Farmakokinetik & Farmakodinamik Nitrofurantoin

Sari Kepustakaan III
Divisi Penyakit Tropik & Infeksi
Presentator:
dr. Muhammad Fauzi

Acc Supervisor

Telah dibacakan Tgl / /2016

dr. Franciscus Ginting, Sp.PD

Farmakokinetik & Farmakodinamik Nitrofurantoin

Muhammad Fauzi, Restuti Hidayani Saragih, Franciscus Ginting, Endang Sembiring,

Armon Rahimi, Tambar Kembaren, Yosia Ginting
Divisi Penyakit Tropik & Infeksi – Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
RSUP Haji Adam Malik / RS Pirngadi

PENDAHULUAN

Resistensi mikroba terhadap antibiotik telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia,
dengan berbagai dampak merugikan dapat menurunkan mutu pelayanan kesehatan. Muncul dan
berkembangnya resistensi antimikroba terjadi karena tekanan seleksi (selection pressure) yang
sangat berhubungan dengan penggunaan antibiotik, dan penyebaran mikroba resisten (spread).
Tekanan seleksi resistensi dapat dihambat dengan cara menjalankan Antibiotic Stewardship
Program/ASP. Di dalam program tersebut disebutkan mengenai penggunaan antibiotik secara

bijak, dimana untuk menjalankan hal tersebut kita sebagai klinisi yang mendiagnosis dan
memberikan jenis antibiotik harus memahami bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik
antibiotik tersebut. Farmakokinetika dapat didefinisikan sebagai setiap proses yang dilakukan
tubuh terhadap obat, yaitu bagaimana absorpsi nya, lalu transport obat tersebut, kemudian
biotransformasi

(metabolisme)

nya,

hingga

distribusi


dan

ekskresi

obat

tersebut.

Farmakodinamika mempelajari kegiatan obat terhadap terhadap tubuh, terutama cara dan
mekanisme kerjanya, reaksi fisiologi yang terjadi, serta efek teraupetik yang ditimbulkannya. 1,2,3
Salah satu antibiotik yang sangat lama dan sangat jarang dilaporkan resisten adalah
nitrofurantoin dan nitrofurazone yang merupakan hasil sintesis dari turunan derivat komponen
nitrofuran. Obat tersebut telah ada sejak awal tahun 40-an dan kemudian menghilang di
pertengahan tahun 70-an. 2

1

SEJARAH
Nitrofuran yang pertama tersedia untuk kegunaan klinis adalah nitrofurazone (nitrofural),

dimana pertama kali sangat dikenal sebagai obat anti bakterial dalam penanganan luka perang
selama perang dunia ke 2 di eropa. Selama bertahun-tahun, kedua nitrofuran tersebut dapat
mencakup spetrum luas dari bakteri gram positif dan gram negatif, termasuk didalamnya bakteri
yang secara umum merupakan patogen pada saluran kemih. Hingga saat ini, kegunaan utama
dari nitrofurantoin adalah sebagai obat oral anti bakteri dalam penanganan infeksi saluran kemih.
Nitrofurazone memiliki kegunaan sebagai antibakteri topikal dalam penanganan pasien luka
bakar atau skin graft, dan belakangan ini disetujui sebagai profilaksis terhadap infeksi saluran
kemih berhubungan dengan kateter (catheter-associated urinary tract infection /CAUTI).1
Sintesis nitrofurantoin pertama sekali dilakukan pada tahun 1940, dan di setujui oleh
FDA pada tahun 1953 sebagai pengobatan infeksi saluran kemih dan hingga saat itu sangat
sering diresepkan hingga 2 dekade. Namun pada tahun 1970, penggunaannya mulai menurun
seiring dengan maraknya pemakaian antibiotik trimethoprim/sulfamethoxazole dan beta lactam.
Pada awal tahun 2000, penggunaan nitrofurantoin yang sangat jarang membuat obat tersebut
masih sensitif namun tidak halnya dengan trimethoprim/sulfamethoxazole dan fluoroquinolone
yang semakin tinggi tingkat resistensinya, sehingga beberapa guideline di dunia mulai kembali
merekomendasikan nitrofurantoin sebagai lini pertama pengobatan infeksi saluran kemih dan
mulai marak kembali penggunaannya (gambar 1).2

