Analisis Sosiologis Kehidupan Sosial Tokoh Utama Watanabe Dalam Novel Norwegian Wood Karya Haruki Murakami

BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGI SASTRA
2.1 Konsep Novel
2.1.1 Definisi Novel
Abraham dalam Nurgiyantoro (1995:9) mengungkapkan bahwa novel berasal dari
bahasa Italia yaitu Novella yang secara harfiah berarti sebuah barang baru yang kecil
kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa.
Novel adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan
pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi
pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita, Aminuddin (2006:66).
Diantara genre utama karya sastr ,yaitu puisi,prosa, dan drama, genre prosalah,
khususnya novel yang dianggap paling dominan dalam menampilkan unsur-unsur sosial.
Alasan yang ditemukan, diantaranya :
A) novel menampilkan unsur-unsur cerita yang paling lengkap, memiliki media yang
paling luas, menyajikan masalah-masalah kemasyarakatan yang paling luas
B) bahasa cenderung merupakan bahasa sehari-hari,bahasa yang paling umum
digunakan dalam masyarakat. Oleh karena itulah, dikatakan bahwa novel merupakan
sosiologis yang responsif sebab peka terhadap fluktuasi sosiohistoris.
Didalam novel diperoleh pengetahuan tentang hal-hal yang berkaitan dengan
kehidupan manusia secara utuh. Maksudnya yaitu didalam novel menggambarkan tokohtokoh, tentang peristiwa, dan latarnya secara fisik,seolah-olah dapat dilihat,diraba,serta
didengar. Disamping itu novel juga menghadirkan pengetahuan-pengetahuan yang terdalam


Universitas Sumatera Utara

yang tidak dapat dilihat, tidak dapat dipegang, tidak dapat didengar, melainkan dirasakan
oleh batin yang semua itu diperoleh secara tersirat dari gambaran tokohnya, dari
peristiwanya, dari tempat yang dilukiskan atau waktu yang disebutkan.
Fielding dalam Atmaja (1986:44) mengatakan novel merupakan modifikasi dunia
modern paling logis, dan merupakan kelanjutan dari dunia epik. Pernyataan ini tidak saja
terbukti kebenarannya namun relevan untuk situasi kini, suatu masa dimana novelis tidak lagi
menampilkan tokoh-tokoh hero di dalam karya sastra mereka, tetapi lebih banyak
menampilkan segi-segi sosial dan psikologis dipermasalahan masyarakat biasa.
Menurut Johnson dalam Faruk (2003:45-46) novel mempresentasikan suatu gambaran
yang jauh lebih realistik mengenai kehidupan sosial. Ruang lingkup novel sangat meyakinkan
untuk melukiskansesuatu lewat kejadian atau peristiwa yang dijalin oleh pengarang atau
melalui tokoh-tokohnya. Kenyataan dunia seakan-akan terekam dalam novel, berarti ia
seakan keadaan hidup yang sebenarnya. Dunia novel adalah pengalaman pengarang yang
sudah melewati perenungan kreasi dan imajinasi sehingga dunia novel itu tidak harus terikat
oleh dunia sebenarnya.
Sketsa kehidupan yang tergambar dalam novel akan memberi pengalaman baru bagi
pembacanya karena apa yang terjadi pada karya sastra tidak sama persis dengan apa yang ada

dalam karya sastra. Dengan demikian novel menceritakan segi kehidupan sang tokoh yang
benar-benar istimewa yang melewati segala sisi kehidupannya.
2.1.2 Resensi Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami
A. Tema
Tema adalah pokok pikiran atau pokok permasalahan yang hendak disampaikan oleh
pengarang kepada pembaca melalui jalinan cerita yang dibuatnya, Aminuddin (2000:88).

Universitas Sumatera Utara

Sementara itu,

Fananie (2001:84) tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup

pengarang yang melatarbelakangi terciptanya suatu karya sastra. Karena sastra merupakan
refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra sangat
beragam. Tema dapat berupa persoalan moral, etika, agama, budaya, teknologi dan tradisi
yang terkait erat dengan masalah kehidupan.
Tema suatu cerita hanya dapat diketahui atau ditafsirkan setelah kita membaca cerita
serta menganalisis. Hal itu dapat dilakukan dengan mengetahui alur cerita serta penokohan
dan dialog-dialognya, hal ini sangat penting karena ketiganya memiliki keterkaitan satu sama

