Analisis Isi Memorandum Kebijakan Ekonom

Analisis Isi Memorandum Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Indonesia-IMF
1997 dalam Kerangka Krimnologi Marxis sebagai Crimes of Domination
Anendya Niervana
1206227043
ABSTRAK – Pinjaman yang datang dari IMF harus ditukar dengan sejumlah
persyaratan di dalam naskah tertulis bernama Letter of Intent (LoI) dan harus dipatuhi
negara peminjam dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Studi-studi terdahulu
menemukan bahwa kebijakan yang tercantum dalam LoI IMF bukanlah cara terbaik
untuk membantu negara peminjam keluar dari krisis dan sering kali bias kepentingan.
Kebijakan IMF dalam LoI justru kerap kali memperparah krisis, termasuk kebijakan
dalam mengatasi krisis di Indonesia. Sebagai negara dengan dampak krisis Asia 1997
terlama, tulisan ini menganalisis naskah LoI IMF-Indonesia pertama dalam
terjemahan bahasa Indonesia yang disebut Memorandum Kebijakan Ekonomi dan
Keuangan (MKEK) Indonesia. Tujuan dari tulisan ini adalah menggali kebaruan
analisis isi naskah LoI dengan menggunakan pendekatan Kriminologi Marxis tentang
crimes of domination. Sebagian besar isi kebijakan MKEK mengindikasikan
kepentingan kelas tertentu, tepatnya kelas yang menguasai produksi.
ABSTRACT - Loans from IMF must be exchanged with set of conditionalities in the
written text called Letter of Intent (LoI) and must be complied within specific time by
the borrowing country. Earlier studies have found that the policies listed on the
IMF's LoI are not the best way to help the borrowing country get out of the crisis and

often has interests bias. The IMF's policy in LoI usually worsened the crisis,
including the policy of overcoming the crisis in Indonesia. As the country with the
longest-lasting effects of the 1997 Asian monetary crisis, this paper analyzes the first
IMF-Indonesia LoI in bahasa called Indonesian Memorandum of Economic and
Financial Policy (MKEK). The purpose of this paper is to explore the novelty of the
content analysis of the LoI script by using the Marxist Criminology approach on the
crime of domination. Most of the MKEK policies content indicated the interests of a
particular class, the class that controls production.
Keyword(s): Marxist, International Monetary Fund, Indonesia monetary crisis,
Letter of Intent, conditionality, power relation, class domination
PENDAHULUAN
 Tulisan ini telah melalui bimbingan dengan Drs. Johannes Sutoyo, M.A.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Iqrak Sulhin, S.Sos., M.Si. dan Kisnu Widagso,
S.Sos., M.Si. yang telah mengulas dan memberi saran untuk perkembangan tulisan ini.

1

Universitas Indonesia


Berawal dari devaluasi mata uang Baht oleh pemerintah Thailand, krisis melanda di
sejumlah negara Asia termasuk Indonesia yang sebelumnya disebut salah satu negara
"Keajaiban Ekonomi Asia Timur" oleh Bank Dunia. Dalam enam bulan, pasar saham
Indonesia menurun sebesar 50%, rupiah merosot lebih dari 70% (Bullard, Bello, &
Mallhotra, 1998), dan 75% usaha di Indonesia mengalami kesulitan (Siglitz, 2003).
Tidak hanya kontraksi ekonomi terparah, Indonesia juga mengalami krisis politik
terburuk, yaitu selain berakhirnya pemerintahan 32 tahun Presiden Soeharto, sistem
politik satu partai yang otoriter juga runtuh (Diaz, 2006: 395).
Berbagai kekacauan ekonomi, sosial maupun politik yang terjadi di Indonesia
selama krisis membuat pemerintah menandatangani persetujuan dengan Dana
Moneter Internasional (IMF) melalui naskah Letter of Intent (LoI) yang disebut
"Indonesia - Memorandum of Economic and Financial Policies". Naskah itu ditukar
dengan pinjaman sebesar US$ 43 miliar. Memorandum Kebijakan Ekonomi dan
Keuangan (MKEK) Indonesia tersebut berisi 50 paragraf terjemahan dari LoI yang
memuat langkah-langkah kebijakan ekonomi dan keuangan apa saja yang harus
dilakukan pemerintah untuk mempertahankan stabilitas perekonomian negara.
Kebijakan ekonomi yang merupakan adopsi dari LoI 1997 pada waktu itu
menimbulkan dampak yang luar biasa pada kehidupan—terutama—perekonomian
masyarakat


Indonesia.

Persyaratan-persyaratan

berdasarkan

perjanjian

yang

ditandatangani Soeharto sangatlah rumit dengan lebih dari seratus reformasi
 Devaluasi mata uang adalah penurunan yang disengaja dalam nilai mata uang suatu negara

dalam kaitannya dengan mata uang mitra dagangnya (Leonard, 2006: 422). Pada dasarnya
penurunan suatu mata uang terhadap mata uang asing tidak terjadi serta merta namun merupakan
kebiajakan pemerintah. Meskipun begitu, kebijakan pemerintah tersebut juga dilatarbelakangi
oleh faktor lain seperti pada krisis Baht 1997 (lihat Cyrillus Harinowo, IMF: Penanganan Krisis
& Indonesia Pasca-IMF, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), hal. 22-23).

 Keajaiban ekonomi Asia didefinisikan sebagai daya tarik modal asing yang besar ke negara-


negara Asia (Thailand, Malaysia, Indonesia, Singapura, Filipina, dan Korea Selatan) yang
mempertahankan tingkat keuntungan yang tinggi karena tingkat pertumbuhan ekonomi dan
kemajuan mereka yang luar biasa (Tahirou: 2013, 5). Selama tiga deakde terakhir Asia timur
bukan hanya telah tumbuh dengan lebih cepat tetapi juga mampu mengurangi kemiskinan secara
lebih baik dibandingkan dengan kawasan lainnya di dunia,….juga telah menjadi lebih stabil…
terhindar dari ketidakpastian yang menandai semua ekonomi pasar (Stiglitz, 2003: 126).

2

Universitas Indonesia

kebijakan terkait dengan tenggat waktu tertentu dan pemantauan ekstensif dilakukan
di setiap tahapan (Pant, 2002). Pada akhir Desember, terbukti tidak hanya bahwa
program yang didukung IMF telah gagal, namun juga bahwa krisis di Indonesia jauh
lebih buruk daripada di tempat lain di Asia karena depresiasi  rupiah telah melampaui
mata uang Asia Timur yang mengalami penularan regional hingga 53 persen dari nilai
eksternalnya, yang jatuh dari sekitar Rp3.700,00 per dolar AS ke sekitar Rp8.000,00
per dolar AS bahkan pada Juni 1998 mencapai Rp.15.250 per dolar AS (IMF, 2003).
Merosotnya rupiah menjadi penyebab utama meningkatnya pengangguran karena

banyak industri memberhentikan pekerja, dan diperkirakan separuh penduduk
Indonesia pada akhir 1998 berada di bawah garis kemiskinan. Bank Dunia
memperkirakan GNP per kapita yang sebelumnya sekitar US $ 1.200 per tahun
menyusut menjadi US $ 450 (Sadli, 1998). Hampir 15 persen pria yang bekerja pada
tahun 1997 kehilangan pekerjaan mereka pada bulan Agustus 1998, dan kehancuran
ekonomi bahkan lebih buruk di daerah-daerah pedesaan di pulau utama, Jawa
(Stiglitz, 2003). Saat Soeharto menaikkan harga BBM pada 4 Mei 1998 protes ribuan
mahasiswa melanda kota-kota di Indonesia dan akhirnya kerusuhan pun pecah
mengakibatkan ratusan orang meninggal, ribuan orang terluka dan ratusan bangunan
dan ribuan kendaraan hancur (Ramli dan Nuryadin, 2007: 83). Atas saran IMF untuk
menyelamatkan bank melalui Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), pemerintah

 Depresiasi merupakan penurunan mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing, namun

bukan disebabkan oleh kebijakan pemerintah melainkan hasil kekuatan penawaran dan
permintaan atau mekanisme pasar (lihat Thomas M. Leonard, Encyclopedia of the Developing
World, (New York: Routledge, 2006), hal. 422).

