Pengaruh atau Efek Zat Kimia Berlebihan
Efek Zat Kimia Berlebihan Terhadap Tanah
Makalah
Oleh :
Ilham Budi Susilo (151510501037)
KELAS E PIT
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jumlah penduduk yang semakin meningkat tetapi tidak diiringi perbaikan
sarana dan prasarana dapat memunculkan masalah-masalah seperti pada
kesejahteraan sosial, kebersihan wilayah, dan kebutuhan pangan dalam negeri
karena penduduk semakin padat. Hal ini menyebabkan peningkatan kebutuhan
sarana prasarana perumahan dan lingkungan pemukiman serta pengadaan
perumahan terutama mengenai masalah kebutuhan air tanah (Keman dalam
Widiyanto dkk., 2015). Akibatnya pemenuhan akan kebutuhan lahan semakin
meningkat. Banyak warga yang menggunakan lahan subur sebagai areal
pemukiman penduduk, efek sampingnya adalah banyak masalah yang terjadi pada
tanah. Adanya permukiman- permukiman yang kurang terencana, maka dapat
mengakibatkan sistem pembuangan limbah rumah tangga seperti pembuangan
limbah kamar mandi/wc dan dapur tidak terkoordinasi dengan baik, sehingga
limbah tersebut dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran air tanah yang dapat
mengakibatkan terjadinya penyebaran beberapa penyakit menular. Selain
mengakibatkan terjadinya pencemaran air tanah dapat juga mengakibatkan
lingkungan di daerah permukiman tersebut menjadi tercemar (Harmayani dan
Konsukartha, 2007). Penggunaan pestisida yang kurang bijak dapat menyebabkan
kesuburan dan kesehatan tanah menurun.
Namun seiring berjalannya waktu, kesuburan yang dimiliki oleh tanah
Indonesia banyak yang digunakan tanpa memperhatikan dampak jangka panjang
yang dihasilkan dari pengolahan tanah tersebut. Salah satu diantaranya,
penyelenggaraan pembangunan di Tanah Air tidak bisa disangkal lagi telah
menimbulkan berbagai dampak positif bagi masyarakat luas, seperti pembangunan
industri dan pertambangan telah menciptakan lapangan kerja baru bagi penduduk
di sekitarnya. Namun keberhasilan itu seringkali diikuti oleh dampak negatif yang
merugikan masyarakat dan lingkungan.
Pembangunan kawasan industri di daerah-daerah pertanian dan sekitarnya
menyebabkan berkurangnya luas areal pertanian, pencemaran tanah dan badan air
yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas hasil/produk pertanian,
terganggunya kenyamanan dan kesehatan manusia atau makhluk hidup lain.
Sedangkan kegiatan pertambangan menyebabkan kerusakan tanah, erosi dan
sedimentasi, serta kekeringan. Kerusakan akibat kegiatan pertambangan adalah
berubah atau hilangnya bentuk permukaan bumi (landscape), terutama
pertambangan yang dilakukan secara terbuka (opened mining) meninggalkan
lubang-lubang besar di permukaan bumi. Untuk memperoleh bijih tambang,
permukaan tanah dikupas dan digali dengan menggunakan alat-alat berat. Para
pengelola pertambangan meninggalkan areal bekas tambang begitu saja tanpa
melakukan upaya rehabilitasi atau reklamasi.
Dampak negatif yang menimpa lahan pertanian dan lingkungannya perlu
mendapatkan perhatian yang serius, karena limbah industri yang mencemari lahan
pertanian tersebut mengandung sejumlah unsur-unsur kimia berbahaya dan
merusak tanah dan tanaman serta berakibat lebih jauh terhadap kesehatan
makhluk hidup.
Polutan yang masuk kedalam tanah ternyata dapat membahayakan
aktivitas tumbuhan, misalnya saja membahayakan aktivitas metabolisme pada
tumbuhan. Polutan yang yang berlebihan dapat membuat tanaman menjadi pada
kondisi cekaman. Hal ini tentunya tidak baik pada tanaman.