Gambar 1. Penggunaan nitrofurantoin berdasarkan defined daily dose (DDD), data dari
British Columbia yang merepresentatifkan data seluruh negara didunia saat ini. 2

2

DEFINISI
Nitrofurantoin adalah antimikroba sintetik yang merupakan bagian dari kelompok
nitrofuran. Nitrofurantoin merupakan turunan dari furan dengan adanya penambahan grup nitro
dan rantai samping yang mengandung hydantoin (gambar 2). Nitrofurantoin bersifat asam lemah
dan tingkat kelarutannya di pengaruhi oleh pH. 4

Gambar 2. Struktur kimia Nitrofurantoin. 4

Nitrofurantoin memiliki warna kuning lemon, tidak berbau, berbentuk tepung kristal
dimana sangat sedikit dapat larut dalam air dan alkohol. Nitrofurantoin saat ini tersedia dalam
bentuk kapsul, tablet dan suspensi oral. Obat tersebut dapat berubah warna menjadi lebih gelap
apabila terkena cahaya, namun perubahan warna tersebut tidak mempengaruhi potensi obat
tersebut. Penyimpanan nitrofurantoin sebaiknya disimpan dalam tempat yang gelap, hindari
kontak langsung cahay matahari, cahaya fluorosensi dan material alkali. 1,2
Nitrofurantoin memiliki 2 bentuk yakni mikrokristalin yang dikenalkan tahun 1952 dan
makrokristalin yang dikembangkan kemudian tahun 1967. Gabungan dari mikrokristalin dan
makrokristalin saat ini telah tersedia dengan nama Macrobid (terdiri dari 25 mg makrokristal dan
75 mg bentuk monohidrat) dan juga bentuk makrokristal tunggal bernama Macrodantin. 5


FARMAKOKINETIK
Farmakokinetik meneliti perjalanan obat, mulai dari saat pemberiannya, bagaimana
absorpsi di usus, transpor dalam darah, dan distribusinya ke tempat kerjanya dan jaringan lain.
Begitu pula perombakannya (biotransformasi) dan akhirnya ekskresinya oleh ginjal. 3

3

Absorbsi
Nitrofurantoin sangat baik diabsorbsi pada saluran cerna dan absorbsi terjadinya sebagian
besar di proksimal usus halus. Bioavailabilitas obat tersebut dipengaruhi oleh 3 faktor, yakni
apakah ditelan bersamaan dengan makanan, ukuran partikel, dan kadar pH.6
Beberapa studi menunjukkan bahwa jumlah obat yang diabsorbsi dan durasi konsentrasi
terapeutik di urin secara bermakna meningkat apabila obat tersebut dikonsumsi bersamaan
dengan makanan. Hoener dan Pattenson, melaporkan bahwa bioavailabilitas nitrofurantoin
sebesar 87% dalam keadaan puasa dan 94% bersamaan dengan makanan.5,6
Pada ukuran kristal yang lebih besar seperti pada bentuk makrokristalin, dapat
menurunkan kecepatan absorbsi pada saluran cerna dan memperpanjang ekskresi di urin.
Absorbsi yang lambat ini memiliki keuntungan yakni menurunkan kejadian mual dan muntah
dibandingkan bentuk mikrokristalin yang memiliki efek mual dan muntah lebih besar. Hailey

dan Glascock, melaporkan bahwa bentuk makrokristalin dapat menurunkan masalah
gastrointestinal secara bermakna dibandingkan bentuk mikrokristalin tanpa mempengaruhi
konsentrasi obat tersebut di saluran kemih.6
pH memiliki peranan yang penting dalam absorbsi nitrofurantoin. Nitrofurantoin
merupakan asam lemah dengan pKa sebesar 7,2 absorbsinya ditingkatkan apabila dalam suasana
lingkungan yang asam. Reabsorbsi tubular dari nitrofurantoin dipengaruhi oleh pH. Pada saat
urin dalam keadaan basa, bersihan obat meningkat. Namun pada saat urin dalam keadaan asam
(pH ≤ 5,5), bersihan obat berkurang akan tetapi reabsorbsi tubular dan aktivitas antibakterial
akan meningkat.6