 Gross National Product atau dalam bahasa Indonesia disebut Produk Nasional Bruto merupakan
ukuran lain dari kesehatan ekonomi suatu negara. GNP didefinisikan sebagai nilai moneter semua

barang dan jasa yang dihasilkan oleh tenaga kerja dan harta benda yang dipasok oleh penduduk
negara tersebut. GNP mencerminkan output perusahaan milik negara, baik di dalam maupun di
luar batas negara (lihat Corona Brezina, Understanding the Gross Domestic Product and the
Gross National Product, (New York: The Rosen Publishing Group, 2012), hal. 12).

3

Universitas Indonesia

mengeluarkan obligasi bersama bunganya—menjadi Rp.600 triliun lebih—yang
akhirnya mengubah utang swasta menjadi utang publik dan menyebabkan
berkurangnya dana pembangunan karena APBN dialokasikan untuk melunasi bunga
utang tersebut (Rafick, 2008: 306).
Sekarang krisis tersebut telah berakhir, tetapi negara seperti Indonesia
merasakan dampaknya selama bertahun-tahun (Stiglitz, 2003: 125). Selain
mengalami dampak krisis terparah, Indonesia juga menjadi negara yang paling lama
pulih dari krisis dibandingkan negara-negara Asia Timur lainnya. Para akademisi
berpendapat bahwa selain kondisi ekonomi yang diperparah kondisi politik, lamanya
pemulihan Indonesia dari krisis dikarenakan implementasi kebijakan yang terlalu
patuh terhadap IMF. Reformasi ekonomi negara Asia Timur lain tidak sepenuhnya

memenuhi saran dari IMF sehingga dinilai pulih lebih cepat. Tidak seperti negara
yang sudah merdeka, IMF melakukan banyak campur tangan melalui kebijakankebijakan ekonomi yang tercantum dalam LoI seolah negara yang bersangkutan tidak
dapat menentukan nasibnya sendiri.
Nooruddin dan Simmons (2006) menemukan bahwa program pemotongan
anggaran IMF mengecilkan peran yang dimainkan oleh politik dalam negeri.
Nooruddin dan Simmons menekankan bahwa mengurangi defisit anggaran tetap
harus mengutamakan layanan publik. Nooruddin dan Simmons justru menemukan
upaya mengurangi defisit anggaran dalam program IMF memiliki sistem tekanan
yang bias kelas atas sehingga menghasilkan kebijakan yang menguntungkan bagi
kelompok-kelompok yang dapat mengatur secara efektif kepentingan mereka.
Biersteker (1990) mengidentifikasi rekomendasi IMF dan Bank Dunia sebagai
bentuk intervensi ekonomi. Rincian Letter of Intent yang spesifik menggambarkan
dengan sangat jelas cara-cara di mana Bank Dunia dan IMF berusaha mengubah
 Obligasi adalah salah satu sumber dana yang dihimpun bank berupa surat pengakuan hutang

atas peminjam uang dalam bentuk tertentu dengan perjanjian jumlah imbalan bunga dan
pembayaran serta jangka waktunya yang telah ditentukan terlebih dahulu. Obligasi biasanya
dikeluarkan oleh negara atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) (lihat Thomas Suyatno, dkk.,
Kelembagaan Perbankan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), hal. 49).


4

Universitas Indonesia

peran negara dalam perekonomian. Menurutnya, rekomendasi kebijakan IMF tidak
netral dan dirancang untuk mengarahkan kembali intervensi negara dari strategi
pembangunan yang disusun oleh IMF. Dalih IMF bahwa perlunya mengurangi peran
negara karena inefisiensi merupakan pengalihan intervensi kebijakan atas nama
sektor swasta. Sektor swasta bergantung pada kontrak negara untuk dapat menyerap
modal, baik melalui penyediaan barang atau jasa kepada negara atau dari pengadaan
sub-kontrak produksi darinya yang dimobilisasi melalui program IMF.
Aluko dan Arowolo menganalisis fenomena bantuan luar negeri dan krisis
utang yang dialami negara-negara dunia ketiga khusunya Nigeria dengan teori
ketergantungan yang menyatakan bahwa kemiskinan negara-negara di pinggiran
terjadi bukan karena mereka tidak terintegrasi atau terintegrasi ke dalam sistem dunia,
tetapi karena bagaimana mereka diintegrasikan ke dalam sistem (Aluko dan Arowolo,
2010). Teori ketergatungan berkembang melalui dua pertentangan aliran yakni, dari
kaum bourjois dan kaum Neo Marxis. Bagi kaum borjuis, keterbelakangan dan
ketergantungan dari kebanyakan negara dunia ketiga adalah akibat dari kontradiksi
internal mereka (Aluko dan Arowolo, 2010: 122) seperti korupsi, tata kelola

pemerintahan yang buruk, pengelolaan sumber daya yang tidak tepat sehingga
menginspirasi negara-negara maju untuk melakukan perluasan kekuasaan. Menurut
kaum Neo-Marxis, keterbelakangan ekonomi negara dunia ketiga muncul karena
negara-negara yang menyebabkan ketergantungan bantuan luar negeri tidak hentinya
melakukan ekspansi kapitalisme. Lembaga keuangan internasional menghasilkan
produk dari krisis yaitu kontrol eksternal dan manipulasi ekonomi domestik melalui
pelaksanaan persyaratan-persyaratan, “serangan” dan pengambilalihan kebijakan
ekonomi dan sistem administrasi perbankan dan keuangan negara debitur.
Sedangkan Dreher, Sturm, & Vreeland (2015) mendapati negara-negara
anggota Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara strategis
menerima persyaratan sekitar 30 persen lebih sedikit dibandingkan negara lain.
Melalui analisis 206 LoI dari 38 negara selama periode April 1997 sampai Februari
2003, Dreher dan Jensen (2007: 121) menemukan negara-negara yang memberi vote

