa
diminta menuliskan paragraf selanjutnya secara bergantian hingga menjadi sebuah cerpen
yang utuh. Cerpen tersebut kemudian didiskusikan kelemahan dan kelebihannya secara
bersama-sama. Hasil analisis itu digunakan untuk membenahi cerpen tersebut sehingga
menjadi cerpen utuh yang memiliki ciri struktur dan kaidah kebahasaan yang tepat.
Tahapan menulis teks cerpen secara mandiri. Salah satu teknik pembelajaran menulis
yang mudah untuk diterapkan adalah menggunakan copy the master. Teknik pembelajaran
menulis dengan copy the master merupakan cara menulis dengan cara meniru/ mengikuti
teks yang dijadikan model. Siswa mengganti tiap bagian dari teks model sesuai dengan
tema yang ditulisnya. Berikut ini adalah contoh pembelajaran menulis teks cerpen dengan
teknik copy the master berikut ini. (Cerpen model adalah Juru Masak karya damhuri
Muhammad)
Tabel 2: Contoh Penerapan Teknik Menulis Cerpen
dengan Teknik Copy The Mater
Struktur
Cerpen
Abstrak

Kutipan Teks Model

Tiruan

Perhelatan bisa kacau tanpa
kehadiran lelaki itu. Gulai kambing
akan terasa hambar lantaran racikan
bumbu tidak meresap ke dalam
daging. Kuah gulai kentang dan
gulai rebung bakal encer karena
keliru menakar jumlah kelapa parut
hingga setiap menu masakan
kekurangan santan. Akibatnya,
berseraklah fitnah dan cela yang
mesti ditanggung tuan rumah.
Bukan karena kenduri kurang
meriah, tidak pula karena pelaminan
tempat bersandingnya pasangan
pengantin tak sedap dipandang
mata, tetapi karena macam-macam
hidangan yang tersuguh tak
menggugah selera. Nasi banyak
gulai melimpah, tetapi helat tak
bikin kenyang. Ini celakanya bila
Makaji, juru masak handal itu tidak
dilibatkan.

Selamatan khitanan adikku bisa jadi
bakal gagal total kalau aku tak
berhasil mengundang Ki Wandi ke
rumahku. Para tamu akan urung
datang gara-gara hujan turun tanpa
jeda. Terop yang sudah dipasang
bisa dipenuhi air dan lumpur,
bahkan bisa jadi beterbangan ketika
hujan turun disertai angin puting
beliung. Dan kupastikan, rasanrasan menyakitkan akan
berkembang dari mulut ke mulut
bahwa kami tak menjalankan apa
kkata orang tua. Ya, bakal selamatan
keluargaku akan jadi kembang
lambe. Kami tentu akan dituduh
sebagai keluarga sok modern yang
lupa dengan tradisi. Berani
menentang nasihat orang tua, jangan
pernah lupa memanggil pawang
hujan bila punya hajat selamatan.
Meski bukan musim hujan, bisa jadi
karena kelalaian mengundangnya,

Makalah disajikan pada Rapat kerja MGMP Bidang Studi Bahasa Indonesia Tingkat SMP/SMA/SMK
Prov jatim ; 9-11 September 2014
Page 6

acara selamatan akan hancur
berantakan.
Orientasi

Dan seterusnya.

Contoh di atas memperlihatkan bahwa untuk mengembangkan bagian abstrak siswa
tinggal mengganti acara hajatan dari cerpen model ke hajatan yang disesuaikan dengan
budaya lokal. Permasalahan yang dikembangkan juga hampir mirip yaitu “dampak negatif
ketidakhadiran tokoh penting dalam sebuah hajatan.” Dalam teks model tokoh tersebut
adalah seorang juru masak. Pada teks hasil copy the master adalah pawang hujan.
Demikian seterusnya siswa meniru “isi” tiap bagian struktur teks cerpen model sesuai
dengan tema, tokoh, masalah, dan seting yang ia kembangkan dari lokalitasnya masingmasing hingga dihasilkan sebuah teks cerpen yang utuh.
Dalam proses mengkopi (meniru) tersebut siswa juga dituntut untuk menerapkan
penguasaannya akan kaidah kebahasaan cerpen misalnya mengembangkan gaya bahasa
yang sesuai, menggunakan kosa kata dan pribahasa lokal, dan sebagainya. Dengan
demikian, konsep copy dalam proses pembelajaran ini hanyalah meniru wujud wadag,
bukan ruh cerpen. Meskipun demikian, dalam praktiknya, guru tetap harus memberi
kebebasan pada siswa untuk mengembangkan teknik menulisnya. Artinya, mereka tidak
harus menggunakan teknik copy the master, terutama untuk siswa yang sudah mempunyai
pengalaman menulis cerpen.
Selain menggunakan teknik copy the master, guru sebaiknya menerapkan model
pembelajaran berbasis proyek agar siswa memiliki waktu yang cukup untuk menulis
cerpen dengan baik.
Berikut ini adalah contoh pengembangan pembelajaran menulis teks cerpen berbasis
proyek dengan teknik copy the master. Teks cerpen yang dijadikan master (model) adalah
cerpen Juru Masak karya Damhuri Muhammad yang mengangkat tema lokal sehingga
cocok dijadikan cerpen model dalam pembelajaran menulis teks cerpen bertema lokal.
Tabel 3: Contoh Pembelajaran Menulis Teks Cerpen
dengan Model Pembelajaran Berbasis Proyek
(Tahap Membangun Teks secara Mandiri)
Tahapan pembelajaran
Penentuan pertanyaan
mendasar
Menyusun rencana (proyek)