Distribusi
Salah satu hal yang penting dalam kualitas nitrofurantoin adalah kespesifisitas tempat
distribusinya. Konsentrasi terapeutik yang aktif didapat pada saluran kemih, dimana juga dapat
didistribusikan didalam urin, lumen tubular medula, ruang interstisial, dan limfe renal.
Nitrofurantoin tidak menembus aqueous humor, cairan serebrospinal, sekresi prostat, cairan
amnion atau serum tali pusat bayi pada konsentrasi terapeutik. Konsentrasi pada sekresi prostat
sangat sedikit, sehingga tidak bisa digunakan pada infeksi prostat. Konsentrasi pada air susu ibu
sangat sedikit (0-0.5 µg/ml). Konsentrasi pada cairan empedu sama dengan konsentrasi serum. 5,6

4


Waktu paruh dalam plasma dari nitrofurantoin adalah 30 menit, kemudian secara cepat
dimetabolisme dan di ekskresikan di urin dan di empedu. Pada dosis standard, tidak akan pernah
tercapai kadar terapeutik pada serum.5,6

Eksresi
Nitrofurantoin dieksresikan secara keseluruhan pada urin dan sedikit pada empedu.
Eksresi pada urin merupakan hasil dari filtrasi glomerulus, sekresi tubulus, dan reabsorpsi
tubulus. Alkalinisasi urin dapat mencegah reabsorpsi nitrofurantoin dari tubulus renalis, akan
tetapi nitrofurantoin memiliki penurunan aktivitas antimikroba pada urin yang basa. 4,5,6
Eksresi dari nitrofurantoin memiliki hubungan yang kuat dengan klirens kreatinin. Pada
keadaan fungsi renal yang terganggu, kadar terapeutik pada urin sangat rendah, namun pada
serum kadarnya meningkat hingga ke kadar toksik. Pada pasien dengan gagal ginjal, eksresi
nitrofurantoin menurun, dan sebaiknya tidak digunakan pada fungsi ginjal yang menurun
(Klirens Kreatinin < 60 ml/min). Pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal, sebagian kecil
dari nitrofurantoin di ekskresikan dan dimetabolisme oleh empedu, tetapi jalur ini sangat sedikit.
Tidak diperlukan penyesuaian dosis pada pasien dengan gagal hati. 4,5,6

Interaksi Obat
Pemberian antasida dapat meningkatkan ionisasi dari nitrofurantoin, dan menyebabkan

penurunan absorpsi. Nitrofurantoin merupakan inhibitor potent terhadap adenin difosfat primer
agregasi platelet yang diinduksi secara in vitro . Nitrofurantoin dapat menyebabkan perubahan
beberapa hasil laboratorium darah. Pembacaan glukosa urin menggunakan reagen Benedict dapat
menjadi positif palsu. Kadar serum glukosa, bilirubin, alkalin fosfatase dan BUN dapat
meningkat secara positif palsu. Pasien yang mendapat nitrofurantoin sebaiknya diberitahukan
bahwa warna urin dapat berubah menjadi coklat gelap.4

FARMAKODINAMIK
Farmakodinamik mempelajari kegiatan obat terhadap tubuh, terutama cara dan
mekanisme kerjanya, reaksi fisiologi, serta efek terapeutik yang ditimbulkan dimana secara
singkat bahwa farmakodinamik mencakup semua efek yang dilakukan obat terhadap tubuh.3