5

Universitas Indonesia

kepada Amerika Serikat secara sistematis menerima pinjaman IMF dengan
persyaratan yang lebih sedikit. Penelitian Dreher, Sturm, dan Vreeland ini

menunjukkan bahwa IMF menunjukkan keberpihakannya kepada beberapa negara
khususnya negara DK PBB dan negara yang dekat dengan Amerika Serikat. Alhasil
negara-negara yang tergabung dalam kelompok tersebut menerima pinjaman IMF
dengan persyaratan tidak sebanyak negara-negara yang bukan kelompok tersebut.
Akhirnya persyaratan IMF pun tidak hanya menunjukkan bukan usaha terbaik untuk
membantu negara peminjam, namun juga menggambarkan kepentingan IMF
berkaitan relasinya dengan kelompok negara tersebut.
Bernal (1984) menganalisis perjuangan kelas sebagai akibat implementasi
program IMF di Jamaica 1977-1980. Menurutnya, IMF memastikan sebuah negara
dengan ketidakseimbangan neraca pembayaran tidak menetapkan kebijakan yang
akan menjadi hambatan nasional terhadap pergerakan modal dan komoditas
internasional. Hal ini dimaksudkan agar kelas kapitalis yang dilindungi oleh IMF
dapat tetap menyerap modal di negara yang sedang mengalami defisit neraca tersebut.
Apa yang baik bagi kapitalis di tingkat dunia sering menghambat pembangunan di
negara-negara terbelakang. Alasan tersebut menunjukkan program IMF dibuat
berdasarkan kepentingan kelas pemilik modal. Masyarakat kelas bawah Jamaica yang
marah karena pelaksanaan program IMF ini mengakibatkan kekalahan (pada
pemilihan selanjutnya) bagi People’s National Party yang waktu itu melaksanakan
program IMF.
Artikel-artikel


jurnal

tersebut

menunjukkan

bahwa

kebijakan

IMF

mengindikasikan bias kepentingan. Meskipun begitu penelitian-penelitian tersebut
tidak menjelaskan secara rinci bahwa LoI IMF dirumuskan untuk kepentingan kelas
tertentu. Penulis mengasumsikan perumusan program IMF ini melalui sudut pandang
Kriminologi Marxis tentang kejahatan dominasi (crimes of domination). Menurut
Quinney kejahatan dominasi terjadi dalam rangka mengamankan tatanan ekonomi
yang ada. Tatanan ekonomi yang dimaksud Quinney adalah tatanan ekonomi
kapitalis. Seperti yang sudah dipaparkan penulis di atas, kebijakan yang dirumuskan

6

Universitas Indonesia

IMF bagi negara peminjam menunjukkan keberpihakan pada kelas atau
mengindikasikan kepentingan tertentu dan kerap kali merugikan masyarakat kelas
bawah. Maka dari itu penulis berasumsi bahwa MKEK IMF-Indonesia 1997 ini
merupakan bentuk dari crimes of domination.
Tulisan ini akan memberikan penjelasan mengenai bagaimana MKEK IMFIndonesia 1997 sebagai crimes of domination. Melalui kerangka globalisasi,
kapitalisme global, dan lembaga keuangan internasional dalam perspektif PrincipalAgent penulis mencoba mengungkapkan alur yang menjelaskan elemen-elemen
tersebut mendukung crimes of domination dalam MKEK IMF-Indonesia 1997.
Penulis mencoba menjawab pertanyaan yang lebih spesifik dalam tulisan ini:
bagaimana crimes of domination dilakukan dalam Memorandum Kebijakan Ekonomi
dan Keuangan (MKEK) IMF-Indonesia 1997?

Crimes of Domination
Apabila kita berbicara tentang pemikiran Marxis, maka inti dari bahasannya adalah
mengenai kelompok mana yang menguasai dan tidak menguasai produksi. Produksi
adalah kebutuhan eksistensi yang diperlukan. Dengan demikian, semua kehidupan
sosial, termasuk segala sesuatu yang berhubungan dengan kejahatan, harus dipahami
dalam hal kondisi ekonomi obyektif produksi dan pertarungan subyektif antara kelas
yang terkait produksi (Quinney, 1978). Dasar pemikiran inilah yang kemudian
melatarbelakangi setiap perkembangan Krimonologi Marxis.
Quinney mengkritik kriminologi dominan yang analisisnya cenderung
meminggirkan hubungan sistem ekonomi dengan produksi kejahatan. Mengadopsi
perspektif Marxian, Quinney kemudian mengklasifikasikan kejahatan sesuai dengan
cara mereka beralih dari kontradiksi dasar kapitalisme (Sutherland, Cressey, &
Luckenbill, 1992: 12). Quinney berpendapat bahwa dalam keseluruhan kondisi
ekonomi politik kapitalis, ada dua jenis kejahatan yang muncul: kejahatan dominasi

7

Universitas Indonesia

(crimes of domination) dan kejahatan akomodasi (crimes of accommodation) (Barak,
Leighton, & Flavin, 2010: 11).
Kejahatan dominasi yang paling mencerminkan karakter dari dominasi
kapitalis adalah kejahatan yang terjadi dalam rangka mengamankan tatanan ekonomi
yang ada (Quinney, 2000: 163). Kejahatan dominasi timbul dari kontradiksi yang
melekat: beberapa hukum kapitalisme harus “dirusak” untuk mempertahankan
eksistensinya (Larson & Garrett, 1996: 215). Dalam hal ini hukum diproduksi untuk
mempertahankan sistem kapitalisme meskipun harus meminggirkan aspek “justice”
atau keadilan kepada masyarakat. Ada empat jenis kejahatan dominasi: (1) kejahatan
kontrol (crimes of control); (2) kejahatan pemerintah (crimes of government); (3)
kejahatan dominasi ekonomi (crimes of economic domination); dan (4) kejahatan
yang merugikan secara sosial (social injuries) (Larson & Garrett, 1996: 215).
Kejahatan kontrol adalah kejahatan dominasi yang terjadi dalam perjalanan
kontrol negara. Kejahatan kontrol berupa tindak pidana berat dan pelanggaran ringan
oleh aparat penegak hukum terhadap orang yang dituduh melakukan kejahatan.
Kekerasan dan kebrutalan telah menjadi bagian pekerjaan polisi yang diakui. Ada
kejahatan kontrol yang sifatnya lebih halus dimana agen hukum melanggar kebebasan
sipil warga negara, seperti dalam berbagai bentuk pengawasan, penggunaan
provokator, dan penyangkalan ilegal atas proses hukum (Quinney, 2000: 163).
Crimes of government adalah tindakan yang dilakukan oleh pejabat terpilih
dan diangkat dari negara kapitalis untuk mempertahankan kontrol politik atas orang
lain. Ada juga pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah terhadap orang dan
kelompok yang tampaknya mengancam keamanan nasional. Termasuk di sini adalah
kejahatan peperangan dan pembunuhan politis para pemimpin asing dan domestik
(Quinney, 2000: 163).
Kejahatan dominasi ekonomi ini mencakup kejahatan yang dilakukan oleh
perusahaan, mulai dari penetapan harga hingga pencemaran lingkungan untuk
melindungi dan meningkatkan akumulasi modal. Juga termasuk kejahatan ekonomi

