Konformitas Dengan Perilaku Konsumtif Terhadap Pembelian Jilbab Pada Mahasiswi

BAB II
LANDASAN TEORI
A. PERILAKU KONSUMTIF
A.1 Definisi Perilaku Konsumtif
Albarry (1994) mengemukakan arti kata konsumtif ( consumtive) adalah
boros atau perilaku yang boros, yang mengkonsumsi barang atau jasa secara
berlebihan. Albarry (1994) juga melanjutkan pengertian konsumtif dalam artian
luas yaitu perilaku konsumsi yang boros dan berlebihan, yang lebih
mendahulukan keinginan dari pada kebutuhan, serta tidak ada skala prioritas atau
juga dapat diartikan gaya hidup yang bermewah-mewah.
Sumartono (1998) mendefinisikan perilaku konsumtif adalah membeli
barang tanpa pertimbangan rasional atau bukan atas dasar kebutuhan. Kemudian
Sumartono (2002) melanjutkan pengertian perilaku konsumtif adalah suatu
perilaku yang tidak lagi didasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan
karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang tidak rasional lagi.
Hotpascaman (2010) Perilaku konsumtif adalah perilaku membeli barang
atau jasa yang berlebihan tanpa pertimbangan rasional demi mendapatkan
kepuasan hasrat dan kenyamanan fisik sebesar-besarnya yang bersifat berlebihan.
Kemudian menurut Hasibuan (2010) Perilaku konsumtif adalah sebuah tindakan
manusia sebagai konsumen dalam membeli barang-barang yang bukan lagi
didasarkan oleh kebutuhan dan pertimbangan yang rasional, tetapi hanya

berdasarkan hasrat keinginan yang didominasi oleh faktor emosi dan sifatnya
berlebihan.
12

Universitas Sumatera Utara

13

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa perilaku konsumtif adalah suatu perilaku yang tidak lagi didasarkan pada
pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah
mencapai taraf yang tidak rasional lagi, dimana seseorang lebih mengutamakan
keinginan daripada kebutuhan, yang dapat memberikannya kepuasan dan
kenyamanan fisik sebesar-besarnya, dilakukan konsumen

hanya untuk

kesenangan semata.
A.2 Indikator Perilaku Konsumtif
Menurut Sumartono (2002), ada beberapa indikator perilaku konsumtif

yaitu:
a. Membeli produk karena iming-iming hadiah.
Individu membeli suatu barang karena adanya hadiah yang ditawarkan jika
membeli barang tersebut.
b. Membeli produk karena kemasannya menarik.
Individu sangat mudah terbujuk untuk membeli produk yang dibungkus
dengan rapi dan dihias dengan warna-warna yang menarik. Artinya
motivasi untuk membeli produk tersebut hanya karena produk tersebut
dibungkus dengan rapi dan menarik.
c. Membeli produk demi menjaga penampilan dan gengsi.
Individu mempunyai keinginan yang tinggi, karena pada umumnya remaja
mempunyai ciri khas dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan
sebagainya dengan tujuan agar konsumen selalu berpenampilan yang dapat
menarik perhatian orang lain. Konsumen membelanjakan uangnya lebih
banyak untuk menunjang penampilan diri.

Universitas Sumatera Utara

14


d. Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat dan
kegunaannya).
Individu cenderung berprilaku yang ditandai oleh adanya kehidupan
mewah sehingga cenderung menggunakan segala hal yang dianggap paling
mewah.
e. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status.
Individu mempunyai kemampuan membeli yang tinggi baik dalam
berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya sehingga hal tersebut
dapat menunjang sifat eksklusif dengan barang yang mahal dan memberi
kesan berasal dari kelas sosial yang lebih tinggi. Dengan membeli suatu
produk dapat memberikan symbol status agar kelihatan lebih keren dimata
orang lain.
f. Memakai sebuah produk karena unsur konformitas terhadap model yang
mengiklankan.
Individu cenderung meniru perilaku tokoh yang diidolakannya dalam
bentuk menggunakan segala sesuatu yang dipakai oleh tokoh idolanya.
Konsumen juga cenderung memakai dan mencoba produk yang
ditawarkan bila ia mengidolakan public figure produk tersebut.
g. Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan
menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi.

