TAP.COM - KARAKTERISTIK TANAH ORDO ULTISOL DI PERKEBUNAN ... - JURNAL UNSYIAH 3239 6229 1 PB

Karakteristik Tanah Ordo Ultisol di Perkebunan Kelapa Sawit
PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Cot Girek Kabupaten Aceh Utara
Bunga Andalusia1, Zainabun2, dan Teti Arabia2
1
2

Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
Staff Pengajar Program Studi Agroteknologi Universitas Syiah Kuala
Darussalam Banda Aceh
ABSTRACT

Ultisols have morphological characteristics, physical and chemical soil. It is necessary
to study the characteristics of Ultisol in PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Cot Girek North
Aceh Regency. The methode used descriptive quantitative survey methods. The study states
that the structure of the soil in the study area tend to belong to the group of angular blocky. Soil
consistency ranged from slightly tacky to the plastic. The texture of the clay causes consistency
becomes more closely at the upper horizon and not easily destroyed (plastic) on the bottom
horizon. Relatively high value of bulk density (1.31 g cm3-1 to 1.48 g cm3-1), permeability is slow
(0.25 cm hr-1 to 0.51 cm hr-1), so that the soil porosity is less good. Land in the study area react
sour, the cation exchanged capacity value is low to moderate (11 me 100g-1 to 37 me 100g-1).
N-total classified as moderate to very low (0.05% to 0.30%), available P was low (0.73 ppm to

4.08 ppm), the contents of Al and H is high enough so that the low fertility rate.
Key words: characteristics, oil palm, red yellow podzolic, ultisols.

(Persero) Cot Girek (2013), produktivitas
kelapa sawit di perkebunan tersebut
mencapai 13.92 ton ha-1 pada tahun 2011
dengan luas areal 5 719 ha . Produktivitas
kelapa sawit mengalami penurunan pada
tahun 2012, yaitu menjadi 12.58 ton ha-1
dengan luas areal 6 161 ha. Hal yang sama
juga terjadi pada tahun 2013, produktivitas
kelapa sawit menurun menjadi 12.33 ton ha1
dengan luas areal 5 981 ha.
Data mengenai karakteristik tanah
yang tidak lengkap menyebabkan sulitnya
pengelola kebun untuk menerapkan upaya
pengelolaan
berdasarkan
karakteristik
tanah. Hal ini menyebabkan produksi

kelapa sawit sangat bergantung dengan
pupuk yang diberikan secara intensif,
sedangkan keadaan tanah tersebut kurang
baik sifat fisik dan kimianya. Pupuk kimia
yang diberikan juga bersifat mudah tercuci
dan sulit diserap oleh tanaman.

1. PENDAHULUAN
Kondisi lahan yang semakin lama
semakin sempit, memaksa manusia untuk
memanfaatkan tanah yang kurang subur
dalam bidang pertanian, khususnya
perkebunan. Tanah ordo Ultisol atau yang
lebih dikenal sebagai tanah Podsolik Merah
Kuning (PMK) merupakan salah satu jenis
tanah kurang subur yang dimanfaatkan
dalam bidang pertanian. Prasetyo dan
Suriadikarta (2006), mengemukakan bahwa
Ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat
pada horison bawah permukaan sehingga

mengurangi
daya
resap
air
dan
meningkatkan aliran permukaan serta erosi
tanah.
Tanah Ultisol telah dinyatakan sebagai
tanah yang kurang subur, namun tanah ini
tetap dimanfaatkan sebagai lahan pertanian.
Pemanfaatan tanah Ultisol sebagai lahan
pertanian yaitu terdapat pada sektor
perkebunan kelapa sawit. Provinsi Aceh
merupakan wilayah yang terdapat Ultisol
cukup luas di Sumatera, sehingga
dimanfaatkan dalam perkebunan kelapa
sawit. Perkebunan kelapa sawit di Aceh
tersebar di beberapa kabupaten, salah
satunya adalah Kabupaten Aceh Utara.
Data yang diperoleh dari Kantor

