Sejarah Teori Resepsi Sastra .

Sejarah Teori Resepsi Sastra
Seperti namanya, teori resepsi sastra adalah teori yang membahas mengenai bagaimana
cara pembaca memberikan respon terhadap karya sastra yang dibacanya. Kajian dalam resepsi
merupakan kajian yang luas, menarik, dan dapat membantu kita dalam mempelajari proses dan
cara pembaca dalam menginterpretasi sebuah karya sastra serta bagaimana mereka
menghubungkan karya tersebut dengan pengalaman hidup mereka sendiri. Tanggapan yang
diberikan oleh pembaca dapat berupa tanggapan aktif maupun tanggapan pasif. Teori resepsi
sastra memberikan kontribusi perubahan yang besar dalam penelitian sastra. Karena dalam
sejarahnya, analisa teks ditekankan kepada teks itu sendiri dan hubungan teks tersebut dengan
peneliti (Umar Junus, 1985:1). Sehingga pada awalnya, pembaca tidak mempunyai andil yang
besar dalam penelitian sastra.
Atensi terhadap studi resepsi awalnya muncul sebagai reaksi melawan kecenderungan
terhadap penolakan peran pembaca dalam memaknai sebuah karya sastra. Pergeseran minat dari
struktur ke arah tanggapan pembaca dapat dilihat di berbagai tempat dan dari latar belakang yang
berbeda-beda. Di sini pertama-tama dibahas perkembangan dalam strukturalisme Praha, dengan
nama seperti Mukarovsky dan Vodicka. Teori Mukarovsky terhadap karya sastra berpangkal pada
aliran formalis sebagai usaha untuk memahami karya sastra sebagai realisasi fungsi puitik
bahasa. Maka oleh Mukarovsky dipertahankan pendirian, karya sastra dalam sejarahnya tidak
dapat dipisahkan dari konteks sosio-budaya serta kode-kode atau norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat yang bersangkutan. Tetapi dalam perkembangan ide Mukarovsky terjadi
pergeseran terhadap konsep fungsi tersebut.

Perkembangan pikiran Mukarovsky ini cukup berat konsekuensinya: pembaca sebagai
subyek tak kurang pentingnya dalam fungsi semiotik karya sastra daripada strukturnya. Dalam
ceramah yang diberikan pada tahun 1942 Mukarovsky menguraikan sekali lagi pendapatnya
mengenai hubungan antara struktur karya sastra dan peranan pembaca. Dalam pendekatan
Mukarovsky ini pengalaman estetik justru ditentukan oleh tegangan antara struktur karya sastra
sebagai tanda dan subyektivitas yang tergantung pada lingkungan sosial dan kedudukan sejarah
penanggap. Demikianlah Mukarovsky meletakkan dasar untuk estetik sastra dalam model
semiotik di mana ada hubungan dinamik dan tegangan yang terus-menerus antara keempat
faktor: pencipta, karya, pembaca serta kenyataan.

Ide-ide Mukarovsky digarap lebih lanjut dan dikonkritkan oleh muridnya Felix Vodicka.
Konsep yang sangat penting dalam teori Vodicka ialah konkretisasi. Konsep ini sesungguhnya
berasal dari seorang ahli sastra Polandia Roman Ingarden. Ingarden mengemukakan pendapat
bahwa karya sastra mempunyai struktur yang obyektif, yang tidak terikat pada tanggapan
pembaca, dan yang nilai estetiknya pun tidak tergantung pada norma-norma estetik pembaca
yang terikat pada masanya. Disini Vodicka berselisih paham dengan Ingarden: bagi dia
kebebasan pembaca jauh lebih besar, tidak hanya secara konkrit dan faktual. Tetapi pula secara
prinsip. Vodicka berpangkal pada pertentangan karya seni sebagai artefak dan sebagai obyek
estetik, yang telah dikembangkan oleh Mukarovsky.
Karya seni sebagai artefak baru menjelma menjadi obyek estetik oleh aktivitas pembaca,

dan sebagai tanda makna dan nilai estetik karya seni baru dapat ditentukan berdasarkan konvensi
kesastraan yang konkrit pada masa tertentu. Peneliti sastra tidak cukup mengupas karya sastra
secara otonom, dia harus meneliti konteks pemberian makna oleh pembaca tertentu, konteks
kesastraan yang pada gilirannya berkaitan dengan konteks sosial dalam arti yang luas. Konteks
itulah yang menyediakan rangka untuk resepsi dan untuk produksi. Vodicka dalam segi ini
mempertahankan pendirian bahwa seni menunjukkan perkembangan intrinsik yang berkaitan
dengan perkembangan sosio-politik, tetapi tidak ditentukan secara mutlak olehnya, pengaruh itu
adalah pengaruh timbal balik. Tidaklah mengherankan Vodicka menitikberatkan sejarah sastra
sebagai pendekatan sastra yang tak terhindari.
Namun, perkembangan dalam teori respesi sastra yang sistematik baru dilakukan di akhir
bagian tahun 60-an di Jerman Barat terutama melalui dua nama, Hans Robert Jausz dan
Wolfgang Isr. Dan pendekatan ini baru mendapat perhatian yang meluas dunia pada bagian akhir
70an. Pengembangan yang cenderung lambat ini dapat diakibatkan oleh kendala bahasa. Karena
pada awalnya, pemikiran mengenai resepsi sastra ditulis dalam bahasa Jerman, bahasa yang lebih
terbatas penyebarannya itu dibandingkan dengan bahasa Inggris pada waktu itu (Umar Junus:
1984, vii). Lagipula, pada saat itu teori yang mereka kembangan bertolak belakang dengan
kebiasaan yang ada. Orang-orang masih belum dapat menerima sepenuhnya proses melibatkan
pembaca dalam suatu karya sastra karena menurut mereka pada saat itu pemberi makna adalah
penulis. Lompatan yang sangat jauh ini juga merupakan salah satu faktor lambatnya penyebaran
teori ini.