5

Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja dari aktivitas bakterisid nitrofurantoin melibatkan berbagai tempat,
termasuk menginhibisi translasi ribosomal, merusak DNA bakteri, dan mengganggu kerja siklus
krebs. Peranan dari masing-masing mekanisme tersebut masih belum sepenuhnya jelas.
Nitrofurantoin dikonversikan oleh metabolisme nitroreduktase yang ada pada bakteri menjadi
senyawa elektrofilik yang sangat reaktif sehingga menyerang protein ribosom bakteri, dan

menyebabkan inhibisi total dari sintesis protein.5

Spektrum Antimikroba
Nitrofurantoin memiliki kemampuan yang efektif dalam membunuh patogen saluran
kemih, termasuk Escherichia coli, Enterococcus, Klebsiella dan Enterobacter . Pada dosis
terapeutik, dapat mencapai kadar di urin sebesar 200 µg/ml. Nitrofurantoin memiliki efek
bakteriostatik pada konsentrasi rendah (5-10 µg/ml) dan bersifat bakterisidal pada konsentrasi
yang lebih tinggi. Banyak strain dari E.coli yang masih sensitif terhadap konsentrasi hambatan
minimum (minimal inhibitory concentration/MIC) kurang atau sama dengan 16 µg/ml, dimana
untuk strain Enterobacter dan Klebsiella membutuhkan kadar MIC lebih dari 100 µg/ml.
Nitrofurantoin tidak efektif terhadap Proteus, Serratia, dan Pseudomonas dikarenakan bakteri
tersebut memiliki resistensi yang alami.5,6

Gambar 3. Grafik Farmakokinetik dan Farmakodinamik terhadap Minimum Inhibitory
Concentration (MIC).5
6

Resistensi nitrofurantoin sangat jarang terjadi, hal ini mungkin diakibatkan oleh
mekanisme kerja antibiotik tersebut yang banyak dan hingga saat pertama kali diperkenalkan,
tidak ada laporan mengenai perubahan pola resistensi.5,6


Tabel 1. Inhibisi kumulatif berbagai strain bakterial berdasarkan tingkat konsentrasi
nitrofurantoin.1

Sebuah studi di Norwegia tahun 2011, Zykov et al, menyatakan bahwa penggunaan
nitrofurantoin, fosfomycin, mecilinam, meropenem, amikacin dan temocillin merupakan pilihan
yang baik dalam menangani infeksi saluran kemih tanpa komplikasi yang disebabkan oleh
bakteri E.coli yang menghasilkan extended-spectrum b-lactamase (ESBL) karena resistensi yang
terjadi masih sangat rendah, dibandingkan dengan amoxicillin-clavulanic acid, gentamicin,
tobramycin, ciprofloxacin dan trimethoprim-sulfamethoxazole yang tingkat resistensinya tinggi.7
Di indonesia, Istanto T, melaporkan di RS dr. Kariadi, Semarang pada tahun 2004 pasien
dengan infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh E.coli, memiliki sensitivitas pada
nitrofurantoin tercatat cukup besar yaitu 88% dibandingkan dengan Ampisilin (5,56%), Cefepim
(86,21%), Cefotaxim (63,33%), Tetracycline (29,03%) dan Cotrimoxazole (23,33%).
Dhanardhono T, melaporkan pada rumah sakit yang sama di tahun 2006, pada pasien infeksi
saluran kemih dengan penyebab Staphylococcus epidermidis. Memiliki sensitivitas yang sangat
tinggi terhadap nitrofurantoin (100%) dibandingkan dengan Amikacin (90.2%), Cefepime
(92.9%), Ceftazidim (71.1%), Fosfomycin (89.2%) dan Cotrimoxazole (16.7%).8,9
Subandiyah K, dalam penelitiannya terhadap pasien infeksi saluran kemih pada anak dan
bayi di RSU Dr. Saiful Anwar, Malang pada tahun 1999-2003, menunjukkan tingkat sensitivitas

yang berbeda-beda terhadap beberapa bakteri. Sensitivitas bakteri E. coli terhadap nitrofurantoin
7