lain dalam sebuah cerita. Dialog biasanya mendukung penokohan/perwatakan sedangkan
tokoh-tokoh yang tampil dalam cerita tersebut berfungi untuk mendukung alur dan untuk
mengetahui bagimananya jalan cerita tersebut, dari alur inilah kita dapat menafsirkan tema
cerita novel tersebut. Berdasarkan pengertian tema diatas, maka tema dalam novel
“Norwegian Wood”karya Haruki Murakami ini adalah bagaimana seorang anak yang
berjuang keras untuk melewati proses hidupnya.
B. Alur (Plot)
Alur atau plot adalah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa yang disusun satu
persatu dan saling berkaitan satu sama lain menurut hukum sebab akibat dari awal sampai
akhir cerita. Peristiwa yang satu akan mengakibatkan timbulnya peristiwa yang lain,
peristiwa yang lain tersebut akan menjadi sebab bagi timbulnya peristiwa berikutnya dan
seterusnya sampai peristiwa tersebut berakhir, Aminuddin (2000:83)
Menurut Suroto (1989:89-90), pada umumnya alur pada cerita prosa disusun
berdasarkan urutan sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

1. Perkenalan, pada bagian ini pengarang menggambarkan situasi dan memperkenalkan
tokoh-tokohnya.
2. Pertikaian, pada bagian ini pengarang mulai menampilkan pertikaian yang dialami

sang tokoh.
3. Perumitan, pada bagian ini pertikaian semakin menghebat
4. Klimaks, pada bagian ini puncak perumitan mulai muncul
5. Peleraian, disini persoalan demi persoalan mulai terpecahkan
Menurut susunanya alur terbagi dalam dua jenis, yaitu alur maju dan alur mundur. Alur
maju adalah alur yang susunannya mulai dari peristiwa pertama,kedua,ketiga dan seterusnya
sampai akhir cerita itu berakhir. Alur mundur adalah alur yang susunannya dimulai dari
peristiwa terakhir, kemudian kembali pada peristiwa awal kemudian akhirnya kembali pada
peristiwa akhir tadi.
Berdasarkan uraian cerita tersebut, alur dalam novel “Norwegian Wood” karya Haruki
Murakami adalah alur campuran. Jalianan peristiwanya tidak lurus, tetapi diselingi dengan
alur lain, sebagai contoh adanya flashback sebagai selingan cerita.
Bagian Awal
Pada bagian awal diceritakan bahwa Watanabe mempunyai seorang teman baik
bernama Kizuki. Kizuki mempunyai seorang pacar yang bernama Naoko. Tak lama
kemudian Kizuki meninggal dan akhirnya Watanabe dekat dengan Naoko, seperti cuplikan
dibawah ini ;
“Aku pertama kali bertemu dengan Naoko pada musim semi ketika kelas 2 SMA. Diapun
kelas 2 di SMA Putri Misionaris yang eksklusif. Aku punya teman baik yang bernama Kizuki,


Universitas Sumatera Utara

dan Naoko adalah pacarnya, Kizuki dan dia merupakan teman kecil, dan rumah mereka pun
tidak lebih dari jarak 200 meter”
(Norwegian Wood hal. 388)
Ketika itu Kizuki meninggal dunia diakibatkan karena bunuh diri. Tak ada seorang
pun yang tahu dengan jelas apa penyebab dia membunuh dirinya sendiri. Entah mungkin
karena tekanan yang dialaminya. Tak seorang pun yang tahu.
“Kematian yang menangkap Kizuki dimalam bulan Mei ketika ia berusia 17 tahun itu, secara
bersamaan menangkapku pula “

(Norwegian Wood hal.46)

Setelah Kizuki meninggal, Watanabe pun mulai dekat dengan Naoko. Tetapi
hubungan itu bukanlah hubungan layaknya kekasih. Mereka dekat tetapi mereka tetap dalam
alurnya masinhg-masing. Sehingga lambat laut mereka saling membutuhkan meskipun
dengan cara yang tidak biasa.
Bagian Tengah
Pada alur bagian tengah ini Watanabe mengalami kesulitan dalam memilih cintanya.
Dia mencintai Naoko dengan setulus hsatinya dengan berbagai kesulitan yang dihadapinya,

tapi dia juga mencintai Midori dengan segala rasa berbeda yang dirasakannya. Naoko
menjalani perawatan untuk gangguan mentalnya. Watanabe tetap menjaganya, merawatnya
dan juga menyayanginya dengan setulus hatinya. Dengan hadirnya Midori membuat hari-hari
Watanabe lebih seru dan menyenangkan. Akan tetapi, kehadiran Midori yang ia rasakan
sangat bertolak-belakang dengan perasaannya yang tenang terhadap Naoko, sehingga itu
membuat dia bimbang. Hal ini tercermin dalam kutipan berikut ;
“Sampai saat ini aku mencintai Naoko, dan sekarangpun masih mencintainya. Tetapi sesuatu
diantara aku dan Midori adalah yang menentukkan. Dan aku merasa tidak berdaya melawan