1.2 Tujuan
Supaya dapat mengetahi dampak negatif pada tanaman jika tercemar oleh
kandungan-kandungan zat yang tidak sesuai.
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Pembahasan
Tanah merupakan bagian penting dalam menunjang kehidupan makhluk
hidup di muka bumi. Seperti kita ketahui rantai makanan bermula dari tumbuhan.
Manusia, hewan hidup dari tumbuhan. Memang ada tumbuhan dan hewan yang
hidup di laut, tetapi sebagian besar dari makanan kita berasal dari permukaan
tanah. Oleh sebab itu, sudah menjadi kewajiban kita menjaga kelestarian
lingkungan dan tanah sehingga tetap dapat mendukung kehidupan di muka bumi
ini. Lingkungan jika dipandang sebagai medium fisik tempat tersebarnya bahan
kimia dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu air, tanah serta udara. Didalam tanah
yang merupakan bahan padat juga terdiri dari air, bahan organik, bahan mineral
dan udara sehingga perubahan sifat dari air serta udara di dalam tanah akan
berpengaruh terhadap tanah tersebut (Ariyanto dan Widiyanto, 2008). Akan tetapi,
sebagaimana halnya pencemaran air dan udara, pencemaran tanah pun akibat
kegiatan manusia juga. Pencemaran tanah adalah keadaan di mana bahan kimia
buatan manusia masuk dan merubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini
biasanya terjadi karena: bahan kimia industri, penggunaan pestisida, masuknya
air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan sub-permukaan, minyak, zat
kimia, atau limbah, air limbah dari tempat penimbunan sampah serta limbah
industri yang langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat.
Pencemaran pada lahan sawah umumnya disebabkan oleh limbah industri
dan aktivitas budidaya yang menggunakan bahan-bahan agrokimia seperti pupuk
dan pestisida yang kurang terkendali. Apabila dilihat dari bentuknya, pencemaran
yang disebabkan oleh limbah industri dapat berben- tuk padat, cair, gas maupun
kebisingan. Sedang dili- hat dari komponen - komponen pencemar yang terkandung dalam limbah tersebut maka pencemaran yang terjadi dapat dalam bentuk
pencemaran fisika, kimia, biologis dan radioaktif (Moertinah, 2010). Penggunaan
pestisida yang berlebihan dapat meninggalkan residu di dalam tanah dan tanaman,
bahkan dapat masuk ke dalam tubuh hewan, ikan atau biota air lainnya. Pestisida
dengan waktu degradasi yang lama dapat membahayakan kesehatan manusia dan
makhluk hidup yang mengkonsumsi hasil pertanian yang mengandung residu
pestisida tersebut. Selain itu pestisida yang berlebihan pada tanah dapat
menyebabkan cekaman pada tanah. Jika cekaman ini terjadi maka tanaman akan
stress, sehingga produktifitas tanaman menurun.
Berbagai jenis pupuk baik anorganik maupun organik, seperti pupuk P,
pupuk N, pupuk kandang, kapur maupun kompos mengandung logam berat.
Mineralisasi N organik dan proses nitrifikasi di dalam tanah akan terhambat
dengan kandungan logam berat 100-500 mg/kg Pb, 10-100 mg/kg Cd, dan 1-10
mg/kg Hg (Doelman dalam Kurnia dkk, 2004). Saraswati dalam penelitiannya
menyatakan bahwa kandungan Pb dan Cd pada tanah sawah di Bekasi dan
Karawang cukup tinggi. Tanah sawah di Desa Sukajadi Kecamatan Sukatani
Kabupaten Bekasi mengandung 0,3 ppm Cd, kandungan Cd pada beras 0,2 ppm
dan kandungan Pb nya mencapai 1,5 ppm. Nilai ini hampir mendekati batas kritis
yang dipersyaratkan WHO yaitu 0,24 ppm untuk Cd dan 2 ppm untuk Pb. Pada
tahun 2002, tanah sawah pada 9 desa di Kabupaten Bekasi mengandung Cd antara
0,121-0,38 ppm.