(74,8%), asam nalidiksat (69,6%), sefotaksim (48,9%), amoksisilin-asam clavulanat (37,8%),
fosfomisin (35,6%). Sensitivitas A.anitratus terhadap nitrofurantoin (25,93%), amoksisilin
(25,93%), amikasin (11,11%), siprofloksasin (7,4%), sefotaksim (7,4%), seftriakson (7,4%).
Sensitivitas K. pneumoniae terhadap nitrofurantoin (46,12%), gentamisin (30,77%), seftriakson
(26,92%), amoksisilin-asam clavulanat (26,92%), sefotaksim (25,07%), fosfomisin (19,23%).
Djunaei D, tahun 2000-2001 di RSU Dr. Saiful Anwar, Malang melaporkan bahwa pada tes
sensitivitas biakan bakteri pada urin kateter dan ujung kanul kateter terhadap antibiotik
Sefalosporin (Cefotaxim), Aminoglikosida (Amikacin), Quinolone (Ciprofloxacin) dengan
kisaran angka kepekaannya 86-93%. Sedangkan untuk golongan lain yaitu Penicillin (Ampisilin
dan Amoxicillin), cotrimoxazole dan Nitrofurantoin kisaran angka kepekaannya lebih rendah
yaitu antara 17-34%.10,11
Tabel 2. Tingkat kekuatan Nitrofurantoin berdasarkan pola resistensi jenis bakteri.13

Pada penelitian di Manipur, India yang dilakukan oleh Singh RM et al, sebanyak 313
bakteri gram negatif dan 127 bakteri gram positif yang telah resisten banyak obat (multidrugresistant/MDR) dari 3,780 spesimen urin porsi tengah dengan gambaran klinis infeksi saluran

kemih sejak Juli 2013 hingga Desember 2014 (tabel 2), didapatkan tingkat sensitivitas tertinggi
adalah pada bakteri methicillin-resistant S. aureus (MRSA) (95%) dan paling rendah adalah pada
bakteri

extended

spectrum

beta -lactamase

dengan

metallo-beta-lactamases

(ESBL+ MBLs)(20%).12

Tabel 3. Pola Sensitivitas bakteri gram negatif (n=313) dan gram positif (n=127) .13

8

Kemudian proporsi sensitivitas isolat bakteri terhadap nitrofurantoin secara bermakna
lebih tinggi pada bakteri gram positif (90%) dibandingkan dengan bakteri gram negatif (58%) (p
< 0,001). Nitrofurantoin memiliki tingkat pola kekuatan membunuh bakteri yang lebih baik
dibandingkan gentamisin, ciprofloxacin, dan trimethoprim/sulfamethoxazole baik jenis bakteri
gram positif maupun bakteri gram negatif.12
Pada penelitian yang dilakukan oleh Zhou A et al, di California, Amerika Serikat
menyatakan penggunaan vancomycin memiliki efek sinergistik yang kuat apabila digunakan
bersamaan

dengan

nitrofurantoin

dibandingkan

dengan

cefoxitin,

chloramphenicol,

ciprofloxacin, clindamycin, erythromycin, streptomycin, tetracycline, atau tobramycin. Seperti
kita ketahui vancomycin hanya memliliki spektrum bakteri gram positif, namun efek sinergistik
yang kuat dari kombinasi dengan nitrofurantoin dapat membunuh bakteri gram negatif. Hal ini
telah diujicobakan pada bakteri tipe Wild Type E. coli dimana dengan konsentrasi vancomycin
yang sangat rendah (12,5 µg/ml).13