Administrasi PT. Perkebunan Nusantara I

2. METODE PENELITIAN
Penelitian
dilaksanakan
di
perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan
Nusantara I (Persero) Cot Girek, Kabupaten
Aceh Utara, untuk pengambilan sampel
tanah. Analisis fisik dan kimia tanah
dilakukan di Laboratorium Geologi,
Mineralogi, dan Klasifikasi Tanah,
45

Andalusia et al. (2016)

Jurnal Kawista 1 (1) : 45-49

Laboratorium
Fisika

Tanah
dan
Lingkungan, Laboratorium Kimia Tanah
Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala.
Penelitian dilaksanakan pada bulan
Desember 2013 sampai bulan April 2014.
Metode penelitian yang digunakan
adalah metode survei deskriptif kuantitatif.
Tahapan penelitian yang dilakukan ada dua
kelompok tahapan, yaitu tahap pengambilan
sampel di lapangan dan analisis fisik dan
kimia tanah di laboratorium.

permeabilitas tanah. Saat mengambil
sampel tanah, tanah harus dalam keadaan
yang tidak terlalu kering. Sampel dapat
diambil dengan baik jika kadar air berada
disekitar
kapasitas
lapang.

Teknik
pengambilan sampel tanah utuh yaitu
dengan menggunakan ring sample.
Parameter yang dianalisis di
laboratorium terdapat dua aspek, yaitu sifat
kimia dan fisika tanah. Parameter yang
dianalisis untuk sifat kimia, seperti Corganik, N-total, P-tersedia, pH tanah,
Kapasitas tukar kation, dan sebagainya,
sedangkan sifat fisika tanah yang diamati
adalah seperti porositas, permeabilitas,
tekstur, struktur, dan konsistensi.

2.1.BAHAN DAN ALAT
Alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah cangkul, sekop,
plastik, Munsell soil colour chart, global
positioning system (GPS), Abney level, bor
tanah, form pengisian data, alat tulis, pH
tancap, ring sample, meteran, dan alat
pendukung lainnya untuk pengambilan

sampel tanah. Sedangkan bahan yang
digunakan adalah H2O2 10%, akuades, dan
HCl 1 N untuk pengamatan di lapangan.
Analisis di laboratorium digunakan bahanbahan kimia seperti alkohol, akuades, dan
bahan lainnya. Sedangkan alat yang
digunakan adalah botol kocok, botol film,
kertas saring, timbangan analitik, ayakan,
alat tumbuk, oven, cawan, dan alat
laboratorium lainnya. Pengumpulan data
primer dilakukan dengan mengamati
peubah-peubah yang ada di lokasi
penelitian, sedangkan pengumpulan data
sekunder
dilakukan
dengan
cara
mengumpulkan beberapa referensi dari
buku, jurnal dan artikel terkait di internet.
Pembuatan profil tanah dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan

membuat lubang profil tanah dan dengan
membersihkan tebing yang dapat mewakili
penampang melintang tanah tersebut.
Penelitian
ini
menggunakan
cara
pembersihan tebing sebagai profil tanah
yang diamati. Data profil tanah tersebut
diisi di dalam form pengisian data profil
tanah, setelah pembuatan profil tanah. Halhal yang perlu diamati untuk mengisi form
pengisian data profil tanah yaitu tekstur,
konsistensi, warna, struktur, dan kondisi
lahan di mana profil dibuat, seperti iklim,
topografi, tinggi dari permukaan laut,
eksposisi, keadaan drainase, dan kondisi
lahan lainnya. Pengambilan sampel tanah
utuh
dilakukan
untuk

menentukan

3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Sifat Morfologi Tanah
Enam susunan horison ditemukan
dengan kedalaman profil tanah mencapai
133 cm. Susunan horison tersebut adalah
horison Ap dengan ketebalan 10 cm, AB
dengan ketebalan 5 cm, BA dengan
ketebalan 11 cm, Bt1 dengan ketebalan 39
cm, dan Bt2 dengan ketebalan 68 cm.
Warna tanah pada tiap horison adalah
sebagai berikut: (a) horison Ap berkisar
10YR 4/4 (cokelat kekuningan); (b) horison
AB berkisar 10YR 5/6 (cokelat kekuningan
gelap); (c) horison BA 10YR 5/6 (cokelat
kekuningan); (d) Bt1 berkisar 10YR 6/6
(kuning kecokelatan); (e) horison Bt2
berkisar 10YR 7/1 (kelabu terang); dan (f)
horison Bt3 berkisar 5PB 7/1 (kelabu