Contoh kasus pencemaran di lahan persawahan terjadi di Kecamatan
Rancaekek Kabupaten Bandung sebagai akibat limbah industri tekstil yang
mengandung logam berat, dan B3 yang menyebabkan pertanaman padi
mengalami kerusakan dan gagal panen, khususnya di musim kemarau. Lahan
sawah yang tercemar mencapai 15% dari total luas sawah yang ada. Kasus
pencemaran ini disebabkan tingginya kandungan Na dalam tanah sawah, yaitu
antara 467-2.983 mg/kg, nilai ini sangat jauh melampaui batas kritis Na dalam
tanah yaitu 60 mg/kg (Ramadhi, Suganda et al., dan Alloway dalam Kurnia dkk,
2004). Selain Na, kandungan logam berat Cr, Co, Ni, Cu dan Zn pada tanah
sawah juga memperlihatkan nilai yang hampir melampaui batas kritis yang
diperbolehkan.
Kabupaten Pati, industri penyepuhan logamnya (electroplating) di
Kecamatan Juwana juga memberikan kontribusi besar terhadap pencemaran tanah
sawah di sekitarnya. Hal ini diakibatkan dari pembuangan limbah industri tersebut
ke badan air yang digunakan sebagai sumber pengairan. Kandungan logam berat
pada tanah di daerah tersebut sebesar 10,7-38,9 mg/kg Cu; 6-27,7 mg/kg Cr;
1.782-2.414 mg/kg Mn; 20,8-22,2 mg/kg Ni. Nilai ini umumnya lebih tinggi
daripada batas kritis yang diperbolehkan (Kurnia, 2004).
Pencemaran dari residu pestisida sangat membahayakan bagi kesuburan
tanah, lingkungan dan kesehatan, sehingga perlu adanya pengendalian dan
pembatasan dari penggunaan pestisida tersebut serta mengurangi pencemaran
yang diakibatkan oleh residu pestisida. Tindakan pemulihan perlu dilakukan agar
tanah yang tercemar dapat digunakan kembali dengan aman (Triastuti, 2010).
Melalui proses sosialisasi dari dinas pertanian seharusnya turun tangan dalam
menjelaskan pemakaian pestisida secara benar. Sehingga para petani tidak
berlebihan dalam mengoprasikannya. Kebijakan global pembatasan penggunaan
pestisida sintetik yang mengarah pada pemasyarakatan teknologi bersih (clean
technology) yaitu pembatasan penggunaan pestisida sintetik untuk penanganan
produk-produk pertanian terutama komoditi andalan untuk eksport. Dalam hal ini
berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi dampak negatif pestisida dan
mencegah pencemaran lebih berlanjut lagi. Dan solusi aman dari bebas pestisida
ini. Dimulai dari kembali lagi menggunakan pupuk organik, selain biaya tidak
terlalu mahal dibandingkan dengan pestisida pupuk organic juga memiliki
berbagai
macam
manfaat.
Yaitu
(nitrogen,fosfor, kalium, kalsium, magnesium,
penyediaan
dan sulfur)
hara
makro
dan
mikro
seperti zink, tembaga, kobalt, barium,mangan, dan besi, meskipun jumlahnya
relatif sedikit, Meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, dan Membentuk
senyawa kompleks dengan ion logam yang meracuni tanaman seperti aluminium,
besi, dan mangan. Sehingga dapat meningkatkan kualitas lahan secara
berkelanjutan.