8

Universitas Indonesia

pengusaha perorangan dan profesional. Selain itu, kejahatan kelas kapitalis dan
negara kapitalis tergabung dalam kejahatan terorganisir. Operasi kriminal kejahatan
terorganisir yang lebih konvensional terkait dengan negara pada tahap perkembangan
kapitalis sekarang. Operasi kejahatan terorganisir dan operasi kriminal negara
disatukan dalam usaha untuk menjamin kelangsungan sistem kapitalis (Quinney,
2000: 163).
Terkahir adalah social injuries biasanya melibatkan penolakan hak asasi
manusia (mengakibatkan seksisme, rasisme, dan eksploitasi ekonomi) yang dilakukan
oleh kelas kapitalis dan negara kapitalis tetapi tidak didefinisikan sebagai kejahatan
dalam kode hukum negara. Tindakan sistematis ini merupakan bagian integral dari
kapitalisme dan penting untuk kelangsungan hidupnya.
Marx sendiri menjelaskan negara adalah instrumen bagi dominasi kelas
(Harvey, 1976) karena negara adalah tempat bagi individu-individu dari kelas
penguasa menegaskan kepentingan bersama mereka. Jessop (2012: 6-7) menjelaskan
mengapa negara menjadi instrumen penting bagi kelas kapitalis karena negara adalah
satu-satunya lembaga yang menyentuh secara langsung maupun tidak kepentingan
masyarakat luas. Hal tersebut membuat kelas kapitalis memanfaatkan peran negara—
seperti yang terlihat dalam kejahatan dominasi Quinney—untuk menegakkan
dominasi mereka.
Salah satu strategi atau taktik bagi kelas kapitalis dalam mengamankan
dominasinya adalah melalui intervensi kebijakan karena kebijakan merupakan produk
dari suatu negara. Meskipun negara adalah elemen penting dalam menegaskan
dominasi kelas, namun sekarang ini negara bukanlah unsur tunggal dalam penentu
kebijakan.

Dalam

perkembangan

kapitalisme

global,

Robinson

(2015:

3)

mengungkapkan agar dominasi kapitalis dapat melampaui batas-batas negara, maka
diperlukan transnasionalisasi negara, yaitu, bagaimana negara nasional menjadi jaring
institusi

transnasional

sehingga

memunculkan

kelas

kapitalis

transnasional

(transnational capitalist class (TCC)), yang terdiri dari orang-orang yang memiliki

9

Universitas Indonesia

dan mengelola perusahaan-perusahaan transnasional (Transnational Corporation
(TNC)) dan lembaga keuangan yang mendorong ekonomi global.

IMF dan Persyaratannya dalam Perspektif Principal-Agent
Penulis menyoroti kehadiran lembaga keuangan internasional sebagai penegak
dominasi kelas kapitalis khususnya kehadiran International Monetary Fund (IMF)
dalam kasus Memorandum Kebijakan Ekonomi dan Keuangan ini. Menjelang akhir
perang dunia II, 44 negara berkumpul melaksanakan konferensi keuangan
internasional di sebuah desa kecil di Amerika Serikat, Bretton Woods. Setelah
terjadinya Great Depression yang melanda negara-negara barat, keinginan untuk
menciptakan sistem keuangan internasional yang stabil pun muncul. Dari konferensi
tersebut disepakati untuk mendirikan tiga lembaga keuangan internasional yaitu Dana
Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF), International Bank
for Reconstruction and Development (IBRD atau lebih dikenal sebagai World Bank),
dan lembaga perdagangan internasional (Harinowo, 2004: 74)—yang kemudian
ketiganya sering disebut sebagai Bretton Woods Institutions.
Awalnya IMF hanyalah lembaga yang fokus menangani negara-negara yang
mengalami kelesuan ekonomi pasca perang dengan mempertahankan nilai tukar dan
merumuskan berbagai macam sistem keuangan untuk mendukung kehidupan
ekonomi Eropa dan AS pasca perang dunia II. Selain itu IMF juga menciptakan
bantuan bagi negara yang mengalami defisit neraca pembayaran. Sekarang ini
program bantuan IMF menyasar negara berkembang yang biasanya mengalami
masalah neraca pembayaran. Banyak yang berpendapat bahwa pada saat ini—selama
tahun 1970—IMF bergeser perhatiannya dari dunia industri ke negara berkembang,
sebagai lembaga yang mencari tujuan baru (Vreeland, 2007: 9).
 Semula rencananya akan dibentuk lembaga perdagangan internasional yaitu International Trade
Organization (ITO) atau World Trade Organization, namun dalam perkembangannya terbentuk
dasar bagi penataan sistem perdagangan internasional yang disebut General Agreement on Tariffs
and Trades (GATT) (lihat (lihat Cyrillus Harinowo, IMF: Penanganan Krisis & Indonesia PascaIMF, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), hal. 74).

10

Universitas Indonesia

Transisi prioritas IMF tersebut membuat arus utama penjelasan mengenai IMF
sekarang ini dilihat melalui principal-agent theory. Teori principal-agent menunjukan
bahwa fungsi dari otonomi agen dalam kasus common agency merupakan intensitas
(kekuatan) dan keheterogenan (keberagaman) pilihan dari principal (Copelovitch:
2010, 57). Dalam teori common agency, dua pelaku utama IMF—negara anggota
terbesar IMF (sebagai collective principal) dan staf birokrasi IMF (sebagai agen)—
bersama-sama menentukan keputusan pemberian kredit (Copelovitch: 2010, 29).
Layaknya hubungan pemegang saham dan manajemen (agen) maka IMF (agen) pun
bertindak atas kepentingan pemegang saham atau pemilik modal atau pendonor.
Perubahan IMF menjadi negara yang mengubah perhatiannya kepada negaranegara berkembang berkaitan erat dengan pelaksanaan persyaratan-persyaratan IMF
yang tercantum dalam LoI. Harinowo (2004: 104) menyebutkan:
Penetapan persyaratan tertentu bagi negara yang bersangkutan, yang dikenal
sebagai conditionalities. Persyaratan ini secara formal termuat dalam
dokumen yang disebut Letter of Intent (LoI), yang resminya merupakan
kesanggupan pemerintah untuk melakukan langkah-langkah yang termuat
dalam dokumen tersebut sesuai jangka waktu yang ditetapkan.
Vreeland menjabarkan LoI secara terperinci:
Untuk lebih spesifik, pengaturan IMF dijabarkan dalam sesuatu yang disebut
“Letter of Intent” (LoI). LoI menggambarkan kebijakan yang bertujuan agar
pemerintah mengejar imbalan bantuan keuangan dari IMF. Surat ini ditujukan
kepada Direktur Pelaksana IMF dan biasanya ditandatangani oleh menteri
keuangan negara itu, meskipun mungkin juga akan ditandatangani oleh
presiden bank sentral, atau bahkan perdana menteri atau presiden.
Penandatangan oleh penyusun LoI tidak dibutuhkan. LoI tersebut disusun di
balik pintu tertutup oleh staf IMF dengan mengunjungi negara dan pejabat
negara. Karena negosiasi bersifat pribadi, tidak ada yang tahu pasti, tetapi
sering kali diklaim bahwa Letter of Intent sering disusun sepenuhnya oleh staf