kebiruan terang).
Semakin coklat warna tanah umumnya
menunjukkan tingginya kandungan goetit,
dan semakin merah warna tanah semakin
tinggi kandungan hematit (Allen dan Hajek,
1989; Schwertmann dan Taylor, 1989).
Jika dilihat dari hasil pengamatan, warna
tanah horison teratas yang memiliki warna
cokelat
kekuningan
menunjukkan
kandungan bahan organik yang lebih tinggi
daripada horison terbawah.
Struktur tanah menunjukkan gumpalan
dari butir-butir tanah yang membentuk
suatu agregat (bongkahan). Struktur tanah
yang terdapat di lokasi penelitian cenderung
tergolong ke dalam kelompok gumpal
bersudut. Horison Ap, AB, BA, Bt1, dan
Bt2 memiliki struktur tanah gumpal


46
Andalusia et al. (2016)

Jurnal Kawista 1 (1) : 45-49

bersudut, sedangkan horison Bt3 memiliki
struktur masif.
Konsistensi tanah dapat dikatakan
sebagai tingkat kelekatan tanah terhadap
benda lain. Konsistensi tanah di lapangan
ditentukan dalam kondisi basah dan
lembab. Berdasarkan hasil pengamatan,
konsistensi tanah yang terdapat di lokasi
penelitian untuk kondisi lembab adalah
lepas sampai teguh, sedangkan dalam
kondisi basah berkisar dari agak lekat
sampai plastis.

Horison AB memiliki pH 5.4. Horison BA
dan Bt1 memiliki pH yang sama, yaitu 4.9.
Horison Bt2 memiliki pH 5.0 dan nilai pH
turun di horison Bt3, yaitu 4.8.
C-organik yang terdapat pada tiap
horison tanah di lokasi penelitian memiliki
sedikit perbedaan. C-organik pada horison
Ap adalah 2.6%. Persen pada horison AB
menurun sedikit mencapai 1.10%. Nilai
persen pada horison BA juga menurun,
yaitu 0.78. Semakin dalam horisonnya,
maka semakin kecil nilai persen Corganiknya. Horison Bt1 sebesar 0.56%,
horison Bt2 sebesar 0.55%, dan horison Bt3
sebesar 0.40%. Berdasarkan tabel kriteria
penilaian C-organik, kadar
C-organik di lokasi penelitian berkisar
antara sedang sampai sangat rendah.
Nilai N-total tanah di lokasi penelitian
berkisar 0.05% sampai 0.30%. Nilai N-total
tersebut menunjukkan bahwa kadar N-total
di lokasi tersebut tergolong sedang sampai
sangat rendah. Hal ini dapat dikaitkan
dengan pH tanah yang cenderung masam,
sehingga kadar N-total juga dapat dikatakan
rendah. Nilai P-tersedia pada tanah di lokasi
penelitian berkisar antara 0.73 ppm sampai
4.08 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa
kadar P-tersedia tanah tersebut tergolong
rendah. Rendahnya kadar P-tersedia
menyebabkan
tanaman
tidak
dapat
menyerap unsur hara P dengan baik.
Nilai KTK yang terdapat di lokasi
penelitian adalah berkisar antara 11 sampai
37 me 100g-1. Hal ini menunjukkan bahwa
nilai KTK pada tanah tersebut tergolong
rendah sampai dengan sedang. Nilai KTK
pada horison bawah lebih tinggi daripada
horison atas. Hal ini dapat dikaitkan dengan
tekstur liat yang kandungannya lebih
banyak pada horison bawah.Kejenuhan
basa (KB) merupakan salah satu indikator
yang menunjukkan subur tidaknya suatu
tanah. Tan (1982), tingkat kesuburan tanah
dapat diketahui berdasarkan nilai KB yang
dimiliki tanah tersebut. Tanah dikatakan
subur jika nilai KB > 80%, kesuburan
sedang 50-80%, dan kesuburan rendah
dengan nilai KB < 50%.
Persentase KB pada horison Ap
sebesar 50%, horison AB sebesar 37%,
horison BA sebesar 42%, horison Bt1
sebesar 32%, horison Bt2 sebesar 36%, dan
horison Bt3 sebesar 21%. Horison teratas