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tanah yang tercemar limbah industri tidak baik bagi tanaman. Polutan yang
berada dalam tanah menyebabkan cekaman pada tanaman. Akibatnya tanaman
akan stress. Perlu penanggulangan khusus agar tanah dapat kembali sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Ariyanto, D. P. dan H. Widijanto. 2008. Dampak Air Limbah Industri Josroyo,
Karanganyar Terhadap Kadar Lembaga (Cu) dalam Air dan Permukaan
Tanah Saluran Air Pungkuk. Ilmu Tanah dan Agroklimatologi, 5(1): 31-36.
Harmayani, K.D. dan I.G.M Konsukharta. 2007. Pencemaran Air Tanah Akibat
Pembuangna Limbah Domestik di Lingkungan Kumuh Studi Kasus Banjar
Ubung Sari, Kelurahan Ubung. Permukiman Natah, 5(2): 92-108.
Kurnia, U., H. Suganda., R. Saraswati dan Nurjaya. 2004. Teknologi
Pengendalian Pencemaran Lahan Sawah: 249-284. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor: Badan Penelitian dan
Pengembangan.
Moertinah, S. 2010. Kajian Proses Anaerobik Sebagai Alternatif Teknologi
Pengolahan Air Limbah Industri Organik Tinggi. Teknologi Pencegahan dan
Pencemaran Industri, 1(2): 104-114.
Triastuti, Y. Fitoremediasi Tanah Tercemar Merkuri Menggunakan Tanaman Akar
Wangi (Vetiver zizanioides) pada Lahan Eks-TPA Keputih. :1-15.
Widiyanto, A. F., S. Yuniarno dan Kuswanto. 2015. Polusi Air Akibat Limbah
Industri dan Limbah Rumah Tangga. Kesehatan Masyarakat, 10(2): 246254.
http://litbang.patikab.go.id/index.php/jurnal/247-faktor-faktor-yang-berhubungandengan-persalinan-sectio-caesarea-di-kabupaten-pati-studi-pada-rsud-raasoewondo-dan-rumah-sakit-islam-pati/195-degradasi-tanah-pertanian-penye
bab-dan-dampaknya
Makalah
Oleh :
Ilham Budi Susilo (151510501037)
KELAS E PIT
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jumlah penduduk yang semakin meningkat tetapi tidak diiringi perbaikan
sarana dan prasarana dapat memunculkan masalah-masalah seperti pada
kesejahteraan sosial, kebersihan wilayah, dan kebutuhan pangan dalam negeri
karena penduduk semakin padat. Hal ini menyebabkan peningkatan kebutuhan
sarana prasarana perumahan dan lingkungan pemukiman serta pengadaan
perumahan terutama mengenai masalah kebutuhan air tanah (Keman dalam
Widiyanto dkk., 2015). Akibatnya pemenuhan akan kebutuhan lahan semakin
meningkat. Banyak warga yang menggunakan lahan subur sebagai areal
pemukiman penduduk, efek sampingnya adalah banyak masalah yang terjadi pada
tanah. Adanya permukiman- permukiman yang kurang terencana, maka dapat
mengakibatkan sistem pembuangan limbah rumah tangga seperti pembuangan
limbah kamar mandi/wc dan dapur tidak terkoordinasi dengan baik, sehingga
limbah tersebut dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran air tanah yang dapat
mengakibatkan terjadinya penyebaran beberapa penyakit menular. Selain
mengakibatkan terjadinya pencemaran air tanah dapat juga mengakibatkan
lingkungan di daerah permukiman tersebut menjadi tercemar (Harmayani dan
Konsukartha, 2007). Penggunaan pestisida yang kurang bijak dapat menyebabkan
kesuburan dan kesehatan tanah menurun.