Universitas Sumatera Utara

kekuatanmu dan rasanya aku akan terus terbawa hanyut oleh kekuatan itu. Cinta yang
kurasakan terhadap Naoko sangat lembut dan tenang sedangkan dengan Midori sangatlah
berbeda. Cinta itu seperti hidup, berdiri, berjalan dan bernafas.”
(Norwegian Wood hal.503)

Bagian Akhir
Pada bagian akhir, Naoko akhirnya memilih untuk bunuh diri. Separuh hidup
Watanabe terasa kosong karenanya, hampa. Dia lalu memutuskan mengasingkan diri sejenak.
Kemudian Watanabe memilih untuk mengakui pada dirinya sendiri tentang rasa cintanya

kepada Midori dan mengatakannya.
“Aku menelepon Midori. Aku ingin berbicara denganmu. Banyak sekali yang ingin
kusampaikan padamu. Banyak sekali yang harus kubicarakan denganmu. Didunia ini tidak
ada yang kucari selain kamu. Aku ingin bertemu denganmu dan berbicara denganmu. Aku
ingin memulai segala sesuatu dari awal denganmu, itu yang kukatakan.”
(Norwegian Wood hal.549)
C. Latar (Setting)
Latar atau setting adalah penggambaran situasi,tempat,dan waktu serta suasana
terjadinya peristiwa, Aminuddin (2000:94). Latar atau setting yang disebut juga sebagai
landasan tempat,hubungan, waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwaperistiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro,1995:216)
Latar Tempat

Universitas Sumatera Utara

Latar tempat dalam novel “Norwegian Wood” ini berpindah-pindah dan bersifat
sementara. Satu tempat tidak pernah dikarakterkan dengan waktu yang lama
Watanabe sendiri tinggal di sebuah asrama ketika dirinya diterima di perguruan
tinggi. Dia menjalani kehidupan sebagai seorang mahasiswa dan menjalani interaksi dengan
beberapa teman dilingkunganya tersebut.
“Pertama kali masuk ke asrama ini, karena merasa heran aku sengaja bangun pukul enam

untuk menyaksikan upacara yang patriotik itu “.
(Norwegian Wood hal 20)
Salah satu teman Watanabe yang tinggal sekamar dengannya adalah Kopasgat.
Watanabe sering menceritakan kejadian-kejadian dirinya dengan kopasgat kepada Naoko,
karena Naoko menyukai cerita-cerita Watanabe tentangnya.
Ada sebuah hutan pinus yang dimana Watanabe dan Naoko sering menghabiskan waktu
berjalan bersama-sama.
Seperti dalam kutipan ;
“Aku dan Naoko menyusuri jalanan di hutan pinus itu perlahan sambil menunduk seolaholeh ada sesuatu yang sedang dicari”.
(Norwegian Wood hal 122)
Salah satu kota yang dijadikan latar tempat dalam novel ini adalah kota Shinjuku. Tempat
dimana Naoko menjalani rehabilitasinya.
“Di shinjuku aku sarapan ala kadarnya, lalu mampir ke telepon umum, coba menelepon
Kobayashi Midori.”

Universitas Sumatera Utara

(Norwegian Wood hal 16
Latar Waktu
Latar waktu yang terbagi ke dalam novel “Norwegian Wood” ini merupakan

gabungan alur atau alur waktu. Kejadian pada novel ini berlangsung selama 2 tahun.
Berikut kutipan tentang latar waktu dalam novel “Norwegian Wood”
-

Oktober
“Punggung gunung yang berselimut debu selama musim panas terbilas bersih
oleh hujan lembut yang berlangsung beberapa hari, kini menunjukkan birunya
yang cemerlang, angin oktober menggoyang pucuk-pucuknya ilalang kesana
kemari, awan tipis membentang beranak dilangit biru yang seolah membeku”
(Norwegian Wood hal. 3)

-

Minggu kedua September
“Minggu kedua September, aku sampai pada kesimpulan bahwa pendidikan pada
universitas itu sama sekali tidak bermakna”
(Norwegian Wood hal.99)