11

Universitas Indonesia

IMF (2007: 32) .…secara resmi dikirim dari negara cabang eksekutif—yang
diakui sebagai negara dengan “otoritas yang tepat” perihal ekonomi—kepada
Direktur Pelaksana IMF. Direktur Pelaksana kemudian mengajukan kepada
Dewan Eksekutif IMF untuk disetujui. Setelah Dewan menyetujui Letter of
Intent, negara yang bersangkutan berada di bawah program IMF (2007: 64).
Studi tentang LoI mengindikasikan bahwa LoI tidak dibuat untuk membantu negara
peminjam keluar dari krisis. Sebaliknya LoI disusun untuk mendukung kepentingan
dari negara-negara donor IMF. Hal ini disebabkan karena penekanan LoI sendiri
dalam Articles of Agreement IMF bahwa LoI bertujuan sebagai jaminan pinjaman
agar kembali dalam jumlah dan kurun waktu yang telah disepakati.
Senada

dengan

hal

itu

Killick

melihat

bahwa

persyaratan

IMF

mengindikasikan permasalahan klasik principal-agent: yaitu perbedaan tujuan dan
kepentingan antara principal (IMF dalam hal ini) dan agen (pemerintah yang
menjalankan persyaratan); dorongan timpang bagi pemerintah peminjam untuk
mempromosikan tujuan IMF dan informasi yang asimetris serta penerapan biaya yang
tinggi (Killick, 1995: 168-169). Pokok permasalahan ini membuat penulis menyetujui
bahwa memang sesungguhnya LoI berisi persyaratan yang ditetapkan IMF bagi
negara pinjaman sebagai jaminan pengembalian pinjaman namun memuat
kepentingan negara pendonor IMF untuk menegakkan dominasinya. Maka dalam
menjelaskan kerangka crimes of domination Quinney, kaum kapitalis dalam tulisan
ini direpresentasikan oleh IMF terutama negara-negara pendonornya juga negara
Indonesia (dalam sedikit kasus), dan pengusaha Indonesia maupun internasional yang
bermain dalam mengintervensi MKEK.
Kehadiran lembaga keuangan internasional seperti IMF yang membantu kelas
kapitalis dalam menegakkan dominasinya memang tidak terlepas dari perkembangan
terbaru globalisasi. Litonjua membahas globalisasi dengan sedikit berbeda dari arus
utama ide globalisasi ilmuwan lain pada masanya yaitu:

12

Universitas Indonesia

“Pertama, globalisasi adalah penyebaran global dari sistem ekonomi
kapitalisme. Didukung oleh ideologi neoliberalisme, tujuannya adalah
deregulasi keseluruhan masyarakat pasar global. Kedua, globalisasi adalah
konstruksi sosial-politik yang diperebutkan oleh berbagai aktor. Ketiga,
manfaat dari globalisasi dikelola dan didistribusikan secara tidak merata.
Keempat, bahwa sementara mungkin ada kompatibilitas antara kapitalisme
dan demokrasi, ada ketidakcocokan yang mendalam.” (Litonjua, 2008: 54)
Menegaskan kembali pernyataan Litonjua tentang globalisasi adalah
bagaimana dunia diarahkan pada sistem ekonomi kapitalisme yang didukung ideologi
neoliberalisme. Neoliberalisme dipahami sebagai seperangkat gagasan dan praktik
yang berpusat pada peningkatan peran pasar bebas, fleksibilitas di pasar tenaga kerja
dan membentuk ulang kegiatan kesejahteraan negara (Smith, Stenning & Willis,
2008). Pada dasarnya neoliberalisme ekonomi menekankan pada kebebasan pesar
yang diyakini akan lebih efektif tanpa campur tangan pemerintah dan menitikberatkan pada peran swasta. Hal inilah yang membuat ekonomi neoliberal dianggap paling tepat untuk dijalankan di era kapitalistik karena paling menguntungkan kelas kapitalis.

METODE PENULISAN
Tulisan ini mengolah data sekunder. Data sekunder sekaligus sumber utama yang
akan dianalisis dalam tulisan ini adalah naskah LOI IMF-Indonesia 1997 yang telah
diterjemahkan langsung dalam Bahasa Indonesia atau lebih tepatnya dimuat dalam
Memorandum Kebijakan Ekonomi dan Keuangan (MKEK) Indonesia 1997. Untuk
menunjang analisis, penulis memperoleh data lain pendukung data utama yaitu buku,
artikel berita, artikel jurnal ilmiah melalui studi literatur (kepustakaan).
Berdasarkan sumber data yaitu dokumen LOI, maka tenik analisis data yang
akan dilakukan penulis adalah analisis dokumen. Analisis dokumen adalah prosedur
yang sistematis untuk mengkaji atau mengevaluasi dokumen-baik yang cetak maupun

13

Universitas Indonesia

elektronik (Bowen, 2009: 27). Analisis dokumen melibatkan metode pembacaan
skimming (membaca secara sepintas), membaca (membaca secara menyeluruh), dan
interpretasi. Dalam proses menganalisis dokumen tersebut, penulis menggunakan
metode analisis isi. Analisis isi adalah proses mengorganisir informasi ke dalam
kategori yang terkait dengan pertanyaan sentral penelitian (ibid., 32). Unit analisis isi
dalam tulisan ini adalah struktur kebijakan yang terdapat dalam naskah Memorandum
Kebijakan Ekonomi dan Keuangan kemudian yang akan dianalisis sesuai dengan
pertanyaan tulisan.

DATA DAN ANALISIS
Ada 50 poin yang tercantum dalam Memorandum Kebijakan Ekonomi dan Keuangan
Indonesia 1997. Lima puluh poin tersebut merupakan terjemahan langsung dari LoI
IMF kepada Indonesia tahun 1997. Kelima puluh poin tersebut kemudian
diimplementasikan pemerintah menjadi puluhan butir kebijakan dalam bentuk
Program Paket Pemulihan Ekonomi yang secara ringkas sebagai berikut:
Tabel 1 Program Pemulihan MKEK Indonesia-IMF 1997
Struktur

Implementasi Kebijakan

Dampak

Aspek Kriminologi

Kebijakan
Kebijakan

Meningkatkan penerimaan Pengetatan kebijakan

Marxis
Kelesuan ekonomi

Fiskal

negara dan berbagai

fiskal tidak memenuhi

menimbulkan jenis

penghematan, diikuti

targetnya karena

kejahatan dalam konteks

peningkatan disiplin

menggenjot

masyarakat dan negara

anggaran sehingga

penerimaan dari sektor kapitalis yang

minimal tidak terjadi

pajak dan memangkas

didefinisikan oleh

defisit anggaran belanja

pengeluaran negara

Quinney sebagai crimes

dengan target surplus

dengan

of accommodation yaitu

anggaran 1998/1999 1

menghilangkan

kejahatan yang

persen dari PDB.

subsidi terhadap

dilakukan oleh kelas

14

Universitas Indonesia

Struktur
Kebijakan

Kebijakan
Moneter
dan Nilai
Tukar

Implementasi Kebijakan

Dampak

Aspek Kriminologi

beberapa kebutuhan

Marxis
pekerja (pencurian,

Mengurangi defisit

krusial publik secara

pemerkosaan,

transaksi berjalan neraca

drastis sehingga

perampokan,

pembayaran sehingga dua

semakin menekan

penncopetan) sebagai

tahun ke depan dapat

perekonomian

pertahanan terhadap

ditekan di bawah 3 persen

masyarakat. PDB

sistem kapitalis. Reaksi

terhadap PDB.

tumbuh sebesar -33

khusus terhadap

persen.

kenaikan energi

Pengendalian inflasi

Bank mengalami

melalui pengendalian

kesulitan likuiditas

likuiditas perekonomian

karena peningkatan

dan tingkat suku bunga.

kredit macet

Pada satu pihak

perusahaan sementara

merangsang kegiatan

sektor riil mengalami

perekonomian, sekaligus

kelesuan produksi

menghasilkan stabilitas

karena kesulitan

ekonomi.

mendapatkan kredit.

menimbulkan crimes of
resistance yaitu
kejahatan yang
dilakukan kelas bawah
atas kesadaran politik
seperti demonstrasi atau
penjarahan sebagai
bentuk dari perlawanan
dan ditujukan langsung