Profile Keamanan
Nitrofurantoin secara garis beras merupakan obat yang aman. Pemakaian keseluruhan
setelah lebih dari 3 dekade menunjukkan sangat sedikit sekali efek samping yang dilaporkan
hingga kurang dari 0,001% berdasarkan keseluruhan pemakaian terapi. Namun, reaksi tambahan
dapat dialami dan berhubungan dengan pemakaian jangka panjang, termasuk diantaranya
gangguan gastrointestinal, erupsi kulit, gangguan hematologi, defek neurologis, hepatotoksik,
komplikasi pulmonal, dan gangguan lainnya.4
Gangguan gastrointestinal (anoreksia, mual, muntah) merupakan efek samping yang
paling sering. Gejala tersebut muncul pada minggu pertama terapi dan upaya telah dilakukan
dalam menurunkan frekuensi gejala tersebut dengan mengubah ukuran kristal nitrofurantoin,
sehingga dapat memodifikasi absorpsi. Erupsi kulit, yang terdiri dari lesi makular,
makulopapular atau urtikaria, merupakan efek samping kedua yang paling sering dari
nitrofurantoin. Anemia hemolitik pada pasien dimana pada sel darah merah tersebut mengalami
defisiensi enzim glukoa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) merupakan salah satu komplikasi
hematologik yang terjadi dalam pemakaian nitrofurantoin. Efek samping yang serius terhadap
nitrofurantoin adalah neuropati perifer.4

9

Nitrofurantoin-induced hepatotoksik merupakan kejadian yang langka dan biasanya
bersifat reversibel setelah dilakukan penghentian pemakaian. Namun, nitrofurantoin-induced
reaksi pulmonal terjadi pada ratusan pasien. Reaksi ini di klasifikasikan kedalam bentuk akut,
subakut, dan kronik. Gambaran klasik reaksi akut sindroma pulmonal memiliki karakteristik
demam yang tiba-tiba, menggigil, batuk, mialgia, dan sesak nafas. Reaksi ini muncul dalam
hitungan jam hingga minggu setelah menelan obat. Reaksi subakut pulmonal dari nitrofurantoin
biasanya muncul setelah 1 bulan paparan dari obat tersebut dan memiliki karakteristik batuk
persisten dan progresif, sesak nafas, orthopnea dan demam. Reaksi kronik pulmonal dari
nitrofurantoin berhubungan dengan gejala batuk dan sesak nafas yang tersembunyi (tidak
spesifik). Perlu adanya penekanan bahwa potensi terjadinya toksisitas pulmonal dapat bersifat
reversibel jika diketahui sejak dini.4
Insidensi dari efek samping tersebut sangat sulit untuk dipastikan, dan hal tersebut dapat
bersifat sama (atau kurang) dengan seperti contohnya diare akibat pemakaian lama dari beta
laktam

atau

fluorokuinolon

atau

erupsi

kulit

alergi

akibat

pemakaian

trimethoprim/sulfamethoxazole. Saat literatur medis menyatakan nitrofurantoin ama digunakan
selama trimester pertama kehamilan, lalu muncul perhatian baru tentang hubungan antara
malformasi kongenital dengan pemakaian nitrofurantoin selama trimester pertama. Dalam
dekade terakhir, beberapa studi menghubungkan peningkatan resiko terjadinya enophtalmia,
malformasi kardiovaskular, bibir sumbing, dan anomali tulang tengkorak. Namun, studi yang
lebih lanjut menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara nitrofurantoin dengan peningkatan
resiko teratogenik. Goldberg et al, mendukung hal tersebut dimana penggunaannya dalam
trimester pertama dalam mengobati infeksi saluran kemih, tidak ditemukan adanya resiko
teratogenik pada studi besar kohort. Sebagaimana kita ketahui, nitrofurantoin tidak melewati
plasenta.4,14