-


Minggu siang pertengahan bulan Mei
“Aku dan Naoko turun dari trem di stasiun Yotsuya, lalu berjalan diatas tanggul
rel kereta api. Minggu siang pertengahan bulan Mei”
(Norwegian Wood hal.30)

D. Penokohan ( Perwatakan)
Penokohan adalah bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh dalam ceritanya
dan bagaimana pula perilaku tokoh-tokoh tersebut. Dalam penokohan ada dua hal penting,
yaitu pertama berhubungan dengan teknik penyampaian dan yang kedua adalah berhubungan

Universitas Sumatera Utara

dengan watak atau kepribadian tokoh yang ditampilkan. Kedua hal ini memiliki hubungan
yang sangat erat karena penampilan dan penggambaran sang tokoh harus mendukung watak
tokoh tersebut , Aminuddin (2000 : 79 ).
Sedangkan tokoh dalam cerita menurut Abram dalam Nurgiyantoro adalah orangorang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan
memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan
dan apa yang dilakukan dalam tindakan, Nurgiyantoro (2002:165). Melalui tokoh cerita,
penulis juga dapat menyampaikan pesan, amanat, moral atau sesuatu yang memang ingin
disampaikan oleh pembaca, Nugiyantoro (2002 :167).

Penokohan dalam novel “Norwegian Wood” adalah sebagai berikut
1. Watanabe Toru
Watanabe Toru adalah seorang mahasiswa di perguruan tinggi yang mempunyai
kehidupan yang kompleks. Sifatnya yang menonjol adalah tenang dan bijaksana
serta mencintai tulus.
Karakter :
Watanabe adalah seorang pria yang puitis, dimana dia dapat menyampaikan apa
yanga da di kepala dan dihatinya dengan kata-kata yang tepat.
“Aku bukan orang pintar, untuk memahami sesuatu aku perlu waktu, tetapi kalau
cukup waktu aku akan dapat memahamimu dengan baik, sehingga dapat mengerti
dirimu lebih daripada siapapun didunia ini”
(Norwegian Wood hal 12)
Pembawaannya pun bersifat tenang, dalam artian tidak tergesa-gesa dalam
bertindak dan mengambil keputusan. Seperti dalam kutipan ;
“Tak benarnya seperti apa? Aku coba bertanya dengan tenang.”

Universitas Sumatera Utara

(Norwegian Wood hal 10)
Diapun seorang yang bijak, memandang segala sesuatunya dengan cermat, setelah
melalui pertimbangan dari berbagai sisi. Seperti dalam kutipan ;
“Kehidupan kita ini secara bersamaan menumbuhkan kematian. Tetapi itu hanya
sebagai kebenaran yang harus kita pelajari.”
(Norwegian Wood hal 512)
2. Naoko
naoko adalah seorang wanita yang dikasihi oleh Watanabe. Sifatnya yang rapuh,
tidak percaya diri dan rumit membuat Watanabe ingin selalu menjaganya.
Karakter :
Perasaan tertekan biasanya muncul karena orang yang bersangkutan merasa
terpojokkan, terkucilkan ataupun merasa tak ada seorang pun yang dapat mengerti
dirinya. Begitu pula halnya yang dirasakan oleh Naoko.
Seperti dalam kutipan berikut :
“Surat yang kukirim padamu bulan Juli kutulis dengan perasaan sangat tertekan.
(terus terang saja aku tidak ingat tentang apa yang kutulis, tentu sangat buruk
yah!)”
(Norwegian Wood hal 164)
Naoko senang memainkan pikiran ke dalam kerangka pikirannya sendiri. Memikirkan
atau memandang suatu hal jauh ke depan, pesimis dan memilik pandangan-pandangan
yang tidak biasa. Hal ini mempersulit dirinya dalam pengobatan atas gangguan
mentalnya Seperti dalam kutipan berikut :