Restruktur

Penyehatan bank melalui

Likuidasi bank lemah

bagi kelas kapitalis.
Kasus BLBI sesuai

isasi

akuisisi, merger, likuidasi

tanpa persiapan

dengan konsep crimes

Sektor

bank bangkrut, serta

menyebabkan rush

of the powerful oleh

Keuangan

pemberian Bantuan

money sehingga

Burke yaitu saat

Likuiditas Bank Indonesia

melemahkan

kejahatan yang

(BLBI).

perbankan.

dilakukan kapitalis

Perbankan yang lebih

Penyalahgunaan 95%

dilindungi negara

terbuka bagi bank asing

dana BLBI menjadi

dengan tidak

dan kurs bebas.

polemik hingga

didefinisikan sebagai

sekarang.

tindak pidana namun

15

Universitas Indonesia

Struktur
Kebijakan

Implementasi Kebijakan

Dampak

Aspek Kriminologi
Marxis
hanya dianggap aktivitas
ekonomi atau bisnis

Perdagang
an dan
Investasi
Asing

Penurunan bertahap tarif

Penghapusan

belaka.
Crimes of economic

bea masuk produk kimia,

hambatan ekspor,

domination tampak

besi/baja dan produk

penurunan tarif impor,

dalam implementasi

perikanan.

dan deregulasi tata

kebijakan ini bahwa

Hambatan ekspor

niaga menghilangkan

kelas pengusaha

termasuk pajak ekspor

proteksi pemerintah

diuntungkan melalui

dikurangi secara bertahap.

sehingga petani,

regulasi yang semakin

produsen, dan

memudahkan kegiatan

Pelonggaran tata niaga

pedagang kecil kalah

bisnis mereka tapi

komoditas gandum,

bersaing dengan

semakin merugikan

tepung terigu, kedelai, dan produk impor yang
bawang putih. HPS semen lebih murah karena

pedagang kecil dan

dihapuskan.

unggul dalam sarana

persaingan usaha yang

produksi.
Tanpa perhitungan

tidak sehat dan

Deregulas
i dan
Swastanis
asi

Pemerintah akan mengkaji
ulang investasi dan
pengeluaran sektor publik
termasuk pengeluaran
pemerintah untuk BUMN
dan industri strategis.
Privatisasi akan terus
dilanjutkan.

yang tepat, investor

masyarkat karena

penetapan harga produk
yang cenderung mahal.

asing membeli BUMN
dengan harga murah
yang dampaknya saat
ini monopoli asing
karena penerapan
harga “selangit”
terhadap konsumen.

16

Universitas Indonesia

Struktur
Kebijakan

Implementasi Kebijakan
Program JPS Krisis
(menolong masyarakat
miskin yang terpuruk
akibat krisis seperti

Jaringan
Pengaman
sosial

subsisidi pangan, raskin,
BLT) dan JPS Kronis
(program perlindungan
masyarakat yang bersifat
jangka panjang seperti
program padat karya,
peningkatan pembiayaan
sosial).

Dampak

an

Marxis
-

Peran masyarakat
dalam pembangunan
meningkat, membuka
kesempatan kerja,
meningkatkan daya
beli masyarakat,
menjamin kebutuhan
sosial masyarakat.
Sifatnya yang
topdown
menimbulkan
penyalahgunaan dan
inefisiensi dana.

Melaksanakan lelang Hak

Lingkung

Aspek Kriminologi

Crimes of economic

Pengusahaan Hutan baru,

Pada pertemuan CGI

domination terlihat

menambah lamanya masa

Juli 1999 Bank Dunia

karena pengusaha

konsesi, memperbolehkan

untuk pertama kalinya

diuntungkan melalui

pemindahtanganan hak

membeberkan bukti

kebijakan yang

konsesi, memutus kaitan

bahwa tingkat

melonggarkan

kepemilikan konsesi

kerusakan hutan yang

eksploitasi hutan,

dengan pengajuan hak

terjadi di Indonesia

namun kerugiannya

baru, menaikkan biaya

dua kali lipat dari

dirasakan oleh Indonesia

penebangan,

perkiraan sebelumnya

hingga saat ini (mis.

melaksanakan jaminan

setelah pelaksanaan

kebakaran hutan,

pelaksanaan, mengurangi

LoI.

menipisnya jumlah

target konversi hutan.
Tabel diolah penulis dari berbagai sumber.

17

hutan).

Universitas Indonesia

Program dibidang fiskal menargetkan surplus penerimaan domestik bruto
(PDB) sebesar satu persen dan mengurangi defisit berjalan. Rangkuman kebijakan
fiskal dimuat dalam prinsip anggaran berimbang  yang implementasinya adalah
penggenjotan pendapatan dari sektor pajak dan penghematan anggaran melalui
pengurangan subsidi. Singkatnya, kebijakan fiskal yang sangat ketat di saat kondisi
krisis ini telah menekan perekonomian masyarakat sampai meningkatkan jumlah
pengangguran karena kegiatan ekonomi tidak produktif. Peningkatan pendapatan
sukses diraih melalui pendapatan cukai alkohol dan tembakau.
Tidak jauh berbeda dengan program fiskal, kebijakan moneter juga
menyebabkan perusahaan atau usaha mengalami kelesuan produksi karena sulit
mendapatkan kredit akibat pengetatan likuiditas. Suku bunga yang tinggi juga
mustahil diberlakukan bagi perusahaan yang mengalami kredit macet. Akhirnya bank
pun ikut kesulitan mendapatkan likuiditas.
Sementara restrukturisasi sektor keuangan dalam MKEK 1997 hanya berfokus
pada sektor perbankan. Program restrukturisasi perbankan waktu itu sangat menonjol
pada langkah likuidasi perbankan yang tanpa persiapan sehingga menghilangkan
kepercayaan masyarakat. Fenomena rush money pun tak dapat dihindari.

 PDB mencerminkan output yang dihasilkan di dalam perbatasan negara, baik oleh perusahaan

domestik maupun luar negeri (lihat Corona Brezina, Understanding the Gross Domestic Product
and the Gross National Product, (New York: The Rosen Publishing Group, 2012), hal. 12).

 Menurut Kongres Washington, anggaran berimbang adalah kondisi saat jumlah uang yang
keluar sama dengan jumlah uang yang masuk.

 Menurut KBBI (Kamus besar Bahasa Indonesia), likuiditas adalah kemampuan untuk memenuhi
kewajiban membayar hutang tepat waktu. Pengetatan likuiditas berkaitan dengan pengendalian
suku bunga (lihat Robert Hendrik Liembono, Analisis Fundamental, (Jakarta: MIC, 2016))
 Likuidasi bank adalah tindakan penyelesaian seluruh aset dan kewajiban bank sebagai akibat
pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank (lihat Soetanto Hadinoto, Bank
Strategy on funding and Liability Management, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2008), hal.
203).

 Rush money adalah tindakan penarikan dana dari bank secara massal dan serempak oleh
nasabah.

