Adaptasi Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan

Adaptasi Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Kelautan Terhadap
Dampak Perubahan Iklim Global
Temuan ilmiah sudah semakin jelas: perubahan iklim menjadi ancaman global yang
sangat serius terhadap kehidupan di bumi. Sementara negara-negara sedang
berkembang di wilayah tropis masih kesulitan untuk mengatasi ’local-anthropogenic
threat’, ancaman dari perubahan iklim secara bersama akan lebih menyulitkan
pembangunan masyarakat di wilayah tersebut.
Sebagian besar wilayah Indonesia terletak pada wilayah Segi-Tiga Karang, Coral
Triangle, pusat dari keanekaragaman sumberdaya yahati laut tertinggi di dunia.
Konsekuensi lainnya adalah perairan laut Indonesia menjadi wilayah yang sangat
subur. Walaupun rakitan spesies yang kompleks agak menyulitkan dalam efisiensi
eksploitasi, dia mampu menciptakan dan menumbuhkan sektor ekonomi baru dari
pariwisata pesisir dan laut.
Sumberdaya pesisir dan lautan Indonesia sementara ini sudah terancam
terdegradasi karena dua faktor utama, yaitu pengambilan secara tidak ramah
lingkungan (destructive fishing) dan pengambilan secara berlebihan (over-fishing).
Ancaman dari peribahan iklim secara bersama akan membuat kondisi pesisir dan
laut kita semakin parah. Mengingat pentingnya pesisir dan laut sebagai sumber
mata pencaharian masyarakat, maka kita harus segera melakukan adaptasi dalam
pembangunan pesisir dan lautan.


Dampak Perubahan Iklim terhadap Lingkungan Pesisir dan Laut
Dampak perubahan iklim pada lingkungan pesisir dan laut bisa terjadi dalam
beberapa bentuk, antara lain: asidifikasi air laut, meningkatnya suhu permukaan air
laut, meningkatnya permukaan air laut, intensitas dan frekuensi terjadinya
gelombang pasang/tsunami. Dampak
turunannya mengakibatkan kerusakan pada terumbu karang (coral bleaching dan
melemahnya struktur aragonite karang), perendaman atau pergeseran formasi
bakau ke arah daratan, algal heating, menurunnya kemampuan reproduksi ikan,
perubahan ratio-sex pada penyu dan perubahan susunan rakitan spesies.
Melemahnya struktur karangka kapur terumbu karang akan mengurangi fungsi lain
dari ekosistem terumbu karang. Terumbu karang telah terbukti sebagai pelindung
pantai dari serangan gelombang maupun tsunami. Para peneliti mencatat bahwa
setengah dari energi gelombang/tsunami berkurang setelah melewati terumbu
karang yang sehat.
Perubahan sistem karbonat air laut juga berpengaruh pada ikan. Sebagian besar
spesies ikan mengalami penurunan kemampuan reproduksi pada kejenuhan

aragonit yang lebih rendah. Sistem lainnya yang juga terganggu adalah tekanan
osmosis dan laju metabolisme. Sebagai dampak turunannya, ikan akan semakin
mudah terserang penyakit. Pada akhirnya, populasi ikan akan berkurang dan

berkurang juga
Peningkatan permukaan air laut
Meningkatnya permukaan air laut bagi Indonesia bisa menenggelamkan beberapa
gugus pulau karang. Jika pulau-pulau tersebut merupakan gugus pulau terluar
sebagai tempat untuk mengukur batas jurisdiksi, maka hal ini bisa merubah
kedaulatan negara pada akhirnya. Departemen Kelautan dan Perikanan sedang
melakukan studi kemungkinan sejumlah pulau yang akan tenggelam karena
meningkatnya permukaan air laut.
Meningkatnya permukaan air laut akan mempengaruhi keberadaan formasi
lingkungan pantai, seperti hutan bakau. Pada kondisi normal, diduga hutan bakau
bisa beradaptasi terhadap peningkatan permukaan air laut. Karena terjadinya
secara perlahan, maka hutan bakau akan beradaptasi untuk tumbuh ke arah
daratan. Masalahnya adalah bahwa sebagian besar hutan bakau sudah terisolasi
oleh konstruksi atau bangunan di bagian daratan. Peluang untuk mengalami
adaptasi menjadi hilang, kecuali pada tempat-tempat dimana formasi lingkungan
pesisir masih cukup alami (Done et al, 2003; Salm & CoKles, 2001)

kesimpulan
Perubahan iklim global telah dan akan memberikan dampak nyata pada kehidupan
di wilayah pesisir dan laut. Dampak yang paling nyata sudah terlihat melalui

peristiwa coral bleaching, kerusakan terumbu karang dan perubahan ratio sex pada
tukik penyu. Negara-negara dengan potensi sumberdaya kelautan cukup besar
harus segera melakukan adaptasi dalam rencana pengelolaan wilayah pesisir dan
kelautan. Indonesia mencetuskan prakarsa ’Coral Triangle Initiative’ untuk
melindungi terumbu karang untuk kepentingan perikanan dan ketersediaan pangan.
Prakarsa ini diikuti oleh kelima negara lainnya di wilayah Segi-Tiga Karang serta
dudukung oleh Australia dan Amerika Serikat.