Dosis dan Indikasi
Nitrofurantoin tersedia dalam bentuk kapsul dan suspensi oral, namun tidak tersedia
dalam bentuk injeksi. Nitrofurantoin memiliki beberapa jenis sediaan dosis, yaitu makrokristalin
50 mg, makrokristalin 100 mg, makrokristalin 25 mg, makrokristalin-monohidrat 100 mg, dan
suspensi oral makrokristalin 25 mg/5 mL. Untuk keadaan infeksi saluran kemih dosis dewasa
digunakan sebanyak 50 - 100 mg, 4 kali sehari atau 5 – 7 mg/kgBB/hari selama 1 minggu atau
10

setidaknya 3 hari setelah urin dinyatakan steril. Dosis untuk penggunaan profilaksis infeksi
saluran kemih, diberikan 50 - 100 mg oral sekali sehari sebelum tidur.15
Penelitian oleh Stein GE, tahun 1999 di Michigan, Amerika Serikat, membandingkan
penggunaan 3 gram fosfomisin dosis tunggal dengan 100 mg nitrofurantoin selama 7 hari pada
wanita dengan infeksi saluran kemih tanpa komplikasi, menunjukkan tingkat kesembuhan
bakteriologis sebesar 78% dibanding 86% untuk fosfomisin dibanding nitrofurantoin (p=0,02).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Iravani A et al, pada tahun yang sama di Florida, Amerika
Serikat, menyatakan bahwa penggunaan ciprofloxacin dosis rendah 100 mg dua kali sehari
selama 3 hari memiliki kemampuan yang ekuivalen secara klinis dan bakteriologis dengan
penggunaan cotrimoxazole 960 mg dua kali sehari dan juga penggunaan nitrofurantoin 100 mg
dua kali sehari selama 7 hari. Brumfitt W dan Hamilton-Miller JMT pada tahun 1998 di London,
Inggris pada penelitiannya menyatakan bahwa penggunaan nitrofurantoin 100 mg sebelum tidur
sebagai profilaksis terjadinya infeksi saluran kemih yang rekuren dalam jangka panjang selama
12 bulan terbukti efektif, aman dan tidak mahal.16-18
Meta analisis dan sistematik review yang dilakukan oleh Huttner A et al tahun 2015,
menyatakan bahwa nitrofurantoin digunakan sebagai terapi lini pertama, dan memiliki efikasi
klinis yang ekuivalen terhadap trimethoprim/sulfamethoxazole, ciprofloxacin dan amoxicillin,
walaupun secara mikrobiologis sedikit lebih baik obat lain dibanding nitrofurantoin.
Nitrofurantoin mencapai kadar konsentrasi terapeutik hanya di saluran kemih bagian bawah,
sehingga membatasi indikasi penggunaannya hanya pada saluran kemih bagian bawah. Durasi
penggunaannya minimal selama 5 hari untuk mendapatkan efikasi yang optimal.2

KESIMPULAN
Nitrofurantoin adalah obat yang sangat lama sejak 70 tahun yang lalu telah ada, dan
sempat terhenti penggunaannya. Namun pada akhir tahun 90-an penggunaannya semakin marak
kembali. Keadaan resistensi antibiotik pada saat ini dan tidak ada munculnya antibiotik yang
baru membuat perhatian kita kembali melihat nitrofurantoin sebagai terapi infeksi saluran kemih.
Resistensi nitrofurantoin yang tidak berubah sejak pertama kali ditemukan hingga saat ini, dan
profil keamanan yang baik menjadikan nitrofurantoin sebagai obat pilihan untuk profilaksis dan
pengobatan infeksi saluran kemih bagian bawah selama bertahun-tahun. Dalam era mikrobiologi
sekarang yang cenderung banyak bakteri MDR, peran nitrofurantoin sangat krusial.
11

DAFTAR PUSTAKA

1.

Guay DR. An Update on the Role of Nitrofurans. Drugs 2001; 61 (3): 353-364

2.

Huttner A, Verhaegh EM, Harbarth S, Muller AE, Theuretzbacher U, Mouton JW.
Nitrofurantoin revisited: a systematic review and meta-analysis of controlled trials. J
Antimicrob Chemother 2015; 1-9

3.