18

Universitas Indonesia

Sedangkan program penyesuaian struktural yang cenderung mendukung
impor membuat kesenjangan sosial antara produsen kecil dan pengekspor kebutuhan
pangan ke Indonesia semakin terlihat. Impor terhadap kebutuhan pangan semakin
marak waktu itu karena harga produk dalam negeri lebih murah sehingga produk
impor peminatnya lebih banyak. Privatisasi BUMN yang masuk dalam program
penyesuaian struktural pun membuat Indonesia hingga saat ini kehilangan kendalinya
akan sektor krusial kebutuhan publik.
Banyak yang berpendapat bahwa program ini mengharuskan Indonesia untuk
memenuhi persyaratan yang terlalu banyak—dan mungkin salah—sebagai imbalan
atas pencairan pinjaman IMF (Gould, 2006: 144). Kebanyakan dari kebijakan
tersebut mengandung kepentingan kelas tertentu. Penulis akan menganalisis beberapa
isi kebijakan dalam MKEK Indonesia-IMF 1997 yang mengindikasikan crimes of
domination paling kuat.

Kebijakan Fiskal
Kebijakan yang dimaksudkan untuk mempertahankan anggaran surplus 1 persen dari
GDP ini menyangkut hajat hidup orang banyak terutama rakyat Indonesia yang waktu
itu mengalami kesulitan perekonomian. Penulis akan memilih kebijakan penghapusan
subsidi energi sebagai kebijakan fiskal yang menimbulkan gejolak ekonomi, politik,
dan sosial terbesar di masyarakat hingga berakhir pada kerusuhan. LoI mengharuskan
pemerintah mencabut subsidi energi yaitu listrik dan BBM sehingga dilakukan
penyesuaian harga.
“Untuk mengurangi distorsi ekonomi, dan memperkuat posisi fiskal,
pemerintah

bermaksud

menyesuaikan

harga

resmi

dengan

tujuan

menghilangkan subsidi secara berangsur-angsur terhadap bahan bakar dan
listrik. Karena kenaikan harga yang diperlukan untuk menghilangkan subsidi
ini lebih karena depresiasi, maka tidak mungkin untuk mengubah harga
domestik ke tingkat harga internasional secara mendadak. Oleh karena itu,
19

Universitas Indonesia

pemerintah bermaksud menghilangkan subsidi-subsidi ini secara berangsurangsur selama pelaksanaan program. Ini diawali dengan penyesuaian awal
yang cukup besar pada 1 April 1998 terhadap harga bahan bakar dan listrik,
kecuali harga minyak tanah dan solar yang kenaikannya akan dijaga serendah
mungkin untuk melindungi rakyat kecil.” (MKEK poin 9)
Pada 4 Mei 1998 Soeharto menaikkan BBM yang semula Rp.700 per liter
menjadi Rp.1200 per liter dan tarif dasar listrik (TDL) sebesar 20% (merdeka.com,
2014). Menurut Kuntoro Mangkusubroto, yang kala itu menjabat Menteri
Pertambangan dan Energi, peningkatan harga BBM dilakukan tanpa formula dan
kalkulasi

yang

jelas

seperti

yang

umum

dipakai

oleh

Kementerian-nya

(cnnindonesia.com, 2015).
Satu hari kemudian setelah pengumuman kebijakan ini, ribuan mahasiswa
yang tersebar di kota-kota di Indonesia memprotes kenaikan harga yang
menyebabkan ratusan bangunan dan ribuan kendaraan hancur (Ramli & Nuryadin,
2007). Krisis memuncak hingga berbau etnis ketika toko-toko milik Tionghoa dijarah,
orang-orang Tionghoa dan yang dianggap mirip dengan suku Tionghoa  pun diburu,
dibakar, dan yang perempuan diperkosa. Pengunduran diri Soeharto dari jabatan
presiden pada 12 Mei 1998 mulai meredakan kerusuhan.
Quinney menjelaskan tipe kejahatan yang dilakukan oleh kelas bawah sebagai
respon atas sistem kapitalis yang sedang berlangsung yaitu crimes of accommodation.
Saat kebijakan penghapusan subsidi diterapkan, terjadi jenis kejahatan akomodasi
yaitu crime of resistance yang merupakan reaksi atas kesadaran politik (Jeffrey &
Maahs, 2017). Demonstrasi dan penjarahan yang dilakukan masyarakat Indonesia
merupakan kesadaran akan situasi politik yang saat itu semakin menyulitkan kelas
bawah. Penyerangan terhadap kaum Tionghoa pun mencerminkan perlawanan
terhadap kelas kapitalis.
 Kaum pengusaha Tionghoa dianggap memiliki keuntungan selama rezim Orde Baru karena

dikenal dekat dengan penguasa sehingga sering menikmati keuntungan. Kecumburuan sosial yang
menumpuk tersebut berubah menjadi kemarahan yang memuncak pada kerusuhan Mei 1998.

20

Universitas Indonesia

Sulhin (2006) menjelaskan mengenai kontroversi pengurangan subsidi BBM.
Melalui pendekatan kapitalisme, LPEM FEUI mengatakan bahwa pengurangan
subsidi BBM yang disertai kompensasi tertentu berdampak positif dalam mengurangi
kemiskinan. Sedangkan dari sisi sosialisme, hal tersebut dianggap akan semakin
menggerus penederitaan rakyat. Alasan dan imbalan dibalik pengurangan subsidi
BBM, melakukannya di saat krisis 1997 justru melumpuhkan aktivitas perekonomian.
Peningkatan harga BBM yang cukup drastis sebanyak 71% tersebut
merupakan kebijakan yang tidak peka terhadap kelas bawah. Pasalnya kebijakan
tersebut semakin mempersulit rakyat karena kenaikan harga energi membuat harga
kebutuhan dasar ikut melonjak, padahal di saat yang bersamaan pendapatan
masyarakat berkurang. Kebijakan fiskal yang selain mengendalikan pengeluaran
negara, juga mengontrol pendapatan negara melalui pajak. Kenaikan pada beberapa
nilai pajak pun diberlakukan. Dalam kasus kenaikan harga energi, IMF melalui LoI
memastikan pemerintah menghemat anggaran negara dengan memotong atau
memangkas pengeluaran yang dianggap “tidak perlu” seperti subsidi harga energi.
Memang penghilangan subsidi energi yang dilakukan IMF ini sesuai dengan gaya
kebijakannya yaitu mengembalikan pertumbuhan ekonomi sesegera mungkin. Senada
dengan pernyataan Nooruddin dan Simmons (2006) bahwa pemangkasan anggaran
negara yang dilakukan IMF cenderung merugikan masyarakat kelas bawah.
Meski pencabutan subsidi energi bertujuan—seperti yang dikatakan IMF—
untuk mengurangi distorsi ekonomi dan memperkuat posisi fiskal, hal tersebut
mustahil dilakukan disaat daya beli masyarakat sedang menurun. Justru sebaliknya
kebijakan tersebut semakin menekan perekonomian rakyat. Penyesuaian harga energi
ini merupakan satu dari banyaknya implementasi pengetatan kebijakan fiskal.
Pengetatan kebijakan fiskal adalah salah satu pilar dari Konsensus Washington yaitu
kesepahaman mengenai kebijakan-kebiajakan ekonomi yang menandai awal
kemunculan ekonomi neoliberal (Sulhin, 2008: 69).
Marcuse menjelaskan kekuasaan riil dari kapitalisme adalah kekuasaan untuk
memengaruhi pemahaman individu tentang realitas (Parsons, 2001). Pengetahuan
21

Universitas Indonesia

IMF akan krisis yang dinilai lemah karena program pemulihan ekonomi IMF yang
semakin memperburuk krisis disebabkan pemahaman yang ditanamkan kaum
kapitalis mengenai krisis, yaitu krisis akan baik diselesaikan melalui kebijakan
ekonomi neoliberal karena meningkatkan pendapatan negara dengan cepat salah
satunya melalui pengetatan kebijakan fiskal. Neoliberalisasi sebagai sebuah proses
bukannya teori, memang menciptakan keberhasilan yang sangat besar jika dilihat dari
sudut pandang kelas elit. Proses neoliberalisasi memungkinkan terbangunnya kembali
kekuasaan kelas dari elit-elit yang berkuasa atau memungkinkan terciptanya kondisikondisi bagi terbangunnya kelas kapitalis baru (Harvey, 2009: 264-265). Pada
kenyataannya, pengetatan fiskal semakin memperburuk kondisi negara yang sedang
krisis terutama masyarakat kelas bawah.