Universitas Sumatera Utara

“Karena mustahil seseorang dapat melindungi yang lain untuk selamanya. Misalnya
begini, kalau aku menikah denganmu. Kau bekerja di suatu perusahaan. Lantas
selama kau bekerja siapa yang akan menjagaku? Ketika kau sedang pergi tugas luar,
siapa yang akan melindungiku? Apa aku harus terus menempal padamu sampai aku
mati? Itu tidak adil. Kau pun tidak bisa mengatakan itu suatu hubungan. Benar kan?
Lalu suatu saat kau bosan denganku, apakah gerangan hidupku ini? Aku tidak mau
seperti itu jadi masalahku tidak akan terpecahkan.
( Norwegian Wood hal 10 )
Sebagai salah satu karakternya yang lain, pesimis adalah yang paling dominan. Dia
tidak merasa bahwa kehidupan berpihak padanya, bahwa apa-apa yang diterimanya
adalah merupakan hal yang patut dia dapatkan.
Seperti dalam kutipan berikut :
“Sejak dulu aku hanya hidup seperti ini, sekarang pun begitu. Sekali saja longgar
tidak bisa kembali seperti semula. Aku tercerai-berai, bertebaran entah kemana.
Kenapa kau tak mengerti? Tanpa memahaminya, mengapa kau mengatakan kau
mengetahui kesulitanku?”
(Norwegian Wood hal 11)
c. Midori Kobayashi
Midori Kobayashi adalah teman satu kampus yang disukai Watanabe. Sifatnya
yang periang, ramah, juga berbeda dari orang lain membuat Watanabe merasa
berbeda dan lebih hidup.
Karakter

Universitas Sumatera Utara

Cara pandang Midori yang berbeda dari orang lain serta penyikapan masalah yang
berbeda pula, membuat Watanabe berfikir dan menarik kesimpulan bahwa
kepribadian Midori memang unik dan tidak biasa.
“unik, orisinil, kepribadianmu sangat tercermin disitu, jawabnya dengan hatihati.”
(Norwegian Wood hal 144)
Midori selalu ceria dan senyumpun tak pernah lepas dari bibirnya. Dia wanita yang
enerjik, hidup ,dan penuh warna sehingga siapapun yang melihatnya akan merasa
nyaman dan segar ketika berada di dekatnya.
Seperti dalam cuplikan berikut ;
“Tetapi gadis yang sekarang duduk dihadapanku seperti binatang kecil yang baru
saja muncul di dunia untuk menyambut musim semi, dan dari tubuhnya memancar
sinar kehidupan yang menyegarkan. Matanya berbinar-binar seperti bentuk
kehidupan yang lain yang mandiri, kadang-kadang ia tertawa, marah, kesal, pasrah.
Sudah lama aku tidak melihat ekspresi yang hidup seperti ini, karena itu sejenak aku
terkagum kagum memandangi wajahnya. “
(Norwegian Wood hal 96)
E. Amanat
Amanat merupakan pesan moral yang ingin disampaikan pengarang lewat isi cerita
kepada penikmat karyanya. Pembaca dihadapakan kepada sebuah cerita atau pertunjukkan
yang menarik dan menghibur dan dari bacaan atau pertunjukkan itu dapat dibangun
pengertian dan menarik kesimpulan tentang pesan yang hendak disampaikan pengarang.

Universitas Sumatera Utara

Adapun amanat yang terkandung dalam novel “Norwegian Wood” adalah
1. orang-orang yang paling bahagia tidak selalu memiliki hal-hal terbaik. Mereka hanya
berusaha menjadikan yang terbaik dalam setiap hal yang hadir dihidupnya.
2. Kualitas hubungan cinta tidak hanya ditentukan oleh seberapa banyak kita mampu
menumpuk rasa senang dan bahagia bersama saja, namun juga bagaimana kita bisa
saling merawat satu sama lain ketika muncul masa-masa sulit, konflik dan stress.
3. Persahabatan dan cinta yang mengalir dari hati tidak bisa dibekukan oleh
kesengsaraan dan waktu.
4. Hidup tidaklah mudah bagi siapapun. Tapi kita harus mempunyai kegigihan dan
percaya pada diri sendiri. Kita harus percaya kita diberi suatu bakat dan
bagaimanapun pengorbanannya, kita harus terus melangkah maju.
F . Sudut Pandang
Sudut pamdang adalah kedudukan atau posisi pengarang dalam cerita novel tersebut.
Dengan kata lain, posisi pengarang menempatkan dirinya dalam cerita tersebut, apakah ia
ikut terlibat langsung atau hanya sebagai pengamat yang berdiri diluar cerita, Aminuddin
(2000:90)
Terdapat beberapa jenis sudut pandang (pusat pengisahan) yaitu :
1. Pengarang sebagai tokoh utama. Sering juga posisi yang demikian disebut sudut
pandang orang pertama aktif. Disini pengarang menuturkan dirinya sendiri.
2. Pengarang sebagai tokoh bawahan atau sampingan. Di sini pengarang ikut
melibatkan diri di dalam cerita, akan tetapi ia mengangkat tokoh utama. Dalam
posisi yang demikian sering disebut sudut pandang orang pertama aktif.