3.2. Sifat Fisik Tanah
Kadar air pada horison BA adalah
sebesar 20.81%. Horison Bt1 memiliki
kadar air yang lebih tinggi daripada horison
BA yaitu sebesar 23.78%, sedangkan kadar
air pada horison Bt2 adalah sebesar
19.86%. Kadar air pada kapasitas lapang
sangat dipengaruhi oleh tekstur tanah.
Tekstur tanah yang dominan pada Ultisol
adalah liat. Tekstur liat memiliki kapasitas
yang lebih tinggi jika dibandingkan tanah
bertekstur pasir. Hal ini berkaitan dengan
ukuran butir tanah yang bertekstur liat,
sehingga memiliki kemampuan menahan
air lebih tinggi.
Nilai bobot isi pada tanah di lokasi
penelitian tidak memiliki perbedaan yang
signifikan tiap horisonnya. Horison BA
bernilai 1.31 g cm3-1, horison Bt1 bernilai
1.48 g cm3-1, dan horison Bt2 bernilai 1.45
g cm3-1. Berdasarkan hasil yang didapat,
nilai bobot isi pada tanah di lokasi tersebut
tergolong tinggi. Hal ini berkaitan dengan
tekstur tanah yang didominasi dengan
tekstur liat, sehingga pori mikro lebih
mendominasi daripada pori makro.
Kelas tekstur tanah di lokasi penelitian
memiliki sedikit perbedaan tiap horisonnya,
namun tekstur yang mendominasi adalah
liat. Horison Ap memiliki kelas tekstur liat
berdebu. Horison Bt2 dan Bt3 memiliki
kelas tekstur yang sama, yaitu liat. Horison
AB memiliki kelas tekstur debu berliat,
horison BA memiliki kelas tekstur lempung
berliat, dan horison Bt1 memiliki kelas
tekstur liat berpasir.
3.3. Sifat Kimia Tanah
Jika dilihat dari hasil penelitian, tiap
horison memiliki nilai pH yang sedikit
berbeda. Horison Ap memiliki pH 5.2.
47
Andalusia et al. (2016)

Jurnal Kawista 1 (1) : 45-49

Saran untuk PT. Perkebunan
Nusantara I (Persero) Cot Girek Kabupaten
Aceh Utara, penggunaan kapur pertanian
dapat
dilakukan
untuk
mengurangi
keracunan tanah terhadap senyawa Al dan
meningkatkan pH tanah. Selain itu,
penggunaan
bahan
organik
dapat
ditingkatkan lagi sebagai solusi untuk
kendala fisik tanah, seperti porositas dan
struktur tanah.