Deregulasi dan Swastanisasi
Deregulasi merupakan tahapan mengurangi atau menghilangkan suatu peraturan. IMF
menyatakan tujuan program ini adalah untuk memunjang kompetisi dalam negeri
sehingga cakupan sektor swasta diperluas.
“Tujuan utama….dari strategi reformasi struktural adalah.…untuk menunjang
kompetisi dalam negeri dan memperluas cakupan sektor swasta.” (MKEK
poin 40)
Merujuk pada kutipan MKEK poin 40 itu bahwa dengan melibatkan swasta maka
produksi dalam negeri akan semakin kompetitif. Padahal kebijakan-kebijakan yang
dirumuskan IMF memiliki kecenderungan untuk pertumbuhan ekonomi jangka
pendek, namun meningkatkan kompetisi dalam negeri jelas menjadi tujuan jangka
panjang. Penulis berpendapat bahwa meningkatkan kompetisi dalam negeri hanyalah
argumentasi yang digunakan IMF agar agenda swastanisasi para pendonor IMF dapat
terlaksana. Sesuai dengan perkembangan paling mutakhir kapitalisme di mana modal
dapat diraih semaksimal mungkin melalui ekonomi neoliberalisme salah satunya
dengan swastanisasi. Untuk mendukung swastanisasi ini, langkah-langkah deregulasi
22

Universitas Indonesia

terhadap perdagangan pun dilakukan. Dalam kebijakan ini dominasi kelas kapitalis
sangatlah bermain untuk menguasai produksi.
Penulis memilih kebijakan deregulasi terhadap produksi dan perdagangan
gula dan beras yang pada saat itu paling berdampak pada ketahanan pangan
Indonesia. IMF membebaskan petani dari kewajiban menanam tebu, namun
kebebasan ini memiliki maksud lain.
“Hal ini akan meningkatkan produksi beras karena petani beralih dari
menanam tebu di tanah irigasi menjadi memproduksi padi yang memiliki
lebih banyak nilai tambah. Dan ini akan meningkatkan efisiensi dan daya
saing industri yang menggunakan gula, seperti proses makanan.”
Tujuan dari kebijakan tersebut adalah agar petani gula beralih menjadi petani beras.
Bukannya untuk menjamin ketersediaan beras, kebijakan ini justru meminggirkan arti
penting komoditas gula sebagai salah satu elemen krusial dalam ketahanan pangan.
Produksi beras pun tidak terbukti meningkat namun impor beras melonjak lebih dari
dua kali lipat dari periode 1995-1997 sesaat setelah implementasi LoI yaitu periode
1998-2000, hingga menembus angka 3.000.727 ton. Sedangkan dilihat dari Harga
Eceran Beras (HEB), implementasi LoI menaikkan HEB secara konsisten
(Andriyanto, 2012). Jaminan ketahanan pangan yang sempat digaungkan oleh IMF
melalui kebijakan ini tidak terlaksana. Penyebab lainnya adalah kebijakan
menerapkan tarif impor 0% bagi gula dan beras. Akhirnya gula lokal yang biaya
produksinya lebih mahal dibandingkan gula impor tidak mampu bersaing (Lema,
2004). Harga produksi gula internasional yang lebih murah diakibatkan oleh
keunggulan kepemilikan sarana produksi oleh kelas kapitalis.
Dalam kasus ini, proteksi tidaklah mengekang daya saing—seperti yang
dikhawatirkan IMF—justru menciptakan persaingan pasar yang sehat. Persaingan
yang tidak sehat ini menyebabkan harga gula lokal melambung sehingga menyulitkan
kehidupan petani gula. Selain itu mempersempit peran Bulog menjadi hanya
monopoli beras saja jelas membuat impor gula semakin deras.

23

Universitas Indonesia

Penulis menyimpulkan kebijakan yang dibuat untuk memfasilitasi para
produsen gula luar negeri ini menunjukkan crimes of economic domination yang
tujuannya untuk melindungi dan meningkatkan akumulasi modal. Pengusaha gula dan
beras luar negeri menerima keuntungan karena dengan deregulasi mengenai impor
beras dan gula, kehadiran beras dan gula impor tidak dapat dihindari. Gula impor pun
lebih dipilih oleh masyarakat karena harganya yang lebih murah dibandingkan
produk dalam negeri yang mencirikan salah satu dominasi kelas kapitalis yaitu
keunggulan mode produksi gula mereka sehingga harga gula bisa lebih murah. Dalam
prinsip ekonomi sederhana jelas konsumen memilih komoditas sama dengan harga
murah dibandingkan yang mahal.
Dalam penjelasan sosioekonomi Marx dalam menganalisis masyarakat yang
dinamis, ia mengemukakannya dalam kerangka mode produksi yaitu terdiri dari
hubungan produksi dan kekuatan produksi. Kekuatan produksi terdiri dari bahan
baku, sarana produksi, pembagian teknis kerja sesuai dengan bahan baku dan sarana
produksi yang diberikan, dan hubungan saling ketergantungan dan kerjasama antara
produsen langsung dalam menetapkan alat-alat produksi untuk bekerja. Hubungan
sosial produksi terdiri dari kontrol sosial atas alokasi sumber daya untuk berbagai
kegiatan produktif dan pengalokasian surplus yang dihasilkan; pembagian kerja sosial
(atau alokasi pekerja ke berbagai kegiatan di berbagai unit produksi yang berbeda);
dan hubungan kelas yang didasarkan pada hubungan properti, kepemilikan sarana
produksi, dan bentuk eksploitasi ekonomi (Jessop, 2012: 5-6).
Kemudian ia menjelaskan dinamisme masyarakat dari suprastruktur politik
dan hukum terdiri dari aparat politik dan pemerintah suatu masyarakat dan prinsip
dan konsep hukum yang dikodifikasi menjadi undang-undang. Negara adalah bentuk
di mana individu-individu dari kelas penguasa menegaskan kepentingan bersama
mereka (McQuarie & Amburgey, 1978: 5). Menurut Marx, bagaimana kemudian
masyarakat kapitalis dapat bertahan adalah penggabungan keduanya yakni
penguasaan terhadap mode produksi dan elemen hukum-politik. Penguasaan terhadap
kedua hal tersebut akan menguatkan dominasi masyarakat kapitalis. Dalam kasus di

24

Universitas Indonesia

atas, mode produksi gula dikuasai dengan baik oleh pengusaha transnasional sehingga
harganya bisa terjangkau serta regulasi yang menguntungkan da

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63