Universitas Sumatera Utara

3. Pengarang hanya sebagai pengamat yang berada diluar cerita. Di sini pengarang
menceritakan orang lain dalam segala hal.
Dalam hal ini, sudut pandang pengarang Haruki Murakam i dalam novelnya
“Norwegian Wood” hanya sebagai seorang pengarang yang menceritakn orang
lain dalam segala hal.
Pengarang Haruki Murakami hanya sebagai pengamat yang berada diluar cerita.

2.2 Studi Sosiologi Sastra
Agar dapat menganalisis dan mengapresiasikan karya sastra dengan baik,
dipemempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan oleh beberapa penulis. Sastra dan
sosiologi memiliki persamaan yaitu mengambil manusia dan kehidupannya sebagai objeknya.
Sosiologi sastra merupakan kehidupan sosial dan menunjukkan cara manusia mengahayati
masyarakat dan perasaannya.
Welleck

dan Warren dalam Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar

Ringkas

(Darmono,1979:3) mengklasifikasikan sosiologi sastra sebagai berikut ;
1. Sosiologi pengarang yaitu yang mempermasalahkan tentang status sosial,
sosiologi politik dan lain-lain yang menyangkut pengarang.
2. Sosiologi karya sastra yaitu yang mempermasalahkan tentang apa yang
tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan serta amanat yang hendak
disampaikan.
3. Sosiologi sastra yaitu yang mempermasalahkan tentang pembaca dan
pengaruh sosial terhadap masyarakat.
Sementara itu (Umar Yunus 1986:1) mengatakan bahwa metode sosiologi sastra
dapat berupa :

Universitas Sumatera Utara

1. Telaah terhadap karya sastra dilihat sebagai dokumen sosio budaya yang
mencerminkan suatu jaman.
2. Penelitian mengenai penghasilan dan pemasaran karya sastra terutama
kedudukan sosial seorang penulis
3. Penelitian mengenai penerimaan masyarakat terhadap suatu karya sastra atau
karya dari penulis tertentu.
4. Pengaruh sosiologi budaya terhadap penciptaan karya sastra
Menurut Sapardi Djoko ada dua kecenderungan dalam telaah sosiologi
terhadap sastra. Pertama pendekatan yang berdasarkan pada anggapan bahwa
sastra merupakan cermin proses ekonomi-sosial belaka. Pendekatan ini bergerak
dari faktor-faktor di luar sastra untuk menceritakan sastra. Sastra hanya berharga
dalam hubungannya dengan faktor-faktor diluar sastra itu sendiri. Kedua,
pendekatan yang mengutamakan, teks sastra sebagai penelaan. Metode yang
digunakan dalam sosiologi sastra ini adalah analisis teks sastra untuk mengetahui
strukturnya, untuk kemudian dipergunakan untuk lebih dalam lagi gejala sosial
diluar sastra.
Sapardi Djoko juga mengatakan jika karya sastra dinilai sebagai cerminan
masyarakat, maka pandangan sosial masyarakat harus diperhitungkan. Dengan
mengetahui latar sosial pengarang maka terjadilah persamaan-persamaan dengan
apa yang diungkapkan di dalam karyanya dan juga agar tidak terjebak dalam
subjektivitas yang sangat keras dalam mengungkapkan persepsinya, sebab sastra
adalah persepsi seorang pengarang terhadap realitas sosial yang dihadapinya.
2.3 Kehidupan Sosial
2.3.1Interaksi dan Tindakan Sosial