Individu sangat terdorong untuk mencoba suatu produk karena mereka
percaya apa yang dikatakan oleh iklan yaitu dapat menumbuhkan rasa
percaya diri. Cross dan Cross (dalam Hurlock, 1997) juga menambahkan

Universitas Sumatera Utara

15

bahwa dengan membeli produk yang mereka anggap dapat mempercantik
penampilan fisik, mereka akan menjadi lebih percaya diri.
h. Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda).
Individu akan cenderung menggunakan produk jenis sama dengan merek
yang lain produk sebelumnya ia gunakan, meskipun produk tersebut belum
habis dipakainya.
A.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif
Menurut Sumartono (2002), munculnya perilaku konsumtif disebabkan
oleh:
a. Faktor Internal
Faktor internal yang berpengaruh pada perilaku konsumtif individu adalah
motivasi, harga diri, observasi, proses belajar, kepribadian dan konsep diri.

b. faktor eksternal
Faktor eksternal yang berpengaruh pada perilaku konsumtif individu
adalah kebudayaan, kelas sosial, kelompok-kelompok sosial dan referensi
serta keluarga.
B. KONFORMITAS
B.1 Definisi Konformitas
Myers (2005) mengartikan konformitas sebagai “A change in behavior or
bilief to accord with others”. Konformitas adalah perubahan perilaku ataupun
keyakinan agar sama dengan orang lain.

Universitas Sumatera Utara

16

Konformitas adalah penyesuaian terhadap kelompok sosial, karena adanya
tuntutan dari kelompok tersebut untuk menyesuaikan diri, meskipun tuntutan
tersebut tidak secara terbuka (Baron & Byrne, 2005). Konformitas muncul ketika
individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang
nyata maupun yang dibayangkan (Santrock, 2003).
Menurut Taylor, Peplau, dan Sears, “Conformity is the tendency to change

one’s belief or behaviors in ways that are consistent with group standards”,
artinya Konformitas adalah kecenderungan untuk merubah keyakinan atau
perilaku seseorang dengan cara-cara yang sesuai dengan kelompok (Taylor dkk,
2000).
Berdasarkan beberapa definisi konformitas diatas, maka ditarik kesimnpulan
bahwa konformitas adalah kecenderungan individu untuk merubah perilaku
ataupun keyakinannya karena adanya tuntutan dari kelompok tersebut untuk
menyesuaikan diri, dimana individu mengikuti perilaku yang sesuai dengan
kelompok disebabkan tekanan kelompok yang nyata maupun yang dibayangkan.
B.2 Indikator Konformitas
Menurut Myers (2005) terdapat dua dasar pembentuk konformitas, yaitu :
a. Pengaruh normatif
Penyesuaian diri dengan keinginan atau harapan orang lain untuk
mendapatkan penerimaan. Pengaruh ini membuat individu berusaha untuk
mematuhi standar norma yang ada didalam kelompok.

Universitas Sumatera Utara

17


b. Pengaruh informasional
Penyesuaian individu ataupun keinginan individu untuk memiliki
pemikiran yang sama sebagai akibat dari adanya pengaruh penerima
pendapat maupun asumsi pemikiran kelompok, dan beranggapan bahwa
informasi dari kelompok lebih kaya daripada informasi milik pribadi,
sehingga individu cenderung untuk konformitas dalam menyamakan
pendapat atau sugesti.
B.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konformitas
Menurut Myers (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi individu untuk
konformitas adalah:
a. Ukuran kelompok (Group size)
Semakin

besar

jumlah

anggota

kelompok,


semakin

besar

pula

pengaruhnya terhadap individu.
b. Kohesivitas (Cohession)
Kohesivitas merupakan perasaan yang dimiliki oleh anggota dari
kelompok dimana mereka merasa ada ketertarikan dengan kelompok,
semakin seseorang memiliki kohesif dengan kelompoknya maka semakin
besar pengaruh dari kelompok pada individu tersebut.
c. Status (status)
Dalam sebuah kelompok bila seseorang memiliki status yang tinggi
cenderung memiliki pengaruh yang lebih besar, sedangkan orang yang
memiliki status yang rendah cenderung untuk mengikuti pengaruh yang
ada.