Tjay TH, Rahardja K. Dasar - dasar umum. Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan, dan
efek-efek sampingnya. Elex Media Komputindo 2007; ed 6: 7

4.

Munoz-Davila MJ. Role of Old Antibiotics in the Era of Antibiotic Resistance. Highlighted
Nitrofurantoin for the Treatment of Lower Urinary Tract Infections. Antibiotics 2014; 3: 3948.

5.

Horton JM. Urinary Tract Agents: Nitrofurantoin, Fosfomycin, and Methenamine. Mandell,
Douglas, and Bennett's Principles and Practice of Infectious Diseases 2015; ed 8th, Vol 1:
447–451.

6.

Cunha BE. Nitrofurantoin Current Concepts. Urology 1988; Vol XXXII (1): 67-71.

7.

Zykova IN, Sundsfjorda A, Smarbrekkec L, Samuelsena O. The antimicrobial activity of
mecillinam, nitrofurantoin, temocillin and fosfomycin and comparative analysis of
resistance patterns in a nationwide collection of ESBL-producing Escherichia coli in
Norway 2010–2011. Infectious Diseases 2015; 1–9

8.

Istanto T. Faktor risiko, pola kuman dan tes kepekaan antibiotik pada penderita infeksi
saluran kemih di RS dr. Kariadi semarang tahun 2004 – 2005. Universitas Diponegoro 2006.

9.

Dhanardhono T. Risk Factors Associated With Urinary Tract Infection In Geriatric And Its
Microbiologic Characteristics. Universitas Diponegoro 2006.

10. Subandiyah K. Bacterial Etiologic Agents Of Urinary Tract Infections In Children At Saiful
Anwar Hospital, Malang. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XX, No. 2, Agustus 2004; 5761
11. Djunaedi D. Types Of Bacteria And Their Sensitivity To Antibiotics In Cases Of
Nosocomial Infection Attributable To Catheter Insertion In Rssa Malang During The Period
Of November 2000 – March 2001. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXII, No. 3,
Desember 2006; 97-100

12

12. Singh RM, Devi MU, Singh KL, Singh HL, Keisham C, Singh KH. Evaluation of
nitrofurantoin activity against the urinary isolates in the current scenario of antimicrobial
resistance. Ann. of Trop. Med. and Pub. Health. 2015: 8 (6); 280-285.
13. Zhou A, Kang TM, Yuan J, et al. Synergistic Interactions of Vancomycin with Different
Antibiotics against Escherichia coli: Trimethoprim and Nitrofurantoin Display Strong
Synergies with Vancomycin against Wild-Type E. coli. Antimicrobial Agents and
Chemotherapy. 2015;59(1): 276-281.
14. Goldberg, O.; Koren, G.; Landau, D.; Lunenfeld, E.; Matok, I.; Levy, A. Exposure to
nitrofurantoin during the first trimester of pregnancy and the risk for major malformations. J.
Clin. Pharmacol. 2013; 53: 991–995.
15. Nitrofurantoin Dosage Guide with Precautions – Available at : Drugs.com. Accessed at 27
April 2016.
16. Stein GE. Comparison of Single-Dose Fosfomycin and a 7-Day Course of Nitrofurantoin in
Female Patients with Uncomplicated Urinary Tract Infection. Clin. Therap. 1999: 21(11);
1864-72.
17. Iravani A, Klimberg I, Briefer C, Munera C, Kowalsky SF. A trial comparing low-dose,
short-course ciprofloxacin and standard 7 day therapy with co-trimoxazole or nitrofurantoin
in the treatment of uncomplicated urinary tract infection. J. Antimicrob Chemo. 1999: 43,
Suppl. A; 67–75.
18. Brumfitt W, Hamilton-Miller JMT. Efficacy dan safety profile of long-term ntirofurantoin in
urinary infection: 18 years’ experience. J. Antimicrob Chemo. 1998: 42; 363-71

13