Universitas Sumatera Utara

Secara teoritis setidaknya ada dua syarat agar terjadinya interaksi sosial, yaitu terjadi
kontak sosial dan komunikasi. Terjadinya kontak sosial tidaklah semata-mata tergantung dari
tindakan,tetapi juga bergantung kepada adanya tanggapan terhadapan tindakan tersebut.
Sedangkan aspek terpenting dari komunikasi adalah bila seseorang memberikan tafsiran pada
sesuatu atau perilaku orang lain.
Dalam komunikasi sering kali muncul berbagai macam penafsiran terhadap makna
sesuatu atau tingkah laku orang lain yang mana itu semua ditentukan oleh perbedaan konteks
sosialnya. Dalam hubungan interaksi komunikasi hubungan pula, baik-buruknya suatu
hubungan antar individu adalah bergantung daripada bagaimana kualitas kontak sosial dan
komunikasi mereka. Interaksi yang dikatakkan baik itu seperti sering melakukan kontak
sosial baik langsung ataupun tidak; serta disertai dengan komunikasi yang lancar antar kedua
belah pihak. Tentu hubungan interaksi antar kedua pelaku yang kurang baik, adalah
kurangnya terjadi kontak sosial baik langsung maupun tidak;serta kurang lancarnya hubungan
antar kedua individu.
Komunikasi melalui isyarat-isyarat sederhana adalah bentuk paling elementer dan
yang paling pokok dalam komunikasi. Tetapi, pada masyarakat manusia, isyarat komunikasi
yang dipakai tidaklah terbatas pada bentuk komunikasi ini. Hal ini disebabkan karena
manusia mampu menjadi objek untuk dirinya sendiri (dan juga sebagai subjek yang bertindak
) dan melihat tindakan-tindakannya seperti orang lain dapat melihatnya.
Ketika berinterkasi, seseorang atau kelompok sebenarnya tengah berusaha atau belajar
bagaimana memahami tindakan sosial orang atau kelompok lain. Sebuah interaksi sosial akan
kacau bilamana anatara pihak-pihak yang berinteraksi tidak saling memahami motivasi dan
makna tindakan sosial yang mereka lakukan.

Universitas Sumatera Utara

Agar interaksi sosial dapat berjalan tertib dan teratur dan agar anggota masyarakat
bisa berjalan dengan fungsi normal, maka yang diperlukan bukan hanya kemampuan untuk
bertindak sesuai dengan konteks sosialnya, tetapi juga memerlukan kemampuan untuk
menilai secara objektif perilaku kita sendiri dari sudut pandang ornag lain. Pertanyaan umum
yangs sering muncul adalah : apakah perilaku tindakan kita sudah cukup pantas dihadapan X
ataupun Y? Kalau kita biasa berbicara bebas dengan teman kita sendiri, misalnya apakah hal
itu juga pantas kita bicarakan dengan orang tua?
Seseorang atau kelompok yang telah mampu berempati dan menilai diri sendiri sesuai
dengan pandangan orang lain disebut sebagai diri (the self). Diri dibentuk dan diubah melalui
interaksi dengan orang lain. Seseorang tidak dilahirkan dengan karakteristik serta kepribadian
yang telah jadi, melainkan ia akan dibentuk oleh lingkungannya melalui simbol-simbol dan
sosialisasi. Kemampuan untuk menyesuaikan diri perilaku seseorang sebagai tanggapan
terhadap situasi-situasi sosial tertentu sebagai pengambilan peranan (Narwoko Suryanto 2007
;22)
Dalam diri terdapat dua komponen, yakni I dan Me. Perilaku yang diperbuat dengan
memperhitungkan kemungkinan reaksi atau sikap-sikap orang lain mencerminkan apa yang
disamakan dengan me. Sedangkan I adalah perwujudan dari identitas pribadi dari orang perorang yang khas.
Didalam kenyataan, peran yang harus dipentaskan atau dilakukan seseorang biasanya
relatif beragam. Seseorang dalam hidupnya tidak mungkin hanya memerankan satu peran saja
dalam hidupnya. Seperti contoh ; seorang dokter yang biasa menerima imbalan uang jasa dari
pasiennya, jelas tidak mungkin ia akan menerapkan cara yang sama ketika suatu saat harus
memeriksa salah satu anggota keluarganya yang sakit. Peran sebagai dokter atau peran
sebagai ayah serta suami harus dilakukan secara terpisah tergantung konteks situasinya.

Universitas Sumatera Utara

Begitu pula kaitannya dengan peran sosial didalam hubungan interaksi kehidupan di
masyarakat.
2.3.2 Perilaku Menyimpang Kehidupan sosial
Fenomena perilaku menyimpang dalam kehidupan masyarakat sangat menarik untuk
dibicarakan. Menurut Narwoko dan Suryanto (2007 :98) mengungkapkan bahwa sumbangan
sosiologi sendiri cukup signifikan dalam memetakan berbagai bentuk perilaku, reaksi,
masyarakat yang ditimbulkannya. Kajian tentang perilaku menyimpang dipelajari oleh
sosiologi karena berkaitan dengan pelanggaran terhadap norma-norma sosial dan nilai-nilai
yang telah ditegakkan di masyarakat. Selain itu melalui teori-teori dan hasil-hasil penelitian
yang dikembangkannya, sosiologi membantu masyarakat untuk dapat menggali akar-akar
penyebab terjadinya tindakan menyimpang.
Definisi tentang perilaku menyimpang menurut Narwoko dan Suryanto ada empat
yakni ;
1. Statistikal.
Definisi secara statistikal ini adalah segala perilaku yang bertolak dari suatu
tindakan yang bukan rata-rata atau perilaku yang jarang dan tidak sering
dilakukan.
2. Absolut dan mutlak
Definisi perilaku menyimpang yang berangkat dari jenis absolut dan mutlak ini
adalah berangkat dari aturan-aturan sosial yang dianggap sebagai sesuatu yang
mutlak atau jelas dan nyata, sudah ada sejak dulu atau berlaku tanpa terkecuali,
untuk semua warga masyarakat. Kelompok absolutis berasumsi bahwa aturanaturan dasar dari masyarakat sudahlah jelas dan anggotanya harus menyetujui
tentang apa yang disebut sebagai menyimpang dan bukan. Penerapan definisi