Namun seiring berjalannya waktu, kesuburan yang dimiliki oleh tanah
Indonesia banyak yang digunakan tanpa memperhatikan dampak jangka panjang
yang dihasilkan dari pengolahan tanah tersebut. Salah satu diantaranya,
penyelenggaraan pembangunan di Tanah Air tidak bisa disangkal lagi telah
menimbulkan berbagai dampak positif bagi masyarakat luas, seperti pembangunan
industri dan pertambangan telah menciptakan lapangan kerja baru bagi penduduk
di sekitarnya. Namun keberhasilan itu seringkali diikuti oleh dampak negatif yang
merugikan masyarakat dan lingkungan.
Pembangunan kawasan industri di daerah-daerah pertanian dan sekitarnya
menyebabkan berkurangnya luas areal pertanian, pencemaran tanah dan badan air
yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas hasil/produk pertanian,
terganggunya kenyamanan dan kesehatan manusia atau makhluk hidup lain.
Sedangkan kegiatan pertambangan menyebabkan kerusakan tanah, erosi dan
sedimentasi, serta kekeringan. Kerusakan akibat kegiatan pertambangan adalah
berubah atau hilangnya bentuk permukaan bumi (landscape), terutama
pertambangan yang dilakukan secara terbuka (opened mining) meninggalkan
lubang-lubang besar di permukaan bumi. Untuk memperoleh bijih tambang,
permukaan tanah dikupas dan digali dengan menggunakan alat-alat berat. Para
pengelola pertambangan meninggalkan areal bekas tambang begitu saja tanpa
melakukan upaya rehabilitasi atau reklamasi.
Dampak negatif yang menimpa lahan pertanian dan lingkungannya perlu
mendapatkan perhatian yang serius, karena limbah industri yang mencemari lahan
pertanian tersebut mengandung sejumlah unsur-unsur kimia berbahaya dan
merusak tanah dan tanaman serta berakibat lebih jauh terhadap kesehatan
makhluk hidup.
Polutan yang masuk kedalam tanah ternyata dapat membahayakan
aktivitas tumbuhan, misalnya saja membahayakan aktivitas metabolisme pada
tumbuhan. Polutan yang yang berlebihan dapat membuat tanaman menjadi pada
kondisi cekaman. Hal ini tentunya tidak baik pada tanaman.
1.2 Tujuan
Supaya dapat mengetahi dampak negatif pada tanaman jika tercemar oleh
kandungan-kandungan zat yang tidak sesuai.
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Pembahasan
Tanah merupakan bagian penting dalam menunjang kehidupan makhluk
hidup di muka bumi. Seperti kita ketahui rantai makanan bermula dari tumbuhan.
Manusia, hewan hidup dari tumbuhan. Memang ada tumbuhan dan hewan yang
hidup di laut, tetapi sebagian besar dari makanan kita berasal dari permukaan
tanah. Oleh sebab itu, sudah menjadi kewajiban kita menjaga kelestarian
lingkungan dan tanah sehingga tetap dapat mendukung kehidupan di muka bumi
ini. Lingkungan jika dipandang sebagai medium fisik tempat tersebarnya bahan
kimia dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu air, tanah serta udara. Didalam tanah
yang merupakan bahan padat juga terdiri dari air, bahan organik, bahan mineral
dan udara sehingga perubahan sifat dari air serta udara di dalam tanah akan
berpengaruh terhadap tanah tersebut (Ariyanto dan Widiyanto, 2008). Akan tetapi,
sebagaimana halnya pencemaran air dan udara, pencemaran tanah pun akibat
kegiatan manusia juga. Pencemaran tanah adalah keadaan di mana bahan kimia
buatan manusia masuk dan merubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini
biasanya terjadi karena: bahan kimia industri, penggunaan pestisida, masuknya
air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan sub-permukaan, minyak, zat
kimia, atau limbah, air limbah dari tempat penimbunan sampah serta limbah
industri yang langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat.