cenderung memiliki nilai pH yang
mendekati netral, sehingga persentase KB
juga menunjukkan reaksi tanah yang netral.
Hal ini dapat dikaitkan dengan adanya
kandungan bahan organik di horison
teratas, meskipun tidak dalam jumlah
banyak. Bahan organik dapat menyebabkan
reaksi netral pada tanah yang bereaksi
masam.
Sebaliknya, bahan organik
menyebabkan reaksi masam pada tanah
yang bereaksi basa. Berdasarkan hasil
analisis KB yang didapat, maka dapat
dikatakan tanah di lokasi penelitian
tergolong pada tanah yang memiliki
kesuburan yang rendah. Hal ini dapat
dikaitkan dengan pH tanah di lokasi
tersebut yang cenderung rendah dan
kandungan Al dan H yang cukup tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
Allen, B.L. and B.F. Hajek. 1989. Mineral
occurrence in soil environment. p.
199-278. In J.B. Dixon and S.B.
Weed (Eds.). Mineral in Soil
Environments. 2 ed. Soil Sci. Soc.
Am. Madison, Wisconsin, USA.
Anhar, A., T. Arabia, Fikrinda, dan N.F.
Mardatin. 2013. Optimalisasi
pemanfaatan Fungi Mikoriza
Arbuskular spesifik lokasi tanah
Ultisol dan Histosol untuk
meningkatkan hasil kelapa sawit
rakyat Aceh. Laporan Tahunan
Penelitian Prioritas Nasional
Masterpal
Percepatan
dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia 2011-2025. 72 hlmn.
Universitas Syiah Kuala. Banda
Aceh.
Kantor
Bagian
Administrasi
PT.
Perkebunan Nusantara I (Persero)
Cot Girek. 2013. Profil PT.
Perkebunan Nusantara I (Persero)
Cot Girek. Aceh Utara.
Prasetyo B.H. dan D.A Suriadikarta. 2006.
Karakteristik,
potensi,
dan
teknologi pengelolaan Ultisol
untuk pengembangan pertanian
lahan kering di Indonesia. Balai
Besar
Penelitian
dan
Pengembangan
Sumberdaya
Lahan Pertanian dan Balai
Penelitian Tanah. Jurnal Litbang
Pertanian no. 25(2). hlm. 39-42,
Bogor.
Schwertmann, U. and R.M. Taylor. 1989.
Iron oxides. p. 379-438. In J.B.
Dixon and S.B. Weed (Eds.).
Mineral in Soil Environments. 2
ed. Soil Sci. Soc. Am. Madison,
Wisconsin, USA.

4. KESIMPULAN DAN SARAN
Tanah di lokasi penelitian terdapat
susunan horison Ap dengan ketebalan 7 cm,
AB dengan ketebalan 9 cm, BA dengan
ketebalan 11 cm, Bt1 dengan ketebalan 40
cm, Bt2 dengan ketebalan 51 cm, dan Bt3
dengan ketebalan 17 cm. Berdasarkan sifat
morfologi tanah yang telah diteliti, struktur
tanah cenderung tergolong ke dalam
kelompok gumpal bersudut. Konsistensi
tanah berkisar dari agak lekat sampai
plastis. Tekstur tanah liat menyebabkan
konsistensi menjadi lebih lekat pada
horison atas dan tidak mudah hancur
(plastis) pada horison bawah. Berdasarkan
sifat fisik tanah yang telah diteliti, nilai
bobot isi tergolong tinggi, permeabilitas
tergolong lambat, sehingga porositas tanah
tersebut kurang baik. Berdasarkan sifat
kimia tanah yang telah diteliti, tanah di
lokasi penelitian bereaksi masam, nilai
KTK pada tergolong rendah sampai dengan
sedang. N-total tergolong sedang sampai
sangat rendah, P-tersedia tergolong rendah,
kandungan Al dan H cukup tinggi sehingga
tingkat kesuburan rendah.
Saran dari penelitian ini adalah
perlu adanya penelitian lanjutan untuk
menemukan upaya konservasi yang cocok
diterapkan di lokasi penelitian ini dan
diharapkan penelitian ke depan dapat
menemukan dosis pemupukan yang benarbenar tepat untuk pengembangan produksi
kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara I
(Persero) Cot Girek Kabupaten Aceh Utara.
48
Andalusia et al. (2016)

Jurnal Kawista 1 (1) : 45-49

Tan,

K.H. 1982. Principles of soil
New York.
chemistry. Marcell Dekker Inc.
Lampiran 1. Sifat morfologi tanah di PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Cot Girek

Lampiran 2. Sifat fisik tanah di PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Cot Girek

Sumber: Anhar et al. (2013); Penulis sebagai mahasiswa yang diikutsertakan dalam penelitian

49
Andalusia et al. (2016)

Jurnal Kawista 1 (1) : 45-49