Universitas Sumatera Utara


18

d. Respon didepan umum (Public Response)
Ketika seseorang diminta untuk menjawab secara langsung pertanyaan
dihadapan publik, individu cenderung akan lebih conform, dari pada
individu tersebut diminta untuk menjawab dalam bentuk tulisan.
e. Kurangnya komitmen (No Prior Comitment)
Seseorang yang sudah memutuskan untuk memiliki pendiriannya sendiri,
akan cenderung mengubah pendiriannya disaat individu tersebut
dipertunjukkan pada adanya aspek tekanan sosial. Konformitas akan lebih
mudah terjadi pada orang yang tidak mempunyai komitmen.
C. JILBAB
C.1 Definisi Jilbab
Menurut Alfatri (2006) jilbab dalam Islam berasal dari kata jalaba yang
artinya menghimpun atau membawa. Sedangkan menurut Quraish (2004) jilbab
merupakan pakaian penutup aurat yang menutupi seluruh tubuh wanita kecuali
wajah dan telapak tangan. Kemudian menurut Milani (2006) istilah jilbab di
Indonesia pada awalnya dikenal sebagai kerudung untuk menutupi kepala
(rambut) wanita hingga dada. Namun saat ini menurut Hasbi (2007) cara

berpakaian dan jilbab yang dikenakan wanita muslimah sudah banyak modelnya,
model jilbab yang dikenakan saat inipun beraneka ragam, ada yang mengenakan
jilbab hanya sebatas menutup kepala saja, dan adapula yang memakai sesuai
syariat agama islam.
Saat ini banyak sekali merk serta tipe jilbab yang bisa kita temui dipusatpusat perbelanjaan. Padahal sebelumnya model-model jilbab tidak menarik minat
masyarakat Indonesia. Menurut Fitri, dkk (2011) dahulu sebagian masyarakat

Universitas Sumatera Utara

19

berpendapat bahwa jilbab adalah pakaian orang kampung yang kolot. Oleh karena
itu jilbab tidak lagi cocok dipakai di masa modern seperti saat ini.
Stigma yang kurang baik terhadap jilbab tersebut, memunculkan sebuah
kelompok sosial pecinta fashion yang terus menerus mengkampanyekan
penggunaan jilbab melalui berbagai model style yang mereka ciptakan. Peragaan
jilbab dengan balutan gaya yang sedang digandrungi masyarakat juga mulai
banyak diselenggarakan. Para designer turut berlomba-lomba menunjukkan jilbab
hasil karyanya dengan berbagai model yang siap dikonsumsi masyarakat
Indonesia.

Jilbab menjadi pakaian yang dapat disesuaikan dengan perkembangan
fashion yang terkadang dalam penciptaannya luput dari aspek syari’at. Malcolm

(2011) menyatakan bahwa fashion merupakan fenomena kultural yang digunakan
kelompok untuk mengkontruksi dan mengkomunikasikan identitasnya. Jilbab
dapat digunakan menjadi symbol untuk merepresentasikan gaya hidup kelompok
sosial melalui fashion.

D. KONFORMITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF TERHADAP
PEMBELIAN JILBAB PADA MAHASISWI
Menurut Sumartono (1998) perilaku konsumtif adalah membeli barang
tanpa pertimbangan rasional atau bukan atas dasar kebutuhan. Albarry (1994) juga
mengatakan bahwa perilaku konsumtif adalah perilaku konsumsi yang boros dan
berlebihan, yang lebih mendahulukan keinginan dari pada kebutuhan, serta tidak
ada skala prioritas atau juga dapat diartikan gaya hidup yang bermewah-mewah.

Universitas Sumatera Utara

20

Sumartono (2002) menyatakan bahwa perilaku konsumtif begitu dominan
dikalangan remaja. Hal tersebut terjadi karena secara psikologis, remaja masih
berada dalam proses pembentukan jati diri dan sangat sensitif terhadap pengaruh
dunia luar. Usia remaja sebagian individu ada yang masih duduk dibangku
sekolah dan ada yang sudah kuliah. Menurut Monk, dkk (2001) bahwa fase
remaja akhir dalam rentang usia 18 sampai 21 tahun. Dimana pada usia 18-21
tahun individu telah memasuki perkuliahan menjadi mahasiswi. Segut (2008) juga
mengatakan bahwa kelompok usia yang sangat konsumtif adalah kelompok
remaja. perilaku konsumtif pada remaja, juga didorong adanya perubahan trend
ataupun mode yang secara cepat diikuti remaja. Seperti halnya jilbab yang sedang
trend saat ini.