Hans Robert Jausz (1921-1997) merupakan salah satu pemikir yang memiliki kontribusi
besar terhadap lahirnya teori resepsi sastra. Pada waktu itu, idenya dianggap sebagai ide yang
menggegerkan ilmu sastra tradisional di Jerman Barat pada saat itu (A. Teeuw: 1988,183)
Essainya yang berjudul “The Change in the Paradigm of Literary Scholarship” atau “Perubahan
Paradigma dalam Ilmu Sastra” menunjukkan adanya kemunculan perspektif baru dalam kajian
ilmu sastra yang menekankan pentingnya peran interpretasi dari pembaca (Robert Holub,
1984:xii). Teori yang dilahirkan oleh Jauss menitikberatkan pandangannya pada pembaca
sebagai konsumen dan menganggap bahwa karya sastra merupakan suatu proses dialektika yang
terlahir dari produksi dan resepsi (Robert Holub, 1984: 57)
Walaupun pada prinsipnya penelitian hubungan antara teks dan pembaca dapat dikatakan
termasuk esensi ilmu sastra, namun hal ini tidak berarti bahwa secara metodik dan teknik
penelitian resepsi jelas dan tidak menerbitkan masalah lagi. Sudah ada dua pendekatan utama
yang memang berkaitan tetapi tidak identik, adalah sejarah efek teks sastra dilihat dari segi karya
sastra itu sendiri. Tokoh penting dalam mazhab ini adalah wolfgang Iser. Iser terutama
menyumbangkan teori mengenai yang disebut Leerstellen, tempat kosong serta fungsinya dalam
pemberian makna oleh pembaca. Tempat kosong mengaktifkan daya cipta pembaca dan
sekaligus menciptakan yang disebut innerperspektif, perspektif dalam bagi sebuah teks.
Jausz tidak mulai dari struktur teks dan dari potensi karya sastra, melainkan konkretisasi
yang nyata menjadi fokus penelitian bagi dia. Pada prinsipnya Jausz membedakan tiga

kemungkinan: sastra dapat

berlaku afirmatif-normatif, yaitu menetapkan dan memperkuat

struktur, norma dan nilai masyarakat yang ada atau restoratif, yaitu mempertahankan normanorma dalam kenyataan kemasyarakatan telah meluntur atau menghilang, tidak berlaku lagi
ataupun kemungkinan ketiga, sastra bersifat inovatif dan revolusioner, merombak nilai-nilai yang
mapan, memberontak terhadap norma establishment kemasyarakatan.
Menurut Jausz para peneliti sastra, juga dalam aliran marxis dan formalis, melupakan
atau menghilangkan faktor yang terpenting dalam proses semiotik yang disebut kesusastraan,
yaitu pembaca. Justru pembacalah yang merupakan faktor yang hakiki dan menentukan dalam
sastra. Kesejarahan sasra bersama dengan sifat komunikasinya mengandaikan hubungan dialog
dan sekaligus hubungan proses antara karya, sidang pembaca, dan karya baru. Pembaca yang
menilai, menikmati, menafsirkan, memahami karya sastra menentukan nasibnya dan peranannya

dari segi sejarah dan estetik. Setiap pembaca mempunyai horison harapan, yang tercipta karena
pembacaannya yang lebih dahulu, pengalamnnya selaku manusia budaya, dan seterusnya. Fungsi
efek, nilai sebuah karya sastra untuk pembaca tertentu tergantung pada relasi struktur, ciri-ciri
dan anasir-anasir karya itu dengan horison harapan pembaca. Pembaca, khususnya pembaca
modern dalam kebudayaan Barat, ingin dan berharap agar dia terkejut, digoncangkan oleh halhal yang baru, yang memecahkan atau menggeserkan horison harapannya. Resepsi sebuah karya
dengan pemahaman dan penilaiannya tidak dapat diteliti lepas dari rangka sejarahnya seperti

terwujud dalam horison harapan pembaca masing-masing. Baru dalam kaitannya dengan
pembaca karya sastra mendapat makna dan fungsi, dan pembaca mau tak mau bertempat dalam
rangka sejarah tertentu.

Daftar Pusataka
Junus, Umar. 1985. Resepsi Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta. PT. Gramedia
Holub, C Robert. 1984. Reception Theory. A Critical Introduction. London and New York.
Metheun.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra, Jakarta.
Pustaka Jaya.