Universitas Sumatera Utara

menyimpang absolut ini biasanya terjadi dalam komunitas di pedesaan atau
masyarakat yang masih teguh memegang adat-istiadat.
3. Reaktif
Perilaku menyimpang menurut kaum reaktivis adalah bila berkenaan dengan
reaksi masyarakat atau agen kontrol sosial terhadap tindakan yang dilakukan oleh
seseorang. Artinya apabila ada reaksi dari masyarakat atau agen kontrol sosial dan
kemudian mereka memberi cap atau tanda terhadap si perilaku, maka perilaku itu
dianggap telah menyimpang. Demikian pula si pelaku dianggap telah
menyimpang.biasanya kaum reaktivis tidaklah mengecap penyimpangan sosial
berdasarkan pengertian biologis yang dimana merupakan dari keturunan orang tua
ataupun genetika.
4. Normatif
Sudut pandang ini didasarkan atas asumsi bahwa penyimpangan adalah suatu
pelanggaran dari suatu norma sosial. Norma dalam hal ini adalah suatu standar
tentang apa yang seharusnya atau tidak seharusnya dipikirkan, dikatakan atau
dilakukan oleh warga masyarakat pada suatu keadaan tertentu. Pelanggaranpelanggaran terhadap norma seringkali diberi sanksi-sanksi oleh penonton
sosialnya. Yang dimana norma pada konsepnya sebagai suatu evaluasi atau
penilaian dari tingkah laku yang dianggap baik atau seharusnya tidak terjadi.
Secara keseluruhan definisi normatif dari perilaku menyimpang adalah tindakan
atau perilaku menyimpang dari norma-norma dimana tindakan-tindakan tersebut
tidak di setujui atau mendapatkan celah serta sanksi negatif dari masyarakat.
Perilaku menyimpang itu sendiri secara umum terbagi ke dalam tiga golongan
(Narwoko dan Suyanto, 2007 101) antara lain sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

1. Tindakan yang nonconform, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai atau
norma yang ada, contoh tindakan nonconform itu, misalnya memakai sandal butut ke
kampus atau ke tempat-tempat formal, membolos atau meninggalkan jam pelajaran
kemudian menitip tanda tangan ke teman, merokok di area larangan merokok,
membuang sampah pada temoat yang tidak semestinya, dan sebagainya.
2. Tindakan yang anti sosial atau asosial, yaitu tindakan yang melawan kebiasaan
masyarakat atau tindakan umum. Bentuk tindakan asosial itu antara lain ; menarik diri
dari pergaulan, tidak mau berteman, keinganan untuk bunuh diri, minum minuman
keras, menggunakan narkotika atau obat-obatan berbahaya, terlibat di dunia prostitusi
atau pelacuran, penyimpangan seksual (homo seksual dan lesbianisme) dan
sebagainya.
3. Tindakan tindakan kriminal yang nyata melanggar aturan hukum tertulis dan
mengancam jiwa keselamatan orang lain. Tindakan kriminal itu misalnya, pencurian,
pembunuhan, korupsi, perampokan dan berbagai bentuk tindak kejahatan lainnya,
baik yang tercatat dikepolisian maupun yang tidak karena tidak dilaporkan oleh
masyarakat, tetapi nyatanya mengancam keselamatan masyarakat.
Perilaku-perilaku menyimpang yang terdapat dalam novel “Norwegian Wood” ini hanya
terdapat dalam golongan pertama dan golongan kedua, maka dari itu penulis mencoba
menganalisis perilaku yang tergambar dalam novel “Norwegian Wood” tersebut dalam
tindakan nonconform dan asosial.

Universitas Sumatera Utara