Reynold (dalam Hotpascaman, 2010) menyatakan bahwa remaja putri lebih
banyak membelanjakan uangnya daripada remaja putra untuk keperluan
penampilan seperti pakaian, kosmetik, asesoris, dan sepatu. Hal ini jelas
menunjukkan bahwa mahasiswi lebih konsumtif dibandingkan mahasiswa.
Menurut Sumartono (2002) indikator perilaku konsumtif adalah membeli produk
karena iming-iming hadiah, membeli produk karena kemasannya menarik,
membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi, membeli produk atas
pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau kegunaannya), membeli
produk hanya sekedar menjaga symbol status, memakai produk karena unsur
konformitas terhadap terhadap model yang mengiklankan, munculnya penilaian
bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri
yang tinggi, mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda).

Universitas Sumatera Utara

21

Menurut Sumartono (2002) faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif
adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal yang berpengaruh
terhadap perilaku konsumtif individu adalah kebudayaan, kelas sosial, kelompokkelompok sosial dan referensi serta keluarga. Remaja yang memiliki hubungan
sosial dengan peergroup-nya atau teman sebaya, merupakan bentuk kelompok
referensi (Dacey dan Kenny, 1997). Adanya tekanan dari teman sebaya atau yang
biasa disebut dengan peer pressure secara sadar ataupun tidak dapat
mempengaruhi perilaku mahasiswi, misalnya saja dalam hal penampilan dan
berperilaku, yang sama seperti teman-temannya agar ia dapat diterima dan tidak
disisihkan dari pergaulan (Utamadi, 2002 dalam Meliala 2009 ). Remaja yang
berada dibawah peer pressure cenderung untuk conform, untuk menilai, meyakini
atau bertindak sesuai dengan penilaian, keyakinan atau tindakan kelompok teman
sebayanya (Santrock, 1998). Adanya sikap patuh tetapi lebih kepada mengalah ini
biasanya dikenal dengan istilah konformitas, yaitu perubahan perilaku seseorang
dengan mengikuti tekanan-tekanan dari kelompok (Sarwono, 1993).
Menurut Taylor, Dkk (2000) konformitas adalah kecenderungan untuk
merubah keyakinan atau perilaku seseorang dengan cara-cara yang sesuai dengan
kelompok. Ada dua dasar faktor konformitas yaitu pengaruh normatif dan
pengaruh informasional. Pengaruh normatif pada konformitas memiliki arti
penyesuaian diri dengan keinginan atau harapan orang lain untuk mendapatkan
penerimaan dari anggota kelompoknya, sedangkan pengaruh informasional yaitu
tekanan yang terbentuk oleh adanya keinginan dari individu untuk memiliki
pemikiran yang sama dan beranggapan bahwa informasi dari kelompok lebih kaya

Universitas Sumatera Utara

22

dari pada informasi milik pribadi, sehingga individu cenderung untuk konformitas
dalam menyamakan pendapat atau sugesti (Myers, 2005).
Pengaruh normatif memiliki peranan pada proses konsumsi, terjadi disaat
individu mengikuti peraturan kelompok. Sedangkan pengaruh informasional
memiliki peranan pada proses konsumsi terjadi, apabila individu mendengarkan
pendapat dari kelompok dalam hal mengkonsumsi suatu produk, individu
menjadikan kelompok sebagai acuan dalam merekomendasikan produk yang akan
dikonsumsi (Carmen, 2008). Kemudian William (1985) juga mengatakan bahwa
konformitas merupakan salah satu faktor kelompok sosial yang mempengaruhi
seseorang dalam melakukan perilaku konsumsi.
Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hotpascaman (2010)
menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara konformitas dengan
perilaku konsumtif yang didasarkan pada pengaruh normatif dan pengaruh
informasional pada subjek remaja. Kemudian penelitian tentang jilbab oleh
Budiati (2011) mengungkapkan bahwa jilbab sebagai praktik konsumtif, dimana
beragam model jilbab ditawarkan dari mulai peragaan busana muslim sampai
butik khusus jilbab dijual di Mall, dan jilbab dapat menunjukkan kelas sosial
tertentu.
E. HIPOTESIS PENELITIAN
Berdasarkan uraian teoritis yang telah peneliti paparkan maka hipotesis
penelitian ini adalah : “Terdapat hubungan positif antara konformitas dengan
perilaku konsumtif terhadap pembelian jilbab pada mahasiswi”.

Universitas Sumatera Utara