Deskripsi kegiatan
Setiap siswa menentukan tradisi/ isu lokal yang
akan diangkat dalam cerpen dan mendiskusikannnya
dengan guru.
Rencana yang dimaksudkan mencakup kegiatan

Makalah disajikan pada Rapat kerja MGMP Bidang Studi Bahasa Indonesia Tingkat SMP/SMA/SMK
Prov jatim ; 9-11 September 2014
Page 7

Menyusun jadual

Monitoring

Menguji hasil

Evaluasi pengalaman

apa saja yang harus dilakukan oleh siswa mencakup:
mengumpulkan informasi terkait tradisi/ isu lokal;
pengembangan tokoh dan karakter; penentuan jalan
cerita; serta amanat dan nilai yang hendak
disampaikan.
Semuanya dirangkum dalam draft cerpen yang
harus disetujui oleh guru.
Kegiatan yang dilakukan menyusun jadual
penulisan, termasuk di dalamnya (a) kapan siswa
melakukan observasi ke masyarakat (obyek) yang
terkait dengan tradisi atau isu lokal yang diangkatnya
menjadi teks cerpen; (b) waktu untuk berkonsultasi
dengan guru; dan (c) waktu penyelesaian.
Tahapan ini dilakukan oleh guru dengan
menggunakan kartu pembimbingan. Dengan demikian
kemajuan proses belajar siswa dapat dimonitor dan
siswa mendapat bimbingan secara maksimal.
Agar hasil belajar siswa berupa teks cerpen dapat
dievaluasi dengan baik, tidak hanya untuk tujuan
“membenri nilai” hasil belajar, ada baiknya, siswa
memublikasikan karyanya pada semua siswa
sekelasnya. Dengan demikian, setiap cerpen akan
mendapatkan masukan atau evauasi.
Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan
membacakan cerpen di depan kelas. Cara ini mungkin
hanya bisa dilakukan terhadap 2 atau 3 cerpen. Cara
lain dengan cara melakukan pameran cerpen karya
siswa di perpustakaan atau di madding sekolah. Bisa
juga dengan menggunakan media social seperti grup
Facebook tertutup. Cara terakhir ini yang biasanya
penulis gunakan pada setiap pemblajaran menulis teks.
Evaluasi pengalaman belajar siswa dilakukan
setelah publikasi dan penilaian karya. Dalam refleksi
ini digali pengalaman apa yang dialami oleh siswa
selama proses menulis cerpen serta mengungkap
kesulitan-kesulitan yang dialaminya. Melalui kegiatan
refleksi ini, diharapkan akan terumuskan langkahlangkah menulis cerpen yang baik.

Penutup
Apa yang penulis sajikan dalam makalah ini tentu bukan merupakan pengembangan
model pembelajaran yang paling ideal. Bagaimana pun, pengembangan pembelajaran tidak
boleh menafikkan kondisi siswa, sarana prasarana, dan banyak hal lainnya. Namun, satu
hal yang harus diingat adalah bahwa seorang guru yang baik sejatinya tidak hanya bisa
mengajar dan member tugas, ia harus mampu menjadi contoh dan menginspirasi muridnya
untuk belajar dan berkarya.
Makalah disajikan pada Rapat kerja MGMP Bidang Studi Bahasa Indonesia Tingkat SMP/SMA/SMK
Prov jatim ; 9-11 September 2014
Page 8

Sebagai contoh, dalam makalah ini penulis melampirkan contoh cerpen bertema
lokal (Kota Batu) yang penulis kembangkan dengan menggunakan teknik copy the master.

Rujukan
http://www.analisadaily.com/. Lokakalitas dalam Sastra. Budi P. Hatees. Diunduh tanggal
25Agustus 2014.
Maryanto, dkk. 2013. Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik. Kelas XI Semester
ganjil. Jakarta: Kemendikbud.
Wiratno, Tri. 2013. Pembelajaran bahasa berbasis teks dan jenis-jenis Teks. Makalah.
Disajikan pada Sosialisasi Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Implementasi
Kurikulum 2013. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Kementerian Penddidikan dan Kebudayaan

Makalah disajikan pada Rapat kerja MGMP Bidang Studi Bahasa Indonesia Tingkat SMP/SMA/SMK
Prov jatim ; 9-11 September 2014
Page 9