Pencemaran pada lahan sawah umumnya disebabkan oleh limbah industri
dan aktivitas budidaya yang menggunakan bahan-bahan agrokimia seperti pupuk
dan pestisida yang kurang terkendali. Apabila dilihat dari bentuknya, pencemaran
yang disebabkan oleh limbah industri dapat berben- tuk padat, cair, gas maupun
kebisingan. Sedang dili- hat dari komponen - komponen pencemar yang terkandung dalam limbah tersebut maka pencemaran yang terjadi dapat dalam bentuk
pencemaran fisika, kimia, biologis dan radioaktif (Moertinah, 2010). Penggunaan
pestisida yang berlebihan dapat meninggalkan residu di dalam tanah dan tanaman,
bahkan dapat masuk ke dalam tubuh hewan, ikan atau biota air lainnya. Pestisida
dengan waktu degradasi yang lama dapat membahayakan kesehatan manusia dan
makhluk hidup yang mengkonsumsi hasil pertanian yang mengandung residu
pestisida tersebut. Selain itu pestisida yang berlebihan pada tanah dapat
menyebabkan cekaman pada tanah. Jika cekaman ini terjadi maka tanaman akan
stress, sehingga produktifitas tanaman menurun.
Berbagai jenis pupuk baik anorganik maupun organik, seperti pupuk P,
pupuk N, pupuk kandang, kapur maupun kompos mengandung logam berat.
Mineralisasi N organik dan proses nitrifikasi di dalam tanah akan terhambat
dengan kandungan logam berat 100-500 mg/kg Pb, 10-100 mg/kg Cd, dan 1-10
mg/kg Hg (Doelman dalam Kurnia dkk, 2004). Saraswati dalam penelitiannya
menyatakan bahwa kandungan Pb dan Cd pada tanah sawah di Bekasi dan
Karawang cukup tinggi. Tanah sawah di Desa Sukajadi Kecamatan Sukatani
Kabupaten Bekasi mengandung 0,3 ppm Cd, kandungan Cd pada beras 0,2 ppm
dan kandungan Pb nya mencapai 1,5 ppm. Nilai ini hampir mendekati batas kritis
yang dipersyaratkan WHO yaitu 0,24 ppm untuk Cd dan 2 ppm untuk Pb. Pada
tahun 2002, tanah sawah pada 9 desa di Kabupaten Bekasi mengandung Cd antara
0,121-0,38 ppm.
Contoh kasus pencemaran di lahan persawahan terjadi di Kecamatan
Rancaekek Kabupaten Bandung sebagai akibat limbah industri tekstil yang
mengandung logam berat, dan B3 yang menyebabkan pertanaman padi
mengalami kerusakan dan gagal panen, khususnya di musim kemarau. Lahan
sawah yang tercemar mencapai 15% dari total luas sawah yang ada. Kasus
pencemaran ini disebabkan tingginya kandungan Na dalam tanah sawah, yaitu
antara 467-2.983 mg/kg, nilai ini sangat jauh melampaui batas kritis Na dalam
tanah yaitu 60 mg/kg (Ramadhi, Suganda et al., dan Alloway dalam Kurnia dkk,
2004). Selain Na, kandungan logam berat Cr, Co, Ni, Cu dan Zn pada tanah
sawah juga memperlihatkan nilai yang hampir melampaui batas kritis yang
diperbolehkan.
Kabupaten Pati, industri penyepuhan logamnya (electroplating) di
Kecamatan Juwana juga memberikan kontribusi besar terhadap pencemaran tanah
sawah di sekitarnya. Hal ini diakibatkan dari pembuangan limbah industri tersebut
ke badan air yang digunakan sebagai sumber pengairan. Kandungan logam berat
pada tanah di daerah tersebut sebesar 10,7-38,9 mg/kg Cu; 6-27,7 mg/kg Cr;
1.782-2.414 mg/kg Mn; 20,8-22,2 mg/kg Ni. Nilai ini umumnya lebih tinggi
daripada batas kritis yang diperbolehkan (Kurnia, 2004).
Pencemaran dari residu pestisida sangat membahayakan bagi kesuburan
tanah, lingkungan dan kesehatan, sehingga perlu adanya pengendalian dan
pembatasan dari penggunaan pestisida tersebut serta mengurangi pencemaran
yang diakibatkan oleh residu pestisida. Tindakan pemulihan perlu dilakukan agar
tanah yang tercemar dapat digunakan kembali dengan aman (Triastuti, 2010).
Melalui proses sosialisasi dari dinas pertanian seharusnya turun tangan dalam
menjelaskan pemakaian pestisida secara benar. Sehingga para petani tidak
berlebihan dalam mengoprasikannya. Kebijakan global pembatasan penggunaan
pestisida sintetik yang mengarah pada pemasyarakatan teknologi bersih (clean
technology) yaitu pembatasan penggunaan pestisida sintetik untuk penanganan
produk-produk pertanian terutama komoditi andalan untuk eksport. Dalam hal ini
berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi dampak negatif pestisida dan
mencegah pencemaran lebih berlanjut lagi. Dan solusi aman dari bebas pestisida
ini. Dimulai dari kembali lagi menggunakan pupuk organik, selain biaya tidak
terlalu mahal dibandingkan dengan pestisida pupuk organic juga memiliki
berbagai
macam
manfaat.
Yaitu
(nitrogen,fosfor, kalium, kalsium, magnesium,
penyediaan
dan sulfur)
hara
makro
dan
mikro
seperti zink, tembaga, kobalt, barium,mangan, dan besi, meskipun jumlahnya
relatif sedikit, Meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, dan Membentuk
senyawa kompleks dengan ion logam yang meracuni tanaman seperti aluminium,
besi, dan mangan. Sehingga dapat meningkatkan kualitas lahan secara
berkelanjutan.
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tanah yang tercemar limbah industri tidak baik bagi tanaman. Polutan yang
berada dalam tanah menyebabkan cekaman pada tanaman. Akibatnya tanaman
akan stress. Perlu penanggulangan khusus agar tanah dapat kembali sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Ariyanto, D. P. dan H. Widijanto. 2008. Dampak Air Limbah Industri Josroyo,
Karanganyar Terhadap Kadar Lembaga (Cu) dalam Air dan Permukaan
Tanah Saluran Air Pungkuk. Ilmu Tanah dan Agroklimatologi, 5(1): 31-36.
Harmayani, K.D. dan I.G.M Konsukharta. 2007. Pencemaran Air Tanah Akibat
Pembuangna Limbah Domestik di Lingkungan Kumuh Studi Kasus Banjar
Ubung Sari, Kelurahan Ubung. Permukiman Natah, 5(2): 92-108.
Kurnia, U., H. Suganda., R. Saraswati dan Nurjaya. 2004. Teknologi
Pengendalian Pencemaran Lahan Sawah: 249-284. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor: Badan Penelitian dan
Pengembangan.
Moertinah, S. 2010. Kajian Proses Anaerobik Sebagai Alternatif Teknologi
Pengolahan Air Limbah Industri Organik Tinggi. Teknologi Pencegahan dan
Pencemaran Industri, 1(2): 104-114.
Triastuti, Y. Fitoremediasi Tanah Tercemar Merkuri Menggunakan Tanaman Akar
Wangi (Vetiver zizanioides) pada Lahan Eks-TPA Keputih. :1-15.
Widiyanto, A. F., S. Yuniarno dan Kuswanto. 2015. Polusi Air Akibat Limbah
Industri dan Limbah Rumah Tangga. Kesehatan Masyarakat, 10(2): 246254.
http://litbang.patikab.go.id/index.php/jurnal/247-faktor-faktor-yang-berhubungandengan-persalinan-sectio-caesarea-di-kabupaten-pati-studi-pada-rsud-raasoewondo-dan-rumah-sakit-islam-pati/195-degradasi-tanah-pertanian-penye
bab-dan-dampaknya